Abstract
The end of cold war become a decline point to Soviet. The decline has left one great
power that called Russia. Russia have all of Soviet Abillity, Technology, and military.
As like as other big state, and with big history, it is ofcourse if Rusia dont need to
experience like Soviet again. Foreign policy is a tool that used by Russia to achieve
their national interst in international politics. They want to build up their drawn in the
whole world
Keyword: Cold War, International Politics, Foreign Policy, Russia.
BAB 1
Pendahuluan
1.1.
Latar Belakang
Pada masa perang dingin, Soviet dan Amerika terlibat pada dimensi perang ideologi,
teknologi dan militer. Keduabelah pihak terus mengembangkan sistem-sistem baru
dalam hal teknologi dan militernya untuk berjaga-jaga jika perang benar-benar
terjadi. Perkembangan teknologi pada masa tersebut berlangsung sangat cepat.
Amerika dan Soviet terbukti menjadi negara yang menghasilkan berbagai senjata
militer dengan kualitas dan teknologi terbaik dibandingkan dengan negara-negara
lain.
Berakhirnya perang dingin, Soviet terpecah menjadi banyak negara. Rusia yang
merupakan sebuah negara besar bekas reruntuhan Soviet mewarisi kejayaan Soviet
dengan teknologi dan militernya. Dengan kekuatan tersebut tentu saja membuat Rusia
secara otomatis sebagai negara besar yang dibutuhkan dan memiliki pengaruh di
dunia internasional. Berbagai upaya kerjasama telah dilakoni Rusia dengan berbagai
negara didunia. Sebut saja kerjasama pengembangan nuklir bersama Iran,
pengembangan jet tempur sukhoi bersama india dan sebagainya.
Usaha Rusia dalam memperbaiki kembali citranya pasca perang dingin berjalan
cukup bagus. Keterpurukan ekonomi pasca runtuhnya Soviet tidak terlalu lama
mengganggu perkembangan Negara. Warisan yang ditinggalkan Soviet ternyata
memiliki nilai yang sangat tinggi dan sangat membantu Rusia. Baik itu dari ideology,
teknologi, industry militer serta kekuatan militernya. Semua hal tersebut membantu
Rusia dalam memulihkan perekonomiannya pasca perang dingin.
Jurgen Brauer dalam The Arm Industry in Developing Nations: History and PostCold War Assessment berpendapat bahwa setiap Negara menginginkan untuk berada
pada posisi tertinggi dalam kapabilitas yang dimilikinya. Walaupun pada dasarnya
negara memiliki tujuan dan kepentingan yang tidak mengharuskan mereka berada
pada posisi teratas. Setiap Negara telah memiliki tujuan dan posisi strategis bagi
negaranya, namun terkadang tujuan dan kepentingan tersebut dipengaruhi oleh factorfaktor lain seperti politik, ekonomi dan sosial.
Pada makalah ini, contoh kasus yang akan kita angkat adalah hubungan Rusia dan
Indonesia dalam kerjasama militer. Setelah beberapa lama absen di Indonesia, pada
masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, Indonesia dan Rusia
kembali memulai kerjasama bilateral. Bagi Indonesia, kerjasama ini sangat penting.
Hal ini dikarenakan pada masa tersebut, Indonesia dikenakan sangsi embargo oleh
pihak barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dengan tuduhan pelanggaran Hak
Asasi Manusia selama tahun 1990an di Timur Leste.
Embargo persenjataan ini terjadi dalam kurun waktu 6 tahun (1999-2005). Selama
masa tersebut negara Indonesia mengalami kesulitan dalam mengatasi masalahmasalah yang berkaitan dengan penggunaan alat utama sistem senjata (ALUTSISTA).
Baik itu dalam sebuah operasi militer ataupun dalam sebuah misi kemanusiaan seperti
siaga bencana dan lain-lain. Tentara Nasional Indonesia (TNI) dihadapkan pada suatu
keadaan yang sangat tidak diharapkan. Dimana ALUTSISTA yang dimiliki oleh TNI
tidak mampu memenuhi batas minimum pertahanan (Minimum Essential Force/MEF)
untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara menyeluruh.
Contoh lainnya adalah kerjasama Rusia dengan beberapa negara lainnya, seperti
kerjasama pengembangan nuklir bersama Iran. Iran merupakan salah satu negara
yang menjadi target pasar Rusia. Kedekatan geografis antar negara juga menjadi
faktor utama yang menjadikan Iran dan Rusia sebagai mitra kerjasama strategis.
Pada tahun 1995, Iran dan Rusia sepakat mengadakan kerjasama dibidang
pengembangan reaktor nuklir. Perjanjian kerjasama yang seharusnya berjalan selama
10 tahun tersebut telah mendapat intervensi dari pihak barat yang dipimpin oleh US,
yang notabene adalah musuh besar dalam sejarah panjang Rusia.
