SINDROMA EKSTRAPIRAMIDAL
NAMA PEMBIMBING :
dr. Fitta Deskawaty, Sp. KJ
DISUSUN OLEH
Akbar Hanaefi
Nadia Afkar
Lira Asa Zulpri
Devid Munada Chairi
Danty Evely Clarissa
Whynda Amalia Putri Tarigan
Indah Karunia
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
2.1. DEFINISI
Sindrom ekstrapiramidal adalah gejala atau reaksi yang
disebabkan oleh penggunaan obat antipsikotik tipikal jangka pendek
atau jangka panjang karena penghambatan transmisi dopaminergik
di ganglia basal. Transmisi yang rusak di striatum, yang mengandung
banyak reseptor dopamin D1 dan D2, menyebabkan depresi pada
fungsi motorik, yang bermanifestasi sebagai sindrom
ekstrapiramidal. Gejala dapat muncul sebagai gerakan otot rangka,
kejang atau iritabilitas, tetapi berada di luar kendali saluran
kortikospinal (piramidal).
Gejala ekstrapiramidal seringkali dibagi menjadi beberapa
kategori, yaitu distonia reaktif, diskinesia tardif, akatisia, dan
sindrom parkinsonian. Namun ada beberapa sumber mengatakan
bahwa sindrom maligna neuroleptik juga termasuk dalam penyakit
ekstrapiramidal.
2.2. EPIDEMIOLOGI
Sindrom ekstrapiramidal yang terdiri dari reaksi distonik akut,
akahatasia, dan sindrom parkinsonian biasanya disebabkan oleh
penggunaan obat antipsikotik. Sebagian besar disebabkan oleh obat
antipsikotik tipikal, terutama yang berefek kuat. Reaksi distonik akut
terjadi pada sekitar 10% pasien, biasanya pria muda, terutama pada
mereka yang diobati dengan obat antipsikotik haloperidol dan
flufenaricin. Tardive dyskinesia terjadi pada sekitar 20 hingga 30%
pasien yang telah menggunakan obat antipsikotik tipikal selama
minimal 6 bulan. Tetapi kebanyakan kasus sangat ringan. Hanya 5%
pasien yang memiliki gejala yang sebenarnya. Akatisia adalah gejala
EPS yang paling umum. Hal ini kemungkinan besar terjadi pada
pasien yang memakai neuroleptik. Kebanyakan pada pasien muda.
Penyakit Parkinson lebih sering terjadi pada orang dewasa muda
perbandingan pada wanita:pria = 2:1. Sindrom ganas neuroleptik
sangat jarang terjadi.
2.3 ETIOLOGI
Sindrom ekstrapiramidal terjadi akibat pemberian obat
antipsikotik baik dalam jangka waktu singkat atau lama yang
menyebabkan adanya gangguan keseimbangan antara transmisi
asetilkolin dan dopamine pusat. Obat antispikotik dengan efek
samping gejala ekstrapiramidalnya sebagai berikut :
Antipsikosis Dosis (mg/hr) Gejala
Ekstrapiramidal
Chlorpromazine 150-1600 ++
Thioridazine 100-900 +
Perphenazine 8-48 +++
Trifluoperazine +++
Fluphenazine 5-60 +++
Haloperidol 2-100 ++++
Pimozide 2-6 ++
Clozapine 25-100 -
Zotepine 75-100 +
Sulpride 200-1600 +
Risperidon 2-9 +
Quetapine 50-400 +
Olanzapine 10-20 +
Aripiprazole 10-20 +
2.4. PATOFISIOLOGI
Sirkuit utama striatum terdiri dari tiga mata rantai, yaitu (a) hubungan
antara seluruh neokorteks dan striatum dan globus pallidus, (b) hubungan
antara striatum/pallidus dan talamus, dan (c) talamus dan daerah korteks 4 dan
6. Data yang tiba diseluruh neokorteks seolah-olah diserahkan kepada korpus
striatum / globus plaidus / thalamus untuk diproses dan hasil pengolahan itu
merupakan bahan feedback bagi korteks motorik dan korteks motorik
tambahan.
- Gerakan involunter
Tremor
• Athetosis
Chorea
• Distonia
Hemiballismus
- Rigiditas
Kekakuan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika
menggerakkan ekstremitas secara pasif. Tahanan ini
timbul di sepanjang gerakan pasif tersebut, dan
mengenai gerakan fleksi maupun ekstensi sering
disebut sebagai plastic atau lead pipe rigidity. Bila
disertai dengan tremor maka disebut dengan tanda
Cogwheel.
