Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

Priapismus

Oleh :
dr. I Kadek Adi Purnama Sandhi

Dokter Pendamping:

dr. Ni Made Handayani

DALAM RANGKA MENJALANI PROGRAM INTERNSHIP DOKTER

INDONESIA DI RSU SURYA HUSADHA NUSA DUA

PROVINSI BALI

TAHUN 2022/2023

1
2
BAB I
PENDAHULUAN

Priapismus adalah ereksi penis yang berkepanjangan (lebih dari 4 jam) tanpa
diikuti dengan hasrat seksual dan sering disertai dengan rasa nyeri. Istilah priapismus
berasal dari kata Yunani priapus yaitu nama dewa kejantanan pada Yunani kuno.
Priapismus merupakan salah satu kedaruratan di bidang urologi karena jika tidak
ditangani dengan cepat dan tepat dapat menimbulkan kecacatan yang menetap berupa
disfungsi ereksi. 1,2
Sebanyak 60% kasus priapismus merupakan idiopatik yang belum jelas
penyebabnya sedangkan 40% kasus dihubungkan dengan keadaan leukemia, sickle cell
disease, tumor pelvis, infeksi pelvis, trauma penis, spinal cord trauma, pemakaian obat-
obatan tertentu (trazodone, alkohol, psikotropik, dan antihipertensi) ataupun pasca injeksi
intrakavernosa dengan zat vasoaktif. 1,3
Penatalaksanaan kegawatdaruratan dibutuhkan agar tidak terjadi komplikasi
berupa disfungsi ereksi. Pada prinsipmya terapi priapismus adalah secepatnya
mengembalikan aliran darah pada korpora kavernosa yang dicapai dengan konservatif
mapupun operatif. 1,4
Klasifikasi priapismus pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu priapismus
iskemik (low flow) dan priapismus non-iskemik (high flow). Priapismus iskemik adalah
jenis priapismus yang paling sering (95%) dan bersifat emergensi yang disebabkan oleh
adanya veno oklusi sedangkan prapismus non-iskemik disebabkan adanya kelainan
regulasi arterial pada penis. 5

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Penis terdiri atas 3 buah korpora berbentuk silindris, yaitu 2 buah korpora
kavernosa yang saling berpasangan dan sebuah korpus spongiosum yang berada di
sebelah ventralnya. Korpora kavernosa dibungkus oleh jaringan fibroelastik tunika
albuginea sehingga merupakan satu kesatuan, sedangkan di sebelah proksimal terpisah
menjadi dua sebagai krura penis. Setiap krus penis dibungkus oleh otot ishio-kavernosus
yang kemudian menempel pada rami osis ischii (gambar 1). Korpus spongiosum
membungkus uretra mulai dari diafragma urogenitalis dan di sebelah proksimal dilapisi
oleh otot bulbo-kavernosus. Korpus spongiosum ini berakhir pada sebelah distal sebagai
glans penis. Ketiga korpora itu dibungkus oleh fasia Buck dan lebih superfisial lagi oleh
fasia Dartos yang merupakan kelanjutan dari fasia Scarpa tampak pada potongan
melintang penis (gambar 2). Di dalam setiap korpus yang terbungkus oleh tunika
albuginea terdapat jaringan erektil yaitu berupa jaringan kavernus (berongga) seperti
spon. Jaringan ini terdiri atas sinusoid atau rongga lakuna yang dilapisi oleh endotelium
dan otot polos kavernosus. Rongga lakuna ini dapat menampung darah yang cukup
banyak sehingga menyebabkan ketegangan batang penis. 1,

Gambar 1. Penis didalam osis pubis 4 Gambar 2. Penampang melintang batang penis 4

