12 - 193tata Laksana Komprehensif Pada Gangguan Panik Tinjauan Kasus
12 - 193tata Laksana Komprehensif Pada Gangguan Panik Tinjauan Kasus
PENDAHULUAN
Gangguan cemas panik adalah salah satu
gangguan jiwa yang paling sering ditemukan
pada populasi umum. Lebih dari 30 juta orang
di Amerika Serikat menderita kondisi ini. Data
epidemiologi menunjukkan prevalensinya
pada wanita lebih besar dua sampai tiga kali
daripada pria.
Gangguan cemas panik diawali serangan panik yang terjadi beberapa kali dalam satu hari.
Kondisi lebih lanjut gangguan ini dapat mengarah ke agorafobia, suatu kondisi kecemasan
berada di tempat terbuka karena ketakutan
akan ditinggalkan, tidak berdaya atau merasa
tidak ada yang menolong bila serangan panik
datang.1
Kondisi gangguan cemas panik sering disalahartikan sebagai suatu kondisi sakit fisik karena
gejala-gejalanya adalah gejala fisik terutama
yang melibatkan sistem saraf autonom, baik
simpatis dan parasimpatis. Tidak heran biasanya pasien dengan gangguan ini akan terlebih
dahulu datang ke dokter non-spesialis psikiatri. Pada makalah ini, akan dibahas secara menyeluruh suatu contoh kasus gangguan panik
beserta tata laksananya dalam bentuk laporan
kasus lengkap.1
ILUSTRASI KASUS
Pasien Tn. A, usia 37 tahun, suku Batak, agama
Islam, pendidikan terakhir tamat SMA, pekerjaan saat itu pedagang kelontong, tinggal di
Jatinegara, sudah menikah dan mempunyai
dua orang anak; datang dengan keluhan jantung berdebar-debar sejak 2 minggu. Dua
minggu yang lalu saat berada di pasar tibatiba jantung pasien berdebar-debar disertai
sesak napas, keluar keringat dingin, perut
kembung, gemetaran, dan perasaan takut
mati. Hal itu membuat pasien ingin segera
pulang ke rumah. Selama dua minggu sudah
lebih dari tiga kali pasien mengalami kejadian
seperti ini. Keluhan yang datang tiba-tiba
358
CDK-193_vol39_no5_th2012 ok.indd 358
FORMULASI DIAGNOSIS
Pada pasien ini ditemukan pola perilaku atau
psikologis yang klinis bermakna dan khas
berkaitan dengan suatu gejala yang menimbulkan penderitaan (distress) dan hendaya
(disabilitas) berbagai fungsi psikososial dan
pekerjaan. Pasien ini mengalami suatu gangguan mental.
Pada pemeriksaan status internus dan neurologis, tidak ditemukan kelainan/gangguan
medis umum yang secara fisiologis menimbulkan disfungsi otak serta mengakibatkan
gangguan mental yang diderita saat ini; gangguan mental organik dapat disingkirkan.
Pada anamnesis tidak ditemukan riwayat
penggunaan dan gangguan zat psikoaktif beserta gejala ketergantungan atau putus obat.
Dengan demikian, gangguan mental akibat
zat psikoaktif dapat disingkirkan .
6/5/2012 11:02:13 AM
LAPORAN KASUS
atas dirinya. Pasien juga selalu mengartikan
apa yang diucapkan teman-temannya sebagai kritikan yang membuat pasien merasa
kesal dan kadang terluka perasaannya. Pada
pasien, ditemukan suatu ciri kepribadian
narsikistik.
Untuk aksis III, saat ini tidak ditemukan diagnosis yang bermakna. Sakit maag (dispepsia)
yang biasanya bersamaan terjadinya dengan
serangan panik mungkin merupakan bagian
dari gejala serangan paniknya, walaupun kemungkinan adanya dispepsia yang berdiri
sendiri masih ada.