2.5.3.3. Akatisia
Bermanifestasi sebagai kegelisahan subyektif yang
berkepanjangan, kegugupan atau gerakan, biasanya kaki yang
tidak bisa ditenangkan, atau otot gatal. Pasien dengan akathisia
parah tidak dapat duduk diam, indra mereka menjadi gelisah
atau mudah tersinggung, mereka gelisah dan langkah mereka
kuat. Akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik,
diperburuk oleh ketidaknyamanan yang ekstrim.
Tentu yang paling umum adalah akathisia. Ini mungkin terjadi
pada sebagian besar pasien yang diobati dengan neuroleptik,
terutama pasien yang lebih muda. Terdiri dari perasaan gelisah,
gugup, atau keinginan untuk bergerak. Gatal otot juga telah
dilaporkan. Pasien mungkin mengeluh kecemasan atau
gangguan tidur, yang dapat disalahartikan sebagai
memburuknya gejala psikotik.
Di sisi lain, akathisia dapat memperburuk gejala psikotik
karena ketidaknyamanan yang ekstrem. Kegelisahan, antusiasme
yang nyata, atau manifestasi fisik akatisia lainnya hanya dapat
diamati pada kasus yang parah. Juga, akinesia yang terlihat pada
parkinsonisme yang diinduksi neuroleptik dapat menutupi gejala
objektif akatisia. Akatisia sering terjadi segera setelah inisiasi
terapi neuroleptik, dan pasien merasa tidak nyaman. Hal ini
dirasakan dalam konteks pengobatan, yang menimbulkan
masalah dengan kepatuhan pasien.
2.6 DIAGNOSIS
Diagnosa awal dilakukan dengan anamnesa pasien.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan di antaranya adalah
pemeriksaan fisik pada umumnya yaitu tanda – tanda vital
dan kondisi fisik seluruhnya. Dapat ditambah pemeriksaan
neurologis.
Pemeriksaan laboratorium tergantung pada tampilan
klinis. Pasien dengan distonia simplek tidak membutuhkan
tes. Pemeriksaan kualitatif untuk mendeteksi adanya
antipsikotik tidak tersedia secara luas. Selain itu, kandungan
obat dalam serum untuk tranquilizer mayor tidak berkorelasi
dengan baik dengan keparahan klinis dari overdosis dan
tidak bermanfaat pada pengobatan akut.Pemeriksaan rutin
elektrolit, pemeriksaan potassium, asam urat, keratin kinase-
MM , nitrogen dan urea darah, kreatinin darah, glukosa
darah, mioglobin dan bikarbonat bermanfaat dalam menilai
status hidrasi, fungsi ginjal, status asam basa, kerusakan otot
dan hipoglikemi sebagai penyebab kelainan sensorium.
Kontraksi otot yang terus menerus sering menyebabkan
perusakan otot yang terlihat dari peningkatan potassium,
asam urat, dan keratin kinase-MM. Perusakan otot juga
menghasilkan myoglobin yang diserap oleh ginjal, sehingga
menyebabkan disfungsi tubulus ginjal. Dehidrasi
memperburuk penyerapan ini. Pada myoglobinuria, urin
menjadi berwarna cokelat gelap.
2.8.1.1 Pada pasien > 60 tahun diberikan L-dopa .Pemberian L-dopa 3-4x
1 hari dengan total dosis maksimal 600 mg/ hari diberikan 30
menit sebelum makan, contoh madopar, sinemet.
2.8.1.2 Pada pasien muda diberikan DA (dopamine antagonist)
2.8.1.2.1. Pemberian dopamine
agonist : Contoh ergot da:
2.8.1.2.1.1. Bromocriptin dimulai dengan dosis 1,25 mg
ditingkatkan sampai total maksimal 40mg/ hari
terbagi dalam 3-5 dosis.
2.8.1.2.1.2. Pergolide mesylate dimulai dari 0,05 mg 0,05
mg tiap 4-7 hari sampai 2-4 mg / hari untuk 3x
beri
2.8.3.5 Akatisia
2.9 KOMPLIKASI
2.10 PROGNOSIS