Konsensus Hipertensi
Konsensus Hipertensi
dapat menggambarkan bertambahnya risiko tersebut. Suatu angka adalah suatu konsensus
atau kesepakatan bersama.
Metode penguluran tekanan darah
Pengukuran tekanan darah dilakukan sesuai dengan standar WHO dengan alat standar
manometer air raksa. Untuk menegakkan diagnosis hipertensi perlu dilakukan pengukuran
tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah <160/100 mmHg.
Klasifikasi Hipertensi
Diagnosis hipertensi ditegakkan bila tekanan darah 140/90 mmHg. Tingkatan hipertensi
ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah sistolik dan diastolik.
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
Normal
<120
Prehipertensi
120-139
Hipertensi tingkat 1
140-159
Hipertensi tingkat 2
160
Hipertensi sistolik terisolasi
140
dan
atau
atau
<80
80-89
90-99
atau
dan
100
<90
Darah
mmHg
TD Sistolik 140159 mmHg/TD
Diastolik 90-99
mmHg
TD Sistolik 160
mmHg/TD
Diastolik 100
mmHg
Perubahan
Hidup + Obat
Pola Perubahan
Hidup + Obat
Perubahan
Hidup + Obat
Pola Perubahan
Hidup + Obat
Hipertensi Tingkat 2
Tekanan darah 160/100 mmHg
Penanggulangan dengan obat
Nilai risiko kardiovaskular
Nilai kerusakan organ target
Nilai penyakit penyerta dan diabetes melitus
Tambahkan usaha perubahan pola hidup
Koreksi risiko kardiovaskular
Tanggulangi penyakit penyerta dan diabetes melitus
Obat-obatan untuk
Hipertensi
Hipertensi Tingkat II
Indikasi khusus tersebut
(Sistolik 14-159 mmHg
Ditambah obat antihipertensi
atau Diastolik
(diuretik, ACEI, BB, CCB)
90-99 mmHg)
Tingkat
Kombinasi dua
obat
Dapat
dipertimbangkan
Biasanya diuretik
pemberian ACEI, BB,
dengan
ACEI
CCB atau kombinasi
Diuretik
+
Blocker ACEI
+
+
ARB
+
CCB
Antialdosteron
+
+
+
+
Penyakit jantung dan pembuluh darah yang disertai hipertensi yang perlu diperhatikan adalah
penyakit jantung iskemik (angina pektoris, infark miokard), gagal jantung dan penyakit
pembuluh darah perifer.
Penyakit Jantung Iskemik
Penyakit jantung iskemik merupakan kerusakan organ target yang paling sering ditemukan
pada pasien dengan hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan angina pektoris stabil, obat
pilihan pertama blocker (BB) dan sebagai alternatif calcium channel blocker (CCB). Pada
pasien dengan sindroma koroner akut (angina pektoris tidak stabil atau infark miokard),
pengobatan hipertensi dimulai dengan BB dan Angiotensin converting enzyme inhibitor
(ACEI) dan kemudian dapat ditambahkan anti hipertensi lain bila diperlukan. Pada pasien
pasca infark rniokard, ACEI, BB dan antagonis aldosteron terbukti sangat menguntungkan
tanpa melupakan penatalaksanean lipid profil yang intensif dan penggunaan aspirin.
Gagal Jantung
Gagal jantung dalam bentuk disfungsi ventrikel sistolik dan diastolik terutama disebabkan
oleh hipertensi dan penyakit jantung iskemik. Sehingga penatalaksanaan hipertensi dan profil
lipid yang agresif merupakan upaya pencegahan terjadinya gagal jantung. Pada pasien
asimptomatik dengan terbukti disfungsi ventrikel rekomendasinya adalah ACEI dan BB.
Pada pasien simptomatik dengan disfungsi ventrikel atau penyakit jantung "end stage"
direkomendasikan untuk menggunakan ACEI, BB dan Angiotensin receptor blocker (ARB)
bersama dengan pemberian diuretik "loop"
Pada situasi seperti ini pengontrolan tekanan darah sangat penting untuk mencegah terjadinya
progresivitas menjadi disfungsi ventrikel kiri.
Hipertensi pada Pasien dengan Penyakit Arteri Perifer (PAP)
Rekomendasi
Kelas I
Pemberian antihipertensi pada PAP ekstremitas inferior dengan tujuan untuk mencapai target
tekanan darah <140/90 mmHg (untuk non diabetes) atau target tekanan darah <130/80 mmHg
(untuk diabetes).
BB merupakan agen antihipertensi yang efektif dan tidak merupakan kontraindikasi untuk
pasien hipertensi dengan PAP.
Kelas IIa
Penggunaan ACEI pada pasien simptomatik PAP ekstremitas bawah beralasan untuk
menurunkan kejadian kardiovaskular.
