Kelompok 9
Anggota :
Fitriani Meizvira
1406
Kezia Dara Euodia
1406567914
Radifan Fajaryanto
1406
Rafi Irzani
Ricky
1406
1406
Setiap fasa memiliki sifat khasnya masing-masing sehingga memiliki karakteristik utama
yang berbeda dengan fasa lainnya. Secara fisik, fasa cair, padat, dan gas memang berbeda,
namun apabila dilihat secara mikroskopis akan lebih mudah mempelajari perbedaannya. Fasa
gas memiliki keunikan, karena terdapat dua sifat utama gas, yaitu gas ideal dan gas nyata.
Dari sana banyak dikemukakan hukum dan postulat mengenai gas. Gas dan cairan memiliki
sedikit kesamaan karakteristik sehingga dapat ditemui kondisi kritis dimana gas dan cairan
tidak dapat diidentifikasikan secara kasat mata.
Definisi Masalah
1. Sifat-sifat gas dan perbedaannya dengan fasa lain
2. Teori kinetika gas yang berkaitan dengan distribusi kecepatan molekul dan viskositasnya
3. Kondisi kritis pada fluida dan hubungannya dengan kondisi kritis
Informasi yang Diperlukan (Sub-judul dasar teori)
Sifat gas ideal dan gas nyata
Hukum-hukum gas ideal dan nyata
Penurunan hukum van der waals
Perubahan fasa
Teori Kinetika Gas
Teori kinetika gas menjelaskan sifat-sifat makroskopis gas seperti tekanan, suhu, atau
volume dengan memperhatikan komposisi molekuler dan gerakannya. Terdapat 7 prostulat
dalam memahami teori ini, yaitu:
1. Gas dianggap tersusun dari berbagai partikel yang disebut molekul yang memiliki
massa dan ukuran yang sama
2. Molekul senantiasa bergerak ke segala arah dan bertumbukan dengan dinding
3. Tumbukan antar partikel maupun partikel dengan dinding mengakibatkan adanya
tekanan
4. Tumbukan yang terjadi adalah lenting sempurna
5. Temperature absolut sebanding dengan energi kinetic rata-rata
6. Jarak antar partikel jauh lebih besar dari diameter partikel
7. Volume partikel dapat diabaikan jika dibandingkan dengan volume gas total
Terdapat 4 hal dasar yang penting dalam teori kinetika gas, yaitu:
a. Tekanan dan kecepatan molecular merujuk pada gerakan molekul ke segala arah
menyebabkan adanya tekanan. Molekul bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda
dan saling bertumbukan ke segala arah, hal ini menyebabkan terjadinya distribusi
kecepatan. Maxwell dan boltzman menyatakan kemungkinan bahwa distribusi
kecepatan molecular bergantung pada temperature dan berat molekul, sesuai dengan
distribusi kecepatan Maxwell:
f ( x )=4
M
2 RT
3 /2
v 2 eM v
/2 RT
Dalam distribusi kecepatan sangat sedikit fraksi molekul yang bergerak sangat cepat
dan sangat lambat, fraksi molekul terbanyak yang berkecepatan tinggi berada pada
kondisi suhu tinggi, molekul yang berabergerak dengan lambat, dan jumlah fraksi dari
kecepatan nol ke tak hingga akan diperoleh nilai 1.
b. Frekuensi tumbukan adalah banyaknya tumbukan antara molekul dan jarak molekul
bergerak antar tumbukan menunjukan adanya frekuensi tumbukan. Frekuensi tumbukan
pada volume konstan meningkat seiring dengan peningkatan temperature karena
adanya peningkatan kecepatan rata-rata. Frekuensi tumbukan dapat diperoleh dengan
membagi banyaknya tumbukan tiap molekul dengan interval waktu, sehingga diperoleh
rumus:
z=
v rel P
kT
c. Jalan bebas rata-rata adalah jarak antar tumbukan yang ditentukan oleh nomor molekul
dalam suatu volume bukan berdasarkan kecepatan molekul bergerak. Jika molekul
bertumbukan dengan frekuensi z , waktu yang ditempuh antara tumbukan adalah
1
, sehingga:
z
=
kT
2 P
d. Kapasitas panas gas dapat menyebabkan peningkatan temperature dari beratnya yang
sering disebut juga sebagai panas spesifik zat. Kapasitas panas gas dibedakan menjadi
saat volume konstan dan saat tekanan konstan.
Pada teori kinetika gas, dikenal juga istilah viskositas gas dimana viskositas gas akan
meningkat seiring dengan peningkatan temperature sedangkan pada viskositas cairan
berlaku sebaliknya. Perhitungan viskositas didasari oleh persamaan Poiseuille atau Stokes
sbb:
P r 4 t
8 LV
Kondisi kritis
Kondisi Kritis dan Fluida Superkritis
A. Diagram Fase: Diagram fase suatu zat memperlihatkan daerah-daerah tekanan dan
temperatur di mana berbagai fase bersifat stabil secara termodinamis. Batas-batas
antara daerah-daerah itu, yaitu batas-batas fase, memperlihatkan nilai-nilai tekanan
(p) dan temperatur (T) di mana dua fase berada dalam kesetimbangan.
B. Batas-batas Fase
Titik Kritis dan Titik Didih
Cairan dalam bejana terbuka dengan cairan dalam bejana tertutup memiliki
sifat yang berbeda dan tentunya perlu diperhatikan. Dalam bejana terbuka, saat
tekanan uap naik dan sama dengan tekanan luar, penguapan dapat terjadi di seluruh
bagian cairan dan uap dapat memuai ke lingkungannya. Peristiwa ini biasa dikenal
dengan peristiwa mendidihnya cairan. Temperatur di mana tekanan uap cairan sama
dengan tekanan kamar disebut temperatur didih. Jika tekanan luar 1 atm, temperatur
didih disebut titik didih normal, Tb. Jika tekanan luar 1 bar, temperatur didih disebut
titik didih standar. Karena 1 bar sedikit lebih kecil daripada 1 atm (1,00 bar = 0,987
atm), titik didih standar sedikit lebih rendah daripada titik didih normal. Titik didih
normal air sebesar 100,0C, sementara titik didih standarnya sebesar 99,6C.
Dalam bejana tertutup, walaupun tekanan uap naik ketika sampel dipanaskan,
rapatan uap bertambah karena uap itu dibatasi oleh volume tetap. Kemudian, ada
tahap di mana rapatan uap sama dengan rapatan sisa cairan dan permukaan antara
kedua fase menghilang. Temperatur di mana permukaan menghilang adalah
temperatur kritis, Tc. Tekanan uap yang bersesuaian dengannya adalah tekanan
kritis, pc. Ketika temperatur berada pada titik yang sama atau lebih dari temperatur
ini, fase tunggal yang seragam akan memenuhi wadah dan tak ada lagi bidang
pemisah.
Titik Leleh dan Titik Tripel
Temperatur pada tekanan tertentu pada saat cairan dan padatan berada pada
kesetimbangan, disebut temperatur leleh. Karena semua zat meleleh pada
temperatur yang sama ketika zat tersebut membeku (kecuali dalam beberapa sistem
yang ganjil), temperatur leleh sama dengan temperatur beku. Temperatur leleh pada
tekanan 1 atm disebut titik leleh normal, T f. Sementara, temperatur leleh pada
tekanan 1 bar disebut titik leleh standar. Untuk banyak tujuan, perubahan titik leleh
normal dan titik leleh standar dapat diabaikan.
Ada sekumpulan kondisi di mana tiga fase yang berbeda (padat, cair, dan gas)
semuanya ada dalam kesetimbangan. Hal ini dilambangkan dengan titik tripel, yaitu
tempat pertemuan batas-batas ketiga fase tersebut (lihat Gambar 1.). lokasi titik
tripel zat murni ada di luar kendali, karena keadaan ini terjadi pada tekanan dan
temperatur tunggal tertentu yang merupakan ciri zat itu. Untuk air, titik tripel ada di
temperatur 273,16 K dan tekanan 6.11 mbar (4,58 Torr), dan ketiga fase ini ada
dalam kesetimbangan. Kesetimbangan ini tidak akan didapatkan pada kombinasi
tekanan dan temperatur lain, karena memang titik tripel merupakan ciri khas dari zat
itu sendiri. Tidak berubahnya titik tripel ini merupakan dasar penggunaan titik tripel
itu sendiri dalam definisi skala temperatur termodinamika.
Seperti yang telah digambarkan pada Gambar 1., titik tripel menandai
tekanan rendah di mana fase cairan suatu zat dapat terjadi. Jika kemiringan kurva
(slope) batas fase padat/cair seperti diperlihatkan dalam diagram fase tersebut, titik
tripel juga menandai temperatur terendah di mana cairan dapat terjadi dan
temperatur kritis adalah batas atasnya.
C. Konstanta Kritis
Isoterm pada temperatur Tc (304,19 K atau 31,04C untuk CO 2) memainkan
peran istimewa dalam teori keadaan materi. Pada tekanan tertentu, cairan mengembun
dari gas dan dapat dibedakan dari gasnya dengan penampakan permukaannya. Jika
pemampatan terjadi pada Tc sendiri, permukaan yang memisahkan dua fase tidak
muncul dan volume pada kedua ujung isoterm itu berimpit pada titik kritis gas itu.
Temperatur, tekanan, dan volume molar pada titik kritis disebut temperatur kritis (T c),
tekanan kritis (pc), dan volume molar kritis (Vc) dari suatu zat. Secara kolektif, Tc, pc,
dan Vc adalah konstanta kritis.
D. Fluida Superkritis
Karbon dioksida superkritis, scCO2, telah menjadi pusat perhatian dari
bertambahnya jumlah industri pemrosesan dengan pelarut. Temperatur kritis CO 2,
304,2 K (31,0 C) dan tekanan kritisnya, 72,9 atm, dapat dengan mudah dikondisikan,
murah, dan siap untuk didaur ulang kapan saja. Massa jenis scCO 2 pada titik kritisnya
sebesar 0,45 g/cm3. Namun, sifat transpor setiap jenis fluida superkritis bergantung
sekali pada massa jenisnya, yang sebaliknya sensitif terhadap tekanan dan
temperaturnya. Contoh, massa jenis dapat diatur dari mirip gas (misalnya 0,1 g/cm 3)
menjadi mirip cairan (misalnya 1,2 g/cm3). Kelarutan dari sebuah larutan adalah
fungsi pangkat dari massa jenis fluida superkritis, yang berarti penambahan kecil
pada tekanan mendekati titik kritis dapat berdampak besar pada kelarutannya.
Keuntungan penggunaan scCO2 yaitu tidak adanya residu beracun ketika
pelarut dibiarkan menguap, jadi, bersamaan dengan temperatur kritisnya yang rendah,
scCO2 adalah zat ideal dan cocok untuk pemrosesan makanan dan produksi industri
farmasi. Contohnya dapat digunakan untuk menghilangkan kafein dalam kopi. Cairan
superkritis juga makin banyak digunakan sebagai bahan dry cleaning, yang mana
dapat menghindari penggunaan bahan karsinogenik dan bahan yang berbahaya bagi
lingkungan, seperti hidrokarbon terklorinasi.
Masalah utama scCO2 yaitu fluida ini bukan termasuk pelarut yang cukup
baik dan dibutuhkan surfaktan untuk mempengaruhi berbagai larutan untuk terlarut.
Tentunya, dry cleaning berbasis scCO2 bergantung pada ketersediaan dari surfaktan
yang murah, begitu juga dengan penggunaannya sebagai pelarut dalam katalis
homogenik seperti campuran logam kompleks. Terdapat dua pendekatan untuk
memecahkan masalah kelarutan. Solusi pertama yaitu menggunakan polimer
penstabil berbasis siloksan terfluorinasi, yang menyebabkan reaksi polimerisasi pada
scCO2 dapat berlangsung. Kerugian dari penstabil ini yaitu harganya yang sangat
mahal. Bahan alternatif yang dapat digunakan dengan pendekatan yang lebih murah
yaitu kopolimer poli(eter-karbonat). Kopolimer ini dapat dibuat lebih larut dalam
scCO2 dengan mengukur perbandingan dari eter dan gugus karbonat.
PEMBAHASAN PEMICU
Pemicu A
Mahasiswa Teknik Kimia 2014 melakukan kunjungan ke pabrik PT. X Indonesia yang
bergerak di industri pembuatan gas yang digunakan dalam laboratorium Departemen Teknik
Kimia. Mahasiswa dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok pada, kelompok cair, dan
kelompok gas. Setiap kelompok menunjukan sifat mahasiswa di dalamnya.
A.1 Tugas pertama yang diberikan kepada tiap kelompok mahasiswa adalah menjelaskan
perbedaan sifat wujud materi, seperti nama kelompok mereka. Jika anda adalah anggota
kelompok gas, jelaskan sifat gas, dan kemudia bandingkan dengan sifat cair dan padat.
Jawab:
Gas
Cair
Padat
Jarak antar molekul
Jauh / Renggang
Agak jauh
Sangat dekat
Gaya tarik antar partikel
Lemah
Agak lemah
Sangat kuat
Volume
Berubah-rubah
Tetap
Tetap
Bentuk
Berubah-rubah
Berubah-rubah
Tetap
A.2 Di industri ini, mereka diperkenalkan dengan istilah faktor kompresibilitas yang
menunjukan bahwa gas tersebut bukanlah gas ideal. Jelaskan apa yang anda ketahui
tentang gas ideal. Berdasarkan faktor kompresibilitas ini, bagaimana anda dapat
membedakan bahwa gas tersebut merupakan gas ideal atau gas nyata, dan jelaskan apa
yang anda ketahui tentang gas nyata.
Jawab:
Gas ideal merupakan gas yang terdiri dari partikel-partikel kecil baik atom
maupun molekul dalam jumlah yang sangat banyak. Ukuran dari partikel gas dapat
diabaikan terhadap ukuran wadahnya. Setiap partikel gas bergerak acak ke segala arah.
Gaya tarik menarik antar partikel gas dianggap tidak ada. Persebaran partikel gas merata
di dalam wadah. Setiap tumbukan antar molekul gas yang terjadi adalah tumbukan
lenting sempurna. Partikel gas memenuhi hukum newton tentang gerak.
Faktor kompresibilitas (Z) adalah perbandingan antara volum molar suatu gas (Vm)
dengan volum molar gas ideal (Vom) pada suhu dan tekanan yang sama.
Untuk dapat membedakan bahwa gas merupakan gas ideal atau gas nyata dapat dilihat
dari nilai faktor kompresibilitasnya, apabila nilai faktor kompresibilitas suatu gas adalah
1 maka gas tersebut merupakan gas ideal, sebaliknya jika nilai faktor kompresibilitas
suatu gas bukan 1 maka gas tersebut adalah gas nyata.
Gas nyata adalah gas yang tidak memenuhi hukum gas ideal. Gas nyata biasanya
terjadi ketika temperatur rendah dan tekanan tinggi, sehingga interaksi antar molekul
partikel gas diperhatikan karena jaraknya yang dekat.
A.3 Sebuah tabung 12L akan diisi dengan gas N 2 , dengan cara mengalirkan gas tersebut
dari tabung 1L dengan tekanan 20 atm. Dengan mengasumsikan bahwa gas tersebut
adalah gas ideal, hukum siapakah yang anda bisa gunakan untuk menentukan tekanan
akhir gas N 2 ini? Terangkan juga hukum-hukum gas lainnya, baik untuk gas ideal
ataupun gas nyata.
Jawab:
Hukum yang bisa digunakan untuk menentukan tekanan akhir dari gas N2 ini adalah
Hukum Boyle yaitu PV konstan pada mol dan suhu yang tetap. Apabila dihitung makan
akan didapatkan :
P1 V1
= P2 V2
20 atm x 1 L
= P2 x 12 L
P2 = 20 / 12 atm
P2
= 2,666 atm
Pemicu B
Volume Kendaraan yang lewat di jalan tol Jagorawi kearah Jakarta (J) dan ke arah Bogor (B).
Kondisi ini dianggap sama dengan peristiwa Teori Kinetik gas. Data yang diperoleh adalah
sebagai berikut:
J Kecepatan (km/jam)
80
85
90
95 100
Volume Kendaraan
40
62
53
12
2
B Kecepatan (km/jam)
80
85
90
95 100
Volume Kendaraan
38
59
50
10
2
B.1 Untuk dapat memahami teori kinetika gas, kelompok mahasiswa mengasumsikan bahwa
setiap mobil yang melaju adalah suatu molekul gas yang berada dalam suatu ruangan
dengan volume V. Jika anda adalah mahasiswa tersebut, jelaskan postulat yang
mendasari teori kinetika gas, dan bagaimana anda dapat menerangkan distribusi
kecepatan molekul gas berasarkan data yang ada di table.
Jawab:
Grafik Distribusi Ke ce patan
z=
( )
8 kT
P s2
=
kT
1,38 x 10
298
11 2
=1,105 x 10 s m
1
2
1
z
akan
menghasilkan:
kT
1,38 x 1023 298
=
=9,261 x 1022 s2
2
2
P
2 s 1
Untuk menentukan viskositas gas, digunakan rumus stokes. Pada pemicu diberikan
informasi mengenai kecepatan yang merupakan hasil dari
L
t
berupa
Pemicu C
Green Chemistry kimia hijau sedang dikembangkan dan diaplikasikan dalam dunia industri.
Salah satu penerapan Green Chemistry di industri adalah penggunaan cairan superkritis yang
digunakan sebagai pelarut untuk menggantikan pelarut yang mudah menguap. Cairan
superkritis mempunyai sifat-sifat gas dalam kaitannya sebagai zat pengangkut seperti, xenon,
karbon dioksida, etana, propana, amonia, pentana, etanol, toluena, 1,2-etandiamin, dan juga
air.
C.1 Pada kondisi kritis, sifat fisik cairan dan uap menjadi identik dan tidak ada perbedaan
yang dapat diamati di antara mereka. Jadi masing-masing temperatur, tekanan uap
jenuh, dan volume molar yang berhubungan pada titik ini disebut sebagai temperatur
kritikal (Tc), tekanan kritikal (pc), dan volume kritikal (Vc). Dengan memanfaatkan kurva
PVT, jelaskan fenomena kritis cairan dan berikan contoh. Jelaskan bedanya dengan
cairan superkritis. Berikanlah penjelasan singkat tentang fungsi dan manfaat cairan
pada kondisi kritis ataupun superkritikal berbanding dengan cairan pada kondisi STP.
Jawab:
Fenomena kritis cairan adalah peristiwa dalam bejana tertutup yang memiliki
volume tetap di mana dua buah fase zat yang sama dalam kesetimbangan dipanaskan
(fase cair dan gas dari suatu zat) hingga mencapai titik tertentu (titik kritis), sehingga
batas permukaan antara kedua fase tersebut menghilang.
Fenomena kritis cairan didapatkan dengan memanaskan kedua fase zat tersebut
sehingga menaikkan temperatur dan tekanan uap zat dalam bejana. Densitas dari fase uapnya
meningkat dan fase cairnya berkurang sedikit demi sedikit. Karena terjadi dalam bejana
tertutup, rapatan uap bertambah karena uap tersebut dibatasi oleh volume tetap. Kemudian,
ada tahap di mana densitas fase cair sama dengan densitas fase uap dan pada akhirnya batas
permukaan antara kedua fase menghilang. Contohnya untuk titik temperatur kritis untuk air
berada pada 374C dan tekanan uapnya 218 atm. Pada temperatur dan tekanan tersebut, air
berada pada titik kritisnya, sehingga tidak terdapat batas permukaan antara fase cair dan fase
uap dari air.
PAR 3: KESIMPULAN PEMICU C Kondisi kritis pada fluida dan hubungannya dengan
kondisi kritis
DAFTAR PUSTAKA
Maron, Samuel Herbert, Jerome B. Lando, dan Carl Frederick Prutton. 1974. Fundamentals
of Physical Chemistry. US: Macmillan.