Anda di halaman 1dari 18

SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL

A. DEFINISI
Sindrom ekstrapiramidal adalah suatu gejala atau reaksi yang ditimbulkan
oleh penggunaan jangka pendek atau jangka panjang dari medikasi antipsikotik
golongan tipikal karena terjadinya inhibisi transmisi dopaminergik di ganglia
basalis.Adanya gangguan transmisi di korpus striatum yang mengandung banyak
reseptor D1 dan D2 dopamin menyebabkan depresi fungsi motorik sehingga
bermanifestasi sebagai sindrom ekstrapiramidal. Gejala bermanifestasikan sebagai
gerakan otot skelet, spasme atau rigitas, tetapi gejala-gejala itu diluar kendali
traktus kortikospinal (piramidal).
Gejala ekstrapiramidal sering dibagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi
distonia, tardive dyskinesia, akatisia, dan Sindrom Parkinson.Namun ada beberapa
sumber menyebutkan bahwa Sindrom Neuroleptik Maligna juga masuk ke dalam
gangguan ekstrapiramidal.
B. EPIDEMIOLOGI
Sindrom ekstrapiramidal yang terdiri dari reaksi distonia akut, akhatisia,
dan sindrom parkinson umumnya terjadi akibat penggunaan obat-obat
antipsikotik. Lebih banyak diakibatkan oleh antipsikotik tipikal terutama yang
mempunyai potensi tinggi. Reaksi distonia akut terjadi pada kira-kira 10% pasien,
biasanya pada pria muda, terutama yang mendapat pengobatan dengan neuroleptik
haloperidol dan flufenarizin.Tardive dyskinesia terjadi pada sekitar 20-30% pasien
yang telah menggunakan antipsikotik tipikal dalam kurun waktu 6 bulan atau
lebih.Tetapi sebagian besar kasus sangat ringan.Hanya 5% pasien yang
memperlihatkan gejala nyata.Akatisia merupakan gejala EPS yang paling sring
terjadi.

Kemungkinan

besar

terjadi

pada

pasien

dengan

medikasi

neuroleptik.Umumnya pada pasien muda.Sindrom parkinson lebih sering pada


dewasa muda, dengan perbandingan perempuan : laki-laki = 2 : 1. Sindrom
Neuroleptic Maligna sangat jarang dijumpai.

C. ETIOLOGI
Sindrom ekstrapiramidal terjadi akibat pemberian obat antipsikotik baik
dalam jangka waktu singkat atau lama yang menyebabkan adanya gangguan
keseimbangan antara transmisi asetilkolin dan dopamine pusat. Obat antispikotik
dengan efek samping gejala ekstrapiramidalnya sebagai berikut:
Antipsikosis
Chlorpromazine
Thioridazine
Perphenazine
Trifluoperazine
Fluphenazine
Haloperidol
Pimozide
Clozapine
Zotepine
Sulpride
Risperidon
Quetapine
Olanzapine
Aripiprazole

Dosis (mg/hr)
150-1600
100-900
8-48
5-60
2-100
2-6
25-100
75-100
200-1600
2-9
50-400
10-20
10-20

GejalaEkstrapiramidal
++
+
+++
+++
+++
++++
++
+
+
+
+
+
+

Beberapa hal lain yang mempengaruhi kerja ekstrapiramidal:


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Ketidakseimbangan degeneratif
Ketidakseimbangan metabolik
Ketidakseimbangan sistem endokrin dan eksokrin
Inflamasi
Toxin
Tumor
Anoxia

D. PATOFISIOLOGI

Gambar 1. Jaras Aferen dan Eferen


Susunan Piramidal
Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara langsung ke
lower motor neuron (LMN) atau melalui inter neuronnya, tergolong dalam
kelompok upper motor neuron (UMN). Neuron-neuron tersebut merupakan
penghuni girus presentralis . Oleh karena itu, maka girus tersebut dinamakan
korteks motorik. Mereka berada dilapisan ke-V dan masing-masing memiliki
hubungan dengan gerak otok tertentu. Melalui aksonnya neuron korteks motorik
menghubungi motoneuron yang membentuk inti motorik saraf kranial dan motor
neuron di kornu anterius medulas pinalis.
Akson-akson tersebut menyusun jaras kortikobulbar dan kortikospinal.
Sebagai berkas saraf yang kompak mereka turun dari korteks motorik dan
ditingkat thalamus dan ganglia basalia mereka terdapat diantara kedua bangunan
yang dikenal sebagai kapsula interna. Sepanjang batang otak, serabut-serabut
kortikobulbar meninggalkan kawasan mereka untuk menyilang garis tengah dan
berakhir secara langsung di motorneuron saraf kranial motorik atau inter
neuronnya disisi kontra lateral. Sebagian dari serabut kortikobulbar berakhir di
inti-inti saraf kranial motorik sisi ipsi lateral juga.
Diperbatasan antara medulla oblongata dan medulla spinalis, serabutserabut

kortikospinal

sebagian

besar

menyilang

dan

membentuk

jaras

kortikospinal lateral yang berjalan di funikulus postero lateral kontra lateralis.


Sebagian dari mereka tidak menyilang tapi melanjutkan perjalanan ke medula

spinalis di funikulus ventralis ipsi lateralis dan dikenal sebagai jaras kortikospinal
ventral atau traktus piramidalis ventralis.
Susunan Ekstrapiramidal
Susunan ekstrapiramidal terdiri dari : korpus striatum, globus palidus, intiinti talamik, nukleus subtalamikus, subtansia nigra, formatio retikularis batang
otak,serebelum berikut dengan korteks motorik tambahan yaitu area 4, area 6 dan
area 8.
Komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan yang lain oleh
akson masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat lintasan yang
melingkar yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus striatum merupakan
penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan sirkuit
tersebut dinamakan sirkuit striatal yang terdiri dari sirkuit striatal utama
(principal) dan 3 sirkuitstriatal penunjang (aksesori).
Sirkuit striatal prinsipal tersusun dari tiga mata rantai, yaitu :

Hubungan seluruh neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus

Hubungan korpus striatum/globus palidus dengan thalamus

Hubungan thalamus dengan korteks area 4 dan 6.


Data yang tiba diseluruh neokorteks seolah-olah diserahkan kepada korpus

striatum/globus paidus/thalamus untuk diproses dan hasil pengolahan itu


merupakan bahan feedback bagi korteks motorik dan korteks motorik tambahan.
Oleh karena komponen-komponen susunan ekstrapiramidal lainnya menyusun
sirkuit yang pada hakekatnya mengumpani sirkuit striata utama, maka sirkuitsirkuit itu disebut sirkuit striatal asesorik.
Sirkuit striatal asesorik ke-1 merupakan sirkuit yang menghubungkan
stratum-globus palidus-talamus-striatum. Sirkuit-striatal asesorik ke-2 adalah
lintasan yang melingkari globus palidus-korpus subtalamikum-globus palidus.
Dan akhirnya sirkuit asesorik ke-3, yang dibentuk oleh hubungan yang melingkari
striatum-subtansianigra-striatum.
Umumnya semua neuroleptik menyebabkan beberapa derajat disfungsi
ekstrapiramidal dikarenakan inhibisi transmisi dopaminergik di ganglia basalis.
Pada pasien skizofrenia dan pasien dengan gangguan psikotik lainnya terjadi
4

disfungsi pada sitem dopamin sehingga antipsikotik tipikal berfungsi untuk


menghambat transmisi dopamin di jaras ekstrapiramidal dengan berperan sebagai
inhibisi dopaminergi yakni antagonis reseptor D2 dopamin. Namun penggunaan
zat-zat tersebut menyebabkan gangguan transmisi di korpus striatum yang
mengandung banyak reseptor D1 dan D2 dopamin. Gangguan jalur striatonigral
dopamin menyebabkan depresi fungsi motorik sehingga bermanifestasi sebagai
sindrom ekstrapiramidal. Beberapa neuroleptik tipikal (seperti haloperidol,
fluphenazine) merupakan inhibitor dopamin ganglia basalis yang lebih poten, dab
sebagai akibatnya menyebabkan efek samping gejala ekstrapiramidal yang lebih
menonjol.
Dengan mengetahui jalur neuronal dopamin, dapat dimengerti bagaimana
efek dari obat-obat antipsikosis dan juga efek sampingnya. Terdapat 4 jalur
dopamin dalam otak :
1.

Jalur dopamin mesolimbik


Jalur ini dimulai dari batang otak sampai area limbik, berfungsi mengatur

perilaku dan terutama menciptakan delusi dan halusinasi jika dopamin berlebih.
Dengan jalur ini dimatikan maka diharapkan delusi dan halusinasi dapat
dihilangkan.
2.

