Anda di halaman 1dari 1

KASUS LIMBAH B3

Nama : Mas Nana Jumena


NPM : 1006789330

Pertengahan tahun 2009, Kementerian Lingkungan Hidup menetapkan dua orang warga negara
Korea Selatan sebagai tersangka terkait masuknya limbah bahan beracun dan berbahaya (B3)
jenis ferro sand ke Batam. Selain itu KLH juga menetapkan 3 orang WNI dari pihak importir
limbah B3 sebagai tersangka serta akan segera mengirimkan kembali limbah B3 tersebut ke
Korsel. Penetapan warga Korsel tersebut dilakukan KLH terkait dengan masuknya 3.800 ton
ferro sand yang diimpor PT Jace Octavia Mandiri (JOM) dari Korea Selatan ke Batam pada 6
Februari. Pihak Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bappedalda) Kota Batam
melaporkan masuknya bahan yang diduga limbah tersebut kepada KLH. Selanjutnya oleh KLH
dilakukan penelitian terhadap sampel ferro sand, dari uji laboratorium diperoleh hasil bahwa
ferro sand yang masuk ke Batam tersebut merupakan limbah B3 karena mengandung bahanbahan yang tidak larut dalam air serta dapat merusak tubuh manusia.
Masuknya limbah B3 dari luar negeri ke Batam sudah sekian kalinya terjadi, sebelumnya PT
Asia Pasific Eco Lestari (PT APEL) mengimpor ribuan ton limbah B3 dari Singapura dan
selanjutnya ditumpuk di Pulau Galang, Batam pada Juli 2004 lalu. Sebelumnya tumpukan karung
yang diimport PT APEL tersebut diakui sebagai pupuk organik dari Singapura. Namun setelah
dilakukan uji laboratorium, 'pupuk' itu ternyata mengandung beberapa benda beracun dan
berbahaya seperti mercuri dan unsur logam berbahaya yang tidak dapat larut dalam air. Indonesia
sendiri harus berjuang keras agar limbah yang diimport oleh PT APEL tersebut kembali ke
negara asalnya hingga ke Mahkamah di Bassel. Selama ini PT JOM dikenal oleh masyarakat di
kawasan Sagulung, Batam sebagai perusahaan yang memproduksi batu bata. Namun tiba-tiba
nama perusahaan ini mencuat kepermukaan ketika mengimpor pasir besi dari Korsel yang sejak
awal sudah diduga sebagai limbah B3. Dugaan tersebut diperkuat oleh hasil uji laboratorium
KLH yang menyebutkan pasir besi tersebut tergolong limbah B3. Disekitar areal PT JOM yang
hanya dibatasi oleh tembok beton sedikitnya berdiam pemukiman rumah liar yang dihuni oleh 70
Kepala Keluarga (KK). Sebagian dari mereka saat ini mengalami dampak langsung berupa kulit
gatal dan gangguan pernafasan. (Vivanews.com 10 Juni 2009)
Membaca artikel tersebut mengindikasikan bahwa Negara Korea Selatan harus melakukan
pemahaman lebih mendalam terhadap warganegaranya terkait dengan pengolahan limbah B3,
prinsip pengelolaan limbah B3 tidak sama dengan pengendalian pencemaran air dan udara yang
upaya pencegahanna di poin source sedangkan pengelolaan limbah B3 yaitu from cradle to
grave. Yang dimaksud dengan from cradle to grave adalah pencegahan pencemaran yang
dilakukan dari sejak dihasilkannya limbah B3 sampai dengan di timbun / dikubur (dihasilkan,
dikemas, digudangkan / penyimpanan, ditransportasikan, di daur ulang, diolah, dan ditimbun /
dikubur). Pada setiap fase pengelolaan limbah tersebut ditetapkan upaya pencegahan pencemaran
terhadap lingkungan dan yang menjadi penting adalah karakteristik limbah B3 nya, hal ini karena
setiap usaha pengelolaannya harus dilakukan sesuai dengan karakteristiknya.
Menurut pendapat pakar hukum Internasional Jawahir Thontowi berdasarkan perkembangan
pergaulan internasional terdapat subjek lain dari pertanggungjawaban internasional yaitu
individu. Membaca artikel tersebut jelas bahwa Negara Indonesia bisa meminta
pertanggungjawaban dari dua orang warganegara Korea Selatan tersebut.
Permasalahan yang timbul apakah Negara Indonesia berhak meminta pertanggungjawaban dari
Negara Korea Selatan apabila ternyata warganegaranya tidak bertanggungjawab atas
permasalahan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai