Sulit Kencing Dan Gangguan Seksual
Sulit Kencing Dan Gangguan Seksual
SKENARIO 5
GANGGUAN MIKSI DAN GANGGUAN FUNGSI SEKSUAL
Oleh:
Kelompok D
Ayu Yoniko Christi
092010101001
092010101004
092010101015
Arindra Prasetya
092010101022
092010101028
092010101029
Rizky Imansari
092010101030
092010101032
092010101038
Hendri Prasetyo
092010101043
092010101046
M. Iqbal Fanani
092010101055
Adhitya Wicaksono
092010101056
Achmad Hariyanto
092010101062
092010101064
Sheila Soraya
072010101031
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2011
SKENARIO 5
TIDAK BISA KENCING
Tn. Bejo usia 55 tahun datang berobat dengan keluhan tidak bisa kencing setelah
bangun tidur. Sebelum didahului dengan BAK agak sulit, dan di akhir kencing menetes dan
tidak puas. Keluhan ini dirasakan terutama pada malam hari. Selain itu penisnya mengalami
ganguan ereksi. Kadang bisa ereksi tapi tidak bisa bertahan lama. Keluhan tersebut
sebenarnya sudah ada beberapa tahun yang lalu. Setelah dilakukan pemeriksaan lewat
duburnya, teraba prostatnya membesar. Keluhan-keluhan tersebut sangat menggangggu
beliau. Sekedar diketahui pak bejo sudah menikah selama 20 tahun, namun masih belum
mempunyai keturunan, padahal menurut pemeriksaan dokter istrinya tidak ada masalah
kesuburan.
Keyword :
1. Laki-laki usia 50 tahun dengan keluhan : kencing agak sulit, menetes dan tidak
merasa puas.
2. Keluhan dirasakan malam hari
3. Mengalami kesulitan ereksi saat berhubungan seks
4. Pemeriksaan colok dubur, didapatkan pembesaran prostat
5. Sudah menikah 20 tahun namun belum mempunyai keturunan
6. Istrinya tidak mengalami masalah kesuburan
Learning Objective :
GANGGUAN MIKSI DAN GANGGUAN FUNGSI SEKSUAL
Basic Knowledge
-
Ereksi
Ejakulasi
Spermatogenesis
Gangguan Miksi
-
Inkontinensia
Enuresis (nokturnal and diurnal)
Penyakit :
-
BPH
Disfungsi ereksi
Ejakulasi Disorder
Infertilitas Pria
Priapismus
Peyroni
Andropause
BASIC KNOWLEDGE
1. EREKSI
Sistem Persarafan Ereksi
Pada dasarnya mekanisme ereksi terjadi melalui proses neurologis dan
hemodinamik yang dikontrol oleh faktor psikologis. Sehingga penyebab disfungsi ereksi
dibagi menjadi faktor psikologis dan faktor organik yang dapat disebabkan oleh kelainan
pada
pembuluh
darah
(vaskulogenik),
persarafan
(neurogenik)
dan
hormon
(Nadelhaft, et al 1983; Allard & Giuliano, 2004) Sistem persarafan simpatis yang
terutama menghambat ereksi (erektolitik) pusatnya terletak pada kolumna intermedio
lateral dan komisura dorsal abu abu pada segmen torakolumbal (T11 L2) medula
spinalis. (Nadelhaft, et al 1987, Allard & Giuliano, 2004).
Penis di persarafi oleh sistem persarafan otonom (simpatis dan parasimpatis) pada
daerah pelvis kedua saraf bersatu membentuk nervus kavernosus yang masuk ke dalam
korpus kavernosus, korpus spongiosum dan gland penis untuk pengaturan aliran darah
selama ereksi dan detumesen. Sistem persarafan somatis yaitu nervus pundendus
berperan sebagai sensorik penis dan kontraksi dan relaksasi otot otot lurik
bulbokavernosus dan isciokavernosus (Lue, 2000).
Sistem persarafan tersebut bertanggung jawab terhadap terjadinya tiga macan tipe
ereksi : psikogenik, refleksogenik dan nokturna. Ereksi psikogenik yang terjadi karena
rangsangan pendengaran, penciuman dan fantasi yang diolah pada susunan saraf pusat
akan dilanjutkan pada pusat ereksi di medula spinalis (T11-L2 dan S2-S4) sehingga
terjadi ereksi. Ereksi refleksogenik yang terjadi karena rangsangan perabaan pada organ
genital dan sekitarnya, akan menuju pusat ereksi di medula spinalis yang akan
menimbulkan persepsi sensoris yang akan mengaktifkan sistem saraf otonom untuk
menyampaikan rangsangan pada nervus kavernosus sehingga terjadi ereksi. Tipe ereksi
ini akan tetap terjadi pada pasien dengan cedera medula spinalis diatas segmen sakrum 2.
Ereksi nokturna umumnya terjadi selama tidur rapid eye movement (REM). Selama tidur
REM akan mengaktifkan sistem saraf kolinergik yang terletak pada tegmentum pontin
lateral, sehingga terjadi peningkatan ketegangan penis.(Lue, 2002)
Anatomi dan Fisiologi Ereksi pada Penis
Fisiologi dan anatomi ereksi telah disimpulkan dari berbagai penelitan dengan
baik oleh Krane dkk 1989. Penis mempunyai sepasang korpus kavernosus dan sebuah
korpus spongiosum. Korpus spongiosum, merupakan jaringan yang mengelilingi uretra
dan pada bagian distal membentuk bagian kepala (gland) penis. Sedangkan korpus
kavernosus berbentuk sepasang tabung yang mengecil dibagian ujung proksimalnya.
Tunika albugenia, pembungkus tabung ini melekat pada jaringan kavernos yang
berongga-rongga (spongelike) sehingga terbentuklah ruang-ruang (lakuna) yang saling
berhubugan dan dibatasi oleh sel-sel endotel pembuluh darah. Dinding trabekulum ini
terdiri dari seberkas otot polos yang tebal dalam bingkai serat fibroelastik yang
mengandung sel-sel fibrolast, jaringan kolagen dan elastin.(Taher, 1993).
Sumber pendarahan adalah arteri dorsalis penis dan arteri kavernosus kanan dan
kiri yang lebih berperanan pada prorses ereksi merupakan cabang akhir dari jalinan arteri
hipogastrik kavernosus. Arteri kavernosus bercabang membentuk arteri helisine, cabang
dari setiap arteri helisine langsung berakhir di ruangan lakuna tersebut. Sedangkan aliran
pembuluh balik dari korpus kavernosus keluar melalui venula subtunika yang terletak
diantara bagian perifer jaringan penegang (erectile) dengan tunika albugenia. Aliran vena
dari ujung penis mengalir terutama melalui vena dorsalis profunda, sedangkan aliran
bagian pangkal krura biasanya melalui vena kavernosus dan vena kruralis (Lue, 1988).
Ereksi akan terjadi diawali relaksasi otot polos korpus kavernosus penis (Taher,
1993). Dilatasi dinding kavernosa dan arteri helisine menyebabkan darah mengalir
memasuki ruangan-ruangan lakuna. Selanjutnya, relaksasi otot polos trabekulum akan
memperluas ruangan lakuna sehingga penis menjadi membesar.
Tekanan darah sistemik yang disalurkan melewati arteri helisine akan lebih
mendorong dinding trabekulum ke arah tunika albugenia. Sebaliknya mekanan pleksus
venula subtunika sehingga menghambat pengembalian darah dari ruangan lakuna dan
meningkatkan tekanan dalam lakuna sehingga penis menjadi tegang (Taher, 1993).
Adanya tekanan dalam lakuna selama periode ereksi dihasilkan oleh keseimbangan
antara tekanan perfusi arteri kavernosa dengan tahanan terhadap pengeluaran aliran darah
oleh kompresi venula subtunika. Pengurangan aliran darah balik subtunika oleh
penekanan mekanik ini, dikenal sebgai mekanisme oklusi vena korporal.
2. EJAKULASI
Ejakulasi adalah peristiwa keluarnya sperma dari penis dan biasanya disertai
dengan orgasme. Hal ini biasanya terjadi setelah adanya stimulasi seksual yang
mengakibatkan ereksi penis. Selain rangsangan seksual, infeksi ringan dan inflamasi
pada organ seksual kadang-kadang menyebabkan hasrat seksual yang terus-menerus.
Ejakulasi diinduksi oleh kontraksi ritmik ischiokavernosus dan terutama otot
bulbocavernosus yang mengeluarkan semen melalui lumen urethra.