4
2.2 Vaskularisasi penis
Penis mendapatkan aliran darah dari arteri iliac interna menuju arteri pudenda
interna yang kemudian menjadi arteri penis komunis. Selanjutnya arteri ini bercabang
menjadi arteri kavernosa atau arteri sentralis, arteri dorsalis penis, dan arteri bulbo-
uretralis (gambar 3). Arteri penis komunis ini melewati kanal dari Alcock yang
berdekatan dengan os pubis dan mudah mengalami cedera jika terjadi fraktur pelvis.
Arteri sentralis memasuki rongga kavernosa kemudian bercabang-cabang menjadi
arteriole helisin, yang kemudian arteriole ini akan mengisikan darah ke dalam sinusoid.
3,4

Gambar 3. Aliran darah menuju korpus kavernosus 4


Darah vena dari rongga sinusoid dialirkan melalui anyaman/pleksus yang terletak
di bawah tunika albuginea. Anyaman/pleksus ini bergabung membentuk venule emisaria
dan kemudian menembus tunika albuginea untuk mengalirkan darah ke vena dorsalis
penis (gambar 4). 3,4

Gambar 4. Aliran darah balik dari penis 4

5
2.3 Fisiologi ereksi
Rangsangan seksual menimbulkan peningkatan aktivitas saraf parasimpatis yang
mengakibatkan terjadinya dilatasi arteriole dan konstriksi venule sehingga inflow (aliran
darah yang menuju ke korpora) meningkat sedangkan outflow (aliran darah yang
meninggalkan korpora) akan menurun; hal ini menyebabkan peningkatan volume darah
dan ketegangan pada korpora meningkat sehingga penis menjadi ereksi (tegang).
Persarafan penis terdiri atas sistem saraf otonomik (simpatik dan parasimpatik) dan
somatik (sensorik dan motorik) yang berpusat di nukleus intermediolateralis medula
spinalis pada segmen S2-4 dan Th10 - L2 (gambar 5) . Dari neuron yang berpusat di korda
spinalis, serabut-serabut saraf simpatik dan parasimpatik membentuk nervus kavernosus
yang memasuki korpora kavernosa dan korpus spongiosum.

Gambar 3. Persarafan saluran urogenital 4


Saraf ini memacu neurotransmiter untuk memulai proses ereksi serta
mengakhirinya pada proses detumesensi. Saraf somato-sensorik menerima rangsangan di
sekitar genitalia dan saraf somato-motorik menyebabkan kontraksi otot bulbokavernosus
dan ischiokavernosus. Fase ereksi dimulai dari rangsangan yang berasal dari genitalia
eksterna berupa rangsangan raba (taktil) atau rangsangan yang berasal dari otak berupa
fantasi, rangsangan pendengaran, atau penglihatan. Rangsangan tersebut menyebabkan
terlepasnya neurotransmiter dan mengakibatkan terjadinya dilatasi arteri
kavernosus/arteri helisin, relaksasi otot kavernosus, dan konstriksi venule emisaria.
Keadaan ini menyebabkan banyak darah yang mengisi rongga sinusoid dan menyebabkan
ketegangan penis. Demikian pula sebaliknya pada fase flaksid terjadi kontriksi arteriole,
kontraksi otot kavernosus, dan dilatasi venule untuk mengalirkan darah ke vena-vena
6
penis sehingga rongga sinusoid berkurang volumenya. Saat ini diketahui bahwa sebagai
neuroefektor yang paling utama di dalam korpus kavernosum pada proses ereksi adalah
non adrenergik non kolinergik atau NANC. Rangsangan seksual yang diteruskan
olehneuroefektor NANC menyebabkan terlepasnya nitrit oksida (NO), yang selanjutnya
akan mempengaruhi enzim guanilat siklase untuk merubah guanil tri fosfat (GTP)
menjadi siklik guanil mono fosfat (cGMP). Substansi terakhir ini menurunkan jumlah
kadar kalsium di dalam sel otot polos yang menyebabkan relaksasi otot polos
kavernosum sehingga terjadi ereksi penis. 1,4

