Anda di halaman 1dari 15

Rigo Sempati, Politik Internasional 2015

Analisis Politik Internasional Federasi Rusia Pasca Perang Dingin


Rigo Sempati1
No. Bp. 1210852015
Contact: 082285082505, Email: Rigo_sempati@yahoo.com

Abstract
The end of cold war become a decline point to Soviet. The decline has left one great
power that called Russia. Russia have all of Soviet Abillity, Technology, and military.
As like as other big state, and with big history, it is ofcourse if Rusia dont need to
experience like Soviet again. Foreign policy is a tool that used by Russia to achieve
their national interst in international politics. They want to build up their drawn in the
whole world
Keyword: Cold War, International Politics, Foreign Policy, Russia.

1 Rigo Sempati adalah seorang Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Andalas.

Rigo Sempati, Politik Internasional 2015

BAB 1
Pendahuluan
1.1.

Latar Belakang

Pada masa perang dingin, Soviet dan Amerika terlibat pada dimensi perang ideologi,
teknologi dan militer. Keduabelah pihak terus mengembangkan sistem-sistem baru
dalam hal teknologi dan militernya untuk berjaga-jaga jika perang benar-benar
terjadi. Perkembangan teknologi pada masa tersebut berlangsung sangat cepat.
Amerika dan Soviet terbukti menjadi negara yang menghasilkan berbagai senjata
militer dengan kualitas dan teknologi terbaik dibandingkan dengan negara-negara
lain.
Berakhirnya perang dingin, Soviet terpecah menjadi banyak negara. Rusia yang
merupakan sebuah negara besar bekas reruntuhan Soviet mewarisi kejayaan Soviet
dengan teknologi dan militernya. Dengan kekuatan tersebut tentu saja membuat Rusia
secara otomatis sebagai negara besar yang dibutuhkan dan memiliki pengaruh di
dunia internasional. Berbagai upaya kerjasama telah dilakoni Rusia dengan berbagai
negara didunia. Sebut saja kerjasama pengembangan nuklir bersama Iran,
pengembangan jet tempur sukhoi bersama india dan sebagainya.
Usaha Rusia dalam memperbaiki kembali citranya pasca perang dingin berjalan
cukup bagus. Keterpurukan ekonomi pasca runtuhnya Soviet tidak terlalu lama
mengganggu perkembangan Negara. Warisan yang ditinggalkan Soviet ternyata
memiliki nilai yang sangat tinggi dan sangat membantu Rusia. Baik itu dari ideology,
teknologi, industry militer serta kekuatan militernya. Semua hal tersebut membantu
Rusia dalam memulihkan perekonomiannya pasca perang dingin.
Jurgen Brauer dalam The Arm Industry in Developing Nations: History and PostCold War Assessment berpendapat bahwa setiap Negara menginginkan untuk berada
pada posisi tertinggi dalam kapabilitas yang dimilikinya. Walaupun pada dasarnya

Rigo Sempati, Politik Internasional 2015

negara memiliki tujuan dan kepentingan yang tidak mengharuskan mereka berada
pada posisi teratas. Setiap Negara telah memiliki tujuan dan posisi strategis bagi
negaranya, namun terkadang tujuan dan kepentingan tersebut dipengaruhi oleh factorfaktor lain seperti politik, ekonomi dan sosial.
Pada makalah ini, contoh kasus yang akan kita angkat adalah hubungan Rusia dan
Indonesia dalam kerjasama militer. Setelah beberapa lama absen di Indonesia, pada
masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, Indonesia dan Rusia
kembali memulai kerjasama bilateral. Bagi Indonesia, kerjasama ini sangat penting.
Hal ini dikarenakan pada masa tersebut, Indonesia dikenakan sangsi embargo oleh
pihak barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dengan tuduhan pelanggaran Hak
Asasi Manusia selama tahun 1990an di Timur Leste.
Embargo persenjataan ini terjadi dalam kurun waktu 6 tahun (1999-2005). Selama
masa tersebut negara Indonesia mengalami kesulitan dalam mengatasi masalahmasalah yang berkaitan dengan penggunaan alat utama sistem senjata (ALUTSISTA).
Baik itu dalam sebuah operasi militer ataupun dalam sebuah misi kemanusiaan seperti
siaga bencana dan lain-lain. Tentara Nasional Indonesia (TNI) dihadapkan pada suatu
keadaan yang sangat tidak diharapkan. Dimana ALUTSISTA yang dimiliki oleh TNI
tidak mampu memenuhi batas minimum pertahanan (Minimum Essential Force/MEF)
untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara menyeluruh.
Contoh lainnya adalah kerjasama Rusia dengan beberapa negara lainnya, seperti
kerjasama pengembangan nuklir bersama Iran. Iran merupakan salah satu negara
yang menjadi target pasar Rusia. Kedekatan geografis antar negara juga menjadi
faktor utama yang menjadikan Iran dan Rusia sebagai mitra kerjasama strategis.
Pada tahun 1995, Iran dan Rusia sepakat mengadakan kerjasama dibidang
pengembangan reaktor nuklir. Perjanjian kerjasama yang seharusnya berjalan selama
10 tahun tersebut telah mendapat intervensi dari pihak barat yang dipimpin oleh US,
yang notabene adalah musuh besar dalam sejarah panjang Rusia.

Rigo Sempati, Politik Internasional 2015

Fenomena yang terjadi di Indonesia dan Iran tersebut tentunya menjadi sebuah
peluang besar bagi Rusia untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Maksudnya
adalah Rusia dapat menjalin hubungan kembali dengan Negara yang sedang
bermasalah dengan Amerika yang pada dasarnya adalah musuh besar Rusia semasa
perang dingin. Rusia membantu berbagai Negara yang pada kenyataannya tengah
bermasalah dengan Amerika Serikat termasuk Indonesia dan Iran pada masa tersebut.

1.2.

Rumusan Masalah

Kemunduran pasca perang dingin tentu saja membuat Soviet kehilangan


eksistensinya sebagai negara adidaya. Amerika Serikat telah memaksa Soviet yang
notabenenya adalah negara yang sangat besar menjadi terpecah belah. Rusia yang
menjadi negara tersisa dari sekian banyaknya wilayah Soviet lain yang
memerdekakan diri mewarisi berbagai peninggalan Soviet. Baik itu peninggalan
Ideologi, teknologi, industri dan militer.

Sebagai negara yang memiliki sejarah

bagus, tentusaja Rusia tidak mau kehilangan momentum dan pengaruhnya di kancah
internasional.
Selain membenahi keadaan domestiknya, Rusia juga terus mengupayakan
pengembangan berbagai kerjasama dengan berbagtai negara di seluruh dunia. Rusia
terus mencari celah diantara hagemoni Amerika yang terus berkembang dinegaranegara dunia ketiga. Penelitian ini akan membahas upaya yang dilakukan Rusia
dalam

meningkatkan

pengaruh

dan

hagemoninya

kembali

dalam

lingkup

internasional. Untuk itu, penelitian ini akan difokuskan pada analisis upaya Rusia
dalam mengembalikan pengaruhnya dalam dunia internasional.
1.3.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah melihat bagaimana arah dan dinamika kebijakan luar
negeri Rusia pasca perang dingin serta untuk mengetahui bagaimana politik

Rigo Sempati, Politik Internasional 2015

internasional yang diterapkan Rusia dalam mengembalikan kedigdayaannya dan


pengaruhnya dalam konteks hubungan internasional. Tujuan lainnya adalah
menambah pengetahuan penulis serta menjadi bahan acuan dan rujukan dalam
penelitian-penelitian selanjutnya.
Bab 2
Metodologi/kerangka pemikiran
2.1. Metodologi
Teknik pengumpulan data
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan telaah
pustaka library research sebagai metode pengumpulan data. Maksudnya penulis
menggunakan data-data dari literature yang berkaitan dengan pokok masalah yang
dibahas pada penelitian.
Batasan masalah
Demi mendapatkan penelitian yang lebih konsisten dan terarah maka penulis
memberikan batasan masalah agar penelitian lebih terfokus. Selanjutnya masalah
yang akan menjadi objek penelitian akan dibatasi pada Kebijakan luar negeri pasca
perang dingin Rusia di Indonesia dan Iran.
Tipe penelitian
Penelitian ini mengarah pada content analisis dimana penulis akan
mencoba menjabarkan dan menganalisa peristiwa-peristiwa berdasarkan kejadian,
fenomena yang terjadi serta isu yang sedang berkembang dengan menggunakan teori
yang telah dipaparkan beberapa ahli.

Rigo Sempati, Politik Internasional 2015

2.2. Kerangka Pemikiran


a. Konsep Kepentingan Nasional
Konsep kepentingan nasional (national interest) ini ditulis oleh Morgenthau. Teori
kepentingan nasional merupakan pilar utama dalam menjelaskan perilaku luar negeri
suatu negara dan politik internasional yang realis. Pendekatan kepentingan nasional
serta asumsi asumsinya yang statecentric telah mendominasi literature dan penelitian
tentang politik internasional di mana-mana, baik yang bersifat tradisional maupun
yang bersifat behavioral.2
Morgenthau menyatakan kepentingan nasional setiap negara adalah mengejar
kekuasaan, yaitu mengejar apa saja yang bisa membentuk dan mempertahankan
pengendalian suatu negara terhadap negara lain. Hubungan ini bisa dilakukan dengan
teknik-teknik pemaksaan maupun kerja sama. Demikianlah Morgenthau membangun
konsep abstrak dan yang artinya tidak mudah didefinisikan, yaitu kekuasaan (power)
dan kepentingan (interest), yang dianggapnya sebagai saran dan sekaligus tujuan dari
tindakan politik internasional.3
Dalam pandangan Morghenthau, kemampuan minimum negara-negara adalah
melindungi identitas fisik, politik dan kulturalnya dari gangguan negara-negara lain.
Dari tujuan-tujuan umum ini para pemimpin suatu negara bisa menurunkan
kebijaksanaan-kebijaksanaan spesifik terhadap negara lain, baik yang bersifat kerja
sama maupun konflik.4
2 Ulasan tentang Morgenthau ini dari tulisan T.A Couloumbis dan J.H. Wolfe, Introduction
to International Relations (New Jersey; Prentice-Hall, 1986), hal.113-116.
3 H.J. Morgenthau, Politics Among Nations The Struggle for Power and Peace, (New
York: Alfred, A. Knopf, Inc, 1978), hal 73-75
4 Mochtar Masoed, Ilmu Hubungan Internasional Displin dan Metodologi, (Jakarta, LP3ES,
1990), hal 165.

Rigo Sempati, Politik Internasional 2015

b. Kebijakan Luar Negeri Model Adaptif5


Dalam kebijakan luar negeri model adaptif ini, ditekankan pada bagaimana negara
memberikan respon terhadap apa yang tengah terjadi dalam negaranya, baik itu
berupa faktor internal maupun internal. Menurut model ini, politik luar negeri dibuat
karena perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan sebuah negara. Apakah
perubahan itu datang dari negara lain/eksternal atau perubahan struktural/internal.
Dari pandangan ini, Rosenau menjelaskan bahwa negara diibaratkan sebagai sebuah
entitas yang dinamis dan selalu beradaptasi dengan lingkungannya. Jika terjadi
perubahan dalam lingkungan tersebut maka negara akan bereaksi dengan landasan
kapabilitas yang dimilikinya. Selain faktor tersebut, kebijakan luar negeri model
adaptif juga dipengaruhi oleh model kepemimpinan yang berada dinegara tersebut.
Pada penelitian ini kita bisa melihat bagaimana Rusia dengan segala hambatan dan
tantangan yang harus dilewati negara mereka setelah berakhirnya perang dingin.
Dimana disini akan terjadi banyak perubahan baik perubahan struktural/internal atau
perubahan eksternal. Perubahan internal yang terjadi adalah perpecahan dalam Soviet,
sedangkan perubahan eksternal adalah adanya kecendrungan unipolar AS dalam
perpolitikan dunia.

5 James N. Rosenau. 1974. Comparing Foreign Policy: Theories, Findings, and Methods. New York:
Sage Publications.

Rigo Sempati, Politik Internasional 2015

Bab 3
Pembahasan
3.1. Kebijakan Luar Negeri Rusia Pasca Perang Dingin
Berakhirnya perang dingin menyisakan Amerika Serikat sebagai satu-satunya negara
super power di dunia. Uni soviet yang kala itu menjadi rival Amerika harus mengakui
dominasi yang lebih kuat yang diperlihatkan Amerika. Akibat kemunduran tersebut,
Soviet terpecah menjadi banyak negara baru. Rusia sebagai negara yang mewarisi
hampir seluruh kapabilitas Soviet, kecuali daerah yang telah berkurang, tidak dapat
menerima hagemoni yang dimiliki oleh pihak Amerika Serikat.
Hal ini pernah ditegaskan oleh Presiden Rusia Vladimir Vladimirovich Putin pada
salah satu pidatonya pada upacara penandatanganan perjanjian dengan Krimea dan
Sevastopol6. Berikut kutipan pidato Presiden Putin tersebut;
Kami sudah ditipu berulang kali. Mereka membuat keputusan di
belakang punggung kami dan menempatkannya di hadapan kami
sebagai fait

accompli (kejadian

memaksa

yang

tidak

dapat

dihindari dan harus dihadapi -red.). Begitulah yang terjadi dengan


perluasan NATO ke Timur, penyebaran sistem pertahanan rudal,
penundaan tak berujung dalam negosiasi visa, serta janji-janji
persaingan yang adil dan bebas untuk akses ke pasar global, 7

Dari pidato tersebut, kita dapat melihat bahwasanya Rusia mempertanyakan


kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Amerika Serikat yang pada dasarnya bersifat
6 Gevorg Mirzayan, Era Baru Kebijakan Luar Negeri Rusia Setelah Perang Dingin. RBTH
Indonesia.
http://indonesia.rbth.com/politics/2014/04/03/era_baru_kebijakan_luar_negeri_rusia_setelah_perang_d
ingin_23511 (diakses pada: 3 Desember 2015)

7Ibid.

Rigo Sempati, Politik Internasional 2015

Fait Accompli atau kejadian yantg bersifat memaksa, tidak dapat dihindari dan
bahkan harus dihadapi. Lebih lanjutnya, Rusia juga mempermasalahkan perluasan
NATO kearah timur. Perluasan NATO ke timur mulai teridentifikasi setelah serangan
9/11 dengan dalih pemberantasan base teroris di Timur Tengah. Dengan begitu, US
dapat dengan leluasa membangun pangkalan militernya di sana.
Kebijakan anti teror Amerika membuat Amerika mendirikan pangkalan militernya di
beberapa negara, tepatnya di Uzbekistan, Kyrgistan dan Georgia. Bagi Rusia,
tentusaja hal ini merupakan sebuah ancaman tersendiri. Karena pangkalan militer
yang didirikan oleh Amerika Serikat berada berdekatan dengan Rusia. Aktifitas
Amerika ini juga mengganggu kerjasama pengembangan nuklir antara Rusia dan
Iran8.
Pada kesempatan yang sama, Dmitry Suslov yang merupakan seorang Asisten
Direktur pusat study komprehensif Eropa dan Internasional di sebuah Sekolah Tinggi
Rusia menyatakan bahwasanya, Rusia tidak pernah setuju dengan fakta bahwa hanya
satu negara yang boleh melanggar hukum Internasional. Atau dengan kata lain, fakta
bahwa hanya satu negara yang dapat mengacu pada realitas politik Internasional
untuk melindungi kepentingan nasionalnya.
Dalam berbagai statement tersebut, jika kita lihat kembali pada model kebijakan luar
negeri adaptifnya Rosenau, statement Putin ataupun Dmitry Suslov mengindikasikan
bahwasanya Rusia memiliki reaksi yang kuat terhadap hagemoni dan penerapan
kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang ditafsirkan sebagai sebuah upaya
pelemahan posisi Rusia dalam konteks politik internasional.
Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Djauhari Oratmangun, Duta Besar Indonesia
untuk Federasi Rusia dan Republik Belarus dikatakan bahwasanya Putin memiliki
visi yang kuat dan sangat berkepentingan untuk mengkonsolidasikan identitas
8 Zhahwa Chadijah Ramadhani, Dinamika Kebijakan Rusia Terhadap Nuclear Plan Iran
(2001-2011) (Skripsi S1, Universitas Indonesia, 2012), 6.

Rigo Sempati, Politik Internasional 2015

nasional di tengah dinamika globalisasi. Kedaulatan, kemerdekaan dan keutuhan


wilayah menurut mantan petinggi KGB ini adalah adalah sesuatu yang mutlak
(unconditional). Kebijakan, hukum dan peraturan yang dianggap kontroversial itu
tetap dijalankan secara konsisten sampai saat ini
Lebih lanjut lagi, Djauhari memaparkan 7 visi dan misi Presiden Putin yang
disampaikan dalam sebuah diskusi prestisius Valdai International Discussion Club,
pada 19 September 2013, di Moskow 9. Berikut merupakan ketujuh visi dan misi yang
dipaparkan oleh Vladimir Putin pada

diskusi tersebut;
1. Rusia memerlukan Strategi baru untuk memelihara identitas nasional Rusia
ditengah perubahan cepat dunia yang semakin terbuka, transparan dan
interdependent.
2. Untuk membangun negara, perlu dimiliki spiritual, kultural, dan national selfdetermination. Tanpa ini semua, Rusia tidak akan mampu menghadapi
tantangan internal dan eksternal, serta akan kalah dalam kancah persaingan
global. Pesemisme tidak dapat dipertahankan.
3. Rusia memiliki penguasaan militer, teknologi dan ekonomi yang sangat
memadai. Namun, yang lebih menentukan keberhasilan pembangunan adalah
kualitas warga negara dan kualitas masyarakat dalam artian ketangguhan
intelektual,

spiritual

dan

moralnya,

serta

sejauh

mana

mereka

mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari sejarah, nilai dan tradisi


bangsa
4. Kemerdekaan dan kedaulatan spiritual, ideology dan politik (luar negeri)
adalah bagian yang tidak terpisahkan dari karakter nasional Rusia.
5. Perlunya ditingkatkan kesadaran Rusia terbentuk secara multietnis dan
multibudaya serta upaya pemajuan jiwa patriotisme dan kebanggaan atas
9 Djauhari Oratmangun, Kebangkitan Rusia: Determinasi dan Pragmatisme Putin. Antara News.
http://www.antaranews.com/berita/399175/kebangkitan-rusia-determinasi-dan-pragmatisme-putin
(diakses pada 3 Desember 2015)

10

Rigo Sempati, Politik Internasional 2015

sejarah bangsa. Eksploitasi faktor kesukuan hanya akan menggerogoti


integritas nasional Rusia
6. Rusia dibangun suatu keberagaman, harmoni, dan keseimbangan yang ketiga
unsur ini terproyeksikan pada posisi Rusia dalam berbagai isu di percaturan
politik global.
7. Abad-21 akan diwarnai persaingan intens antarnegara, sehingga integrasi
dengan negara-negara sekitar kawasan menjadi prioritas.
Dari tujuh poin yang dikemukakan oleh Putin tersebut, kita dapat melihat kembali
bagaimana Rusia sangat memperhatikan berbagai kejadian yang terjadi dalam
konteks nasionalnya maupun internasional Rusia sendiri. Misalnya pada point
pertama, Putin menegaskan bahwa Rusia harus tetap mengikuti perubahan yang
terjadi dengan cepat dalam peta politik internasional. Pada poin lain Putin
menempatkan Rusia sebagai sebuah entitas yang sangat dinamis dan akan selalu
beradaptasi dengan lingkungannya.
3.2. Hubungan Militer Indonesia-Rusia era SBY 2004-2009
Pasca reformasi Indonesia dihadapkan pada embargo senjata oleh pihak Amerika. Hal
ini disebabkan oleh tragedi Santa Cruz pada tahun 1991, dimana Indonesia
dituduhkan telah melanggar HAM di Timor Leste. Diberlakukannya embargo tersebut
membuat Tentara Nasional Indonesia (TNI) kesulitan memenuhi Minimum Essential
Force (MEF) atau kekuatan minimal pertahanan negaranya. Pada masa tersebut, bisa
dikatakan militer indonesia menjadi lumpuh, karena sebagian besar ALUTSISTA
(Alat Utama Sistem Senjata) Indonesia disuply oleh Amerika. Embargo ini berlaku
dari tahun 1999-2005.
Untuk mengatasi hal tersebut, Presiden Megawati pada tahun 2003 telah memulai
kerjasama bersama Rusia. Dengan menandatangani deklarasi persahabatan dan
kemitraan diantara Indonesia dan Rusia abad ke-21. Penandatanganan ini telah
membuka pintu kerjasama Indonesia dan Rusia dalam berbagai bidang, termasuk
Militer.

11

Rigo Sempati, Politik Internasional 2015

Pada masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), hubungan


kedua semakin akrab, kunjungan presiden SBY pada 29 November 2006 telah
mengembangkan berbagai terobosan baru dalam kerjasama berbagai bidang. Untuk
kerjasama bidang militer, disepakati mengenai implementasi kerjasam militer 200620010. Dalam kerjasama militer ini dibahas kerjasama teknik militer, pengembangan
teknologi bersama dan lainnya.
Pada kesempatan lain, 6 Desember 2007, Presiden Putin balik berkunjung ke
Indonesia. Hal ini diindikasikan sebagai kunjungan balsan terhadap kunjungan
Presiden SBY sebelumnya. Pada kunjungan inipun untuk menyaksikan berbagai
penandatanganan MOU kerjasama di berbagai bidang. Dalam masa implementasi
kerjasama militer 2006-2010 tersebut, Rusia memberikan pinjaman state credit bagi
Indonesia sebagai pembayaran untuk pengadaan senjata dari Rusia. Kredit ini
memiliki keunggulan berupa kemudahan karena tidak ada management fee dan
syarat-syarat lain10.
Analisis kepentingan Rusia dalam bantuan terhadap Indonesia ini sangat menarik.
Ada beberapa poin yang menjadi perhatian, yang pertama adalah mengapa Rusia
membantu Indonesia setelah Indonesia dikenai sangsi oleh Amerika, dari berbagai
latar belakang yang telah kita bahas sebelumnya dan menggunakan model kebijakan
adaptif, kita dapat melihat bahwasanya embargo yang terjadi di Indonesia dijadikan
momentum oleh Rusia untuk mengurangi dominasi Amerika di Asia Tenggara
khususnya Indonesia. Yang menguatkan analisis tersebut adalah kedatangan kembali
Presiden Rusia ke Indonesia yang sudah tidak terjadi semenjak tahun 1991.
Yang ke-2, alasan Rusia memberikan bantuan pinjaman yang tidak memiliki beragam
syarat merupakan sebuah antitesis dari kebijakan pinjaman dan bantuan oleh Amerika
serikat yang seringkali mengikat. Bahkan dalam kualitas persenjataan yang dibeli,
Rusia menjual senjata dengan kualitas sama dengan yang mereka gunakan, tidak ada
10 Rindu Faradisah Novana, kerjasama Indonesia dan Rusia dalam bidang militer 20042009, Jurnal Transnational, Vol 3, No. 2 (Februari 2012): 11.

12

Rigo Sempati, Politik Internasional 2015

istilah downgrade ala Amerika.11 Tindakan ini sangat jelas membuat perbandingan
baru bagi kebijakan Amerika, sehingga negara-negara berkembang dapat memilih
dengan lebih rasional.
3.3. Kerjasama Nuklir Rusia dan Iran.
Tidak seperti NATO ataupun US, Rusia memberikan kemudahan bagi mitra
kerjasamanya. Tidak hanya dalam pengembangan persenjataan namun juga dalam
pengembangan energi terbarukan. Dalam kerjasama bersama Iran yang telah dimulai
semenjak tahun 1995, Rusia mengeluarkan pinjaman lunak sebesar 800 juta dolar US
untuk membantu pengembangan pembangkit energi nuklir di Iran.12
Usaha kerjasama ini mengundang kontroversi, apalagi adanya intervensi dari
Amerika. Hal ini dapat kita lihat dari bagaimana Presiden Amerika Bush meminta
Rusia menghentikan bantuan pengembangan nuklir pada Iran dan bahkan membatasi
impor Iran.
3.4. Analisis
Dalam dua contoh tersebut, Rusia terlihat mengabaikan peran dan usulan yang
disampaikan oleh negara Hagemoni Amerika. Jika kita lihat kembali dengan analisis
kepentingan nasional (National Interest), intervensi yang dilakukan US, hanya
mengganggu dan bertolak belakang dengan kepentingan nasional Rusia. Hal ini yang
sudah ditegaskan Putin dalam pidatonya bahwasanya Rusia akan bertindak sesuai
dengan kepentingan nasional. Rusia tidak bisa menerima jika hanya satu negara yang
dapat berbuat dan bertindak sesuka hatinya.

11 Ibid, 13.
12 Zhahwa Chadijah Ramadhani, Dinamika Kebijakan Rusia Terhadap Nuclear Plan Iran
(2001-2011) (Skripsi S1, Universitas Indonesia, 2012)

13

Rigo Sempati, Politik Internasional 2015

Dalam kedua contoh kasus tersebut, Rusia telah membuktikan pada dunia bahwa
Rusia tidak main-main dengan posisi dan prinsip State sentrisnya. Rusia tidak mau
urusan luar negerinya dicampuri oleh pihak lain bahkan jika itu Amerika Serikat.
Bab 4
Kesimpulan
Federasi Rusia adalah negara yang terlahir dan mewarisi superioritas pendahulunya
yaitu Soviet. Rusia memiliki hampir keseluruhan dari perkembangan yang telah
dicapai oleh Soviet sebelumnya. Dimulai dari sistem pemerintahan, ideologi,
teknologi, informasi dan kekuatan militer semuanya dikuasai oleh Rusia. Selain itu
Rusia juga mewarisi sejarah persaingan Soviet dengan Amerika Serikat semasa
perang dingin.
Perubahan struktural dan perubahan Eksternal yang terjadi di Rusia pasca perang
dingin sangat mempengaruhi kebijakan luar negeri Rusia pasca perang dingin. Hal ini
dapat dibuktikan dalam visi dan misi yang disampaikan oleh Presiden Vladimir
Vladimirovich Putin pada diskusi prestisius Valdai International Discussion Club.
Dimana pada visi dan misi tersebut dapat kita lihat bagaimana perkembangan dan
dinamika kebijakan luar negeri Rusia setelah berakhirnya perang dingin.
Rusia menjalankan berbagai kebijakan yang bertolak belakan dengan Amerika Serikat
yang mana merupakan negara super power. Rusia dengan lantang menentang
berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Amerika. Secara keseluruhan,
kita dapat melihat bahwasanya Rusia terus berupaya mengurangi dominasi Amerika
dalam politik Internasional. Misalnya dengan membantu negara-negara yang sedang
mengalami konflik dengan Amerika. Sepertihalnya Indonesia dan Iran yang
dicontohkan disini.
Daftar pustaka

14

Rigo Sempati, Politik Internasional 2015

1. Rosenau, James N. Comparing Foreign Policy: Theories, Findings, and


Methods. New York: Sage Publications, 1974.
2. Couloumbis, T.A; Wolfe, J.H, Introduction to International Relations, New
Jersey: Prentice-Hall, 1986.
3. Morgenthau, H.J, Politics Among Nations The Struggle for Power and
Peace, New York: Knopf Inc., 1978.
4. Masoed, Mochtae, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi,
Jakarta: LP3ES, 1990.
5. Gevorg Mirzayan. Era Baru Kebijakan Luar Negeri Rusia Setelah Perang
Dingin.

RBTH

Indonesia.

http://indonesia.rbth.com/politics/2014/04/03/era_baru_kebijakan_luar_negeri
_rusia_setelah_perang_dingin_23511 (diakses pada: 3 Desember 2015)
6. Ramadhani,

Zhahwa Chadijah. Dinamika Kebijakan Rusia Terhadap

Nuclear Plan Iran (2001-2011) Skripsi S1, Universitas Indonesia, 2012.


7. Djauhari Oratmangun, Kebangkitan Rusia: Determinasi dan Pragmatisme
Putin. Antara News. http://www.antaranews.com/berita/399175/kebangkitanrusia-determinasi-dan-pragmatisme-putin (diakses pada 3 Desember 2015)
8. Novana, Rindu Faradisah. kerjasama Indonesia dan Rusia dalam bidang
militer 2004-2009, Jurnal Transnational Vol 3, No. 2 (Februari 2012): 11-13.

15

Anda mungkin juga menyukai