Anda di halaman 1dari 4

Bauksit merupakan mineral bijih alumina yang dimanfaatkan sebagai bahan galian industri,

sebagai bahan dasar pembuatan jenis logam aluminium. Bauksit berasal dari endapan residual
dari proses lateritisasi batuan asal. Bauksit adalah bahan mineral yang heterogen, yang
mempunyai mineral dengan susunan terutama dari oksida aluminium, yaitu berupa mineral
buhmit (Al2O3H2O) dan mineral gibsit (AL2O3 3H20). Secara umum bauksit mengandung
al2O3 sebanyak 45-65 %, SIO2 1-12 %, Fe 2O3 2-25%, TiO2 >3 % dan H2O 14-36 %.

Gambar 1. Bauksit (Sumber :www.geology.com)


Bijih bauksit terjadi di daerah tropika dan subtropika dengan kemungkinan pelapukan sangat
kuat. Bauksit terbentuk dari batuan sedimen yang mempunyai kadar Al nisbi tinggi, kadar Fe
rendah dan kadar kuarsa SiO2 bebasnya sedikit atau bahkan tidak mengandung sama sekali.
Batuan tersebut (misalnya sienit dan nefelin yang berasal dari batuan beku, batu lempung,
lempung dan serpih. Batuan-batuan tersebut akan mengalami proses lateratisasi, yang
kemudian oleh proses dehidrasi akan mengeras menjadi bauksit. Bauksit pertama kali
ditemukan pada tahun 1821 oleh geolog bernama Pierre Berthier pemberian nama sama
dengan nama desa Les Baux di Selatan Perancis.

Gambar 2. Bauksit
(Sumber: www.geology.com)
Potensi dan Penyebaran
Bauksit menurut, Tim Analisa dan Evaluasi Komoditi Mineral Internasional Proyek
Pengembangan Pusat Informasi Mineral (1984), memiliki kandungan mineral utama
alumunium hidroksida, yaitu berupa gibbsite, bohmite, dan diaspore. Selain itu terdapat

beberapa mineral pengotor lain seperti silika, oksida besi, dan titanium. Biji bauksit ini
kemudian diolah menjadi alumunium. Sebagian besar alumunium yang dihasilkan digunakan
untuk pabrik peleburan alumunium, pemanfaatan lebih lanjutnya yaitu untuk bidang
konstruksi, transportasi, pengemasan dan listrik yang menggunakan bahan-bahan dari
alumunium. Alumunium juga dapat digunakan
untuk keperluan lain, misalnya yaitu untuk pembuatan batu tahan panas (refractories),
industri gelas, keramik, bahan penggosok, dan industri kimia
Sumber daya biji bauksit Indonesia sebagai bahan baku industri Alumina cukup besar.
Menurut data USGS (United States Geological Survey) tahun 2013, sumber daya bauksit
Indonesia terbesar ke-6 di dunia dan tingkat produksinya berada di peringkat ke-4 di dunia
setelah Australia, China dan Brazil. Data dari Badan Geologi ESDM menunjukkan jumlah
keseluruhan sumber daya bauksit Indonesia mencapai 838,9 juta ton dengan jumlah cadangan
bauksit mencapai 302,3 juta ton yang terdiri dari cadangan terkira sebesar 149,5 juta ton dan
cadangan terbukti 152,8 juta ton. Dari sisi geografis, cadangan bauksit Indonesia terbesar
berada di wilayah Kalimantan Barat. Kapasitas produksi bijih bauksit Indonesia cukup besar.
Hal ini dapat terlihat dari volume ekspor bijih bauksit Indonesia yang terus meningkat. Tidak
adanya industri pengolahan bijih bauksit menyebabkan seluruh hasil produksi tambang harus
diekspor dalam bentuk bijih. Volume ekspor bijih bauksit pernah mencapai titik tertinggi di
tahun 2011 yakni mencapai 40,6 juta ton lalu menurun sebesar 27,3% karena adanya dampak
regulasi Permen ESDM Nomor 7 tahun 2012 menjadi 29,5 juta ton di tahun 2012.
Di tahun 2014, bijih bauksit tidak dapat lagi diekspor sesuai dengan UU Minerba tahun 2009
untuk menjamin ketersediaan bahan baku bauksit di dalam negeri. Dari sisi potensi pasar,
konsumsi alumina di Indonesia masih belum mendukung. Pengguna produk alumina di pasar
domestik saat ini hanya ada satu perusahaan yakni PT. Inalum (Indonesia Asahan Aluminium)
yang memproduksi logam aluminium dasar (ingot) yang akan diproduksi menjadi produk
turunan aluminium seperti aluminium rod, bar, billet, slab dan strip.
Bauksit merupakan salah satu komoditas tambang yang dianggap bernilai ekonomis di
Indonesia. Endapan bauksit di Indonesia terletak di Pulau Bintan dan Kalimantan Barat.
Berdasarkan data dari Suhala dkk. (1995), endapan bauksit yang sudah dieksplorasi dan
ditambang di Indonesia yaitu di Pulau Bintan yang telah dikembangkan sejak tahun 1935
oleh Nederland Indische Bauxite Explotatie Maatschappy. Pengembangan bauksit di
Kalimantan Barat sendiri relatif masih baru dibandingkan dengan i bauksit di Pulau Bintan
Kalimantan Barat, bauksit awalnya ditemukan pada tahun 1952 di daerah Bengkayang.
Namun, bauksit ini memiliki kadar alumunium yang rendah (34,6%) dan kandungan silika
yang tinggi (32,5%) sehingga dinilai kurang. Penyebaran bauksit di Kalimantan Barat sendiri
diperkirakan mengikuti jalur penyebaran busur laterit yaitu dari arah barat laut hingga
tenggara meliputi kabupaten Ketapang, Sanggau, Landak, Kubu Raya,
Pontianak, Bengkayang, hingga ke Singkawang.
Manfaat
Untuk Proses pembuatan alumunium, Bauksit dilelehkan menjadi alumina yang kemudian
diolah menjadi alumunium. Kedua proses olahan ini menggunakan banyak sekali tenaga
lsitrik. Australia merupakan produsen bauksit dan alumina yang terbesar di dunia.
Alumunium digunakan untuk membuat panci karena merupakan penghantar panas yang