2.3 Insidensi
Data tentang insidensi priapismus cukup rendah hal ini dapat dikarenakan pasien
tidak tercatat dengan baik. Menurut Eland dkk. Pada penelitiannya tentang insidensi
priapismus didapatkan sekitar 1,5 per 100.000 laki-laki pertahun. priapismus dapat terjadi
disemua usia pada anak-anak 5-10 tahun, tercatat pasien anak dengan sikle cell disease.
Rata pasien priapismus pada usia aktif seksual yaitu 20-50 tahun. 5, 6
Pada penelitian di Australia selama 16 tahun dilaporkan hanya 82 episode
priapismus yang terjadi pada 63 pasien. Penelitian lain juga melaporkan sekitar 1,5% dari
kelainan hematologi dapat terjadi priapismus 7,8

2.4 Patofisiologi
Priapismus dapat terjadi karena: (1) gangguan mekanisme outflow (veno-oklusi)
sehingga darah tidak dapat keluar dari jaringan erektil, atau (2) adanya peningkatan
inflow aliran darah arteriel yang masuk ke jaringan erektil. Oleh karena itu secara
hemodinamik, priapismus dibedakan menjadi (1) priapismus tipe veno oklusif atau low
flow dan (2) priapismus tipe arteriel atau high flow. Kedua jenis itu dapat dibedakan
dengan memperhatikan gambaran klinis, laboratorium, dan pemeriksaan pencitraan
ultrasonografi color doppller dan arteriografi (tabel 1). 1,3,9
Priapismus jenis iskemik ditandai dengan adanya iskemia atau anoksia pada otot
polos kavernosa. Semakin lama ereksi, iskemia semakin berat, dan setelah 3-4 jam, ereksi
dirasakan sangat sakit. Setelah 12 jam terjadi edema interstisial dan kerusakan
endotelium sinusoid. Nekrosis otot polos kavernosa terjadi setelah 24-48 jam. Setelah
lebih dari 48 jam terjadi pembekuan darah dalam kaverne dan terjadi destruksi endotel
7
sehingga jaringan-jaringan trabekel kehilangan daya elastisitasnya. Jika tidak diterapi,
detumesensi terjadi setelah 2-4 minggu dan otot polos yang mengalami nekrosis diganti

oleh jaringan fibrusa sehingga kehilangan kemampuan untuk mempertahankan ereksi


maksimal. Priapismus jenis non iskemik banyak terjadi setelah mengalami suatu trauma
pada daerah perineum atau setelah operasi rekonstruksi arteri pada disfungsi ereksi.
Prognosisnya lebih baik daripada jenis iskemik dan ereksi dapat kembali seperti
sediakala. 1,3

2.5 Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan yang teliti diharapkan dapat mengungkapkan etiologi
priapismus. Pada pemeriksaan lokal didapatkan batang penis yang tegang tanpa diikuti
oleh ketegangan pada glans penis. Ultrasonografi Doppler yang dapat mendeteksi adanya
pulsasi arteri kavernosa dan analisis gas darah yang diambil intrakavernosa dapat
membedakan priapismus jenis ischemic atau non ischemic.
Tabel 1. Perbedaan low flow dan high flow 1,3,9

Parameter Low flow (statik/iskemik)-Veno oklusif High flow (non iskemik)-


Arteriel
Onset Pada saat tidur Setelah trauma
Nyeri Mula-mula ringan menjadi sangat nyeri Ringan sampai sedang
Ketegangan penis Sangat tegang Tidak terlalu tegang
Darah kavernosa
- Warna Hitam Merah
- pO2 <30 mm Hg >50 mm Hg
- pCO2 >80 mmHg <50 mmHg
- pH <7,25 >7,5
Color doppler Tidak ada aliran Ada aliran dan fistula
Arteriografi Pembuluh darah utuh Malformasi arterio-vena

