FORMULASI PSIKODINAMIK
Sejak kecil pasien hidup berkecukupan.
Orang tua cukup memberikan kasih sayang
kepada pasien walaupun jumlah anggota keluarga
sangat besar. Meskipun begitu, pasien
tidak pernah merasakan kekurangan cinta
dari orang tuanya. Walaupun terkadang ibu
pasien sibuk, pasien juga diasuh oleh kakak
perempuannya (substitute mother) sehingga
tidak pernah kekurangan kasih sayang dan
perkembangannya dapat dilewati dengan
baik. Namun pada usia 16 tahun, pasien mengalami
hambatan dalam kehidupannya (fase
late adolescent), yaitu ketika pasien harus tinggal
bersama dengan sepupu dan istrinya. Di
rumah sepupunya ini, pasien tidak bebas bergaul
dengan teman sebayanya padahal pada
RENCANA TERAPI
Psikofarmaka
• Fluoksetin 1 x 10 mg
• Alprazolam 2 x 0,25 mg
Psikoterapi
Pendekatan psikoterapi sesuai dengan
pendekatan dinamik (Karen Horney) berupa
reorganizing dan redirecting menuju real self.
Caranya dengan menggunakan pendekatan
terapi perilaku dan kognitif.
Psikoterapi dengan teknik terapi kognitif dan
perilaku terbagi atas berbagai langkah:
• Membangun dan membina rapport dan
empati.
• Mempersiapkan pasien dalam terapi:
menilai motivasi pasien, menjelaskan tujuan
terapi dan cara pendekatan terapi,
membuat kontrak terapi.
o Identifi kasi masalah.
o Tentukan target terapi sesuai masalahnya.
o Penilaian dan tentukan konsekuensi
emosi dan perilaku (consequences of
emotion and behaviour = C).
o Penilaian dan tentukan suatu keadaan
sebagai pencetus bagi pasien (activating
event = A).
o Penilaian dan tentukan adanya persepsi,
asumsi, dan kepercayaan (beliefs = B).
o Cari hubungan antara B yang irasional
dan C.
o Berikan pertanyaan dan argumentasi untuk
mengoyahkan B yang irasional.
o Siapkan pasien untuk selalu memakai B
yang rasional.
o Meminta pasien menerapkan B yang
baru dalam kehidupan sehari-hari.
o Berikan pekerjaan rumah (tugas dan latihan)
melakukan hal di atas.
PROSES TERAPI
Pertemuan Pertama:
Terapis mengumpulkan gejala-gejala pasien.
Terapis juga mengkonfi rmasi beberapa data
pada status lama; pasien dikatakan mengalami
fobia ereksi. Setelah dikonfi rmasi, kejadian
jantung berdebar-debarnya dulu itu sama
dengan saat ini. Lebih jauh pasien mengatakan
bila ia sedang dalam kondisi berdebardebar,
dia menjadi takut berhubungan badan
dengan istri karena takut berdebar-debar dan
dapat membuatnya meninggal. Perasaan takut
berhubungan badan ini karena mendengar
saran teman bahwa orang berpenyakit
jantung tidak boleh berhubungan badan karena
bisa kambuh dan meninggal saat berhubungan
badan. Gejala paling menonjol saat
ini adalah jantung berdebar-debar yang datang
tiba-tiba, perut terasa kembung, keluar
keringat dingin, rasa tidak enak badan, seperti
melayang, napas terasa sesak. Pasien juga merasa
takut akan akibat serangan paniknya dan
khawatir serangan itu akan datang kembali.
Perencanaan terapi psikofarmaka adalah alprazolam
2 x 0,5 mg dan fl uoksetin 1 x 10 mg.
Alprazolam diberikan untuk menghilangkan
segera gangguan paniknya sedangkan fl uoksetin
digunakan sebagai terapi kecemasan jangka
panjang mengingat alprazolam sebagaimana
golongan benzodiazepin lain tidak dapat digunakan
jangka lama dan harus mulai dilakukan
taper off setelah tercapai dosis optimal.9
Psikoterapi pasien menggunakan terapi perilaku
dan kognitif. Pada saat wawancara,
pasien dijelaskan tentang gangguan panik
yang dialami dan bahwa hal tersebut tidak
akan menyebabkan pasien meninggal seperti
yang selama ini ditakutkan. Pasien juga diminta
melakukan relaksasi yang diajarkan dengan
cara duduk. Pada saat ini, juga direncanakan
terapi untuk mengatasi kesulitan berhubungan
badan dengan istri akibat ketakutan
datangnya serangan panik. Pasien diminta
melakukan hubungan badan dengan istri secara
bertahap. Awalnya dapat menggunakan
FOLLOW UP
Pertemuan Kedua
S : Pasien merasa lebih enak. Perasaan cemasnya
sudah tidak terlalu sering dan kalau muncul
tidak seberat seperti sebelum berobat.
Pasien mencoba melakukan relaksasi setiap
hari, terutama jika keluhan datang. Pasien
dapat melakukan hubungan badan dengan
istri walaupun awalnya agak sedikit cemas.
Jantung saat berhubungan badan memang
berdetak lebih cepat, tetapi pasien bisa mengatasinya
dengan berpikir bahwa ini tidak
akan membuat ia mati. Pasien mengeluh obat
membuat dia mengantuk. Fluoksetin tidak dibeli
oleh pasien minggu lalu karena uangnya
tidak cukup.
Pertemuan Ketiga
S : Pasien baru kontrol kembali setelah 2 minggu;
keluhannya sudah banyak berkurang. Saat
makan fl uoksetin pasien merasakan perutnya
tidak enak, kepala pusing dan lemas. Akhirnya
pasien menghentikan sendiri obat itu. Alprazolam
masih digunakan, pasien juga masih
tetap melakukan relaksasi setiap hari. Pasien
menambah kegiatannya dengan berjalan kaki
tiap hari. Selama dua minggu ini, terdapat 2
kali kejadian jantung berdebar yang dipicu
oleh pertengkaran dengan istri dan ketika
pasien pergi ke pasar.
O : Penampilan seorang pria cukup rapi, tenang,
bicara lancar dan spontan, mood eutim,
afek cukup luas, tidak ada gangguan persepsi,
isi pikir tentang kecemasan sudah jauh
berkurang, anticipatory anxiety berkurang,
kecemasan saat ini tentang efek obat, proses
pikir koheren.
A : Gangguan Panik dengan Agorafobia (remisi
sebagian).
P : Alprazolam 1 x 0,25 mg, Fluoksetin 1 x 10
mg.
DISKUSI
Diagnosis pasien ini ditegakkan karena adanya
gejala serangan panik berulang sehingga
dapat dikategorikan sebagai gangguan panik.
Gangguan cemas menyeluruh dipikirkan karena
pasien sering khawatir akan banyak hal;
kekhawatiran pasien karena ia tidak ingin
jantungnya berdebar-debar lagi sehingga hal
ini merupakan bagian dari gejala gangguan
paniknya, yaitu adanya kecemasan antisipasi
(anticipatory anxiety).1
Ciri kepribadian narsisistik pada pasien merupakan
ciri gangguan kepribadian narsisistik
tipe hypervigilant. Gabbard membagi kepribadian
narsisistik menjadi 2 tipe yaitu The Oblivious
Narcissist dan The Hypervigilant Narcissist.
Ciri Hypervigilant Narcissist adalah sensitif terhadap
reaksi orang lain terhadap dirinya, sangat
memperhatikan pendapat dan kritik orang
lain dan mudah sakit hati bila merasa dipermalukan
atau direndahkan. Ciri kepribadian ini
terlihat dari ketidakmampuan pasien bila dikritik
saudara perempuannya. Ia hampir selalu
menganggap bahwa kritikan tersebut tidak
seharusnya ditujukan kepada dirinya.2,3,6,7
Antidepresan merupakan standar terapi gangguan
panik saat ini. Antidepresan yang digunakan
bisa dari golongan SSRI atau TCA. Keduanya
memberikan efek terapetik setara walau SSRI
mungkin
timbul. Pengguna benzodiazepin perlu
memperhatikan efek sedasi yang mungkin
dirasakan beberapa pasien; dalam jangka panjang,
juga perlu diperhatikan potensi ketergantungan
dan penyalahgunaan. Pada pasien ini,
penggunaan benzodiazepin diharapkan dapat
diturunkan perlahan dalam waktu maksimal 4
minggu; dalam kepustakaan, penurunan dosis
ini dapat berlangsung 4-12 minggu secara
perlahan. Hal ini juga sambil menunggu efek
terapetik antidepresan SSRI yang biasanya mulai
timbul setelah 2 minggu.
Psikoterapi untuk pasien ini adalah terapi
perilaku dan kognitif (CBT). Terapi pertama
kali adalah dengan relaksasi dan terapi pernafasan.
Terapi kognitif bertujuan juga untuk
membangun kembali (restructuring) kognisi
yang baru. Hal pertama yang dapat dilakukan
adalah mengidentifi kasi gejala panik yang
timbul dan perasaan serta pikiran yang salah
berhubungan dengan gejala tersebut serta
edukasi tentang gangguan panik itu sendiri.
Biasanya pasien gangguan panik selalu
mengidentikkan sensasi tubuh yang ringan
sebagai awal gangguan paniknya; menyebabkan
pasien mengalami cemas antisipasi. Edukasi
bahwa serangan panik dibatasi waktu
dan tidak mengancam jiwa juga sangat perlu.
Sehubungan dengan psikodinamik yang
mendasari keadaannya saat ini, selama proses
psikoterapi juga dapat dilakukan reorganizing
dan redirecting menuju real self.6-8
SIMPULAN
Gangguan cemas panik adalah salah satu
gangguan jiwa yang memiliki gejala gangguan
fi sik. Gangguan ini sering terjadi di populasi
umum dengan kondisi agorafobia yang
biasanya didapatkani pada lebih dari 80% kasus.
Penatalaksanaan psikofarmaka yang tepat
dan psikoterapi sesuai dengan kepribadian
pasien akan menjamin perbaikan dan kesembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA. Anxiety Disorder. In : Comprehensive Textbook of Psychiatry.
7th ed. 2000. hal.1465-95.
2. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV-TR, 4th ed, American
Psychiatric Ass, 2000.
3. Steger C. Cognitive Behavior Therapy Program. Department of Clinical Psychology
Austin Hospital, Australia.1994.
4. Gabbard GO. Psychodynamic Psychiatry in Clinical Practice, 3rd ed, American Psychiatric
Publ, 2000.
5. Spiegel DA, Heinrich N, Hoff mann SG. Panic Disorder with Agoraphobia. Bond FW,
Dryden W.eds. Handbook of Brief Cognitive Behaviour Therapy. John Wiley and Son Ltd.
2002 hal. 56-
63.
6. Paramita H. Psikodinamik “Karen Horney”. Referat. Departemen Psikiatri FKUI-RSCM,
2005.
7. Ham P, Waters DB, Oliver N. Treatment of Panic Disorder. J. Am. Fam. Physician.
2005;71(4).
8. Busch FN, Milod BL, Singer M. Theory and Technique in Psychodynamic Treatment of
Panic Disorder. J Psychotherapy Pract Res, 8:3,Summer 1999.
9. Shatzberg AF, Nemeroff CB. Textbook of Psychopharmacology.3rd ed. The American
Psychiatric Publ. Washington DC. 2004.