Anda di halaman 1dari 13

Kisah Kasih Kehidupan Kampus

Oleh: Rully Prasetyawati


Malas rasanya untuk beranjak dari tempat tidur
yang nyaman ini ketika matahari mulai menggelitikku
untuk segera membuka mata. Dinginnya kota Bandung
membuat kemalasanku semakin menjadi. Aku harus
bangun dan tidak boleh terlambat karena hari ini adalah
hari pertamaku masuk kampus dan hari ini adalah ospek
pertamaku.
***
Tapi dasar sial. Aku terlambat dan para senior di
depan sana sudah memperhatikanku sejak tadi dengan
senyum penuh kemenangan. Seakan-akan mereka
mendapat sarapan daging segar di pagi hari dengan
melihat kedatanganku. Aku tahu dengan pasti apa yang
sedang mereka pikirkan. Pasti mereka sedang
memikirkan hukuman apa yang pantas aku dapatkan
karena datang terlambat di hari pertama ospek. Tapi aku
tidak sendirian karena ada satu cowok yang datang
terlambat sepertiku.

Setelah kami berdua diberi sarapan oleh para


senior, kami diberikan hukuman agar tidak terlambat lagi
di hari ke dua sampai berakhirnya ospek. Kami berdua di
jemur di tengah-tengah lapangan yang pada saat
bersamaan, matahari sedang bersemangat menyinari
kami dengan panasnya. Aku berdiri dalam diam dan hal
yang sama juga sedang dilakukan oleh cowok yang
berdiri tepat di sampingku.
***
Karin, panggil salah satu seniorku. Kamu cepat
kesini.
Aku pun segera berjalan ke depan dengan rasa malas.
Karena kamu telat, sekarang kamu nyanyi di depan
saya, perintahnya lagi.
Iya kak.
Aku pun mulai menyanyi tapi belum juga satu baris aku
menyanyi senior itu menyuruhku berhenti.
Lagu apa itu. Kenapa nyanyi lagu barat? Kamu nggak
suka sama lagu-lagu dalam negeri? Ganti lagu. Sekarang
kamu nyanyiin lagu dalam negeri saja.
Jelek sekali suaramu! Sudahlah tidak usah menyanyi.
Bikin telingaku sakit saja, teriaknya lagi.

Kakak pikir suara kakak nggak bikin telingaku sakit?,


tanyaku.
Aku mulai muak dengan kata-kata senior di depanku ini.
Kamu bilang apa? Suaraku bikin telingamu sakit? Coba
kamu ulangi kata-kata kamu barusan!, teriaknya dengan
garang.
Suara kakak bikin telingaku sakit. Daritadi kakak
teriak-teriak nggak jelas di depanku dan bilang ini itu.
Padahal aku tahu kalau aku hanya melakukan satu
kesalahan. Tapi kenapa kakak menghukumku dengan
berlebihan?
Karena saya ingin menghukum kamu. Itu saja.
Sekarang kamu ikut saya ke aula di depan. Kamu lihat
kan tempat itu sangat kotor dan berantakan. Aku mau
kamu bersihkan aula itu.
Aku hanya diam dan menganggukkan kepalaku.
Kamu tidak dengar aku ngomong ya? Kenapa diam
aja, ucapnya.
Iya kak.
Rio nama seniorku itu, akhirnya keluar dari aula dan
meninggalkan aku sendirian.

Dia pikir aku ini pembantunya apa ya disuruh bersihbersih ruangan gede kayak gini gerutuku. Kan udah
ada tukang bersih-bersihnya kenapa mesti nyuruh aku
sih. Bersih-bersihnya nanti aja deh. Biar aja bersihbersih disini sampai pulang ketimbang dikasih hukuman
yang lain. Mendingan disini suasananya enak, sepi dan
aku bisa sendirian, kataku.
Kata siapa kamu disini sendirian? Kamu bakal ada yang
nemenin sekarang.
Tiba-tiba ada dua orang lain yang sudah berada di dalam
ruangan yang sama denganku dan salah satunya adalah
cowok yang tadi pagi datang terlambat denganku.
Sekarang kalian berdua bersihkan tempat ini dan jangan
berisik.
Kami berdua membersihkan aula yang sangat besar ini
dengan saling bungkam tanpa ada yang berniat untuk
memulai pembicaraan.
***
Kenapa belum kelar juga pekerjaan kalian? Sengaja ya
biar bisa lama-lama disini? Trus bisa berduaan, tanya
Rio.