Jalur dopamin nigrostriatal


Jalur ini berfungsi mengatur gerakan. Ketika reseptor dopamin pada jalur ini

dihambat pada postsinaps, maka akan menyebabkan gangguan gerakan yang


muncul serupa dengan penyakit Parkinson, sehingga sering disebut drug-induced
Parkinsonism. Oleh karena jalur nigrostriatal ini merupakan bagian dari sistem
ekstrapiramidal dari sistem saraf pusat, maka efek samping dari blokade reseptor
dopamin juga disebut reaksi ekstrapiramidal.
3.

Jalur dopamin mesokortikal


Masih merupakan perdebatan bahwa blokade reseptor dopamin pada jalur ini

akan menyebabkan timbulnya gejala negatif dari psikosis, yang disebut


neuroleptic-induced deficit syndrome.
4.

Jalur dopamin tuberoinfundibular


Jalur ini mengontrol sekresi dari prolaktin. Blokade dari reseptor dopamin

pada jalur ini akan menyebabkan peningkatan level prolaktin sehingga


menimbulkan laktasi yang tidak pada waktunya, disebut galaktorea.
E. MANIFESTASI KLINIS
5

Akibat gangguan sistem ekstrapiramidal pada pergerakan dapat dianggap


terdiri dari defisit fungsional primer (gejala negatif) yang ditimbulkan oleh tidak
berfungsinya sistem dan efek sekunder (gejala positif) yang timbul akibat
hilangnya pengaruh sistem itu terhadap bagian lain. Pada gangguan dalam fungsi
traktus ekstrapiramidal gejala positif dan negatif itu menimbulkan dua jenis
sindrom, yaitu :
1. Sindrom hiperkinetik hipotonik : asetilkolin , dopamin
Tonus otot menurun
Gerak involunter / ireguler
Pada : chorea, atetosis, distonia, ballismus

2. Sindrom hipokinetik hipertonik : asetilkolin , dopamin

Tonus otot meningkat


Gerak spontan / asosiatif
Gerak involunter spontan

Pada : Parkinson
Gejala negatif
Gejala negatif terjadi akibat kekurangn jumlah dopamin karena
produksinya yang berkurang. Gejala negatif, terdiri dari :
1) Bradikinesia
Gerakan volunter yang bertambah lambat atau menghilang sama
sekali. Gejala ini merupakan gejala utama yang didapatkan pada penyakit
parkinson sehingga menimbulkan berkurangnya ekspresi wajah, berkurangnya
kedipan mata dan mengurangi perubahan postur pada saat duduk.
2) Gangguan postural
Merupakan hilangnya refleks postural normal. Paling sering ditemukan
padapenyakit parkinson. Terjadi fleksi pada tungkai dan badan karena
penderita tidak dapat mempertahankan keseimbangan secara cepat. Penderita
akan terjatuh bila berputar dan didorong.

Gejala Positif
Gejala positif timbul oleh karena terjadi perubahan pelepasan ataupun
disinhibisi dari dopamin, tetapi tidak ditemukan kerusakan struktur, yang terdiri
dari:
1) Gerakan involunter
6

Tremor
Athetosis
Chorea
Distonia
Hemiballismus

2) Rigiditas
Kekakuan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika menggerakkan
ekstremitas secara pasif. Tahanan ini timbul di sepanjang gerakan pasif
tersebut, dan mengenai gerakan fleksi maupun ekstensi sering disebut
sebagai plastic atau lead pipe rigidity. Bila disertai dengan tremor maka
disebut dengan tanda Cogwheel.
Pada penyakit parkinson terdapat gejala positif dan gejala
negatif seperti tremor dan bradikinesia. Sedangkan pada Chorea
huntington lebih didominasi oleh gejala positif, yaitu : Chorea.
Gejala ekstrapiramidal
Gejala ekstrapiramidal sering di bagi ke dalam beberapa kategori yaitu :
1) Reaksi Distonia Akut
Merupakan spasme atau kontraksi involunter satu atau lebih otot
skelet yang timbul beberapa menit dan dapat pula berlangsung lama, yang
mengakibatkan gerakan atau postur tubuh yang abnormal.Kelompok otot
yang paling sering terlibat adalah otot wajah, otot rahang (trismus, gaping,
grimacing), leher (torticolis dan retrocolis), lidah (protrusion, memuntir),
seluruh otot tubuh (opistotonus) atau otot ekstraokuler (krisis okulogirik).
Distonia juga dapat terjadi pada glosofaringeal yang menyebabkan
disartria,