sangat efisien. Alumunium juga digunakan untuk membuat benda yang harus ringan
bebannya, seperti pesawat terbang atau bahan-bahan untuk atap. Jepang dan negara Asia
lainnya membeli sebagian besar alumunium yang diproduksi di Australia.
Bauksit memiliki banyak manfaat bagi kehidupan sehari-hari. Kandungan alumina yang
terdapat di dalam mineral bauksit dapat dimanfaatkan sebagai penyangga (buffer) katalis
yang digunakan dalam proses Hydrotreating yang bertujuan untuk menghilangkan pengotorpengotor yang masih terdapat pada minyak bumi seperti senyawa sulfur, nitrogen dan logam.
Selain itu juga dapat dimanfaatkan untuk membuat perabotan rumah tangga seperti wajan,
panci dan lain-lain. Bauksit juga dapat digunakan sebagi bahan industri, keramik, logan dan
abrasive.
Sebagian dari kegunaan kegunaan aluminium yaitu :
1. Pengangkutan (kendaraan, kapal terbang, kendaraan landasan, kapal laut, dsb)
2. Pembungkus (tin aluminium, keranjang aluminium, dsb)
3. Perawatan air
4. Pembinaan (tingkap, pintu, dwai binaan, dsb)
5. Barangan pengguna tahan lama (perkakas, peralatan dapur, dsb)
6. Talian penghantaran elektrik (berat pengalir aluminium adalah setengah dari berat tembaga
dengan kekonduksian yang sama dan lebih murah)
7. Jendela
8. Aluminium murni
9. Serbuk aluminium, yang mempunyai bentuk perak yang biasa digunakan dalam cat.
Serpihan aluminium juga dimasukkan dalam cat alas, terutama kayu cat.
Permasalahan dan pengelolaan
Ada permasalahan yang tak dapat dielakkan lagi dan tak kalah serius yang harus dihadapi
dari hasil pengolahan bauksit tersebut, yaitu limbah hasil pengolahan bauksit yang biasa
disebut dengan Red Mud. Red Mud adalah senyawa alumina, besi, titan dan silika yang tidak
larut pada proses Bayer. Limbah iniber bentuk seperti lumpur, berwarna kemerahan dan
memiliki pH sekitar 13 14. Di dalam Red Mud bahkan masih terkandung aluminium sebesar
10 22%, dan beberapa unsur lain seperti besi sebesar 14 35%.
Red Mud memiliki pH yang sangat basa, maka jika kontak langsung pada kulit manusia akan
menghasilkan iritasi, gatal-gatal dan penyakit kulit lain. Dan apabila Red Mud ini sampai
bocor ke lingkungan di sekitar, maka akan merusak ekosistem yang berada di radius 2 km
dari tempat pengolahan bauksit. Sayangnya, proses Bayer merupakan proses andalan yang
sampai saat ini digunakan oleh seluruh industri pengolahan bauksit di dunia termasuk di
indonesia. Dan sampai saat ini belum ada metode lain yang dapat menggantikannya.
Sebagai contoh permasalahan pengelolaan pertambangan bauksit diambil dari permasalah di
kota Bintan. Tidak bisa dipungkiri, pertambangan bauksit memang bisnis yang menggiurkan,
sehingga diburui oleh pemilik modal, dengan segala upaya mendapatkan Izin Usaha
Peretambangan (IUP) dilengkapi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) ekploitasi
bauksit. Jelas aada penenerimaaan Negara Pajak Eksdpor, Retibusi Daerah, Royalti, Dana

Jamiminan Pengelolaan Lingkungan (DJPL) dan Dana Kepedulian Terhadap Masyarakat


(DKTM). Masalah yang dihadapi dikalangan masyarakat Bintan, Pers, LSM, tokoh
masyarakat, pemerhati lingkungan, terutama masyarakat yang terkena dampak lingkungan
akibat eksploitasi pertambangan bauksit, seharusnya menerima DKTM, namun DJPL dan
DKTM yang berjumlah ratusan miliar rupiah raib tidak tahu kemana. (anonim, 2013).
Karut marut pengelolaan sumber daya alam, terutama bahan mineral logam bauksit di
Kotamadya Tanjung Pinang dan Kabupaten Bintan, telah terjadi semenjak tahun 2007.
Dimana pada tahun 2004-2005-2006, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bintan menerbitkan 8
(delapan) Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Kuasa Pertambangan (KP) di kawasan hutan
lindung (cahmen area) (Anonim, 2013). Melakukan pertambangan di hutan lindung
merupakan perbuatan melanggar hukum. Hutan lindung di buat untuk menjaga fungsi-fungsi
ekologisnya seperti ketersediaan air. Jika dilakukan penambangan di daerah hutan lindung
dapat dipastikan hutan tersebut akan rusak dan mengakibatkan banyak masalah ekologi.
Referensi
Anonim. 2012. Bauksit. http://bauksit.com. Diakses pada 27 Februari 2015.
Anonim. 2005. Bauksit.
http://www.tekmira.esdm.go.id/data/bauksit/ulasan.asp?xdir=Bauksit
%commId=6&comm=Bauksit. Diakses pada 27 Februari 2015.
Anonim. 2013. Karut Marut Pengelolaan Tambang Bauksit Pulau Bintan.
http://www.radarnusantara.com/2013/04/karut-marut-pengelolaan-tambang-bauksit.html.
Diakses pada 2 Maret 2015.
Aziz, Muchtar. 2009. PemrosesanRed Mud Limbah Ekstraksi Alumina dariBijih Bauksit
Bintan untuk Memperoleh kembali Alumina dan Soda. Jurnal Teknologi Mineral dan
Batubara Vol. 5 No 14. 11-18. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tekologi Mineral dan
Batubara.
Oxtoby, D. W. 2013. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Erlangga, Jakarta.
Suhala, S, A. F. Yoesoef dan Mutaalim. 1995. Teknologi Pertambangan Indonesia. Pusat
Penelitlan dan Pengembangan Teknologi Mineral,Direktorat Jenderal Pertambangan Umum
Departemen Pertambangan dan Energi. Jakarta
Tim Analisa dan Evaluasi Komoditi Mineral Internasional Proyek Pengembangan
Pusat Informasi Mineral (1984).

Anda mungkin juga menyukai