Fenomena yang terjadi di Indonesia dan Iran tersebut tentunya menjadi sebuah
peluang besar bagi Rusia untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Maksudnya
adalah Rusia dapat menjalin hubungan kembali dengan Negara yang sedang
bermasalah dengan Amerika yang pada dasarnya adalah musuh besar Rusia semasa
perang dingin. Rusia membantu berbagai Negara yang pada kenyataannya tengah
bermasalah dengan Amerika Serikat termasuk Indonesia dan Iran pada masa tersebut.
1.2.
Rumusan Masalah
bagus, tentusaja Rusia tidak mau kehilangan momentum dan pengaruhnya di kancah
internasional.
Selain membenahi keadaan domestiknya, Rusia juga terus mengupayakan
pengembangan berbagai kerjasama dengan berbagtai negara di seluruh dunia. Rusia
terus mencari celah diantara hagemoni Amerika yang terus berkembang dinegaranegara dunia ketiga. Penelitian ini akan membahas upaya yang dilakukan Rusia
dalam
meningkatkan
pengaruh
dan
hagemoninya
kembali
dalam
lingkup
internasional. Untuk itu, penelitian ini akan difokuskan pada analisis upaya Rusia
dalam mengembalikan pengaruhnya dalam dunia internasional.
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah melihat bagaimana arah dan dinamika kebijakan luar
negeri Rusia pasca perang dingin serta untuk mengetahui bagaimana politik
5 James N. Rosenau. 1974. Comparing Foreign Policy: Theories, Findings, and Methods. New York:
Sage Publications.
Bab 3
Pembahasan
3.1. Kebijakan Luar Negeri Rusia Pasca Perang Dingin
Berakhirnya perang dingin menyisakan Amerika Serikat sebagai satu-satunya negara
super power di dunia. Uni soviet yang kala itu menjadi rival Amerika harus mengakui
dominasi yang lebih kuat yang diperlihatkan Amerika. Akibat kemunduran tersebut,
Soviet terpecah menjadi banyak negara baru. Rusia sebagai negara yang mewarisi
hampir seluruh kapabilitas Soviet, kecuali daerah yang telah berkurang, tidak dapat
menerima hagemoni yang dimiliki oleh pihak Amerika Serikat.
Hal ini pernah ditegaskan oleh Presiden Rusia Vladimir Vladimirovich Putin pada
salah satu pidatonya pada upacara penandatanganan perjanjian dengan Krimea dan
Sevastopol6. Berikut kutipan pidato Presiden Putin tersebut;
Kami sudah ditipu berulang kali. Mereka membuat keputusan di
belakang punggung kami dan menempatkannya di hadapan kami
sebagai fait
accompli (kejadian
memaksa
yang
tidak
dapat
7Ibid.
Fait Accompli atau kejadian yantg bersifat memaksa, tidak dapat dihindari dan
bahkan harus dihadapi. Lebih lanjutnya, Rusia juga mempermasalahkan perluasan
NATO kearah timur. Perluasan NATO ke timur mulai teridentifikasi setelah serangan
9/11 dengan dalih pemberantasan base teroris di Timur Tengah. Dengan begitu, US
dapat dengan leluasa membangun pangkalan militernya di sana.
Kebijakan anti teror Amerika membuat Amerika mendirikan pangkalan militernya di
beberapa negara, tepatnya di Uzbekistan, Kyrgistan dan Georgia. Bagi Rusia,
tentusaja hal ini merupakan sebuah ancaman tersendiri. Karena pangkalan militer
yang didirikan oleh Amerika Serikat berada berdekatan dengan Rusia. Aktifitas
Amerika ini juga mengganggu kerjasama pengembangan nuklir antara Rusia dan
Iran8.
Pada kesempatan yang sama, Dmitry Suslov yang merupakan seorang Asisten
Direktur pusat study komprehensif Eropa dan Internasional di sebuah Sekolah Tinggi
Rusia menyatakan bahwasanya, Rusia tidak pernah setuju dengan fakta bahwa hanya
satu negara yang boleh melanggar hukum Internasional. Atau dengan kata lain, fakta
bahwa hanya satu negara yang dapat mengacu pada realitas politik Internasional
untuk melindungi kepentingan nasionalnya.
Dalam berbagai statement tersebut, jika kita lihat kembali pada model kebijakan luar
negeri adaptifnya Rosenau, statement Putin ataupun Dmitry Suslov mengindikasikan
bahwasanya Rusia memiliki reaksi yang kuat terhadap hagemoni dan penerapan
kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang ditafsirkan sebagai sebuah upaya
pelemahan posisi Rusia dalam konteks politik internasional.
Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Djauhari Oratmangun, Duta Besar Indonesia
untuk Federasi Rusia dan Republik Belarus dikatakan bahwasanya Putin memiliki
visi yang kuat dan sangat berkepentingan untuk mengkonsolidasikan identitas
8 Zhahwa Chadijah Ramadhani, Dinamika Kebijakan Rusia Terhadap Nuclear Plan Iran
(2001-2011) (Skripsi S1, Universitas Indonesia, 2012), 6.
diskusi tersebut;
1. Rusia memerlukan Strategi baru untuk memelihara identitas nasional Rusia
ditengah perubahan cepat dunia yang semakin terbuka, transparan dan
interdependent.
2. Untuk membangun negara, perlu dimiliki spiritual, kultural, dan national selfdetermination. Tanpa ini semua, Rusia tidak akan mampu menghadapi
tantangan internal dan eksternal, serta akan kalah dalam kancah persaingan
global. Pesemisme tidak dapat dipertahankan.
3. Rusia memiliki penguasaan militer, teknologi dan ekonomi yang sangat
memadai. Namun, yang lebih menentukan keberhasilan pembangunan adalah
kualitas warga negara dan kualitas masyarakat dalam artian ketangguhan
intelektual,
spiritual
dan
moralnya,
serta
sejauh
mana
mereka
10
11
12
istilah downgrade ala Amerika.11 Tindakan ini sangat jelas membuat perbandingan
baru bagi kebijakan Amerika, sehingga negara-negara berkembang dapat memilih
dengan lebih rasional.
3.3. Kerjasama Nuklir Rusia dan Iran.
Tidak seperti NATO ataupun US, Rusia memberikan kemudahan bagi mitra
kerjasamanya. Tidak hanya dalam pengembangan persenjataan namun juga dalam
pengembangan energi terbarukan. Dalam kerjasama bersama Iran yang telah dimulai
semenjak tahun 1995, Rusia mengeluarkan pinjaman lunak sebesar 800 juta dolar US
untuk membantu pengembangan pembangkit energi nuklir di Iran.12
Usaha kerjasama ini mengundang kontroversi, apalagi adanya intervensi dari
Amerika. Hal ini dapat kita lihat dari bagaimana Presiden Amerika Bush meminta
Rusia menghentikan bantuan pengembangan nuklir pada Iran dan bahkan membatasi
impor Iran.
3.4. Analisis
Dalam dua contoh tersebut, Rusia terlihat mengabaikan peran dan usulan yang
disampaikan oleh negara Hagemoni Amerika. Jika kita lihat kembali dengan analisis
kepentingan nasional (National Interest), intervensi yang dilakukan US, hanya
mengganggu dan bertolak belakang dengan kepentingan nasional Rusia. Hal ini yang
sudah ditegaskan Putin dalam pidatonya bahwasanya Rusia akan bertindak sesuai
dengan kepentingan nasional. Rusia tidak bisa menerima jika hanya satu negara yang
dapat berbuat dan bertindak sesuka hatinya.
11 Ibid, 13.
12 Zhahwa Chadijah Ramadhani, Dinamika Kebijakan Rusia Terhadap Nuclear Plan Iran
(2001-2011) (Skripsi S1, Universitas Indonesia, 2012)
13
Dalam kedua contoh kasus tersebut, Rusia telah membuktikan pada dunia bahwa
Rusia tidak main-main dengan posisi dan prinsip State sentrisnya. Rusia tidak mau
urusan luar negerinya dicampuri oleh pihak lain bahkan jika itu Amerika Serikat.
Bab 4
Kesimpulan
Federasi Rusia adalah negara yang terlahir dan mewarisi superioritas pendahulunya
yaitu Soviet. Rusia memiliki hampir keseluruhan dari perkembangan yang telah
dicapai oleh Soviet sebelumnya. Dimulai dari sistem pemerintahan, ideologi,
teknologi, informasi dan kekuatan militer semuanya dikuasai oleh Rusia. Selain itu
Rusia juga mewarisi sejarah persaingan Soviet dengan Amerika Serikat semasa
perang dingin.
Perubahan struktural dan perubahan Eksternal yang terjadi di Rusia pasca perang
dingin sangat mempengaruhi kebijakan luar negeri Rusia pasca perang dingin. Hal ini
dapat dibuktikan dalam visi dan misi yang disampaikan oleh Presiden Vladimir
Vladimirovich Putin pada diskusi prestisius Valdai International Discussion Club.
Dimana pada visi dan misi tersebut dapat kita lihat bagaimana perkembangan dan
dinamika kebijakan luar negeri Rusia setelah berakhirnya perang dingin.
Rusia menjalankan berbagai kebijakan yang bertolak belakan dengan Amerika Serikat
yang mana merupakan negara super power. Rusia dengan lantang menentang
berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Amerika. Secara keseluruhan,
kita dapat melihat bahwasanya Rusia terus berupaya mengurangi dominasi Amerika
dalam politik Internasional. Misalnya dengan membantu negara-negara yang sedang
mengalami konflik dengan Amerika. Sepertihalnya Indonesia dan Iran yang
dicontohkan disini.
Daftar pustaka
14
RBTH
Indonesia.
http://indonesia.rbth.com/politics/2014/04/03/era_baru_kebijakan_luar_negeri
_rusia_setelah_perang_dingin_23511 (diakses pada: 3 Desember 2015)
6. Ramadhani,
15