Kelas IIb
Penggunaan ACEI pada pasien asimptomatik PAP ekstremitas bawah dapat dipertimbangkan
untuk menurunkan kejadian kardiovaskular.
Antihipertensi dapat menurunkan perfusi tungkai dan berpotensi mengeksaserbasi simptom
klaudikasio ataupun iskemia tungkai kronis. Kemungkinan tersebut harus diperhatikan saat
memberikan antihipertensi. Namun sebagian besar pasien dapat mentoleransi terapi hipertensi
tanpa memperburuk simptom PAP dan penanggulangan sesuai pedoman diperlukan untuk
tujuan menurunkan risiko kejadian kardiovaskular.
PENANGGULANGAN HIPERTENSI DENGAN GANGGUAN FUNGSI GINJAL
Bila ada gangguan fungsi ginjal, maka haruslah dipastikan dahulu apakah hipertensi
menimbulkan gangguan fungsi ginjal (hipertensi lama, hipertensi primer) ataupun gangguan
/penyakit ginjalnya yang menimbulkan hipertensi.
Masalah ini lebih bersifat diagnostik, karena penanggulangan hipertensi pada umumnya
sama, kecuali pada hipertensi sekunder (renovaskuler, hiperaldosteron primer) dimana
penanggulangan hipertensi banyak dipengaruhi etiologi penyakit.
1. Hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal:
- Pada keadaan ini penting diketahui derajet gangguan fungsi ginjal (CCT,
kreatinin) dan derajat proteinuri.
- Pada CCT< 25 ml/men diuretik golongan thiazid (kecuali metolazon)
tidak efektif.
- Pemakaian golongan ACEI/ARB perlu memperhatikan penurunan fungsi
ginjal dan kadar kalium.
- Pemakaian golongan BB dan CCB relatif aman.
2. Hipertensi akibat gangguan ginjal/adrenal:
- Pada gagal ginjal terjadi penumpukan garam yang membutuhkan
penurunan asupan garam/ diuretik golongan furosemid/dialisis.
- Penyakit ginjal renovaskuler baik stenosis arteri renalis maupun
aterosklerosis renal dapat ditanggulangi secara intervensi
(stenting/operasi) ataupun medikal (pemakaian ACEI dan ARB tidak
dianjurkan bila diperlukan terapi obat).
- Aldosteronisme primer (baik karena adenoma maupun hiperplasia
kelenjar adrenal) dapat ditanggulangi secara medikal (dengan obat
antialdosteron) ataupun intervensi.
Di samping hipertensi, derajat proteinuri ikut menentukan progresi gangguan fungsi ginjal,
sehingga proteinuri perlu ditanggulangi secara maksimal dengan pemberian ACEI/ARB dan
CCB golongan non dihidropiridin.
Pedoman Pengobatan Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Ginjal
l. Tekanan darah diturunkan sampai <130/80 mmHg (untuk mencegah progresi
gangguan fungsi ginjal).
2. Bila ada proteinuria dipakai ACEI/ARB (sepanjang tak ada kontraindikasi).
3. Bila proteinuria >lg/24 jam tekanan darah diusahakan lebih rendah (125/75 mmHg).
4. Perlu perhatian untuk perubahan fungsi ginjel pada pemakaian ACEI/ARB (kreatinin
tidak boleh naik >20%) dan kadar kalium (hiperkalemia).
PENANGGULANGAN HIPERTENSI PADA USIA LANJUT
Hipertensi pada usia lanjut mempunyai prevalensi yang tinggi, pada usia di atas 65 tahun
didapatkan antara 60-80%. Selain itu prevalensi gagal jantung dan stroke juga tinggi,
keduanya merupakan komplikasi hipertensi. Oleh karena itu, penanggulangan hipertensi amat
penting dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada usia lanjut.
Sekitar 60% hipertensi pada usia lanjut adalah hipertensi sistolik terisolasi (Isolated systolic
hypertension) dimana terdapat kenaikan tekanan darah sistolik disertai penurunan tekanan
darah diastolik. Selisih dari tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik yang disebut
sebagai tekanan nadi (pulse pressure), terbukti sebagai prediktor morbiditas dan mortalitas
yang buruk. Peningkatan tekanan darah sistolik disebabkan terutama oleh kekakuan arteri
atau berkurangnya elastisitas aorta.
Penanggulangan hipertensi pada usia lanjut amat bermanfaat dan telah terbukti dapat
mengurangi kejadian komplikasi kardiovaskular. Pengobatan dimulai bila:
- TD sistolik 160 mmHg bila kondisi dan harapan hidup baik
- TD sistolik 140 bila disertai DM atau merokok atau disertai faktor risiko lainnya
Oleh karena pasien usia lanjut sudah mengalami penurunan fungsi organ, kekakuan arteri,
penurunan fungsi baroreseptor dan respon simpatik, serta autoregulasi serebral, pengobatan
harus secara bertahap dan hati-hati (start low, go slow) hindarkan pemakaian obat yang dapat
menimbulkan hipotensi ortostatik.
Seperti halnya pada usia muda, penanggulangan hipertensi pada usia lanjut dimulai dengan
perubahan gaya hidup. Diet rendah garam, termasuk menghindari makanan yang diawetkan
dan penurunan berat pada obesitas, terbukti dapat mengendalikan tekanan darah. Pemberian
obat dilakukan apabila penurunan tidak mencapai target. Kejadian komplikasi hipotensi
ortostatik sering teriadi, sehingga diperlukan anamnesis dan pemeriksaan mengenai
kemungkinan adanya hal ini sebelum pemberian obat.
Obat yang dipakai pada usia lanjut sama seperti yang dipergunakan pada usia yang lebih
muda. Untuk menghindari komplikasi pengobatan, maka dosis awal dianjurkan separuh dosis
biasa, kemudian dapat dinaikkan secara bertahap, sesuai dengan respon pengobatan dengan
mempertimbangkan kemungkinan efek samping obat. Obat-obat yang biasa dipakai meliputi
diuretik (HCT) 12,5 mg, terbukti mencegah komplikasi teriadinya penyakit jantung kongestif.
Keuntungannya murah dan dapat mencegah kehilangan kalsium tulang. Obat lain seperti
golongan ACEI, CCB kerja panjang dan obat-obat lainnya dapat digunakan. Kombinasi 2
atau lebih obat dianjurkan untuk memperoleh efek pengobatan yang optimal.
Target pengobatan harus mempertimbangkan efek samping, terutama kejadian hipotensi
ortostatik. Umumnya tekanan darah sistolik diturunkan sampai <140 mmHg. Target untuk
tekanan darah diastolik sekitar 85-90 mmHg. Pada hipertensi sistolik penurunan sampai
tekanan darah diastolik 65 mmHg atau kurang dapat mengakibatkan peningkatan kejadian
stroke. Oleh karena itu sebaiknya penurunan tekanan darah tidak sampai 65 mmHg.
PENANGGULANGAN HIPERTENSI PADA GANGGUAN NEUROLOGIK
Oleh karena hipertensi merupakan faktor risiko utama maka penderita hipertensi dapat
dianggap sebagai "Stroke prone patient". Pengendalian hipertensi sebagai faktor risiko akan
menurunkan kejadian stroke sebanyak 32%. Pengendalian stroke dengan faktor risiko
hipertensi mempunyei penatalaksanaan yang spesifik.
- Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkan dosis
secara bertahap.
- Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap.
Penanggulangan Hipertensi pada Kehamilan
Tekanan darah >160/100 mmHg harus diturunkan untuk melindungi ibu terhadap risiko
stroke atau untuk memungkinkan perpanjangan masa kehamilan, sehingga memperbaiki
kematangan fetus. Obat yang dapat diberikan ialah Methyl Dopa dan Nifedipin.
Obat-obat yang tidak boleh diberikan saet kehamilan adalah ACEI (berkaitan dengan
kemungkinan kelainan perkembangan fetus) dan ARB yang kemungkinan mempunyai efek
sama seperti penyekat ACEI. Diuretik juga tidak digunakan mengingat efek pengurangan
volume plasma yang dapat mengganggu kesehatan janin. Terapi definitif ialah menghentikan
kehamilan atas indikasi preeklampsia berat setelah usia kehamilan > 35 minggu.
Penutup
Konsensus penanggulangan hipertensi ini adalah suatu kesepakatan yang bersifat sederhana
dan ditujukan untuk dokter umum agar dapat menanggulangi hipertensi secara praktis.
Algoritma pengobatan dibuat agar mudah diimplementasikan, disertai pilihan obat yang
tersedia di Indonesia.
Konsensus ini baru berupa usaha awal dari InaSH dan akan dievaluasi ulang secara berkala
sesuai dengan masukan dari penggunanya.
b
ACEI = Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
ARB = Angiotensin Receptor Blocker
BB
= Blocker
CCB = Calcium Channel Blocker
CCT = Creatinine Clearance Test
DASH = Diatary Approaches to Stop Hypertension
EKG = Elektrokardiografi
KKT = Kondisi Klinik Terkait
KOT = Kerusakan Organ Target
MAP = Mean Arterial Blood Pressure
PAP = Penyakit Arteri Periver
PJK = Penyakit Jantung Koroner
PKV = Penyakit Kardivaskular
Daftar Kontributor
Dr. Adre Mayza, SpS
Dr. Aida Lydia, SpPD-KGH
Dr. Ardian Jahja Saputra, SpJP
Dr. Arieska Ann Soenarta, SpJP (K)
Prof. Dr. Asikin Hanafiah, SpJP (K)
Prof. DR. Dr. Endang Susalit, SpPD-KGH
Prof. Dr. Gulardi Hanifa, SpOG (K)