8
2.6 Terapi
Pada prinsipnya terapi priapismus adalah secepatnya mengembalikan aliran darah
pada korpora kavernosa yang dicapai dengan cara medikamentosa maupun operatif.
Sebelum tindakan yang agresif, pasien diminta untuk melakukan latihan dengan
melompat-lompat dengan harapan terjadi diversi aliran darah dari kavernosa ke otot
gluteus. Pemberian kompres air es pada penis atau enema larutan garam fisiologi dingin
dapat merangsang aktivitas simpatik sehingga memperbaiki aliran darah kavernosa.
Selain itu pemberian hidrasi yang baik dan anestesi regional pada beberapa kasus dapat
menolong. Jika tindakan di atas tidak berhasil mungkin membutuhkan aspirasi, irigasi,
atau operasi. 1,2,3
Aspirasi darah kavernosa diindikasikan pada priapismus non iskemik atau
priapismus iskemik yang masih baru saja terjadi. Priapismus iskemik derajat berat yang
sudah terjadi beberapa hari tidak memberikan respon terhadap aspirasi dan irigasi obat ke
dalam intrakavernosa; untuk itu perlu tindakan operasi. Aspirasi dkerjakan dengan
memakai jarum scalp vein no 21. Aspirasi sebanyak 10-20 ml darah intrakavernosa,
kemudian dilakukan instilasi 10-20 g epinefrin atau 100-200g fenilefrin yang
dilarutkan dalam 1 ml larutan garam fisiologis setiap 5 menit hingga penis mengalami
detumesensi. Jika dilakukan sebelum 24 jam setelah serangan, hampir semua kasus dapat
sembuh dengan cara ini. Selain obat-obatan tersebut, dapat pula dipakai instilasi
streptokinase pada priapismus yang telah berlangsung 14 hari yang sebelumnya telah
gagal dengan instilasi  adrenergik.1,3,10
Jalan pintas (shunting) keluar dari korpora kavernosa. Tindakan ini harus
difikirkan terutama pada priapismus veno-oklusi atau yang gagal setelah terapi
medikamentosa; hal ini untuk mencegah timbulnya sindroma kompartemen yang dapat
menekan arteria kavernosa dan berakibat iskemia korpora kavernosa. Beberapa tindakan
pintas itu adalah: (1) pintas korporo-glanular (sesuai yang dianjurkan oleh Winter (1978)
atau Al Ghorab), (2) pintas korporo-spongiosum yaitu dengan membuat jendela yang
menghubungkan korpus spongiosum dengan korpus kaverosum penis, dan (3) pintas
safeno-kavernosum dengan membuat anastomosis antara korpus kavernosum dengan
vena safena.1,2,3

9
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Goran Aleks
Jenis kelamin : Laki-Laki
Usia : 46 tahun
Alamat : Sofite Hotel Nusa Dua
Agama : Kristen Katolik
NRM : 21.18.63
Tgl. Kunjungan : 28 Desember 2022

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri pada penis

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada penis sejak 12 jam SMRS. Nyeri dikatakan
seperti ditusuk-tusuk dan tidak membaik dengan istirahat dengan skala nyeri 5.
Pasien mengatakan sebelum mengalami keluhan pasien biasa meminum obat
(growth hormone) untuk olahraga tinju pasien telah minum oabt tersebut sejak 6
bulan yang lalu dan pasien mengetahui efek samping dari obat tersebut tetapi
sebelumnya tidak pernah mengalami nyeri seperti sekarang.

Riwayat Penyakit Terdahulu dan Pengobatan


Riwayat penyakit lain seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit hati dan ginjal
disangkal.

10
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menyangkal adanya keluhan serupa pada keluarganya. Riwayat DM,
Hipertensi, penyakit hati dan ginjal di keluarga disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

 Keadaan Umum: Tampak sakit sedang

 Tingkat Kesadaran: Compos Mentis, GCS 15

Tanda-Tanda Vital

 Tekanan Darah : 140/80 mmHg

 Suhu :36oC

 Nadi : 88x/menit

 Respirasi : 16x/menit

 SpO2 : 100%

Pemeriksaan Fisik Sesuai Sistem

11
Sistem Deskripsi
Kepala Normocephalic, rambut hitam tersebar merata

Wajah Normal Facies, ikterus -, sianosis -

Mata Konjungtiva pucat -/-


Sklera ikterik -/-
Pupil bulat, isokor 3m/3mm, gerakan bola mata normal
Mata cekung -/-

