Anda di halaman 1dari 11

7 Diagnosa Gangguan Jiwa yang Sering

Terjadi
18.20 Posted by Yelli Sustarina 2 Comments

Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, yang diperingati setiap
tanggal 10 Oktober ini, perawat traveler akan berbagi cerita tentang kisah para pasien

yang didiagnosa gangguan jiwa.

Sumber photo dari https://www.google.co.id/imgres?imgurl

Jangan pikir bahwa kamu tidak berisiko mengalami gangguan jiwa, karena setiap orang
di dunia ini berpotensi mengalami gangguan jiwa. Menurut data Badan Kesehatan

Dunia (World Health Organization- WHO), sekitar 25% penduduk dunia mengalami
gangguan jiwa. Berarti 1 dari 4 orang kamu mengalami gangguan jiwa, ayo..., siapa

diantaranya?
Serius..,! ini bukan kata perawat traveler, riset WHO lohh yang membuktikannya. Jadi,

kamu harus tahu apa saja diagnosa gangguan jiwa yang sering terjadi di masayarakat.

1. Gangguan sensori presepsi; Halusinasi (disturb sensory perception; Hallucination)

Pasien dengn halusinasi sering kali aku temukan di Rumah Sakit Jiwa tempatku praktek.

Mereka terkadang tertawa terbahak-bahak, meskipun tidak ada stimulus atau situasi

lucu disekitarnya. Dilain waktu bisa jadi mereka berteriak-teriak ketakutan seperti ada
yang mengejar mereka, bahkan sampai-sampai membuat mereka menangis.

Terjadinya halusinasi dikarenakan stres berat yang tidak bisa ditoleransi oleh otak. Stres

akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya ke hipotalamus, yang


kemudian akan menstimulasikan saraf simpatis untuk melakukan perubahan, sehingga

munculah halusinasi.
Kita pun bisa berhalusinasi ketika otak dalam keadaan lelah dan stress, namun halusinasi

akan hilang jika fungsi otak kembali stabil. Jadi, buat kamu-kamu yang sering stres
mikirin pacar, mantan, atau tugas kuliah yang menumpuk, cepat-cepat cari pertolongan

deh! supaya tidak terjadi halusinasi nantinya.

2. Waham (Disturb thought of procces)

Keyakinan yang salah yang kokoh dipertahankan terus menerus, walaupun tidak benar
menurut realita disebut dengan waham. Gejala gangguan jiwa ini ada beberapa macam

bentuknya, yaitu waham kebesaran, curiga, agama, somatik dan nihilistik.

Aku paling sering menemukan pasien dengan gejala waham. Cukup pandai dalam
berdebat, paling mahir dalam mempertahankan pendapat bahkan kalau kita tidak kuat

dengan realita normal, kita pun juga terikut dalam wahamnya.

Pasien dengan diagnosa ini memiliki tingkat kepercayaan diri yang begitu tinggi,
sanggking PD nya, tidak sesuai lagi dengan realita normal. Aku pernah menemukan

pasien dengan waham kebesaran; katanya dia seorang tentara perang sehingga dia
berlagak layaknya dalam situasi perang.
Pasien waham kebesaran ala tentara yang ku temukan di RSJ
Baca Juga Gaseh Sayang Prang

Pasien dengan waham curiga sangat susah untuk didekati, kadang kita dituduh ingin
mencelakai dirinya sehingga tingkat kewaspadaannya cukup tinggi. Pasien dengan

waham agama pun membuat kita geleng-geleng kepala. Mengaku-ngaku sebagai nabi
ataupun tuhan, dan sangat erat kaitannya dengan keagamaan.

Kalau waham somatik biasanya si pasien menganggap ada kelainan atau penyakit yang

ada pada bagian tubuh tertentu, walaupun pemeriksaan medis menunjukan tidak ada
gangguan apapun. Sedangkan untuk waham nihilistik pasien menganggap dirinya
sudah meninggal dunia, sedangkan yang sedang berkomunikasi ini ialah arwahnya. Ya..,
begitulah pasien dengan diagnosa waham, kadang perawat traveler pun ikut waham

dibuatnya.

3. Risiko Perilaku Kekerasan (Risk for violance)

Ini juga merupakan salah satu diagnosa gangguan jiwa. Jadi orang yang suka marah-

marah dan emosian, sehingga emosinya dilampiaskan kepada orang lain dalam bentuk
perilaku kekerasa, entah itu memukul, menampar atau memaki dengan menggunakan

kata-kata kasar yang tak pantas untuk diucapkan merupakan gejala gangguan jiwa.

Mungkin kamu pernah menemukan orang dengan gejala seperti ini, atau mungkin kamu
sendiri yang mengalaminya. Perilaku kekerasan terjadi bisa karena ada rasa curiga pada

orang lain, halusinasi, reaksi kemarahan atau karena keinginan yang tidak dapat
terpenuhi.
Orang-orang seperti ini bisa ditemukan di RSJ, tapi lebih banyaknya lagi berada di luar

dan hidup aman ditengah masyarakat. Banyak yang tidak sadar bahwa perilaku
kekerasan merupakan gejala gangguan jiwa, sehingga dianggap sebagai hal yang

lumrah terjadi.