disfagia,

kesulitan

bernafas

kematian.Distonia juga dapat terjadi pada

hingga

sianosis

bahkan

otot diafragmatik yang

membantu pernapasan sehingga sulit bernafas hingga sianosis bahkan


kematian..Reaksi distonia akut sering terjadi dalam satu atau dua hari
setelah pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja.
Reaksi distonia akut sering sekali terjadi dalam satu atau dua hari
setelah pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Keadaan ini
terjadi pada kira-kira 10% pasien, lebih sering pada pasien berusia 30
tahun, laki-laki, dan lebih sering dengan neuroleptik dosis tinggi yang
berpotensi lebih tinggi, seperti haloperidol dan flufenazine. Reaksi distonia
akut dapat merupakan penyebab utama dari ketidakpatuhan dengan
7

neuroleptik karena pandangan pasien mengenai medikasi secara permanent


dapat memudar oleh suatu reaksi distonik yang menyusahkan.
Kriteria diagnostik dan riset untuk distonia akut akibat neuroleptik
menurut DSM-IV adalah sebagai berikut:
Posisi abnormal atau spasme otot kepala, leher, anggota gerak, atau
batang tubuh yang berkembang dalam beberapa hari setelah memulai atau
menaikkan dosis medikasi neuroleptik (atau setelah menurunkan medikasi
yang digunakan untuk mengobati gejala ekstrapiramidal).
A. Satu (atau lebih) tanda atau gejala berikut yang berkembang berhubungan
dengan medikasi neuroleptik :
1. Posisi abnormal kepala dan leher dalam hubungannya dengan tubuh
(misalnya tortikolis)
2. Spasme otot rahang (trismus, menganga, seringai)
3. Gangguan menelan (disfagia), bicara, atau bernafas (spasme laring-faring,
disfonia)
4. Penebalan atau bicara cadel karena lidah hipertonik atau membesar
(disartria, makroglosia)
5. Penonjolan lidah atau disfungsi lidah
6. Mata deviasi ke atas, ke bawah, ke arah samping (krisis okulorigik)
7. Posisi abnormal anggota gerak distal atau batang tubuh
B. Tanda atau gejala dalam kriteria A berkembang dalam tujuh hari setelah
memulai atau dengan cepat menaikkan dosis medikasi neuroleptik, atau
menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati (atau mencegah)
gejala ekstrapiramidal akut (misalnya obat antikolinergik)
C. Gejala dalam kriteria A tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental
(misalnya gejala katatonik pada skizofrenia). Tanda-tanda bahwa gejala lebih
baik diterangkan oleh gangguan mental dapat berupa berikut : gejala
mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik atau tidak sesuai dengan
pola intervensi farmakologis (misalnya tidak ada perbaikan setelah
menurunkan neuroleptik atau pemberian antikolinergik)
D. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi
neurologis atau medis umum. Tanda-tanda bahwa gejala adalah karena kondisi
medis umum dapat berupa berikut : gejala mendahului pemaparan dengan
medikasi neuroleptik, terdapat tanda neurologis fokal yang tidak dapat
diterangkan, atau gejala berkembang tanpa adanya perubahan medikasi.

2) Tardive Dyskinesia (kronik)


Tardive dyskinesia yang dicetuskan neuroleptik adalah gangguan gerakan
koreoatetoid involunter yang muncul lambat. Disebabkan oleh defisiensi
kolinergik yang relatif akibat supersensitif reseptor dopamin di puntamen
kaudatus. Merupakan manifestasi gerakan otot abnormal, involunter, menghentak,
balistik, atau seperti tik mempengaruhi gaya berjalan, berbicara, bernafas, dan
makan pasien dan kadang mengganggu. Gejala hilang dengan tidur, dapat hilang