Fisiologi ejakulasi dijelaskan melalui neurofisiologi dan neurofarmakologi
ejakulasi.
1. Neurofisiologi ejakulasi
Sistem saraf pusat dan perifer terlibat dalam proses ejakulasi.
a. Sistem saraf pusat.
Otak, batang otak dan lumbosakral cord mengandung beberapa area yang terlibat
dalam ejakulasi.
b. Sistem saraf perifer.
pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang lengkap terpisah, tapi
masih berhubungan sesame lewat suatu jembatan (Interceluler bridge). Dibandingkan
dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang gelap.
3. Tahapan Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4 fase yaitu
fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Hasil akhir berupa empat
spermatozoa masak. Dua spermatozoa akan membawa kromosom penentu jenis
kelamin wanita X. Apabila salah satu dari spermatozoa ini bersatu dengan ovum,
maka pola sel somatik manusia yang 23 pasang kromosom itu akan dipertahankan.
Spermatozoa masak terdiri dari :
a. Kepala (caput), tidak hanya mengandung inti (nukleus) dengan kromosom dan
bahan genetiknya, tetapi juga ditutup oleh akrosom yang mengandung enzim
hialuronidase yang mempermudah fertilisasi ovum.
b. Leher (servix), menghubungkan kepala dengan badan.
c. Badan (corpus), bertanggungjawab untuk memproduksi tenaga yang dibutuhkan
untuk motilitas.
d. Ekor (cauda), berfungsi untuk mendorong spermatozoa masak ke dalam vas
defern dan ductus ejakulotorius.
GANGGUAN MIKSI
1. INKONTINENSIA
DEFINISI
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan seseorang untuk menahan keluarnya
urine. Keadaan ini dapat menimbulkan berbagai permasalahan, antara lain : masalah
medik, sosial, maupun ekonomi. Masalah medik berupa iritasi dan kerusakan kulit di
sekitar kemaluan akibat urine, masalah sosial berupa perasaan malu, mengisolasi diri dari
pergaulannya, dan mengurung diri di rumah. Pemakaian pemper atau perlengkapan lain
guna menjaga supaya tidak selalu basah oleh urine, memerlukan biaya yang tidak
sedikit.
Prevalensi kelainan ini cukup tinggi, yakni pada wanita kurang lebih 10-40% dan
4-8%, sudah dalam keadaan cukup parah pada saat datang berobat. Pada pria,
prevalensinya lebih rendah daripada wanita yaitu kurang lebih separuhnya. Survey yang
dilakukan di berbagai negara Asia didapatkan bahwa prevalensi pada beberapa bangsa
Asia adalah rata-rata 12,2% (14,8% pada wanita dan 6,8% pada pria). Dikatakan oleh
berbagai penulis bahwa sebenarnya prevalensi yang dilaporkan itu baru merupakan 80%
dari prevalensi sesungguhnya karena sebagian dari mereka tidak terdeteksi; hal ini
karena pasien menganggap penyakit yang dialami ini merupakan hal yang wajar atau
mereka enggan menceritakan keadaannya kepada dokter karena takut mendapatkan
pemeriksaan yang berlebihan. Pada manula prevalensinya lebih tinggi daripada usia
reproduksi. Diokno et al. Melaporkan prevalensi inkontinensia urine pada manula wanita
sebesar 38% dan pria sebesar 19%.
ETIOLOGI
Empat penyebab pokok yaitu :
1. gangguan urologik
2. gangguan neurologis
3. gangguan fungsional/psikologis
4. iatrogenik/lingkungan
PATOFISIOLOGI
Kelainan pada vesiko-uretra dapat terjadi pada fase pengisian atau pada fase
miksi. Kegagalan buli-buli dalam menyimpan urine menyebabkan urine tidak sempat
tersimpan di dalam buli-buli dan bocor keluar buli-buli, yaitu pada inkontinensia urine
sedangkan kelainan pada fase miksi menyebabkan urine tertahan di dalam buli-buli
sampai terjadi retensi urine.
Klasifikasi Inkontinensia Urine
Kegagalan sistem vesiko uretra pada fase pengisian menyebabkan inkontinensia
urine. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kelainan pada buli-buli atau kelainan pada
sfingter (uretra). Kelainan yang berasal dari buli-buli menyebabkan suatu inkontinensia
urge sedangkan kelainan dari jalan keluar (outlet) memberikan manifestasi berupa
inkontinensia stress.
1.
Inkontinensia Urge
disebabkan oleh:
obstruksi infravesika, pasca bedah intravesika, batu buli-buli, tumor buli-buli, dan
sistitis.
Penurunan kemampuan buli-buli dalam mempertahankan tekanannya pada
saat pengisian urine (komplians) dapat disebabkan karena kandungan kolagen pada
matriks detrusor bertambah atau adanya kelainan neurologis. Penambahan kandungan
kolagen terdapat pada sistitis tuberkulosa, sistitis pasca radiasi, pemakaian kateter
menetap dalam jangka waktu lama, atau obstruksi infravesika karena hyperplasia
prostat. Cedera spinal pada regio thorako-lumbal, pasca histerektomi radikal, reseksi
abdomino-perineal, dan mielodisplasia disebut-sebut dapat mencederai persarafan
yang merawat buli-buli.
Tidak jarang inkontinensia urge menyertai sindroma overaktivitas buli-buli.
Sindroma ini ditandai dengan frekuensi, urgensi, dan kadang-kadang inkontinensia
urge.
2.
dapat dipacu oleh batuk, bersin, tertawa, berjalan, berdiri, atau mengangkat benda
berat. Inkontinensia stress banyak dijumpai pada wanita, dan merupakan jenis
inkontinensia urine yang paling banyak prevalensinya, yakni kurang lebih 8-33%.
Pada pria kelainan pada uretra yang menyebabkan inkontinensia biasanya
adalah kerusakan sfingter uretra eksterna pasca prostatektomi, sedangkan pada wanita
penyebab kerusakan uretra dibedakan dalam dua keadaan, yakni hipermobilitas uretra
dan defisiensi intrinsik uretra. Kerusakan sfingter uretra eksterna pasca prostatektomi
radikal lebih sering terjadi daripada pasca TURP. Tidak jarang pasien mengalami
kerusakan total sfingter eksterna sehingga mengeluh inkontinensia totalis.
Hipermobilitas uretra disebabkan karena kelemahan otot-otot dasar panggul
yang berfungsi sebagai penyanggah uretra dan buli-buli. Kelemahan otot ini
menyebabkan terjadi penurunan (herniasi) dan angulasi leher buli-buli uretra pada saat
terjadinya peningkatan tekanan intraabdomen. Herniasi dan angulasi itu terlihat
sebagai terbukanya leher buli-buli-uretra sehingga menyebabkan bocornya urine dari
buli-buli meskipun tidak ada peningkatan tekanan intravesika.
Kelemahan otot dasat panggul dapat pula menyebabkan terjadinya prolapsus
uteri, sistokel, atau enterokel. Penyebab kelemahan ini adalah trauma persalinan,
histerektomi, perubahan hormonal (menopause), atau kelainan neurologi. Akibat
defisiensi estrogen pada masa menopause, terjadi atrofi jaringan genitourinaria.
Defisiensi sfingter intrinsik (ISD) dapat disebabkan karena suatu trauma, penyulit dari
operasi, radiasi, atau kelainan neurologi. Ciri-ciri dari jenis ISD adalah leher buli-buli
dan uretra posterior tetap terbuka pada keadaan istirahat meskipun tidak ada
konstraksi otot detrusor sehingga uretra proksimal tidak lagi berfungsi sebagai
sfingter.
Pembagian Inkontinensia Stress
Klasifikasi yang dikemukakan oleh Blaivas dan Olsson (1988), berdasarkan
pada penurunan letak leher buli-buli dan uretra setelah pasien diminta melakukan
manuver Valsava. Penilaian ini dilakukan berdasarkan pengamatan klinis berupa
keluarnya (kebocoran) urine dan dengan bantuan video-urodinamik.
Tipe 0 :
Tipe II :
dalam hal ini sistokel mungkin berda di dalam vagina (tipe Iia) atau di luar vagina
(tipe IIb).
Tipe III :
konstraksi detrusor maupun manuver Valsava, sehingga urine selalu keluar karena
faktor gravitasi atau penambahan tekanan intravesika (gerakan) yang minimal. Tipe
ini disebabkan defisiensi sfingter intrinsic (ISD).
3.