Penganiayaan pada anak oleh orang tua, kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan
suami kepada istri, bullying atau pelecehan yang dilakukan oleh teman-teman sebaya,

semua tindakan itu merupakan risiko perilaku kekerasan. Orang-orang seperti ini butuh
terapi kejiwaan untuk meredamkan amarah mereka.

4. Risiko Bunuh Diri (Risk for suicide)

Bagi kamu atau temanmu yang pernah ingin mencoba untuk bunuh diri, atu mengakhiri

hidupnya, waspadalah! itu juga termasuk gejala gangguan jiwa. Di Aceh angka kejadian
bunuh diri cukup tinggi, malah keseringan lagi. Tidak hanya masyarakat kelas bawah,

masyarakat kelas ataspun ada.


Bukan saja yang tidak berpendidikan yang sarjanapun banyak, bahkan dokter yang
sedang CoAss lagi. Seperti yang diberitakan media cetak setahun yang lalu. Untung

perawat traveler nggak terpikir yang kek gitu, kasihan Ayah, Umak, Babang kalau aku
pergi. Ini pemikran kita yang normal, tapi mereka yang gangguan tidak ada lagi
perasaan kasihan seperti itu.

Aku pernah mendapatkan kasus pasien yang mencoba melakukan upaya bunuh diri

dengan melompat dari gedung Escape Building Ule Leu. Untungnya nggak mati tu
pasien. Tapi upaya bunuh diri tetap saja dilakukannya dengan mencoba membuka

peralatan medis yang dipasangkan ketubuhnya.

Oksigenya dibuka, infusnya dicabut, dibilangin jangan ngomong tetap saja dia ngoceh
pengen mati, meskipun darah keluar terus menerus dari mulutnya. Cukup tragis,

padahal beliau masih mempunyai kedua orang tua dan keluarga yang menyayangi
dirinya. Tapi, ya.. apa mau dikata, yang namanya gangguan tidak ada lagi proses fikir

yang menghubungkan sebab akibat atas tindakan yang dilkukan.

5. Isolasi Sosial (Social isolation)

Pasien dengan diagnosa Isolasi Sosial (Isos) ini, mati gaya kita dibuatnya. Sebesar

apapun usaha kita untuk mengajaknya berkomunikasi, akan sia-sia. Jangankan untuk
menjawab pertanyaan yang ditanyakan, kontak mata saja tidak ada.

Mereka menolak untuk bertemu dengan orang lain, apalagi orang yang baru dikenal.

Aku butuh satu minggu lamanya untuk bisa berkomunikasi dengan pasienku yang
didiagnoas Isos. Butuh kesabaran menghadapinya, kalau ingin bertemu dengannya

seperti artis, kita tunggu dulu bahkan kita bujuk-bujuk dulu supaya mau berinteraksi.
Alhamdulillah berkat kesabaran perawat traveler yang pantang menyerah, akhirnya

pasien Isosku pun berubah diagnosa selama 2 minggu dalam perawatanku. Akhirnya dia
mau menceritakan masalahnya kepadaku dan mau berkenalan dengan perawat-perawat

lainnya.

6. Harga diri rendah (Cronic low self esteem)

Pasien selalu mempresepsikan negatif tentang dirinya sendiri

Pasien dengan diagnosa ini merasa dirinya tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri
yang berkepanjangan, akibat evaluasi diri yang negatif terhadap diri dan kemampuan

diri sendiri.
Mereka tidak ada motivasi diri untuk melakukan apapun. Pasien seperti ini biasanya

dilatarbelakangi oleh seringnya ungkapan yang melecehkan dirinya baik dari keluarga
seperti orang tua atau saudara, maupun dengan teman-teman sebayanya.

Mereka tidak suka pada dirinya sendiri, bahkan ada yang ingin mengakhiri hidupnya.

Pasien seperti ini dibutuhkan motivasi dan dukungan dari orang-orang terdekat, supaya
bisa meningkatkan rasa kepecayaan dirinya.

7. Defisit perawatan diri (Self care deficit)

Pasien dengan diagnosa ini membuat perawat traveler stres. Udah nggak mau mandi,
nggak bisa pakai baju, makan harus disuapin, semua butuh bantuan. Pasiennya

mengalami gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan dirinya sendiri,


jadi pasiennya agak sedikit berantakan dan tidak terurus.
Hilangnya kemampuan pasien untuk merawat diri karena dipengaruhi oleh faktor proses

berfikir mereka yang tidak lagi normal. Mereka tidak bisa lagi membedakan baik dan
buruk, yang harus dilakukan atau tidak, mereka nyaman tidak mandi atau makan

berhari-hari.

Perawat traveler harus benar-benar mengajarkan mereka mulai dari nol kembali. Baik itu
cara mandi, berpakaian, makan, buang air besar atau kecil ke kamar madi, dan untuk

melakukan hal-hal kecil seperti cuci tangan harus diajarkan. Lagi-lagi dibutuhkan
kesabaran untuk menghadapi mereka.

Itulah 7 diagnosa gangguan jiwa yang sering terjadi di masyarakat. Supaya kamu tidak

didiagnosa menderita gangguan jiwa, maka kenalilah gejalnya, karena jika kamu
menemukan satu diantarnya gejala tersebut, bersegeralah berkonsultasi dengan dokter

ataupun perawat dan psikiater.

Jika duluan kenal dan tahunnya, jadi penangannanyapun juga dapat dilakukan dengan
segera.

Anda mungkin juga menyukai