Dukungan keluarga untuk kesembuhan
pasien cukup besar. Istri pasien memahami
keadaan pasien saat ini. Masalah pekerjaan
pasien cukup menimbulkan beban pikiran
pasien. Pasien mengatakan dirinya masih dalam keadaan sulit di bidang ekonomi. Walaupun kenyataannya pasien dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari dengan baik, pasien
masih terus merasa kekurangan. Hal ini bisa
menjadi faktor pencetus kecemasan pasien.
Untuk itu, dapat dimasukkan ke dalam diagnosis aksis IV, yaitu masalah ekonomi.
Selama sakit, pasien dapat terus menjalani
fungsinya sebagai kepala rumah tangga.
Walaupun dengan perasaan cemas, pasien
masih bisa jalan ke pasar untuk berbelanja.
Pasien memang terkadang harus ditemani
bila pergi ke tempat ramai dan tidak ada yang
dikenal pasien, tetapi terkadang masih dapat
pergi sendiri. Untuk itulah, untuk Aksis V global assesment function (GAF) saat ini 70-80
dan GAF setahun terakhir 80-90.2
FORMULASI PSIKODINAMIK
Sejak kecil pasien hidup berkecukupan.
Orang tua cukup memberikan kasih sayang
kepada pasien walaupun jumlah anggota keluarga sangat besar. Meskipun begitu, pasien
tidak pernah merasakan kekurangan cinta
dari orang tuanya. Walaupun terkadang ibu
pasien sibuk, pasien juga diasuh oleh kakak
perempuannya (substitute mother) sehingga
tidak pernah kekurangan kasih sayang dan
perkembangannya dapat dilewati dengan
baik. Namun pada usia 16 tahun, pasien mengalami hambatan dalam kehidupannya (fase
late adolescent), yaitu ketika pasien harus tinggal bersama dengan sepupu dan istrinya. Di
rumah sepupunya ini, pasien tidak bebas bergaul dengan teman sebayanya padahal pada
Identifikasi masalah.
Tentukan target terapi sesuai masalahnya.
Penilaian dan tentukan konsekuensi
emosi dan perilaku (consequences of
emotion and behaviour = C).
Penilaian dan tentukan suatu keadaan
sebagai pencetus bagi pasien (activating
event = A).
Penilaian dan tentukan adanya persepsi,
asumsi, dan kepercayaan (beliefs = B).
Cari hubungan antara B yang irasional
dan C.
Berikan pertanyaan dan argumentasi untuk mengoyahkan B yang irasional.
Siapkan pasien untuk selalu memakai B
yang rasional.
Meminta pasien menerapkan B yang
baru dalam kehidupan sehari-hari.
Berikan pekerjaan rumah (tugas dan latihan) melakukan hal di atas.
359
6/5/2012 11:02:15 AM
LAPORAN KASUS
360
CDK-193_vol39_no5_th2012 ok.indd 360
imaginary situation (desensitisasi) dan jika sudah dirasa siap dapat dengan direct exposure
(flooding). Sebelumnya tentu terapi psikofarmaka sudah harus dimulai.
Target terapi saat ini:
1. Gejala cemas pasien dapat berkurang,
ditandai dengan berkurangnya perasaan
takut/cemas serangan akan datang lagi.
2. Serangan panik dapat dikurangi menjadi
kurang dari 3 kali dalam seminggu ini.
3. Pasien dapat melakukan hubungan badan dengan istri.
Cara:
1. Alprazolam 2 x 0,25 mg dan Fluoksetin 1
x 10 mg.
2. Cara relaksasi.
3. CBT dengan cara konstruksi kognitif
tentang apa yang dimaksud dengan
serangan panik dan gejala yang timbul.
Intinya, hal tersebut tidak akan membuat
pasien mati. Pada wawancara, terapis bisa
langsung membantah false belief pasien.
Psikoterapi akan diberikan minimal 8 kali
dengan jarak antara maksimal 1 minggu.
4. Memberikan tugas kepada pasien untuk menuliskan keadaan apa saja yang
dapat mencetuskan cemasnya, derajat
kecemasannya (skor 1-100), apa yang
dipikirkan pasien saat itu, dan bagaimana
pasien keluar dari keadaan itu.
