Anda di halaman 1dari 3

Mekanisme ereksi

ereksi biasanya diawali oleh adanya rangsangan atau stimulasi seksual yang berhubungan
dengan gairah atau libido. Selanjutnya, rangsangan ini menyebabkan inisiasi syaraf atau
pengiriman sinyal ke penis.

Sinyal dari otak tersebut menimbulkan pelepasan zat kimia yang disebut nitrogen oksida
di daerah dinding pembuluh darah penis. Zat ini akan mengaktifkan enzim guanilat
siklase yang kemudian akan menghidrolisis guanisin trifosfat (GTP) menjadi siklik
guanisin monofosfat (cGMP).

"Dengan suatu rangkaian fisiologis tertentu, senyawa ini menyebabkan otot polos dalam
pembuluh darah penis menjadi rileks, sehingga menyebabkan terjadinya ereksi. Jadi saat
proses ereksi, aliran darah mulai mengisi rongga-rongga bagian penis yang disebut
korpora kavernosa. Ereksi puncak terjadi ketika rongga-rongga ini sudah terisi penuh
dengan darah," ungkapnya.

Mekanisme ereksi terdiri dari beberapa fase. Tahapan ini dimulai dari fase permulaan
dalam keadaan masih lemas (flasid), fase pengisian darah, fase tumesensi (pembesaran),
fase ereksi (tegak), hingga fase rigid (tegak dan keras).

Setelah itu penis kemudian sampai pada fase detumensensi (pelemasan kembali). Untuk
fase pelemasan penis ini, kata Nugroho, tubuh juga menghasilkan senyawa penghantar
lain yang disebut PDE5. "Enzim inilah yang menyebabkan cGMP pecah sehingga
mengurangi aliran darah ke daerah penis.

Mekanisme Ereksi

Sistem Persarafan Ereksi

Pada dasarnya mekanisme ereksi terjadi


melalui proses neurologis dan hemodinamik
yang dikontrol oleh faktor psikologis. Sehingga
penyebab disfungsi ereksi dibagi menjadi
faktor psikologis dan faktor organik yang dapat
disebabkan oleh kelainan pada pembuluh darah
(vaskulogenik), persarafan (neurogenik) dan
hormon (endokrinologik) (Carbone, et al 2004).
Rangsangan seksual akan diolah pada susunan
saraf pusat di beberapa tempat terutama di jaras
supra spinal yaitu area preoptik medial
(MPOA) dan nukleus paraventrikularis (PVN)
dihipotalamus dan hippokampus yang
merupakan pusat integrasi fungsi seksual dan
ereksi. Penelitian pada binatang dengan
melakukan elektro stimulasi pada area tersebut
akan menimbulkan terjadinya ereksi, sebaliknya lesi pada daerah itu seperti stroke, ensefalitis, epilepsi
lobus temporal dan Parkinson akan menurunkan frekuensi kopulasi dan disfungsi ereksi.(Sachs & Meisel,
1988; Marson, et al, 1993). Berbagai macam neurotransmiter seperti dopamin dan norepinefrin ditemukan
pada hipotalamus diduga aktivasi reseptor kedua neurotransmiter akan menyebabkan terjadinya ereksi,
sedangkan aktivasi reseptor serotonin ( 5-hydroxytryptamine) akan menghambat terjadinya ereksi (Foreman
& Wernicke, 1990). Penyuntikan apomorfin dengan dosis 5ng pada PVN pada tikus jantan akan
menyebabkan ereksi tanpa adanya tikus betina(Melis, et al 1987). Efek pemberian apomorfin akan
meningkatkan produksi Oksida Nitrat (NO) sebagai neurotranmiter penting terjadinya ereksi terutama pada
PVN(Melis, et al 1996). Sebaliknya lesi pada PVN sangat menurunkan kemampuan ereksi pada pemberian
apomorfin. (Argiolas, et al 1987) Dari penelitian tersebut diduga kuat bahwa aktivasi reseptor
dopaminergik di PVN berperanan pada terjadinya ereksi yang di induksi dengan apomorfin. (Allard &
Giuliano, 2004)

Rangsangan dari susunan saraf pusat akan


dilanjutkan pada tingkat medula spinalis yang
mempunyai dua pusat persarafan ereksi, sistem
persarafan parasimpatis yang merupakan pusat
rangsangan terjadinya ereksi (erektogenik) terletak
pada segmen sakrum (S2 - S4) pada manusia nukleus
parasimpatis terutama terdapat di saraf preganglion
parasimpatis pada columna intermedio lateral medula
spinalis sakrum S3. Akson parasimpatis akan melalui
nervus pelvikus menuju pleksus pelvis dan bersinap
dengan persarafan post ganglion dimana akson menujun ke nervus cavernosus.(Nadelhaft, et al 1983;
Allard & Giuliano, 2004) Sistem persarafan simpatis yang terutama menghambat ereksi (erektolitik)
pusatnya terletak pada kolumna intermedio lateral dan komisura dorsal abu abu pada segmen torakolumbal
(T11 L2) medula spinalis. (Nadelhaft, et al 1987, Allard & Giuliano, 2004)

Penis di persarafi oleh sistem persarafan otonom (simpatis dan parasimpatis) pada daerah pelvis
kedua saraf bersatu membentuk nervus kavernosus yang masuk ke dalam korpus kavernosus, korpus
spongiosum dan gland penis untuk pengaturan aliran darah selama ereksi dan detumesen. Sistem persarafan
somatis yaitu nervus pundendus berperan sebagai sensorik penis dan kontraksi dan relaksasi otot otot lurik
bulbokavernosus dan isciokavernosus (Lue, 2000).

Sistem persarafan tersebut bertanggung jawab terhadap terjadinya tiga macan tipe ereksi :
psikogenik, refleksogenik dan nokturna. Ereksi psikogenik yang terjadi karena rangsangan pendengaran,
penciuman dan fantasi yang diolah pada susunan saraf pusat akan dilanjutkan pada pusat ereksi di medula
spinalis (T11-L2 dan S2-S4) sehingga terjadi ereksi. Ereksi refleksogenik yang terjadi karena rangsangan
perabaan pada organ genital dan sekitarnya, akan menuju pusat ereksi di medula spinalis yang akan
menimbulkan persepsi sensoris yang akan mengaktifkan sistem saraf otonom untuk menyampaikan
rangsangan pada nervus kavernosus sehingga terjadi ereksi. Tipe ereksi ini akan tetap terjadi pada pasien
dengan cedera medula spinalis diatas segmen sakrum 2. Ereksi nokturna umumnya terjadi selama tidur
rapid eye movement (REM). Selama tidur REM akan mengaktifkan sistem saraf kolinergik yang terletak
pada tegmentum pontin lateral, sehingga terjadi peningkatan ketegangan penis.(Lue, 2002)

Anatomi dan Fisiologi Ereksi pada Penis

Fisiologi dan anatomi ereksi telah


disimpulkan d ari berbagai penelitan dengan
baik oleh Krane dkk 1989. Penis mempunyai
sepasang korpus kavernosus dan sebuah
korpus spongiosum. Korpus spongiosum,
merupakan jaringan yang mengelilingi uretra
dan pada bagian distal membentuk bagian
kepala (gland) penis. Sedangkan korpus
kavernosus berbentuk sepasang tabung yang
mengecil dibagian ujung proksimalnya. Tunika albugenia, pembungkus tabung ini melekat pada jaringan
kavernos yang berongga-rongga (spongelike) sehingga terbentuklah ruang-ruang (lakuna) yang saling
berhubugan dan dibatasi oleh sel-sel endotel pembuluh darah. Dinding trabekulum ini terdiri dari seberkas
otot polos yang tebal dalam bingkai serat fibroelastik yang mengandung sel-sel fibrolast, jaringan kolagen
dan elastin.(Taher, 1993)

Sumber pendarahan adalah arteri dorsalis penis dan arteri kavernosus kanan dan kiri yang lebih
berperanan pada prorses ereksi merupakan cabang akhir dari jalinan arteri hipogastrik kavernosus. Arteri
kavernosus bercabang membentuk arteri helisine, cabang dari setiap arteri helisine langsung berakhir di
ruangan lakuna tersebut. Sedangkan aliran pembuluh balik dari korpus kavernosus keluar melalui venula
subtunika yang terletak diantara bagian perifer jaringan penegang (erectile) dengan tunika albugenia. Aliran
vena dari ujung penis mengalir terutama melalui vena dorsalis profunda, sedangkan aliran bagian pangkal
krura biasanya melalui vena kavernosus dan vena kruralis (Lue, 1988).

Ereksi akan terjadi diawali relaksasi otot polos korpus kavernosus penis (Taher, 1993). Dilatasi
dinding kavernosa dan arteri helisine menyebabkan darah mengalir memasuki ruangan-ruangan lakuna.
Selanjutnya, relaksasi otot polos trabekulum akan memperluas ruangan lakuna sehingga penis menjadi
membesar.

Tekanan darah sistemik yang disalurkan melewati arteri helisine akan lebih mendorong dinding
trabekulum ke arah tunika albugenia. Sebaliknya mekanan pleksus venula subtunika sehingga menghambat
pengembalian darah dari ruangan lakuna dan meningkatkan tekanan dalam lakuna sehingga penis menjadi
tegang (Taher, 1993). Adanya tekanan dalam lakuna selama periode ereksi dihasilkan oleh keseimbangan
antara tekanan perfusi arteri kavernosa dengan tahanan terhadap pengeluaran aliran darah oleh kompresi
venula subtunika. Pengurangan aliran darah balik subtunika oleh penekanan mekanik ini, dikenal sebgai
mekanisme oklusi vena korporal.

Anda mungkin juga menyukai