THT Hidung : Napas cuping hidung -, sekret -


Telinga: simetris, sekret-/-
Mulut dan tenggorok:
Bibir Sianosis -, lembab-, edema -
Lidah geografik -, hiperemis-
Tonsil T1/T1, hiperemis-/-, detritus -/-, arkus faring simetris, uvula di
tengah

Thoraks Pengembangan dada simetris, retraksi -, urtika -


Penggunaan otot bantu napas -
Cor: s1/s2 reguler, murmur-, gallop -
Pulmo: vesikuler+++/+++, ronki-/-, wheezing -/-

Abdomen Inspeksi: Tidak tampak distensi


Auskultasi: Bising Usus + sebanyak 24x/mnt
Palpasi: Nyeri tekan pada hypochondriac region, defans muscular -
Perkusi: Timpani, Hati dalam batas normal, shifting dullness -

Genetalia Status Lokalis genetalia eksterna :


Inspeksi: Tampak penis Ereksi sedikit kemerahan
Feel: Nyeri Tekan +

Ekstremitas Akral hangat, crt< 2 detik

12
Gambar 4. Penis masih ereksi saat pasien masih di IGD

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan karena pasien ingin pulang atas permintaan
sendiri.

3.5 Resume

Pasien laki-laki usia 46 tahun dating ke IGD SHND dengan keluhan nyeri pada
penis yang dirasakan 12 jam SMRS. Nyeri dikatakan seperti ditusuk-tusuk dan tidak
membaik dengan istirahat dengan skala nyeri 5. Pasien mengatakan sebelum mengalami
keluhan pasien biasa meminum obat (growth hormone) untuk olahraga tinju pasien telah
minum oabt tersebut sejak 6 bulan yang lalu dan pasien mengetahui efek samping dari
obat tersebut tetapi sebelumnya tidak pernah mengalami nyeri seperti sekarang.

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan pasien tampak sakit sedang, pada pemeriksaan
genetalia eksterna tampak penis ereksi dengan sedikit kemerahan dengan nyeri tekan saat
disentuh, sirkumsisi (-), dengan muara uretra eksterna normal.
13
Pada pemeriksaan penunjang tidak dilakukan.

3.6 Diagnosa Kerja

 Priapismus Iskemik

Diagnosis Banding: Priapismus Non-Iskemik

3.7 TATALAKSANA

 Penanganan IGD

 Injeksi Ketorolac 30 mg IV

 Konsultasi dengan Sp.U

 Pseudoephedrin 120 mg

 Ice Compression

 Observasi selama 3-4 jam

 Edukasi pasien terkait dengan penyakitnya apabila tidak membaik disarankan


tindakan bedah.

 Pasien mengerti kondisinya dan pasien meminta pulang atas keinginan


sendiri.

BAB IV

PEMBAHASAN

TEORI KASUS

Priapismus merupakan kelainan yang Pada Pasien terdapat ereksi lebih dari 4
terjadi dimana penis mengalami ereksi jam tanpa disertai hasrat seksual.
berkepanjangan (lebih dari 4 jam ) tanpa
disertai hasrat seksual.

Pasien merupakan Laki-Laki berusia 46


Priapismus dapat terjadi pada semua
tahun yang disebabkan oleh penggunaan
usia. Pada anak-anak biasanya
14
obat tertentu.
disebabkan oleh adanya kelainan
hematologi, sedangkan pada dewasa
(usia aktif seksual) 20-50 tahun banyak
disebabkan oleh karena sebab yang lain
misalnya penggunaan obat-obat
tertentu.

Keluhan yang paling sering ditemukan Pasien datang dengan keluhan penis
dalam setting klinis adalah ereksi dan ereksi dan nyeri yang sudah dirasakan 12
nyeri. jam SMRS.
Dari pemeriksaan inspeksi dan palpasi Pada pasien ditemukan ereksi sedikit
pada genetalia eksterna penis terlihat kemerahan dengan nyeri tekan.
ereksi dan nyeri tekan.