FOLLOW UP
Pertemuan Kedua
S : Pasien merasa lebih enak. Perasaan cemasnya sudah tidak terlalu sering dan kalau muncul tidak seberat seperti sebelum berobat.
Pasien mencoba melakukan relaksasi setiap
hari, terutama jika keluhan datang. Pasien
dapat melakukan hubungan badan dengan
istri walaupun awalnya agak sedikit cemas.
Jantung saat berhubungan badan memang
berdetak lebih cepat, tetapi pasien bisa mengatasinya dengan berpikir bahwa ini tidak
akan membuat ia mati. Pasien mengeluh obat
membuat dia mengantuk. Fluoksetin tidak dibeli oleh pasien minggu lalu karena uangnya
tidak cukup.
Hari/Waktu
Situasi
O : Penampilan seorang pria sesuai usia, tenang, bicara lancar dan spontan, mood eutimik dan afek cukup luas, isi pikir tentang kecemasan masih ada walaupun sudah berkurang,
anticipatory anxiety masih ada, perasaan diri
kurang berhasil dibandingkan dengan kakak
perempuannya, proses pikir koheren, status
mental lain masih dalam batas normal.
A : Gangguan panik dengan agorafobia.
P : Psikofarmaka: Alprazolam 2 x 0,25 mg, Fluoksetin 1 x10 mg.
Psikoterapi CBT:
Pasien membawa pekerjaan rumah yang
diberikan pada pertemuan sebelumnya
Pasien pada pertemuan ini juga mengungkapkan masalah ekonomi dan
ketidakmampuan dirinya untuk berhasil
seperti kakak-kakak perempuan.
Pertemuan Ketiga
S : Pasien baru kontrol kembali setelah 2 minggu; keluhannya sudah banyak berkurang. Saat
makan fluoksetin pasien merasakan perutnya
tidak enak, kepala pusing dan lemas. Akhirnya
pasien menghentikan sendiri obat itu. Alprazolam masih digunakan, pasien juga masih
tetap melakukan relaksasi setiap hari. Pasien
menambah kegiatannya dengan berjalan kaki
tiap hari. Selama dua minggu ini, terdapat 2
kali kejadian jantung berdebar yang dipicu
oleh pertengkaran dengan istri dan ketika
pasien pergi ke pasar.
O : Penampilan seorang pria cukup rapi, tenang, bicara lancar dan spontan, mood eutim,
afek cukup luas, tidak ada gangguan persepsi, isi pikir tentang kecemasan sudah jauh
berkurang, anticipatory anxiety berkurang,
kecemasan saat ini tentang efek obat, proses
pikir koheren.
A : Gangguan Panik dengan Agorafobia (remisi sebagian).
P : Alprazolam 1 x 0,25 mg, Fluoksetin 1 x 10
mg.
Perasaan
( 0-100)
22/4/08, sekitar
pkl.10.00
Pergi ke pasar
membeli kelapa
70
24/4/08, sekitar
pkl. 11.00
Menjemput anak
di sekolah
70
6/5/2012 11:02:17 AM
LAPORAN KASUS
Catatan Harian Pasien untuk Psikoterapi CBT
Hari/Waktu
Situasi
Perasaan
( 0-100)
03/5/08,
sekitar pkl. 09.00
Pergi ke pasar
membeli kelapa
60
09/5/08,
sekitar pkl. 19.00
Bertengkar
dengan istri
karena masalah
adik ipar
60
10/5/08,
sekitar pkl. 10.00
Mau pergi ke
pasar berbelanja
30
DISKUSI
Diagnosis pasien ini ditegakkan karena adanya gejala serangan panik berulang sehingga
dapat dikategorikan sebagai gangguan panik.