timbul dengan berjalannya waktu dan umumnya memburuk dengan penarikan


neuroleptik.
Prevalensi bervariasi tetapi tardive diskinesia diperkirakan terjadi 20-40%
pasien yang berobat lama. Tetapi sebagian kasus sangat ringan dan hanya sekitar
5% pasien memperlihatkan gerakan berat nyata. Namun, kasus-kasus berat sangat
melemahkan sekali, yaitu mempengaruhi berjalan, berbicara, bernapas, dan
makan.
Faktor predisposisi dapat meliputi umur lanjut, jenis kelamin wanita, dan
pengobatan berdosis tinggi atau jangka panjang. Pasien dengan gangguan afektif
atau organik juga lebih berkemungkinan untuk mengalami diskinesia tardive.
Diagnosis banding jika dipertimbangkan diskinesia tardive meliputi penyakit
Hutington, Khorea Sindenham, diskinesia spontan, tik dan diskinesia yang
ditimbulkan obat seperti Levodova, stimulant, dan lain-lain.
Tardive diskinesia dini atau ringan mudah terlewatkan dan beberapa
merasa bahwa evaluasi sistemik, Skala Gerakan Involunter Abnormal (AIMS)
harus dicatat setiap 3 6 bulan untuk pasien yang mendapatkan pengobatan
neuroleptik jangka panjang
.
Prosedur Pemeriksaan AIMS (Abnormal Involuntary Movement Scale)
1. Sebelum maupun sesudah menyelesaikan pemeriksaan, amati pasien
dengan diam diam saat istirahat (misalnya, di ruang tunggu)
2. Kursi digunakan dalam pemeriksaan ini harus kuat dan tanpa sandaran
tangan
3. Setelah mengamati pasien, nilai dengan skala 0 (tidak ada), 2 (ringan), 3
(sedang) dan 4 (parah) menurut keparahan gejala
4. Tanyakan kepada pasien apakah ada sesuatu didalam mulutnya (misalnya
permen karet, gula gula, dll) dan jika ada, kelurkanlaqh
5. Tanyakan kepada pasien tentang kondisi giginya sekarang. Tanyakan
apakah ia mengenakan gigi palsu. Apakah gigi atau gigi palsu ada yang
mengganggu pasiern sekarang
6. Tanyakan pada pasien apakah ia memperhatikan adanya gerakan di mulut,
wajah, tanagan atau kaki. Jika ya, minta pasien untuk menggambarkan dan
menunjukkan sampai tingkat mana keadaan tersebut sekrang menggangu
pasien atau menganggu aktifitasnya

7. Mintalah pasien duduk di kursi dengan tangan di atas lutut, tungkai sedikit
terpisah dan kaki datar di lanati. (lihat seluruh tubuh untuk mencari adanya
gerakan pada posisi ini)
8. Mintalah pasien untuk duduk dengan lengan menggantung tanpa ditopang.
Jika laki laki, dianatara tungkai, jika wanita dan mengenakan rok,
menggantung diatas lutut (amati tangan dan bagian tubuh lainnya)
9. Mintalah pasien untuk membuka mulutnya (lidah saat keadaan istirahat di
dalam mulut) lakukkan ini dua kali
10. Mintalah pasien untuk menjulurkan lidahnya (lihat kelainan gerakan
lidah). Lakukan ini dua kali
11. Mintalah pasien untuk menjetikkan jarinya, dengan masing masing jari,
secepat mungkin selama 10 15 detik, sendiri sendiri dengan tangan
kanan, lalu tangan kiri (amati gerakan wajah dan tungkai)
12. Bengkokan dan luruskan lengan kanan dan kiri pasien (sekali)
13. Mintalah pasien untuk berdiri (amati gayanya. Amati seluruh bagian
tubuhnya lagi, termasuk panggul)
14. Mintalah pasien untuk meluruskan kedua lengannya ke depan dan telapak
tangan menghadap ke bawah. (amati batang tubuh, tungkai dan mulut)
15. Minta pasien berjalan beberapa langkah, berputar dan jalan kembali ke
kursi (amati tangan dan gaya berjalan) lakukan dua kali
16. Gerakan teraktivasi
3) Akatisia
Manifestasi berupa keadaan subjektif kegelisahan (restlessness) yang
panjang,, gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak umumnya kaki yang
tidak bisa tenang, atau rasa gatal pada otot. Penderita dengan akatisia berat tidak
mampu untuk duduk tenang, perasaannya menjadi cemas atau iritabel, agitasi, dan
pemacuan yang nyata.Akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik
yang memburuk akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim.
Sejauh ini,akatisia merupakan yang paling sering terjadi. Kemungkinan
terjadi pada sebagian besar pasien yang diobati dengan medikasi neuroleptik,
terutama pada populasi pasien lebih muda. Terdiri dari perasaan dalam yang
gelisah, gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak. Juga telah dilaporkan
sebagai rasa gatal pada otot. Pasien dapat mengeluh karena anxietas atau
10

kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan sebagai gejala psikotik yang
memburuk. Sebaliknya, akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik
akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim.
Agitasi, pemacuan yang nyata, atau manifestasi fisik lain dari akatisisa
hanya dapat ditemukan pada kasus yang berat. Juga, akinesis yang ditemukan
pada parkinsonisme yang ditimbulkan neuroleptik dapat menutupi setiap gejala
objektif akatisia. Akatisia sering timbul segera setelah memulai medikasi
neuroleptikdan pasien sudah pada tempatnya mengkaitkan perasaan tidak nyaman.
Yang