Kami berdua tidak ada yang menyahut pertanyan dari


Rio.
Nama kamu siapa?, tanya Rio padaku.
Karin jawabku dengan acuh.
Kamu?
Pertanyaan yang sama denganku tapi untuk orang yang
berbeda.
Adit, jawabnya yang sama acuhnya denganku.
Karin dan Adit. Kalian tahu kenapa kami menghukum
kalian?
Tidak, jawabku dan Adit bareng.
Kalian sama-sama telah melakukan dua kesalahan.
Yang pertama kalian datang terlambat dan yang kedua
kalian membantah kami para senior. Disini kami punya
peraturan.
Peraturan yang pertama adalah senior tidak pernah salah
dan peraturan yang kedua jika senior salah maka kembali
ke peraturan pertama. Jadi kalian tidak berhak untuk
membantah segala perkataan dan perintah kami,
tegasnya.
Bagaimana bisa kami tidak membantah perintah kalian
kalau apa yang diperintahkan senior untuk kami sudah

melampaui batas kewajaran. Kalian memberi kami


perintah dengan bermacam-macam keanehan dan tidak
ada habisnya. Kami ini manusia sama seperti kalian para
senior bukan hewan yang dicolok hidungnya yang bisa
diperintah apa saja sesuai keinginan kalian. Kami ini
bukan badut yang bisa memberi kalian hiburan. Kami
disini bukan untuk menghibur kalian. Kami disini belajar
untuk mencari ilmu yang tentunya bermanfaat bagi kami.
Apa kalian pikir acara perpeloncoan seperti ini
memberikan manfaat untuk kami? Sama sekali tidak.
Kenapa kalian tidak membuat sebuah acara yang
bermanfaat agar bisa menambah wawasan kami, ucap
Adit dengan tegas dan kalem.
Jadi kamu bisa bikin acara apa yang menurut kamu
lebih bermanfaat dari acara kami hah?, ucap Rio yang
nampak geram dengan perkataan Adit.
Kalau suatu saat nanti aku jadi ketuanya, kakak akan
tahu sendiri acara apa yang akan aku pilih untuk ospek
seperti sekarang, jawab Adit tanpa ragu.
Oh ya? Aku tidak yakin kamu bisa. Cowok kayak kamu
itu bisanya cuma ngomong doang, remehnya.

Apa yang membuat kakak bicara seperti itu kepada


kami? Seolah-olah kami ini tidak punya kemampuan
yang mumpuni. Kalau kami bisa masuk universitas ini
dengan mengalahkan ribuan anak lain yang sama-sama
ingin masuk universitas ini, kenapa kami tidak bisa
menjalankan tugas seperti yang kakak maksud? Kami
bisa berada disini saat ini karena kami mempunyai
kemampuan, kelebihan dan memang kami layak ada
disini. Jadi tolong jangan remehkan kami, kataku
dengan lantang.
Rio dan Adit melihatku secara bersamaan. Mereka cukup
kaget karena aku ikut dalam perdebatan sengit mereka.
Kalian berdua beda dari junior-junior yang lain. Aku
hargai keberanian kalian. Sekarang aku akan
membebaskan kalian dari hukuman ini. Kalian boleh
bergabung dengan yang lain. Tapi aku akan tagih janji
kalian tadi suatu saat nanti. Jadi kalian berdua harus
persiapkan diri untuk bergabung dengan kami nanti.
Kalian boleh pergi sekarang, ucap Rio dengan tenang.
***

Adit adalah anak yang pintar. Aku


mengetahuinya karena kami berada di satu kelas dan saat
itu dosen kami menyuruhnya maju untuk mengerjakan
soal yang ada di papan tulis sebagai hukuman karena
datang terlambat pada hari itu.
Soal-soal yang ada di papan tulis dapat dia kerjakan
hanya dalam waktu lima menit padahal aku tahu itu
bukan soal yang mudah utnuk diselesaikan.
Ketika kami berdua berpapasan di kampus, kami
hanya tersenyum dan menundukkan kepala lalu
meneruskan perjalanan kami masing-masing.
Sebenarnya ada keinginan kuat dalam diriku untuk
menyapa dan mengajaknya berbicara. Tapi aku selalu
diam ketika bertemu dengannya.
Karin, teriak seseorang dari kejauhan.
Iya kak Rio. Ada apa?, tanyaku.
Kamu ada waktu? Aku mau ngomong sama kamu.
Ini aku lagi kosong nggak ada kuliah kak. Mau
ngomong apa?
Ini soal pembicaraan kita waktu ospek dulu. Aku mau
kamu gabung dengan organisasi kami.