Inkontinensia Paradoksa
Inkontinensia paradoksa (overflow) adalah keluarnya urine tanpa dapat
dikontrol pada keadaan volume urine di buli-buli melebihi kapasitasnya. Detrusor
mengalami kelemahan sehingga terjadi atonia atau arefleksia. Keadaan ini ditandai
dengan overdistensi buli-buli (retensi urine), tetapi karena buli-buli tidak mampu lagi
mengosongkan isinya, tampak urine selalu menetes dari meatus uretra. Kelemahan
otot detrusor ini dapat disebabkan karena obstruksi uretra, neuropati diabetikum,
cedera spinal, defisiensi vitamin B12, efek samping pemakaian obat, atau pasca bedah
pada daerah pelvik.
4.
yaitu urine selalu merembes keluar tetapi pasien masih bisa melakukan miksi seperti
orang normal.
5.
Antikolinergik
Sedativa/hipnotikum
Gangguan kognitif
Narkotikum
Infection
(infeksi
saluran
kemih),
Atrophic
vaginitis/urethritis.
sisa lesi jaringan parut bekas operasi di daerah pelvis dan pinggang
2. Pemeriksaan urogenitalia:
palpasi bimanual untuk melihat adanya massa pada uterus atau adneksa
3. Pemeriksaan Neurologik
Pemeriksaan Penunjang
1.
pemeriksaan laboratorium : urinalisis, kultur urin, dan kalau perlu sitologi urin
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses inflamasi/infeksi atau keganasan
pada saluran kemih
2.
3.
TERAPI
1.
Non bedah
a.
latihan/rehabilitasi
Medikamentosa:
-
Inkontinensia urge:
Menghambat miksi dengan jalan,
1. menghambat kontraksi otot-otot detrusor
2. menghambat impuls aferen dari buli-buli.
Obat-obat yang sering dipakai antara lain:
1. antikolinergik
menghambat sistem parasimpatik eferen pada otot detrusor. Ikatan
obat ini pada reseptor muskarinik menghambat transmisi impuls
yang
mencetuskan
dipergunakan
kontraksi
adalah:
detrusor.
propantheline
Jenis
bromide,
obat
yang
Oksibutinin
pandangan
kabur,
takikardi,
drowsiness,
dan
Inkontinensia strees
Terapi dengan cara meningkatkan tonus otot sfingter uretra dan
resistensi bladder outlet. Obat-obatan yang sering digunakan antara
lain:
1. Agonis alfa adrenergik
Menyebabkan kontraksi otot polos pada leher buli-buli dan uretra
posterior.
Obatnya
antara
lain:
efedrin,
pseudoefedrin,
Pembedahan
Dilakukan pembedahan pada inkontinensia yang disebabkan oleh fistula,
atau kelainan bawaan ektopik ureter. Pada inkontinensia urge dan stress pembedahan
dilakukan jika terapi konservatif tidak memberikan hasil yang maksimal.
Tipe
Inkontinensia
Non medikamentosa
Medikamentosa
Operatif
UUI
Bladder drill
Antikolinergik
augmentasi vesika
Biofeedback
(oksibutinin,
neuromodulasi
Behavioural
propantheline
rhizolisis
bromide,
tolterodine
tartrate)
-
Smooth
muscle
relaxant
(dicyclomine,
flavoxate)
-
Antidepresan
trisiklik
(imipramine)
Anti
prostaglandin
SUI
Ca2+
blocker
Agonis adrenergik
Kolposuspensi
Exercise
TVT
(Tension
(latihan Kegel)
propantheline
Free
Vaginal
bromide,
Tape)
Pelvic
Floor
channel
(oksibutinin,
tolterodine
tartrate)
-
Injeksi
kolagen
periurethral
Antidepresan
trisiklik
(imipramine)
Hormonal
(estrogen)
OUI
Bladder
Desobstruksi
retraining
Kateterisasi
intermitten
menetap
atau
FUI
Behavioural
Manipulasi
Lingkungan
Total
Pada
Pemasangan
sfingter artifisial
2. ENURESIS
A. ENURESIS NOCTURNAL
Enuresis adalah pengeluaran air kemih yang tidak disadari pada seseorang
yang yang pada saat itu pengendalian kandung kemih diharapkan sudah tercapai.
Enuresis nocturnal (sleep wetting/bedwetting) adalah enuresis di malam hari.
Kriteria enuresis nocturnal enuresis pada malam hari menetap lebih dari dua kali
dalam sebulan pada anak yang berumur di atas 5 tahun. Lebih sering terjadi anak lakilaki dan kejadiannya sekitar 80%. Menurut awal terjadinya enuresis dibagi menjadi:
a. Enuresis primer terjadi sejak lahir dan tidak pernah ada periode normal dalam
pengontrolan air kemih
b. Enuresis sekunder setelah 6 bulan dari periode setelah kontrol pengosongan air
kemih sudah normal.
Kemampuan mengendalkan kandung kemih biasanya tercapai pada umur 1-5
tahun. Seorang anak baru dapat dikatakan enuretik, bila enuresis menetap dan paling
sedikit satu kali perminggu pada umur diatas 5 tahun untuk anak perempuan dan
antara 6-10 tahun untuk anak laki-laki.
EPIDEMIOLOGI
15-20 % anak berumur 5 tahun
7% anak berumur 10 tahun
1-2 % anak berumur 15 tahun
Sampai umur 11 tahun, enuresis lebih sering terjadi pada anak laki-laki dengan
perbandingan 2:1 dan setelah umur tersebut, perbandingan antara peremouan hampir
sama atau lebih tinggi pada anak perempuan.
Enuresis lebih sering terjadi pada anak:
a. golongan sosio-ekonomi rendah
b. anak yang pernah menderita hambatan sosial atau psikologis dalam periode
perkembangan antara umur 2-4 tahun pertama kehidupan
c. latar pendidikan orang tua rendah
d. toilet taining tidak adekuat
e. anak pertama
ETIOLOGI
Enuresis nocturnal disebabkan oleh:
a. Keterlambatan dalam pematangan neurofisiologi
-
disebabkan karena kurangnya latihan pola buang air kemih yang baik
enuresis sering terjadi pada tidur yang dalam atau saat transisi dari pola tidur
berikutnya
penelitian lain: enuresis dapat terjadi pada setiap tingkat dari tidur
d. Psikologi
-
e. Gangguan urodinamik
-
enuresis diduga akibat kurangnya inhibitor kontraksi kandung kemih dan tidak
adanya koordinasi antara otot detrusor dan otot sfingter
Saluran genitourinarius.
Berdasarkan penelitian ahli urologi dengan melakukan pemeriksaan MSU,
PIV, USG, 99% enuresis nokturnal tidak ditemukan kelainan anatomi, tetapi
gangguan urodinamik, seperti: kapasitas kandung kemih yang kurang dan
tidak sinergisnya kerja otot detrusor dengan otot sfingter.
b)
Infeksi
-
c)
Faktor lain
Kelainan di daerah lumbosakral mielomeningokel dapat menyebabkan
enuresis. Selain itu alergi berbagai macam makanan mungkin dapat
menyebabkan enuresis.
keadaan keluarga
b. Pemeriksaan Fisik
-
Diperiksa refleks perifer, sensasi perineal (refleks kremaster dan refleks anal)
dan tonus anal, cara berjalan dan tulang belakang apakah terdapat kelainan
pada medula spinalis.
Pemeriksaan analisis air kemih, berat jenis air kemih, biakan urin, ureum,
kreatinin.
Pada permiksaan anak dengan enuresis harus bisa dibedakan apakah hal ini
karena infeksi saluran kemih, ureter ektopik, gangguan fungsi kandung kemih
atau kelainan anatomi kandung kemih.
DIAGNOSIS BANDING
a. Infeksi Saluran Kemih
-
Biasanya terjadi urgensi enuresis, sering miksi dan disuria. Dengan melakukan
urinalisis dan biakan urin dapat ditegakkan ada atau tidaknya infeksi saluan
kemih
c. Nefropati Obstruktif
Akibat kerusakan katub uretra posterior. Kelainan ini menimbulkan gejala air
kemih yang menetes, urgensi enuresis, dan inkontinensia psikogenik. Gejala yang
timbul tergantung dari tingkat obstruksi, umur anak, dan adanya infeksi saluran
kemih. Pada pemeriksaan palpasi dapat teraba kandung kemih yang besar dan
kelainan ini dapat ditegakkan dengan pemeriksaan sistografi.
d. Kandung Kemih Neurogenik
Keluhan yang timbul sama dengan yang diatas. Keadaan ini disertai adanya defek
pada tlang belakang, tapi kadang-kadang tanpa gejala neurologi lainnya. Kelainan
ini ditegakkan dengan sistografi.
e. Kandung Kemih Disinergik
Kelainan ini mengakibatkan daytime incontinence, miksi yang frekuen, dan
infeksi saluran kemih yang berulang. Kelainan neurofisiologi pola miksi dapat
ditunjukkan dengan pemeriksaan urodinamik.
Nonfarmakologik
1)
Memberikan motivasi
Penjelasan
mengenai
penyebab
dan
prognosis
enuresis
serta
Mengubah kebiasaan
Bell and pad beberapa tetes pertama air kemih akan menyebabkan
alarm berbunyi dan anak terbangun dari tidurnya dan menyelesaikan miksinya
di kamar mandi. Percobaan klinik menunjukkan bahwa pengobatan ini
mungkin lebih efektif bila anak mengubah pola tidurnya dan dapat memasang
kembali alarmnya sendiri. Dengan bangun tidur berulang-ulang selama
beberapa hari atau beberapa minggu anak dilatih untuk bangun tidur sebelum
kencing dimulai.
Selanjutnya alarm distel dalam waktu yang lebih lama dan akhirnya
rangsangan alarm dihentikan. Pengobatan dengan cara ini membutuhkan
waktu yang lebih lama. Keberhasilan dengan alarm ini mencapai 75% dari
semua penderita. Bila dalam 2-3 tahap tidak memberikan hasil, pengobatan
dapat digabung dengan pemberian imipramin dan biasanya memberikan hasi
yang baik.
b.
Farmakologik
1)
Anti Depresan
menggunakan
imipramin
berhenti
enuresis
maupun
frekuensi
mengompolnya berkurang
Efek: diduga sebagai anti depresan, anti kolinergik dan mengubah
mekanisme tidur. Yang berperan dalam pengobatan enuresis adalah efek anti
kolinergik dan antispasmodik yang menyerupai simpatomimetik terhadap
kandung kemih
Efek samping: insomnia, kecemasan, perubahan kepribadian. Jika
dosis yang berlebihan dapat mengakibatkan keracunan dan biasanya berakibat
fatal, seperti: gangguan irama jantung, gangguan hantaran jantung, hipotensi
dan kejang.
2)
Desmopresin
Desmopresin merupakan vasopresin sintesis, sehingga sering disebut
sebagai DDAVP (1-desamino-8-D-arginine vasopresin) dan analog dengan
arginine vasopresin (AVP). Obat ini diberikan intranasal waktu tidur dan
hasilnya cukup efektif untuk menghentikan mengompol secara lengkap atau
mengurangi mengompol.
Mekanisme kerja: mengurangi produksi air kemih. Efek samping:
hiponatremia akibat retensi air. Oleh karena itu, obat ini hanya dipakai untuk
anak-anak yang mengalami stress dan gagal dengan cara pengobatan lainnya.
3)
Anti Kolinergik
Oxybutinin (Ditropan) dan obat antikolinergik untuk menurunkan
dan menghilangkan efek kontraksi kandung kemih. Obat ini berhubungan
dengan enuresis yang diakibatkan adanya proses aninhibisi kontraksi dari
kandung kemih.
Efek samping: kering pada mulut, merah pada muka, jarang terjadi
hiperpireksi. Bila melebihi dosis yang dianjurkan sering menimbulkan
gangguan penglihatan
Pilihan penanganan enuresis di tiap negara dan institusi beragam dan hasil
pelik, semua dapat ditangani. Ada petunjuk yang dapat dipakai secara umum,
antara lain:
a. Jangan menghukum anak
b. Beri pujian/penghargaan pada setiap keberhasilan bebas mengompol
c. Jangan melarang anak minum sehabis makan malam
d. Berikan lampu/penerangan yang cukup agar anak dapat pergi sendiri untuk
berkemih pada malam hari
e. Kadang-kadang anak perlu diberi popok atau diaper pada malam hari
f. Pastikan anak sudah bersih/mandi sebelum berangkat ke sekolah
PROGNOSIS
Enuresis yang tidak diobati akan sembuh spontan antara 10-20% pertahun.
Penyembuhan spontan pada umumnya terjadi bila orang tua dan anaknya mau
menunggu. Penelitian pada anak dengan enuresis nokturnal yang tidak diobati,
menunjukkan penyembuhan spontan dengan bertambahnya umur yaitu 14% sembuh
spontan pertahun pada umur 5-9 tahun dan 16% pada umur 10-19 tahun. Lima puluh
persen penderita enuresis sembuh tanpa pengobatan spesifik dalam 4 tahun.
B. ENURESIS DIURNAL
DEFINISI
Enuresis diurnal adalah kelurnya kencing yang tak disadari yang biasa terjadi
pada siang hari.
ETIOLOGI
a. Keterlambatan pematangan neurofisiologi
Dapat berhubungan dengan fac.genetic
Tetapi bila tidak ada riwayat keluarga 15% anak yang mengalami enuresis.
b. Keterlambatan perkembangan.
Menyebabkan anak menjadi
enuresis
bukan
disebabkan
gangguan
pematangan system neurologis tapi kurangnnya latihan pola buang air kemih
yang baik.
Biasa terjadi pada golongan sosio ekonomi buruk, broken home, stress
lingkungan.
c. Hormone antidiuretik.
Hubungan antara variasi normal dari circardian dalam sekresi hormone ADH
kontraksi.
Diduga akibat inhibitor kontraksi kandung kemih dan tidak adanya
DIAGNOSA
intermiten atau terus menerus, kemudian tanyakan riwayat infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan fisik pemeriksaan abdomen dan alat genital. Selain itu dilihat
TERAPI
a. Non-farmakologis
1) Latihan menahan miksi agar kapasitar kandung kemih besar, sehingga
waktu anatar miksi menjadi lama dan dapat mengurangi enuresis.
PENYAKIT
1. BPH (BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA)
DEFINISI
Prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior
buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini
membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari
buli-buli. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa 20
gram. Pada umunya hyperplasia prostat terdapat pada zona transisional. Pada usia lanjut
banyak pria yang terkena hyperplasia kelenjar prostat. Keadaan ini dialami 50% pria
berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.
ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hyperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat
erat kaitannta dengan peningkatan kadar DHT dan proses aging. Beberapa hipotesis yang
diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostat adalah
1. Teori dehidrotestoteron
DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting dalamn pertumbuhan
sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testoteron di dalam sel prostat oleh enzim
5resuktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan
dengan reseptor androgen membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel. Selanjutnya
terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuah sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jaug berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal. Hanya saka pada BPH aktivitas enzim 5
reduktasi dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH.
2. Ketidak seimbangan antara estrogen-testoteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testoteron menurun, sedangkan kadar
estrogen relative tetap. Sehingga perbandingan antara estrogen : testoteron relative
meningkat. Telah diketahuo bahwa estrogen dalam prostat bereperan dalam
terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas
sel-sel prostat terhadap rangsangan hormone androgen. Meningkatkan jumlah
reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kemarian sel-sel prostat.
3. Interaksi stroma epitel
Cunha membbuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat
secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator ( growth
factor) tertentu. Setalah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan
estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin and autokrin, serta
mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin.
PATOFISIOLOGI
Pada BPH biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala
hipertensi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi
miksi, nokturia, miksi sulit ditahan, dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrussor
gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga
kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna
pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih
sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan tanda ini di beri
skor untuk menentukan berat keluhan klinis.
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urine sehingga pada
akhir miksi masih diteumukan sisa urine di dalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak
tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi
kemacetan total sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urine terus
terjadi, pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan
intravesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada
tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik
menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses
kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi, penderita harus selalu
mengedan sehingga lama-kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid.
Karena selalu terdapat sisa urine, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung
kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu
tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks, dapat terjadi
pielonefritis.
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia,
jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran
uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan
intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor
dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang
terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan
struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian
bawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS.
Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus
destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak
berubah. Pada fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan
kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah,
kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat
sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat
Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra
abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemorhoid
puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine
dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia
Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam
beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan
mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi
oleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan
kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi
urine.Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal.
GAMBARAN KLINIS
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan diluar saluran kemih.
1. Obstruksi : karena musculus detrussor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan
tidak cukup kuat, sehingga kontraksinya terputus-putus dan sangat berpengaruh pada
sulitnya permulan miksi.
Hesitancy : memulai miksi lama, disertai mengejan, karena M. Detrussor butuh
waktu beberapa lama untuk meningkatkan tekanan intravesical untuk mengatasi
menetes.
Straining : mengejan, bila dilakukan terus-menerus bisa mengakibatkan
urinaria..
Frequency : sering miksi.
Nokturia : sering miksi pada malam hari.
Disuria : nyeri saat miksi.
3. Pada saluran kemih pada bagian atas adalah berupa gejala obstruksi antara lain nyeri
pinggang, benjolan di pinggang( yang merupakan tanda dari hidronefrosis), atau
demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.
4. Gejala diluar saluran kemih biasanya pasien datang ke dokter karena mengeluh
adanya hernis inguinalis atau hemoroid
PEMERIKSAAN FISIK
Didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra
simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine Yang selalu menetes tanpa
disadari oleh pasien yaitu merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa. Pada colok
dubur diperhatikan
1. Tonus sfingter ani (reflek bulbo-kevernosus untuk menyingkirkan kelainan buli-buli
neurogenik,
2. Mukosa rectum
fenilpropanolamin
Secara periodic, pasien diminta untuk control dan menanyakan tentang
keluhan apakah semakin ringan atau tidak. Jika makin jelek pilihan
uroflometri
b. Medikamentosa
Tujuan terapi :
- Mengurangi resistansi otot polos prostat dengan obat-obatan
dapat
memperbaiki
pancaran
miksi
tanpa
terjadi.
Pembedahan Endourologi
Pembedahan endourologi transuretra dapat dilakukan dengan
memakai tenaga TURP (transurethral Resection of the Prostate) atau
dengan memakai energy laser. Operasi ini berupa reseksi (TURP), insisi
(TIUP), atau evaporasi.
1) TURP
kelenjar
prostat
dilakukan
transuretra
dengan
kelenjar
prostat.
Cara
ini
cukup
aman,
tidak
banyak
adalah
tidak
dapat
diperoleh
jaringan
untuk
2. DISFUNGSI EREKSI
DEFINISI
Disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan yang menetap seorang pria untuk
mencapai atau mempertahankan ereksi yang cukup guna melakukan aktifitas seksual
yang memuaskan. Disfungsi ereksi ini di derita oleh separuh pria yang berusia lebih dari
40 tahun.
ETIOLOGI
1. Psikogenik : Ansietas, depresi, konflik rumah tangga, perasaan bersalah, dan norma
agama.
2. Neurogenik
kelainan
pada
otak
(tumor,
cidera
otak,
epilepsy),
Hipogonadisme,
Hiperprolaktinemia,
dan
Hiperparatiroidisme.
4. Kavernosa : Penyakit Peyroni, Adanya fibrosis atau disfungsi otot kavernosa,
Neurotransmitter yang dilepaskan untuk memulai ereksi tidak adekuat, dan Pasca
operasi shunting.
5. Obat obatan :
a. Antihipertensi : metildopa, alfa bloker, beta bloker
b.
Antidepresan : trisiklik, penghambat NAO
c. Antiandrogen : esterogen, flutamid, LHRH analog.
6. Penyakit sistemik :
a. Diabetes mellitus
b. Gagal ginjal
c. Gagal hepar
DIAGNOSIS
Evaluasi terhadap pasien yang mengeluh disfungsi ereksi meliputi evaluasi
riwayat seksual, evaluasi medic, dan evaluasi psikologik. Tujuan evaluasi ini adalah
menentukan apakah pasien memang menderita disfungsi ereksi atau disfungsi seksual
lain. Kadang-kadang pasien mengeluh disfungsi ereksi ternyata bukan menderita
disfungsi ereksi, tetapi menderita penurunan libido, ejakulasi dini, ejakulasi retrogard,
tidak data menikmati orgasmus (anorgasmus), atau kelainan lain.
Untuk membantu identifikasi dapat digunakan indeks fungsi ereksi, adalah Indeks
Internasional untuk Fungsi Ereksi ke-5 atau International Index of Erectile Function -5
(IIEF-5). Terdapat 5 pertanyaan, tiap-tiap pertanyaan diberi nilai 0-5. Jika penjumlahan
kurang dari atau sama dengan 21 menunjukkan adanya gejala disfungsi ereksi.
Pertanyaan
Selama 6 bulan terakhir ini:
1. Bagaimana
derajat
keyakinan anda bahwa anda
dapat
ereksi
serta
bertahan
terus
untuk
bersenggama?
2. Pada saat anda ereksi setelah
mendapatkan
rangsangan
ke
dalam
vagina
pasangan
anda,
seberapa
seringkah
anda
mampu
Jawaban
1.
2.
3.
4.
5.
Sangat rendah
Rendah
Cukup
Tinggi
Sangat tinggi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tidak bersenggama
Tidak/hampir tidak pernah
Sesekali (<50%)
Kadang-kadang (50%)
Sering (>50%)
Selalu/hampir selalu
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
bersenggama
sulitkah
mempertahankan
sampai ejakulasi?
anda
ereksi
Skor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
akibat gangguan psikologis. Ereksi penuh masih dapat timbul saat mereka tidur malam.
Lain halnya jika impotensi disebabkan oleh faktor fisik. Tidak akan timbul ereksi, baik
pada siang hari maupun pada malam hari ketika orang tersebut tidur.
Jadi, jika perangko robek maka disfungsi ereksi terjadi akibat faktor psikologis.
Sebaliknya, jika perangko tetap utuh berarti penyebab impotensinya adalah faktor fisik.
TERAPI
1. Lini pertama
Terapi lini pertama terdiri atas pemberian obat peroral, pemakaian alat vakum
penis dan terapi psikoseksual. Pemakain obat peroral ini yang banyak di gunakan
adalah sildenafit sitrat. Obat ini merupakan vasodilator yang menyebabkan
vasodilatasi arteri atau arteriol pada korpus kavernosum.
Pemakaian alat vakum penis ini mmulai banyak di gemari. Alat ini berfungsi
memberikan tekanan negatif pada penis yang memungkinkan pengaliran darah ke
dalam sinusoid sehingga terjadi ereksi.
2. Lini kedua
Yang termasuk lini kedua adalah injeksi obat-obatan vasoaktif secara intra
kavernosa. Jenis obat yang di berikan adalah: papaverin, fentolamin, prostaglandin E1
atau kombinasi dari beberapa obat-obatan.
3. Lini ketiga.
Jika dengan cara kedua di atas belum membuktikan hasil ,maka pilihan terahir
adalah tindakan invasif berupa operasi, di antaranya pemasangan prostesis penis.
Hingga saat ini pemasangan prostesis penis ini merupakan terapi yang paling efektif
di abndingkan dengan cara yang lain, akan tetapi harganya sangat mahal.
3. EJAKULASI DINI
DEFINISI
Ejakulasi dini merupakan disfungsi seksual yang paling sering terjadi pada pria
dengan usia dibawah 40 tahun. Kebanyakan dokter yang menangani ejakulasi dini
mendefinisikan keadaan ini sebagai ejakulasi sebelum tercapainya kepuasan sexual yang
diharapkan dari kedua pasangan.
Respon seksual pada manusia dapat dibagi atas 3 fase : hasrat (libido), terangsang
(arousal), dan orgasme. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth
Edition (DSM-IV) mengklasifikasi gangguan seks dalam 4 kategori, yaitu : (1) primer,
(2) akibat kondisi medis umum, (3) akibat zat tertentu, (4) yang tidak tergolongkan.
Masing-masing 4 kategori ini memiliki gangguan pada semua 3 fase seksual tersebut.
Ejakulasi dini dapat berupa gangguan primer atau sekunder. Primer terjadi jika
seseorang mengalami gangguan ini sejak fungsi seksual mereka mulai aktif (pubertas).
ED sekunder mengindikasikan kondisi ini terjadi pada seseorang yang sebelumnya dapat
mengendalikan ejakulasinya dan karena alas an yang tidak diketahui, ia mengalami
ejakulasi dini dimasa depan. Pada ED sekunder, masalahnya tidak berkaitan dengan
gangguan kesehatan secara umum, dan biasanya tidak berkaitan dengan suatu zat
pemicu, walaupun, hyperexcitabilitas mungkin berkaitan dengan pemakaian obat
psikoterapi dan gejala menghilang dengan dihentikannya obat. Ejakulasi dini cocok
dengan kategori yang tidak tergolongkan karena belum ada seorang pun yang
mengetahui dengan pasti penyebabnya, walaupun diduga faktor psikologis pada
kebanyakan kasus.
PATOFISIOLOGI
Ejakulasi dini diyakini merupakan suatu permasalah psikologis dan tidak
mewakili adanya penyakit organik yang melibatkan sistem reproduksi pria dan lesi pada
otak atau sistem saraf. Sistem organ yang secara langsung dipengaruhi oleh ejakulasi dini
adalah saluran reproduksi pria (penis, prostate, vesika seminalis, testis, dan bagian
lainnya), bagian sistem saraf pusat dan perifer yang mengendalikan sistem reproduksi
pria dan sistem organ reproduksi pasangan pasien (untuk tujuan artikel ini, pasangan
adalah seorang wanita) yang kemungkinan tidak dirangsang dengan cukup untuk
mencapai orgasme.
Jika ejakulasi dini terjadi sebegitu dini hingga terjadi bahkan sebelum penetrasi
dilakukan dan pasangan ini sedang menginginkan kehamilan, sehingga kehamilan tidak
dapat terjadi kecuali inseminasi buatan dilakukan. Kemungkinan sistem organ yang
paling terpengaruhi adalah perasaan dari pasangan. Kedua anggota pasangan sepertinya
secara emosional dan fisik tidak puas akibat masalah ini.
Ejakulasi dini secara historis dianggap sebagai gangguan psikologis. Suatu teori
mengatakan pria dianggap mengalami tekanan social untuk mencapai klimaks dalam
waktu yang pendek karena rasa takut ketahuan sedang melakukan masturbasi pada waktu
remaja atau selama masa pengalaman seks dini di jok belakang mobil atau dengan
pekerja seks. Pola dari pelepasan nafsu seks ini sulit dirubah hingga masa pernikahan.
Fakta bahwa perempuan terangsang dan orgasme membutuhkan waktu yang lebih lama
daripada pria semakin diketahui dan menyebabkan ejakulasi dini dianggap dan diyakini
sebagai suatu masalah.
Banyak yang mempertanyakan apakah ejakulasi dini murni psikologis. Beberapa
penelitian telah menemukan perbedaan antara konduksi saraf/waktu laten dan perbedaan
hormonal antara pria yang mengalami ejakulasi dini dibandingkan dengan yang tidak
mengalaminya. Teorinya yaitu bahwa beberapa pria mengalami hyperexcitabilitas atau
sensitivitas berlebihan pada genital mereka, sehingga tidak terjadi efek down-regulation
(regulasi penurunan) aktivitas simpatis dan penundaan orgasme.
Terdapat pula pemikiran bahwa seseorang yang dapat ejakulasi dengan cepat lebih
sukses dalam hubungan seks daripada pria yang membutuhkan waktu yang lama untuk
mencapai ejakulasi. Pemikiran seperti demikian terjadi pada zaman purba; paling tidak,
jika benar terjadi, evolusi manusia terjadi sejak 5000 tahun yang lalu. Seorang pria yang
terlalu lama ejakulasi akan diusir atau dibunuh oleh pria lain yang berkompetisi dalam
suatu hubungan seks dengan perempuan pada zaman tersebut. Terpikirkan bahwa gen
purba ini diturunkan melalui evolusi manusia.
MANIFESTASI KLINIS
Menemukan riwayat ejakulasi dini pada pasien sangat berguna karena memandu
terapi yang cocok untuk pasien (dan partnernya). Perlu difokuskan apakah ejakulasi dini
terjadi primer atau sekunder dan menilai tingkt keparahan dari masalah ini.
Riwayat
medis
umum
mengenai
keadaan
medis
yang
kemungkinan
mempengaruhi perlu ditemukan. Sebagai contoh, jika pasien memiliki angina dan ini
menyebabkan ketakuran akan infark miokard selama berhubungan badan, ia mungkin
datang dengan ejakulasi dini disertai dengan adanya penyakit jantung dan perasaan
h. Jika ejakulasi dini bermula setelah awal hubungan di luar nikah, apakah pasien
merasa bersalah tentang hal ini?
i. Jika ejakulasi dini pada pengalaman pertama hubungan sex dalam suatu
perkawinan terjadi, carilah informasi mengenai bagaimana kehidupan sex
noncoitus pasangan ini.
j. Tanyakan mengenai perilaku sex dan respon dari pasangan wanita; jika ia
memiliki masalah seperti dyspareunia, apakah berhubungan dengan masalah
pada pria ?
k. Bagaimana hubungan nonsexual pada pasangan ? Apakah terjadi pertengkaran
atau mereka sedang dalam masa sulit?
l. Keterangan dari ini dan pertanyaan yang serupa biasanya secara langsung
menuju ke faktor yang dapat diterapi secara spesifik.
2. Ejakulasi Dini Sekunder
a
Pada hubungan sekarang, apakah ejakulasi dini selalu menjadi masalah atau
apakah hal ini bermulai setelah jangka waktu hubungan sex sebelumnya dapat
memuaskan kedua pasangan ?
Telusuri secara spesifik kualitas hubungan yang terkait dengan faktor diluar
hubungan sex ? Apakah pasangan bekerja sama dengan baik pada suatu
masalah, atau apakah terdapat konflik? Siapa yang dominant dalam hubungan
ini atau apakah secara umum setara (tidak ada yang dominant) ?
Jika pasangan wanita tidak bersama dengan pasien ? Jika tidak, tanyakan
mengapa. Kemungkinan, wanita menganggap masalah ini hanya masalah
pasangan prianya dan tidak menganggap sebagai masalah hubungan mereka,
dimana dapat menjadi petunjuk yang penting.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan pasangan wanita untuk mencapai klimaks
? Dapatkah ia mencapai klimax dengan penetrasi, atau apakah ia
membutuhkan stimulasi klitoral langsung sebelumnya untuk mencapai
klimax?
Jika DE ditemukan namun terjadi setelah ejakulasi dini, maka terapi untuk
kedua keadaan mungkin dibutuhkan; biasanya DE sembuh ketika pasien
mendapatkan kepercayaan diri dalam mengendalikan ejakulasinya. Jika DE
terjadi sebelumnya, maka ejakulasi dini kemungkinan merupakan disfungsi
seksual sekunder, dimana akan sembuh jika pasien percaya diri bahwa ia
mampu menjaga ereksinya.
Penjelasan mengenai hal-hal ini dan faktor lain yang berkaitan biasanya
terbukti sangat membantu untuk membuat perencanaan terapi.
PEMERIKSAAN FISIS
Temuan pemeriksaan fisis biasanya normal pada pria dengan ejakulasi dini
sebagai satu-satunya gangguan. Penyebab ejakulasi dini dianggap sebagai faktor
psikologis, walaupun tidak seorang pun tahu penyebab sesungguhnya.
1. Ejakulasi Dini Primer
a. Pada ejakulasi dini primer, dimana pria tidak pernah mengalami hubungan
seksual sebelumnya juga tidak pernah mengalami ejakulasi dini, gangguan
emosional yang sangat kuat kemungkinan terjadi dan penyebabnya dapat
beragam.
b. Terkadang, perilaku ini merupakan respon terkondisi akibat masturbasi
pada masa remaja, namun, seringkali pasien mengalami kecemasan yang
mendalam mengenai sex atau pengalaman traumatic yang dialami pada
DIFFERENSIAL DIAGNOSIS
Pertimbangkan mengenai anorgasmia atau Orgasme sangat tertunda pada
pasangan wanita, dimana kata tertunda merupakan relative karena rata-rata waktu bagi
wanita untuk mencapai klimaks beragam namun dari penelitian rata-rata dalam 12-25
menit. Jika seorang wanita membutuhkan waktu 3 jam untuk mencapai klimaks, maka ini
sangat diluar normal. Pada kasus orgasme tertunda atau kesulitan orgasme pada wanita,
hampir semua pria dianggap memiliki ejakulasi dini.
Pertimbangkan mengenai efek samping dari obat psikoterapi. Jika masalah
ejakulasi dini bermula dengan pemberian awal suatu obat dan ejakulasi dini berhenti
setelah obat dihentikan, dokter perlu mencurigai bahwa kedua hal ini saling berkaitan.
Beberapa pria mungkin dibingungkan dengan cairan yang keluar pada saat
perangsangan, yaitu cairan pelumas yang disekresi oleh kelenjar Cowper dan kelenjar
lainnya selama fase perangsangan. Riwayat sexual secara teliti dapat mengklarifikasi
masalah ini dan dapat memberikan keyakinan terhadap pasien mengenai apa yang
sebenarnya terjadi.
Disfungsi ereksi dapat menjadi gejala klinis dari beberapa pria yang mengalami
ejakulasi dini. Membedakan kedua permasalahan ini penting dilakukan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pria dengan ejakulasi dini dan tanpa permasalahan medis umum lainnya,
tidak ada pemeriksaan lab konvensional yang dapat membantu atau mempengaruji
pemilihan jenis terapi.
Pemeriksan kadar testosterone dan prolactin serum cocok dilakukan jika ejakulasi
dini disertai dengan permasalahan impotensi.
PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa pilihan terapi medis untuk ejakulasi dini. Kondisi medis umum
yang berat (seperti angina) sebaiknya diatasi terlebih dahulu; untuk tujuan diskusi ini,
pria dianggap tidak memiliki penyakit medis umum dan ejakulasi dini merupakan satusatunya permasalahnnya. Sebagai tambahan, permasalahan ereksi lainnya yang
menyertai dapat ditangani dengan beragam metode dengan keberhasilan yang sempurna
1. Melibatkan pasangan wanita sebisa mungkin dalam terapi dan sesi konseling penting
untuk mencapai hasil yang diinginkan.
2. Langkah pertama penanganan ejakulasi dini adalah untuk melenyapkan adanya
tekanan batin (berupa pikiran takut tidak dapat memuaskan pasangan) pada pria.
a.
Jika ejakulasi dini terjadi pada saat penetrasi telah berlangsung, minta kepada
pasangan tidak melakukan penetrasi hingga ejakulasi dini telah dapat
ditangani. Pria dapat melakukan stimulasi lain tanpa melakukan penetrasi.
b.
Jika pria selalu mengalami ejakulasi pada rangsangan awal atau pada
permulaan foreplay, ini merupakan masalah serius dan kemungkinan
mengindikasikan adanya ejakulasi dini primer, dimana kebanyakan
membutuhkan penanganan spesialis jiwa.
3. Pasangan diminta untuk melakukan terapi seksual, seperti teknik stop-mulai atau
tekan-henti yang dipopulerkan oleh Masters dan Johnson. Kebanyakan pasangan
merasa teknik ini berhasil. Ini juga dapat membantu pasangan wanita lebih
terangsang dan dapat memperpendek waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
klimaks.
a.
Modalitas terapi lainnya yaitu dengan krim desensitasi digunakan oleh pria.
Seperti namanya krim ini dapat mengurangi stimulasi pada penis sehingga
dapat memperpanjang waktu untuk ejakulasi. Namun krim ini belum diakui
oleh FDA.
4. Jika pria relative muda dan dapat mencapai ereksi kembali setelah beberapa menit
terjadinya ejakulasi dini, biasanya ia memiliki pengendalian waktu yang lebih baik
pada hubungan sex berikutnya.
a.
Beberapa ahli menyarankan pria muda untuk melakukan masturbasi 1-2 jam
sebelum hubungan seksual direncanakan.
b.
Interval waktu untuk mencapai klimaks kedua biasanya memiliki masa laten
lebih panjang dan pria kebanyakan dapat mengendalikan lebih baik
ejakulasinya pada keadaan seperti ini.
c.
Pada orang yang lebih tua, strategi ini mungkin kurang efektif karena mereka
sulit untuk mendapatkan ereksi kedua setelah ejakulasi dini. Jika ini terjadi
maka hal tersebut dapat merusak rasa percaya diri dan mengakibatkan
impotensi sekunder.
5. Modalitas farmakologik yang dapat membantu pria dengan ejakulasi dini adalah obat
dari golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) class, obat yang
biasanya digunakan di klinik sebagai antidepressant.
a.
b.
c.
Untuk alasan ini, pengobatan dengan efek samping SSRI ini telah digunakan
untuk pria yang mengalami ejakulasi dini.
FARMAKOTERAPI
Tidak ada obat yang diakui oleh FDA sebagai terapi ejakulasi dini. Namun beberapa
penelitian menunjukkan bahwa, selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) dan obat
dengan efek samping serupa dengan SSRI, aman dan efektif digunakan untuk tujuan ini.
SSRIs merupakan obat yang paling berhasil menunda respon yang terlalu cepat pada pria
dengan ejakulasi dini. Krim desensitasi yang mengandung agen anastesi lokal dapat berguna
pada beberapa pria, namun diyakini tidak memiliki efektifitas yang baik.
Ejakulasi dini yang berkaitan dengan disfunsi ereksi (DE) dapat sembuh setelah DE
dapat berhasil ditangani. Obat untuk penanganan DE termasuk sildenafil (Viagra), vardenafil
(Levitra), tadalafil (Cialis), alprostadil (Caverject, Muse), dan, kemungkinan juga SSRI (jika
DE disebabkan oleh depresi).
Selective serotonin reuptake inhibitors
Mekanisme kerjanya dihubungkan dengan hambatan terhadap uptake neuronal dari
serotonin pada sistem saraf pusat. Beberapa penelitian pada hewan menunjukkan bahwa SSRI
memiliki efek pada reuptake neuronal dopamine dan norepinephrine.
SSRIs telah diteliti memiliki efek samping sexual, yang paling sering adalah
penundaan klimaks pada pria dan wanita. Sertraline (Zoloft), paroxetine (Paxil), dan
fluoxetine (Prozac) merupakan contoh SSRI yang berhasil menangani ejakulasi dini.
Terapi optimal untuk ejakulasi dini belum diketahui, namun dari pengalaman peneliti,
dosis tunggal sebelum hubungan intim dilakukan dapat bekerja dengan baik pada beberapa
pria. Jika dosis tunggal berhasil maka terapi jelas lebih mudah dilakukan dan memiliki efek
samping lebih kecil. Pada dosis multiple, dosis ditingkatkan secara bertahap hingga efek
terapeutik atau dosis maksmial harian telah tercapai.
KOMPLIKASI
1.
2.
Konsepsi juga sulit terjadi pada kasus ejakulasi dini sebelum penetrasi
terjadi.
PENCEGAHAN
Penelitian di masa depan mungkin menilai apakah insiden ejakulasi dini pada pria
muda dapat menurun dengan edukasi seks yang lebih baik selama masa remaja. Terapi dini
disfungsi ereksi kemungkinan dapat mencegah ejakulasi dini sekunder pada pria lebih tua.
PROGNOSIS
Dengan kombinasi beberapa metode, termasuk pengobatan SSRI, memperoleh tingkat
perbaikan atau penyembuhan paling baik pada kebanyakan kasus, ketika pasangan
berkomitmen untuk bekerjasama menangani masalah ini.
Beberapa penelitian yang telah dipublikasikan juga mengindikaskan bahwa konseling
dan terapi medikamentosa dapat mencapai keberhasilan hingga 85%.
Masalah dari terapi yaitu bahwa angka relaps mencapai 20-50%. Beberapa pria
memerlukan komitmen jangka panjang dalam menjalani teknik terapi behavioral (kebiasan
jangka panjang mungkin sulit dimodifikasi). Pasien yang berhasil dengan terapi
medikamentosa (misal SSRIs) mungkin membutuhkan pengobatan seumur hidupnya, sama
seperti pasien depresi yang memerlukan obat ini seumur hidupnya untuk menghindari depresi
rekuren. Angka kegagalan jangka panjang yang tepat belum didapatkan dan tergantung durasi
dari tindak lanjut untuk pasien tertentu.
4. INFERTILITAS PRIA
DEFINISI
Infertilitas adalah suatu keadaan pasangan yang sudah menikah lebih dari satu
setengah tahun tanpa kontrasepsi, tidak punya anak. Angka satu setengah tahun
ditetapkan, karena biasanya 85 persen pasangan dalam satu setengah tahun sudah
memiliki keturunan. Ini berarti, 15 persen pasangan usia subur punya masalah ini.
Kenyataan menunjukkan, 40 persen masalah yang membuat sulit punya anak
terdapat pada wanita, 40 persen pada pria, dan 30 persen pada keduanya. Jadi, tidak benar
anggapan bahwa kaum wanita lebih bertanggung jawab terhadap kesulitan mendapatkan
anak. Walaupun masalah infertilitas tidak berpengaruh terhadap aktivitas fisik sehari-hari
dan tidak mengancam jiwa, bagi banyak pasangan hal ini berdampak besar terhadap
kehidupan berkeluarga. Sudah tentu faktor psikokultural mempengaruhi sikap pasangan
terhadap masalah ini, termasuk upaya-upaya irasional untuk punya anak. Memang apa
yang dilakukan penderita tidak dapat disalahkan sepenuhnya, karena ilmu kedokteran
yang mutakhir sekalipun belum dapat menjawab seluruh masalah infertilitas secara
memuaskan.
Pemeriksaan dokter terhadap pria penderita infertilitas dilakukan seperti layaknya
pada penderita pada penyakit lain, namun disertai dengan pemeriksaan sperma. Pemeriksaan ini untuk melihat potensi pria untuk membuahi. Bila ada masalah, barulah dilakukan
pemeriksaan lain yang lebih mendalam.
PENYEBAB
Seperti halnya penanggulangan penyakit pada umumnya, usaha pertama yang
selalu harus diusahakan adalah mencari penyebab infertilitas.
Evaluasi terhadap pria penderita infertilitas yang datang ke klinik infertilitas
bagian Urologi RSUPN Cipto Mangunkusumo menunjukkan, 20-25 persen penderita
tidak diketahui penyebabnya. Besar kemungkinan hal ini dipengaruhi oleh faktor genetik
karena penelitian mutakhir mengarah pada adanya kelainan di kromosom. Penyebab
terbanyak infertilitas pria adalah pelebaran pembuluh darah balik/vena di sekitar buah
zakar yang disebut varikokel. Pada pemeriksaan fisik, hal ini ditemukan dalam bentuk
benjolan di bagian atas buah zakar yang akan bertambah besar dan nyata bila mengejan.
Yang lebih sering kena adalah buah zakar kiri.
Sebagian besar varikokel tidak disertai rasa sakit walaupun ada juga yang
mengeluh pegal-pegal di daerah tersebut. Varikokel ditemukan pada 40 persen penderita.
Temuan ini tidak jauh berbeda dengan temuan salah satu pusat penanggulangan
infertilitas terkenal di Baylor College of Medicine, Amerika Serikat, yaitu 42 persen.
Penyebab lain dari infertilitas pada pria adalah sumbatan/obstruksi pada saluran sperma.
Jadi walaupun spermatozoa diproduksi dengan baik, tetap tidak dapat disalurkan.
Biasanya hal ini diakibatkan oleh terjadinya infeksi maupun bawaan dari lahir karena
tidak terbentuknya sebagian saluran sperma. Hal ini terjadi pada 15 persen penderita.
Pada 20 persen sisanya, infertilitas diakibatkan oleh berbagai faktor, misalnya
gangguan hormon, kelainan bawaan, pengaruh obat, gangguan ereksi atau ejakulasi,
radiasi, keracunan pestisida, gangguan imunologi, operasi di daerah panggul, dan lainlain.
Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab itu, beberapa hal dapat dilakukan
untuk mencegah maupun menanggulangi infertilitas.
PENCEGAHAN INFERTILITAS
KLASIFIKASI
Ereksi penis yang berkepanjangan pada priapismus dapat terjadi karena (1)
gangguan mekanisme outflow (veno-oklusi) sehingga darah tidak dapat keluar dari
jaringan erektil, atau (2) adanya peningkatan inflow aliran darah arterial yang masuk ke
jaringan erektil. Oleh karena itu secara hemodinamik, priapismus dibedakan menjadi (1)
priapismus tipe veno oklusi atau low-flow dan (2) priapismus tipe arterial atau high flow.
Kedua jenis itu dapat dibedakan dengan memperhatikan gambaran klinis, laboratorium,
dan pemeriksaan pencitraan ultrasonografi color doppler dan arteriografi.
Priapismus jenis iskemik ditandai dengan adanya iskemia atau anoksia pada otot
polos kavernosa. Semakin lama ereksi, iskemia semakin berat, dan setelah 3-4 jam,
ereksi dirasakan sangat sakit. Setelah 12 jam terjadi edema interstitial dan kerusakan
endotelium sinusoid. Nekrosis otot polos kavernosa terjadi setelah 24-48 jam. Setelah
lebih dari 48 jam terjadi pembekuan darah dalam kavernosa dan terjadi destruksi endotel
sehingga jaringan-jaringan trabekel kehilangan daya elastisitasnya.
Jika tidak diterapi, detumesensi terjadi setelah 2-4 minggu dan otot polos yang
mengalami nekrosis diganti oleh jaringan fibrosa sehingga kehilangan kemampuan untuk
mempertahankan ereksi maksimal.
Priapismus jenis non-iskemia banyak terjadi setelah mengalami suatu trauma
pada daerah perineum atau setelah operasi rekonstruksi arteri pada disfungsi ereksi.
Prognosisnya lebih baik daripada jenis iskemik dan ereksi dapat kembali seperti
sediakala.
Perbedaan Priapismus Iskemik dan Non Iskemik
Onset
Nyeri
Ketegangan Penis
Darah Kavernosa
Warna
pO2
pCO2
Ph
Color Doppler
Arteriografi
DIAGNOSIS
Hitam
< 30 mm Hg
> 80 mm Hg
< 7,25
Tidak ada aliran
Pembuluh darah utuh
Merah
> 50 mm Hg
< 50 mm Hg
> 7,5
Ada aliran, dan fistula
Malformasi arterio-vena
korpus spongiosum dengan korpus kavernosum penis, dan (3) shunting safenokavernosum dengan membuat anastomosis antara korpus kavernosum dengan vena
safena.
2. PEYRONI
DEFINISI
Penyakit Peyronie adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terbentuknya plak
atau benjolan keras pada penis. Plak bisa terbentuk di bagian atas maupun di bagian
bawah penis serta di dalam lapisan yang mengandung jaringan erektil. Penyakit ini
bermula sebagai peradangan lokal dan bisa berkembang menjadi jaringan parut yang
keras.
PENYEBAB
Banyak ahli yang merasa yakin bahwa plak pada penyakit ini terbentuk setelah
terjadinya trauma (misalnya pemukulan) yang menyebabkan perdarahan lokal di dalam
penis. Daerah yang mengalami kerusakan mengalami penyembuhan yang lambat atau
abnormal akibat trauma yang berulang dan sedikitnya jumlah darah yang sampai ke
daerah tersebut. Jika keadaan ini terus berlangsung selama bertahun-tahun, maka plak
bisa berkembang menjadi jaringan fibrosa yang keras, bahkan terjadi perkapuran atau
pengendapan kalsium.
Beberapa ahli mengatakan bahwa penyakit ini merupakan penyakit autoimun.
Sejumlah obat telah menyebutkan penyakit Peyronie sebagai efek sampingnya:
Obat anti hipertensi dan obat jantung (beta bloker) - Obat anti kejang (fenitoin)
Obat untuk sklerosis multipel (interferon).
Tetapi kemungkinan terjadinya penyakit Peyronie akibat mengkonsumsi obat-
obat tersebut sangat kecil. Penyakit ini terjadi pada 1% pria. Paling sering menyerang
pria setengah baya, tetapi bisa juga ditemukan pada pria yang lebih muda dan pria yang
lebih tua. Sekitar 30% penderita mengalami pembentukan fibrosa di bagian tubuh
lainnya (misalnya kaki atau tangan).
GEJALA
Gejalanya timbul secara perlahan. Pada kasus yang berat, plak yang mengeras
menyebabkan berkurangnya kelenturan penis, sehingga timbul nyeri dan ketika ereksi
penis menjadi melengkung.
3. ANDROPAUSE
Penurunan kadar testosteron pada pria usia lanjut dapat menyebabkan
andropause. Hal itu menyebabkan pelbagai perubahan seperti mudah letih, lesu, lemah,
kaku pada otot, sendi dan tulang, mengalami osteoporosis, rambut rontok, kulit kering,
gairah seksual menurun, penis mengecil, bahkan bisa terjadi impotensi dan masalah
sirkulasi darah. Akibatnya timbul rasa cemas, kurang percaya diri, sulit tidur, mudah
marah, yang berlanjut dengan depresi.
Testosteron, hormon yang diproduksi di testis dan kelenjar adrenal berfungsi
dalam pembentukan sperma dan bersama hormon pria lain merangsang pematangan
organ seksual, menyebabkan pembesaan laring dan penebalan pita suara sehingga suara
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3.
Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
Sadler,T.W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman : Edisi ke-7. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidayat, R & Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC.
Tanagho, Emil A dan McAninch, Jack W. 2008. Smiths General Urology 17 edition. San
Francisco: Mc Graw Hill
http://www.gizi.net/cgi-bin
http://majalahkesehatan.com/tes-kesuburan-pria-dengan-analisis-semen/
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/1de9b4c3e80e5f9ba1503091cb62d93763901616
.pdf