dirasakan

ini

dengan

medikasi

sehingga

menimbulkan

masalah

ketidakpatuhan pasien.
4) Sindrom Parkinson
Faktor risiko antipsikotik menginduksi parkinson adalah peningkatan usia,
dosis obat, riwayat parkinson sebelumnya, dan kerusakan ganglia basalis.Terdiri
dari akinesia, tremor, dan bradikinesia.Akinesia meliputi wajah topeng, jedaan
dari gerakan spontan, penurunan ayunan lengan saat berjalan, penurunan kedipan,
dan penurunan mengunyah yang dapat menimbulkan pengeluaran air liur.
Pada suatu bentuk yang lebih ringan, akinesia hanya terbukti sebagai suatu
status perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, apati dan kesukaran
untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala
skizofrenia negatif.Tremor dapat ditemukan pada saat istirahat dan dapat pula
mengenai rahang.Gaya berjalan dengan langkah kecil dan menyeret kaki
diakibatkan karena kekakuan otot.

5) Lain-lain
Berikut merupakan EPS lain yang agak lazim yang dapat dimulai berjam-jam
setelah dosis pertama neuroleptik atau dimulai secara berangsur-angsur setelah
pengobatan bertahun-tahun. Manifestasinya meliputi berikut :

Akinesia : yang meliputi wajah topeng, kejedaan dari gerakan spontan,


penurunan ayunan lengan pada saat berjalan, penurunan kedipan, dan

11

penurunan mengunyahyang dapat menimbulkan pengeluaran air liur. Pada


bentuk yang yang lebih ringan, akinesia hanya terbukti sebagai suatu status
perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, apati dan kesukaran
untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala

negative skizofrenia.
Tremor : khususnya saat istirahat, secara klasik dari tipe penggulung pil.
Tremor dapat mengenai rahang yang kadang-kadang disebut sebagai
sindrom kelinci. Keadaan ini dapat dikelirukan dengan diskenisia tardive,
tapi dapat dibedakan melalui karakter lebih ritmik, kecerendungan untuk
mengenai

rahang

daripada

lidah

dan

responya

terhadap

medikasi

antikolinergik.
Gaya berjalan membungkuk : menyeret kaki dengan putaran huruf en cetak

dan hilangnya ayunan lengan.


Kekakuan otot : terutama dari tipe cogwheeling. Gangguan gerakan yang
kronis progresif yang ditandai oleh adanya tremor, bradikinesia, rigiditas, dan

ketidakstabilan postural.
Chorea Huntington = Chorea Mayor : merupakan gangguan herediter yang
bersifat autosomal dominan, onset pada usia pertengahan dan berjalan
progresif hingga menyebabkan kematian dalam waktu 10 12 tahun. Dapat
terjadi pada usia muda (tipe juvenile) dimana gejalanya kurang tampak dan
didominasi oleh gejala negatif (rigiditas, demensia, perubahan kepribadian,
gangguan afektif, psikosis, hipotonus, reflex primitif)

F. DIAGNOSIS
Diagnosa awal dilakukan dengan anamnesa pasien. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan di antaranya adalah pemeriksaan fisik pada umumnya yaitu
tandatanda vital dan kondisi fisik seluruhnya. Dapat ditambah pemeriksaan
neurologis.
Pemeriksaan laboratorium tergantung pada tampilan klinis. Pasien dengan
distonia simplek tidak membutuhkan tes. Pemeriksaan kualitatif untuk mendeteksi
adanya antipsikotik tidak tersedia secara luas. Selain itu, kandungan obat dalam
12

serum untuk tranquilizer mayor tidak berkorelasi dengan baik dengan keparahan
klinis dari overdosis dan tidak bermanfaat pada pengobatan akut.
Pemeriksaan rutin elektrolit, pemeriksaan potassium, asam urat, keratin
kinase-MM , nitrogen danurea darah, kreatinin darah, glukosa darah, mioglobin
dan bikarbonat bermanfaat dalam menilai status hidrasi, fungsi ginjal, status asam
basa, kerusakan otot dan hipoglikemi sebagai penyebab kelainan sensorium.
Kontraksi otot yang terus menerus sering menyebabkan perusakan otot
yang terlihat dari peningkatan potassium, asam urat, dan keratin kinase-MM.
Perusakan otot juga menghasilkan myoglobin yang diserap oleh ginjal, sehingga
menyebabkan disfungsi tubulus ginjal. Dehidrasi memperburuk penyerapan ini.
Pada myoglobinuria, urin menjadi berwarna cokelat gelap.
G. DIAGNOSIS BANDING
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Sindroma putus obat


Parkinson Disease
Distonia primer
Tetanus
Gangguan gerak ekstrapiramidal primer
Penyakit Huntington,
Chorea Syndenham
Anxietas
Gejala psikotik yang memburuk

Pada pasien dengan tardive diskinesia dapat pula didiagnosis banding dengan
penyakit Hutington dan Khorea Sindenham.
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum untuk sindrom ekstrapiramidal yakni :
1) Non-farmakologis :
Menurunkan dosis antipsikotik hingga mencapai dosis minimal yang
efektif
2) Farmakologis
a) Pada pasien > 60 tahun diberikan L-dopa .Pemberian L-dopa 3-4x 1 hari
dengan total dosis maksimal 600 mg/ hari diberikan 30 menit sebelum
makan, contoh madopar, sinemet.
b) Pada pasien muda diberikan DA (dopamine antagonist)
13

Pemberian dopamine agonist :


Contoh ergot da:
Bromocriptin dimulai dengan dosis 1,25 mg ditingkatkan

sampai total maksimal 40mg/ hari terbagi dalam 3-5 dosis.


Pergolide mesylate dimulai dari 0,05 mg 0,05 mg tiap 4-7 hari

sampai 2-4 mg / hari untuk 3x beri


Piribedil 50 mg terbagi 5x/ hari
Cabergoline , dostinex 0,5 mg setiap 2 hari

Contoh Non-ergot da
Pramipexole, sifrol 1 mg dimulai dari 0,125 mg. Dosis
umumnya 3-4,5 mg / hari
Ropinirole, requip 2 mg, dimulai dari 0,25 mg. Dosis
umumnya 3-9 mg/ hari
c) Pemberian antihistamin seperti difenhidramine, sulfas atropine
d) Pemberian antikolinergik seperti :
Trihexyphenidil ((THP), 4-6mg per hari selama 4-6 minggu.
Setelah itu dosis diturunkan secara perlahan-lahan, yaitu 2 mg
setiap

minggu,

untuk

melihat

apakah

pasien

telah

mengembangkan suatu toleransi terhadap efek samping sindrom


ekstrapiramidal ini.
e) N-Methyl-D-Aspartate Receptor Inhibitor: amantadine dimulai dari 100
f)

mg. Dosis umumnya 300-400 mg/ hari terbagi dalam 3-4 dosis
Enzyme inhibitor: Monoamine Oxidase Type B inhibitor MAO B

contoh selegiline, selegos 5 mg, rasagiline sebagai neuroprotektor.


g) COMT I (Cathechol o Methyl Transferase Inhibitors) :
Entacapone, comtan 200mg dosis maksimal 1600 mg, tolcapone
untuk menurunkan degradasi dopamine otak dan meningkatkan
efek L-dopa.
I. PEDOMAN UMUM :
1) Gejala ekstrapiramidal dapat sangat menekan sehingga banyak ahli
menganjurkan terapi profilaktik. Gejala ini penting terutama pada pasien
dengan riwayat EPS atau para pasien yang mendapat neuroleptik poten dosis
tinggi.
2) Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya sendiri yang dapat
menyebabkan

komplians

yang

buruk.

Antikolinergik

umumnya

menyebabkan mulut kering, penglihatan kabur, gangguan ingatan,

14

konstipasi dan retensi urine. Amantadin dapat mengeksaserbasi gejala


psikotik.
3) Umumnya disarankan bahwa suatu usaha dilakukan setiap enam bulan
untuk menarik medikasi anti-EPS pasien dengan pengawasan seksama
terhadap kembalinya gejala.
4) Reaksi Distonia Akut (ADR)
Medikasi antikolinergik merupakan terapi ADR bentuk primer dan
praterapi dengan salah satu obat-obat ini biasanya mencegah terjadinya
penyakit. Paduan obat yang umum meliputi benztropin (Congentin) 0,5-2
mg dua kali sehari (BID) sampai tiga kali sehari (TID) atau triheksiphenidil
(Artane) 2-5 mg TID. Benztropin mungkin lebih efektif daripada
triheksiphenidil pada pengobatan ADR dan pada beberapa penyalah guna
obat triheksiphenidil karena rasa melayang yang mereka dapat
daripadanya.
Seorang pasien yang ditemukan dengan ADR berat, akut harus diobati
dengan cepat dan secara agresif. Bila dilakukan jalur intravena (IV) dapat
diberikan benztropin 1 mg dengan dorongan IV. Umumnya lebih praktis
untuk memberikan difenhidramin (Benadryl) 50 mg intramuskuler (IM) atau
bila obat ini tidak tersedia gunakan benztropin 2 mg IM. Remisi ADR
dramatis terjadi dalam waktu 5 menit.
5) Akatisia
Pengobatan akatisia mungkin sangat sulit dan sering kali memerlukan
banyak eksperimen. Agen yang paling umum dipakai adalah antikolinergik
dan amantadin (Symmetrel); obat ini dapat juga dipakai bersama. Penelitian
terakhir bahwa propanolol (Inderal) sangat efektif dan benzodiazepine,
khususnya klonazepam (klonopin) dan lorazepam (Ativan) mungkin sangat
membantu.
6) Sindrom Parkinson
Aliran utama pengobatan sindrom Parkinson terinduksi neuroleptik
terdiri atas agen antikolinergik. Amantadin juga sering digunakan .
Levodopa yang dipakai pada pengobatan penyakit Parkinson idiopatik
umumnya tidak efektif akibat efek sampingnya yang berat.
7) Tardive Diskinesia
Pencegahan melalui pemakaian medikasi neuroleptik yang bijaksana
merupakan pengobatan sindrom ini yang lebih disukai. Ketika ditemukan
pergerakan involunter dapat berkurang dengan peningkatan dosis medikasi
antipsikotik tetapi ini hanya mengeksaserbasi masalah yang mendasarinya.
15

Setelah

permulaan

memburuk,

pergerakan

paling

involunter

akan

menghilang atau sangat berkurang, tetapi keadaan ini memerlukan waktu


sampai dua tahun.
Benzodiazepine dapat mengurangi pergerakan involunter pada banyak
pasien, kemungkinan melalui mekanisme asam gamma-aminobutirat-ergik.
Baclofen (lioresal) dan propanolol dapat juga membantu pada beberapa
kasus. Reserpin (serpasil) dapat juga digambarkan sebagai efektif tetapi
depresi dan hipotensi merupakan efek samping yang umum. Lesitin lemak
kaya kolin sangat bermanfaat menurut beberapa peneliti, tetapi kegunaannya
masih diperdebatkan.
Pengurangan dosis umumnya merupakan perjalanan kerja terbaik bagi
pasien yang tampaknya mengalami diskinesia tardive tetapi masih
memerlukan pengobatan. Penghentian pengobatan dapat memacu timbulnya
dekompensasi yang berat, sementara pengobatan pada dosis efektif terendah
dapat mempertahankan pasien sementara meminimumkan risiko, tetapi kita
harus pasti terhadap dokumen yang diperlukan untuk penghentian
pengobatan.
J. KOMPLIKASI
Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat mengganggu
sehingga menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas dan gangguan gerak
saat berjalan dapat menyebabkan penderita terjatuh dan mengalami fraktur. Pada
distonia laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian.
Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya sendiri yang dapat
menyebabkan komplikasi yang buruk.Anti kolinergik umumnya menyebabkan
mulut kering, penglihatan kabur, gangguan ingatan, konstipasi dan retensi
urine.Amantadine dapat mengeksaserbasi gejala psikotik.
K. PROGNOSIS
Prognosis pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang akut akan lebih
baik bila gejala langsung dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis pada
pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang kronik lebih buruk, Pasien dengan
tardive distonia hingga distonia laring dapat menyebabkan kematian bila tidak
diatasi dengan cepat.Sekali terkena, kondisi ini biasanya menetap pada pasien
yang mendapat pengobatan neuroleptik selama lebih dari 10 tahun.
16

DAFTAR PUSTAKA
Kaplan H.I.MD, Saddock B.M.JD, Grebb J.A.MD. Synopsis Psikiatri Jilid
1.Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 1997
Kaplan H.I.MD, Saddock B.M.JD, Grebb J.A.MD. Sinopsis Psikiatri Jilid 2.
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 1997
Maslim.R, SpKJ. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikiatri edisi Ketiga.
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2007

17

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
DEFINISI..........................................................................................................1
EPIDEMIOLOGI..............................................................................................1
ETIOLOGI........................................................................................................2
PATOFISIOLOGI..............................................................................................3
MANIFESTASI KLINIS.................................................................................6
DIAGNOSIS...................................................................................................13
DIAGNOSIS BANDING................................................................................13
PENATALAKSANAAN.................................................................................14
PEDOMAN UMUM.......................................................................................15
KOMPLIKASI................................................................................................17
PROGNOSIS..................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................18

18

ii

Anda mungkin juga menyukai