Diagnosis dari Priapismus dapat Pada pasien ini diagnosis dengan


ditegakkan secara klinis berdasarkan priapismus non-iskemik sudah dapat
anamnesis dan pemeriksaan fisis ditegakkan berdasarkan gejala pasien
yaitu penis ereksi dengan nyeri yang
sudah diraskan ebih dari 4 jam disertai
dengan riwayat konsumsi obat obatan
tertentu.

Priapismus adalah kasus darurat Pada kasus ini sudah dilakukan tindakan
penangan cepat dan tepat dapat awal diberikan anti nyeri dan kmpres es
mengurangi morbiditas. Terapi bertujuan serta KIE penyebab dari priapismus.
menghilangkan nyeri, menghilangkan
ereksi, dan terapi etiologi/penyebab.

15
BAB V
SIMPULAN

Priapismus merupakan kelainan yang terjadi dimana penis mengalami ereksi


berkepanjangan (lebih dari 4 jam ) tanpa disertai hasrat seksual. Priapismus dapat terjadi
pada semua usia. Pada anak-anak biasanya disebabkan oleh adanya kelainan hematologi,
sedangkan pada dewasa (usia aktif seksual) 20-50 tahun banyak disebabkan oleh karena
sebab yang lain misalnya penggunaan obat-obat tertentu.

Gejala dan Tanda dari priapismus diawali dengan adanya ereksi yang
berkepanjangan tanpa disertai dengan hasrat seksual. Selain ereksi pasien juga mengeluh
nyeri. Hal ini dapat dilihat dari sebagaimana laporan kasus dimana pasien mengeluh
ereksi berkepanjangan tanpa hasrat seksual disertai dengan nyeri dengan riwayat
konsumsi obat-obatan tertentu.

Tatalaksana dari priapismus dapat berupa konservatif dan operatif. Pada pasien ini
dilakukan tatalaksana berupa konservatif terlebih dahulu dengan diberikan anti nyeri
berupa injeksi ketorolac dan ice compressed namum setelah di KIE mengenai penyakit
yang dialami oleh pasien, pasien memutuskan untuk rawayat jalan dirumah.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo B. Basuki. Dasar – dasar urologi. Edisi kedua. Sagung Seto Jakarta;
2007
2. Brant. W. O, Bella. A.J, Gracia. M.M, Lue, T.F. Priapism. In: M. Hohenfellner ·
R.A. Santucci (Eds.). Emergencies in Urology; 2007
3. Mc Aninch J. Disorders of the penis & male urethra. In: Tanagho EA, Mc Aninch
J, editors. Smith's General Urology. 17th; 2008.
4. Kirby. S Roger, Lue T.F. An Atlas of Erectile Dysfunction. Second edition; 2005
5. I.A Elanda, J van der Leib, B.H.C Strickera, M.J.C.M Sturkenbooma. Incidence
of priapism in the general population. Elsevier UROLOGY. Volume 57, Issue 5;
May 2001 Pages 970-97
6. Chang M.W, Tang. C.C. Pripism a rare presentation in chronic myeloid leukemia:
case report and review of literature. Chang Gung med J; 26; 2003: p 288-92.
7. CM Earle, BGA Stuckey, HL Ching and ZS Wisniewski. The incidence and
management of priapism in Western Australia: a 16 year audit. International
Journal of Impotence Research; 2003: 15, 272–276
8. Taz llias, Priapism as the first manifestation of chronic myeloid leukemia. Annals
of Saudi medicine; 2009. Volume 29. Issue 5. p 412
9. Petrisor Geavlete, Victor Cauni, Dragos Georgescu, High-flow/low-flow
priapism-differential diagnosis. European Urology Supplements 1 (2002) No. 1,
pp. 154

10. McMahon. G.C. Priapism associated with concurrent use of phosphodiesterase


inhibitor drugs and intracavernous injection therapy. International Journal of
Inpotence Research 2003; 15, p 383-384

17
18

Anda mungkin juga menyukai