Gangguan cemas menyeluruh dipikirkan karena pasien sering khawatir akan banyak hal;
kekhawatiran pasien karena ia tidak ingin
jantungnya berdebar-debar lagi sehingga hal
ini merupakan bagian dari gejala gangguan
paniknya, yaitu adanya kecemasan antisipasi
(anticipatory anxiety).1
Ciri kepribadian narsisistik pada pasien merupakan ciri gangguan kepribadian narsisistik
tipe hypervigilant. Gabbard membagi kepribadian narsisistik menjadi 2 tipe yaitu The Oblivious Narcissist dan The Hypervigilant Narcissist.
Ciri Hypervigilant Narcissist adalah sensitif terhadap reaksi orang lain terhadap dirinya, sangat memperhatikan pendapat dan kritik orang
lain dan mudah sakit hati bila merasa dipermalukan atau direndahkan. Ciri kepribadian ini
terlihat dari ketidakmampuan pasien bila dikritik saudara perempuannya. Ia hampir selalu
menganggap bahwa kritikan tersebut tidak
seharusnya ditujukan kepada dirinya.2,3,6,7
Antidepresan merupakan standar terapi gangguan panik saat ini. Antidepresan yang digunakan bisa dari golongan SSRI atau TCA. Keduanya
memberikan efek terapetik setara walau SSRI
lebih unggul dalam profil keamanan dan tolerabilitas pasien. Yang perlu diperhatikan adalah
efek samping yang mungkin akibat pemakaian
zat tersebut karena pasien gangguan panik
terkadang sangat sensitif terhadap efek samping obat walaupun minimal. Hal ini disebabkan
karena pasien gangguan panik secara umum
lebih banyak memandang keluhan fisiknya sebagai sesuatu yang membahayakan, sehingga
efek samping obat yang kebanyakan merupakan sensasi fisik dapat dipandang sebagai
sesuatu yang mengancam. Dosis SSRI dapat
dimulai dengan dosis ringan, namun pada beberapa pasien hal ini bisa menambah serangan
panik dan agitasi. Seperti pada pasien ini, pemberian fluoksetin bahkan pada dosis kecil (10
mg) membuatnya tidak nyaman. Hal ini dapat
berlangsung selama minggu pertama sampai
kedua pengobatan. Untuk itulah terkadang
pemberian SSRI ditambah dengan benzodiazepin potensi tinggi seperti alprazolam.9
Alprazolam sebagai salah satu golongan obat
benzodiazepin onset cepat telah digunakan
dalam klinis untuk mengatasi panik. Penggunaan untuk pengobatan gangguan panik telah
mendapat pengakuan Food and Drug Administration (FDA). Dosis permulaan biasanya 0,25
mg sampai 0,5 mg tiga kali sehari. Pada kasus
ini dimulai dengan dosis dua kali sehari untuk
mengurangi efek ketergantungan yang mung-
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sadock BJ, Sadock VA. Anxiety Disorder. In : Comprehensive Textbook of Psychiatry. 7th ed. 2000. hal.1465-95.
2.
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV-TR, 4th ed, American Psychiatric Ass, 2000.
3.
Steger C. Cognitive Behavior Therapy Program. Department of Clinical Psychology Austin Hospital, Australia.1994.
4.
Gabbard GO. Psychodynamic Psychiatry in Clinical Practice, 3rd ed, American Psychiatric Publ, 2000.
5.
Spiegel DA, Heinrich N, Hoffmann SG. Panic Disorder with Agoraphobia. Bond FW, Dryden W.eds. Handbook of Brief Cognitive Behaviour Therapy. John Wiley and Son Ltd. 2002 hal. 5663.
6.
7.
Ham P, Waters DB, Oliver N. Treatment of Panic Disorder. J. Am. Fam. Physician. 2005;71(4).
8.
Busch FN, Milod BL, Singer M. Theory and Technique in Psychodynamic Treatment of Panic Disorder. J Psychotherapy Pract Res, 8:3,Summer 1999.
9.
Shatzberg AF, Nemeroff CB. Textbook of Psychopharmacology.3rd ed. The American Psychiatric Publ. Washington DC. 2004.
361
6/5/2012 11:02:18 AM