Bagaimana bisa aku yang baru semester awal menjadi


anggota organisasimu kak?, kataku kaget.
Bisa saja. Sekarang kamu ikut aku. Kamu sudah siap
untuk ikut tess kan?, tanya Rio dengan santainya.
Tes?
Iya, tes masuk organisasi. Kamu akan kami tes sebagai
langkah awal. Kamu siap?
Siap, kataku tegas.
Bagus. Sekarang kamu ikut aku, ucap Rio.
***
Saya rasa kami sudah cukup menguji pengetahuan dan
kemampuanmu. Menurut kami kamu mempunyai
pengetahuan dan kemampuan dalam organisasi yang
tidak diragukan lagi karena pengalamanmu sebelumnya.
Jadi mulai sekarang kamu Karin bisa bergabung dengan
kami dan selamat datang di keluarga kamu yang baru,
terang Rio setelah hampir dua jam mengujiku di dalam
ruangan.
Setelah itu muncul lah Adit dari dalam ruangan yang
ternyata juga mengalami hal yang sama denganku.
Kalian berdua adalah anggota baru kami sekarang. Saat
ini kami ada satu acara besar yang kami adakan secara

rutin tiap satu tahun sekali dan kami mau kalian berdua
terlibat di dalamnya, ucap Rio lagi.
Sejak saat itu kita sering pergi berdua untuk
mendiskusikan beberapa hal yang berkaitan dengan
proyek kerja kami dan tidak jarang juga kita berdiskusi
di rumahku. Sampai-sampai teman kami mengira kalau
kami berdua pacaran.
Aku merasa bahwa di luar urusan organisasi, Adit
adalah anak yang menyenangkan, asik diajak ngobrol,
dan dia humoris. Berbeda ketika kami sedang
membicarakan masalah kampus atau organisasi. Dia
akan menjadi sosok yang serius.
Adit dapat menceritakan apa saja padaku
termasuk pengalaman dan permasalahan hidupnya.
Sebaliknya, aku juga dapat menceritakan segala
permasalahan hidupku padanya tanpa ragu. Dia adalah
pendengar dan sekaligus tempat curhat yang paling baik.
Aku merasa nyaman berada di samping Adit dan aku
menghabiskan banyak waktuku dengannya. Sampai
suatu hari saat aku melihatnya dengan seorang wanita
lain yang tidak aku kenal, aku merasa cemburu padanya.

Aku tidak suka melihat kedekatan mereka berdua yang


terlihat sangat akrab.
Siapa sih cewek itu? Kok mereka berdua akrab banget
ya. Aku juga nggak pernah melihat dia. Apa dia anak
baru di kampus ini? Atau dia anak kampus lain?,
tanyaku dalam hati.
Aku sangat penasaran sama cewek yang bersama Adit
tadi. Bahkan di kelas pun aku juga nggak fokus sama
kuliah. Aku sangat ingin tanya sama Adit siapa cewek
yang bersamanya tadi dan aku sudah memantapkan
hatiku untuk bertanya pada Adit selesai kuliah nanti.
Karin keluar yuk, ajak Adit setelah kuliah selesai.
Kemana?, tanyaku cuek.
Kamu maunya kemana.?
Aku lagi gak ada ide.
Gimana kalau kita ke pantai?
Terserah kamu deh Dit.
Kamu kenapa sih Karin kok kayaknya lagi bad mood
gitu? Apa kamu lagi PMS?
Nggak juga. Lagi males mikir aja, jawabku dingin.

Kamu bohong. Aku tahu kamu lagi bad mood. Kenapa?


Cerita sama aku dong. Biasanya juga apa-apa ceritanya
sama aku, jawab Adit dengan sabarnya.
Tadi siapa Dit? Cewek yang sama kamu tadi pagi?
Cewek tadi pagi? Itu sepupuku, Maya. Tadi pagi dia di
suruh mamaku buat nganterin proposal yang ketinggalan
di rumah. Kebetulan kampusnya melewati kampus kita.
Kenapa? Kamu nggak suka ya aku deket sama cewek
lain?, tanya Adit terus terang.
Iya Adit. Aku nggak suka melihatnya, jawabku jujur.
Terus kamu pengennya gimana Karin?
Menurut kamu pengennya aku apa?, tanyaku balik.
Menurut aku pengennya kamu itu Adit cuma buat
Karin. Bener nggak?
Iya. Aku pengen kamu itu cuma buat Karin bukan buat
yang lain. Karin nggak suka lihat kamu dekat sama
cewek lain Dit.
Aku bisa aja nggak deket-deket sama cewek lain
asalkan kamu juga nggak deket-deket sama cowok lain
karena aku juga nggak suka ngeliatnya. Aku marah kalau
ada cowok lain yang deket sama kamu dan bisa bikin
kamu ketawa kayak yang aku lakuin ke kamu.

Mulai sekarang aku mau kita janji sama diri kita masingmasing buat menjaga hati kita dari orang lain. Gimana
Karin?
Iya Adit. Aku janji akan menjaga hati aku dari orang
lain karena hati ini cuma buat kamu. Hati Karin cuma
buat Adit, jawabku senang.
Dan hati Adit cuma buat Karin, balas Adit.
Mulai hari ini kita berdua janji satu sama lain untuk
menjaga hati kita masing-masing sampai waktu yang
tidak ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai