Lydia Margaretha
10-2010-136
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara no.6 Jakarta Barat. Email: margaretha.lydia@yahoo.com
Pendahuluan
Infeksi jamur, dikenal sebagai mikosis semakin dikenal sebagai penyebab morbiditas
dan mortalitas pada pasien rawat inap di rumah sakit terutama yang imunokompromais.
Indonesia sebagai Negara berkembang belum sepenuhnya berhasil membasmi penyakit
infeksi jamur, kini dihadapkan pada masalah baru dengan hadirnya infeksi HIV-AIDS.
Penyakit ini mendesak sistem imun penderita kearah imunokompromais sehingga infeksi
jamur dapat berkembang dengan baik.
Infeksi jamur umumnya akibat dari paparan dari sumber lingkungan dan aktivasi flora
jamur endogen akibat penyakit yang melandasi maupun sebagai akibat dari intervensi
diagnostic dan terapi. Infeksi jamur tidak hanya mengenai bagian tubuh luar saja, tetapi juga
menimbulkan penyakit sistemik yang mengancam jiwa. Akibat paparan jamur sangata
tergantung dari derajat dan jenis respon imun host. Respon imun seluler merupakan mediator
utama perlawanan terhadap infeksi jamur. Neutrofil dan fagosit mempunyai peran penting
dalam mengeliminasi jamur.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai infeksi jamur Histoplasma capsulatum yang
dapat menyebabkan histoplasmosis pada penderita. Morfologi, epidemiologi, patofisiologi,
diagnosis, manifestasi klinis, penatalaksanaan, serta pemeriksaan yang dapat dilakukan akan
dibahas dalam makalah ini.
ANAMNESIS
Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian
pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari
anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan.
Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan
pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien
yang profesional dan optimal.1
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik Paru-paru2
Inspeksi
Lihatlah kulit toraks, apakah terdapat benjolan, pelebaran kapiler (spider naevi),
perubahan warna kulit, dan sebagainya. Perhatikan juga dengan seksama bentuk toraks,
apakah simetri atau asimetri, perhatikan deformitas yang tampak, pectus excavatum (funnel
chest), pectus carinatum (pigeon chest), barrel chest, kyphoscoliosis, dll.
Amati toraks penderita selama inspirasi dan ekspirasi berulang-ulang. Dan perhatikan
apakah toraks tampak simetris kanan dan kiri, dan apakah ada bagian yang tertinggal saat
inspirasi maupun ekspirasi. Hal ini dapat dijumpai pada penyakit paru, seperti efusi pleura,
pneumotoraks, dll. Perhatikan pula sela iga, terutama pada pergerakan selama pernafasan,
apakah ada retraksi sela iga yang biasa dijumpai pada penyakit asma berat, COPD, dan
obstruksi jalan nafas. Seringkali dijumpai pada inspeksi terlihat frekuensi nafas yang cepat
diiringi suara mengi, hal ini dijumpai pada penyakit asma bronkiale.
Pada inspeksi, amati juga irama pernafasan, seperti pernafasan Cheyne strokes
(pernafasan dengan urutan amplitude kecil, kemudian bertambah besar diikuti dengan
2
amplitude menurun, diselingi periode apnoe), pernafasan Kussmaul (pernafasan yang cepat
dan dalam), dan pernafasan Biot (pernafasan yang irregular baik irama maupun amplitudonya
diikuti dengan periode apnoe).
Palpasi
Raba permukaan toraks dan sela iga, apakah pasien mengeluh adanya rasa nyeri pada
palpasi. Rasa nyeri pada sela iga dapat terjadi di daerah pleura yang mengalami inflamasi.
Selanjutnya, lakukanlah pemeriksaan fisik untuk mengenal gerakan ekspansi paru pada saat
nafas. Bila terdapat satu sisi paru-paruyang tertinggal selama gerakan pernafasan, maka hal
ini dapat dijumpai pada penyakit fibrosis paru kronis, efusi pleura, pneumonia lobaris, dan
obstruksi bronkus unilateral.
Kemudian lanjutkan dengan pemeriksaan fremitus, bila terdapat fremitusyang
melemah atau menghilang maka pikirkanlah kemungkinan adanya obstruksi bronkus, COPD,
efusi pleura, fibrosis pleura, pneumotoraks, infiltrasi tumor atau dinding dada yang sangat
tebal, misalnya pada obesitas berat.
Perkusi
Perkusi normal pada paru terdengar sonor pada kedua lapangan paru, kecuali daerah
jantung. Bila pada perkusi terdengar pekak (dullness) pada salah satu bagian paru, maka hal
ini dapat disebabkan adanya cairan atau jaringan solid yang mengganti jaringan paru,
misalnya pneumonia lobaris, dimana alveoli dipenuhi cairan dan sel darah, efusi pleura
hemotoraks, empiema, fibrosis paru atau tumor paru.
Sebaliknya, suara perkusi yang hipersonor, dapat terdengar pada keadaan dimana
paru-paru dipenuhi lebih banyak udara, seperti pada emfisema atau asma. Hipersonansi
unilateral dapat ditemukan pada pneumotoraks, atau adanya bulla besar pada paru-paru yang
dipenuhi oleh udara.
Auskultasi
Bedakan masing-masing bising paru patologis dengan seksama, misalnya wheezing,
ronchi, crackles, stridor, friction rub, dll. Suara nafas patologis, seperti:
Bronkial, terjadi karena alveoli terisi eksudat, tetapi bronkus dan bronkioli masih
terbuka.
Bronko vesikuler; suara antara vesikuler dan bronchial disertai eksperium memanjang
dan mengeras.
Ronchi kering; suara vibrasi melengking karena penyempitan lumen dan adanya
sekret kental, bila nada suara makin tinggi, panjang dan makin melengking, maka
suara tersebut menjadi wheezing.
Ronchi basah; suara berisik, percikan air, terputus-putus yang terjadi karena adanya
udara yang melalui cairan. Ronchi basah terdiri dari ronchi basah halus (decompetio
cordis, perokok); sedang, dan kasar. Ronchi basah sedang kasar dapat dibedakan lagi
antara nyaring dan tidak (abses dan atelektasis).
Pleural rub/ bising gesek pleura terjadi akibat gesekan 2 lapis pleura yang
menebal.
Succutio Hipocrates seperti suara cairan dalam botol yang tidak penuh, yang
terdengar bila toraks digerakkan (pada Hidro-pneumotoraks).
Suara nafas amforik; suara seperti meniup botol kosong (pada kaverna yang
besar).
PEMERIKSAAN PENUNJANG3
Tes Diagnostik Laboratorium Histoplasmosis
Bahan: terdiri atas sputum, urin, kerokan dari lesi, atau sel-sel darah kering untuk
pembiakan; biopsy dari sumsum tulang, kulit, atau kelenjar getah bening untuk pemeriksaan
histologik; dan darah untuk tes serologi. Biakan sumsum tulang memberi hasil yang paling
tinggi pada penyakit yang tersebar.
Pemeriksaan mikroskopik: sel-sel lonjong kecil dapat ditemukan intra sel pada potongan
histologik yang diwarnai dengan perak metenamin Gomori atau pada sediaan mikroskopik
sumsum tulang atau darah yang diwarnai dengan Giemsa. Imunofluoresensi khusus dapat
mengidentifikasi sel-sel Histoplasma dalam sediaan irisan atau sediaan apus.
4
Biakan: bahan dibiakkan pada suhu 37C pada agar glukosa-sistein dan pada agar darah
Sabouraud pada suhu kamar. Biakan harus disimpan selama 3 minggu atau lebih.
Serologi: tes-tes aglutinasi lateks, presipitasi, dan imunodifusi menjadi positif dalam 2-5
minggu setelah infeksi. Titer ikatan komplemen meningkat pada penyakit yang lebih lanjut;
titer turun sampai ke tingkat yang sangat rendah bila penyakit tidak aktif. Pada penyakit yang
progresif, tes ikatan komplemen tetap positif dengan titer yang tinggi (1;32 atau lebih).
Antibody ikatan komplemen memberi reaksi silang dengan antigen jamur lainnya.
Tes kulit: tes kulit histoplasmin (1:100) menjadi positif segera setelah infeksi dan tetap
positif selama bertahun-tahun. Tes dapat menjadi negatif pada penyakit progresif yang
menyebar. Tes kulit yang dilakukan berulang kali dapat merangsang pembentukan antibody
serum sehingga dapat mengganggu diagnosis serologis.
Tes Tuberkulin
Tes ini mengandung tuberculin tua yang merupakan suatu konsentrat filtrat kaldu
tempat basil tuberkel telah tumbuh selama 6 minggu. Derivate protein murni (purified protein
derivative = PPD) merupakan zat yang dipilih untuk tes kulit. Tes tuberculin dapat
menggunakan 5 TU (tuberculin unit), pada orang yang diduga sangat hipersensitif, tes kulit
dimulai dengan 1 TU. Bahan yang lebih pekat (250 TU) hanya diberikan bila reaksi terhadap
5 TU negatif. Biasanya disuntikan 0,1 ml secara intrakutan.
Pada seseorang yang pernah mengalami kontak dengan mikobakteria, tidak akan ada
reaksi terhadap PPD-S. Pada individu yang pernah menderita infeksi primer dengan basil
tuberkel, akan terjadi indurasi, edema, eritema, dalam 24-48 jam, dan bila reaksi hebat
bahkan terbentuk nekrosis sentral. Tes kulit harus dibaca dalam 48 jam atau 72 jam. Tes
dianggap positif bila penyuntikan 5 TU diikuti oleh indurasi dengan diameter 10 mm atau
lebih. Tes ini dapat negatif bila timbul anergi yang disebabkan oleh tuberculosis yang meluas,
campak, penyakit Hodgkin, sarkoidosis, atau obat-obat penekan reaksi imun. Setelah
vaksinasi BCG, tes positif hanya dapat berlangsung selama 3-7 tahun. Tes tuberculin hanya
dapat menjadi negative jika basil tuberkel yang masih hidup berhasil dibasmi. Orang dengan
tuberculin positif mempunyai risiko mendapat penyakit akibat reaktivasi infeksi primer,
sedangkan orang denga tuberculin negatif yang tidak pernah terinfeksi tidak mempunyai
risiko tersebut, walaupun mereka dapat terinfeksi melalui sumber dari luar.
WORKING DIAGNOSIS
5
Histoplasmosis
Histoplasmosis ialah penyakit jamur sistemik yang disebabkan oleh jamur dimorfik
yang bergantung suhu (thermally dimorphic) yaitu Histoplasma capsulatum, sedangkan
histoplasmosis di Afrika disebabkan oleh Histoplasma duboisii. 4 Hidup sebagai mold di tanah
terutama yang terkontaminasi kotoran burung dan sebagai yeast di jaringan. Meskipun
namanya kapsulatum, tetapi jamur ini tidak mempunyai kapsul.5,6
Morfologi dan Identifikasi4
Kedua spesies tersebut bersifat dimorfik bergantung suhu. Pada suhu 35-37C jamur
membentuk koloni ragi, sedangkan pada suhu lebih rendah/ suhu kamar (25-30C)
membentuk koloni filamen (kapang). Dalam bentuk koloni filamen, kedua varietas tersebut
tidak dapat dibedakan. Sebagai koloni filamen, jamur membentuk mikrokonidia dan
makrokonidia. Mikrokonidia berukuran lebih kecil (2-6m) dan karena ukurannya yang kecil
mudah terhirup ke dalam saluran napas. Mikrokonidia merupakan bentuk infektif
Histoplasma capsulatum. Makrokonidia berbentuk silindris atau bulat, berdinding tebal
dengan tonjolan pada seluruh permukaannya. Berwarna kecoklatan dan berukuran 8-14m.
Makrokonidia berfungsi sebagai petanda morfologi dalam identifikasi jamur. Sebagai koloni
ragi, sel ragi Histoplasma duboisii (8-15 m) berukuran lebih besar daripada Histoplasma
capsulatum (2-5 m).
Mikobakteria adalah bakteri aerob, berbentuk batang, yang tidak membentuk spora.
Dalam jaringan, basil tuberkel merupakan batang ramping lurus berukuran kira-kira 0,4x3
m. pada perbenihan buatan, terlihat bentuk kokus dan filamen. Mikobakteria tidak dapat
diklasifikasikan sebagai gram positif atau gram negatif. Sekali diwarnai dengan zat warna
basa, warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan alcohol, meskipun dibubuhi iodium.
Sifat tahan asam ini bergantung pada integritas struktur selubung berlilin. Teknik pewarnaan
Ziehl-Neelsen digunakan untuk identifikasi bakteri tahan asam.
Patologi dan Imunitas TB7
Kompleks primer tuberkulosis adalah infeksi lokal pada tempat masuk dan limfonodi
regional yang mengalirakan daerah tersebut. Paru-paru adalah tempat masuk pada lebih dari
98% kasus. Basil tuberkel memperbanyak diri pada mulanya dalam alveoli dan duktus
alveolaris. Kebanyakan basil terbunuh tetapi beberapa bertahan hidup dalam makrofag yang
dinonaktifkan, yang membawanya melalui vasa limfatika ke limfonodi regional. Bila infeksi
primer ada di paru-paru, limfonodi hilus biasanya dilibatkan, walaupun fokus lobus atas dapat
mengalirkannya ke dalam limfonodi paratrakea. Reaksi jaringan dalam parenkim paru-paru
dan limfonodi intensif pada 2-12 minggu berikutnya karena terjadi hipersensitivitas jaringan.
Bagian parenkim kompleks primer sering menyentuh secara sempurna dengan fibrosis atau
kalsifikasi sesudah mengalami nekrosis perkejuan dan pembentukan kapsul. Kadang-kadang,
bagian ini terus membesar, menimbulkan pneumonitisdan pleuritis setempat. Jika perkejuan
besar pusat lesi mencair dna mengosongkan ke dalam bronkhus terkait, meninggalkan rongga
sisa (kaverna).
Fokus infeksi di limfonodi regional menjadi fibrosis dan berkapsul, tetapi
penyembuhan biasanya kurang sempurna daripada pada lesi parenkim. M. tuberculosis yang
hidup dapat menetap selama beberapa dekade dalam fokus ini. Pada kebanyakan kasus
infeksi tuberkulosis awal limfonodi ukurannya tetap normal. Namun limfonodi hilus dan
paratrakea yang sangat membesar sebagai bagian dari reaksi radang hospes dapat melampaui
batas daerah bronkus atau bronkiolus regional. Obstruksi parsial bronkus yang disebabkan
oleh kompresi eksternal dapat menyebabkan hiperinflasi papda segmen paru sebelah distal.
Limfonodi perkejuan yang meradang dapat melekat pada dinding bronkus dan mengerosinya,
sehingga menimbulkan tuberkulosis endobronkial atau saluran fistula. Cesium menyebabkan
obstruksi bronkus komplet. Lesi hasilnya, kombinasi pneumonitis dan atelektasis, disebut
konsolidasi-kolaps atau lesi segmental.
8
ekstraseluler. Bila beban antigen kecil dan tingkat sensitivitas jaringan tinggi, menghasilkan
pembentukan granuloma dari organisme limfosit, makrofag, dan fibroblas. Bila beban antigen
maupun tingkat sensitivitas tinggi, pembentukan granuloma kirang terorganisasi. Nekrosis
jaringan tidak sempurna, menyebabkan pembentukan bahan berkeju. Bila tingkat sensitivitas
jaringan rendah, seperti yang sering terjadi pada bayi atau individu terganggu imun, reaksinya
adalah difus dan infeksinya tidak terkendali dengan baik, menyebabkan penyebaran dan
penghancuran seluler dan cedera jaringan pada individu yang rentan. Tuberkulosis sendiri
dapat menekan respon imun hospes, walaupun mekanisme imunologis yang tepat kurang
dimengerti.
EPIDEMIOLOGI6
Histoplasmosis dengan insiden yang tertinggi terjadi di Amerika Serikat. Di AS,
daerah-daerah endemik untuk Histoplasma capsulatum adalah Negara-negara bagian tengah
dan timur, terutama di lembah sungai Ohio dan sebagian lagi di lembah sungai Missisippi.
Jamur ditemukan dalam tanah di daerah penjangkitan infeksi pada manusia dan hewan
terjadi. Histoplasma tumbuh banyak sekali dalam tanah yang tercampur tinja burung
(misalnya tempat bertengger burung jalak, kandang ayam) atau kotoran kelelawar (goa).
Pergi ke tempat-tempat seperti ini dapat mengakibatkan infeksi massif dengan penyakit yang
berat (misalnya penyakit goa). Burung tidak terinfeksi atau menjadi pembawa jamur,
kotorannya memberikan kondisi biakan yang optimal bagi pertumbuhan.
Di daerah-daerah endemic, inokula kecil yang infektif disebarkan oleh debu. Sebagian
besar penduduk tampaknya terinfeksi pada awal hidupnya tetapi tanpa gejala-gejala. Mereka
memberikan tes kulit histoplasmin positif dan kadang-kadang mempunyai kalsifikasi milier
pada paru-paru. Di AS, di kota-kota barat tengah terjadi penjangkitan histoplasmosis yang
luas setelah bertiupnya angin topan yang membawa debu. Infeksi histoplasmosis klinik dalam
penjangkitan itu agak lebih sering terjadi pada penduduk kulit hitam daripada kulit putih.
Penyakit ini tidak dapat ditularkan dari orang ke orang. Penyemprotan formaldehid pada
tanah yang terinfeksi dapat mengahancurkan Histoplasma.
PATOFISIOLOGI5,6
Masuknya mikrokonidia per inhalasi ke dalam alveoli, menimbulkan infeksi pulmoner
lokal. Neutrofil dan makrofag berusaha memfagositosis jamur tersebut. Jamur yang mampu
bertahan dari terkaman makrofag akan meninggalkan makrofag dan menuju nodus limfatikus
10
11
12
Histoplasmosis diseminata
Histoplasmosis
simptomatik
diseminata
terutama
terjadi
pada
pasien
imunokompromais. Pasien AIDS dengan CD4 kurang dari 150 sel/mm 3, keganasan
hematologi, transplantasi organ, atau terapi kortikosteroid berisiko tinggi mengalami
histoplasmosis diseminata akut. Keluhan atau gejala yang muncul diseminata adalah
menggigil, panas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, hipotensi, sesak nafas,
hepatosplenomegali, lesi pada kulit dan mukosa. Pansitopenia, infiltrate pulmoner difus pada
gambaran radiologis, koagulasi intravaskuler diseminata, gagal nafas akut sering terjadi.
Gejala tersebut sulit dipisahkan dengan sepsis karena bakteri maupun virus.
Histoplasmosis diseminata progresif kronik merupakan bentuk histoplasmosis yang
fatal. Ditandai demam, berkeringat malam, penurunan berat badan, nafsu makan menurun,
dan kelemahan. Penderita nampak mengalami sakit kronik, hepatosplenomegali, ulserasi
mukokutaneus, dan adrenal insufisiensi. Peningkatan laju endap darah, peningkatan fosfatase
alkali, pansitopenia, dan infiltrate retikulonoduler difus pada gambaran foto thorax.
PENATALAKSANAAN6
Itrakonazol merupakan obat terpilih bagi infeksi histoplasmosis ringan dan sedang,
dan amfoterisin B bagi infeksi berat. Flukonazol kurang aktif dan perlu dipertimbangkan
penggunaan sebagai lini kedua. Ketokonazol dapat menjadi lini kedua karena toksisitasnya
yang tinggi daripada itrakonazol.
Histoplasmosis pulmoner asimptomatis tidak memerlukan pengobatan khusus. Tetapi
bila gejala muncul dapat diberikan itrakonazol 200 mg per hari selama 6-12 minggu. Pada
keadaan outbreak atau kondisi imunokompromais harus diberikan terapi. Terapi awal
diberikan amfoterisin B 0,7-1 mg/kg perhari diikuti itrakonazol oral. Terapi antifungal perlu
diberikan bagi histoplasmosis pulmoner kronik. Itrakonazol 200 mg satu atau dua kali sehari
selama 12-24 bulan. Itrakonazol 6-12 bulan direkomendasikan terhadap pasien mediastinitis
granulomatous simptomatis. Bila nodus menyebabkan obstruksi, pembedahan diindikasikan.
Semua pasien histoplasmosis diseminata smptomatik perlu mendapatkan terapi
antifungal. Pasien dengan infeksi simptomatik ringansedang diseminata akut dan
histoplasmosis diseminata progresif kronik dapat diberikan itrakonazol 200mg dua kali
sehari. Pasien AIDS perlu terus mendapat itrakonazol 200 mg per hari setelah sebelumnya
mendapat itrakonazol dua kali sehari selama 12 minggu.
13
Pasien imunokompromais dengan infeksi sedang hingga berat harus diberi amfoterin
B 0,7-1 mg/kg per hari. Kebanyakan pasien dapat diteruskan oral itrakonazol begitu telah
membaik.
PENCEGAHAN
Gunakan masker
Dapat juga menggunakan pakaian sekali pakai jika harus beraktivitas di tempat atau
area kontaminan.
Histoplasma.
PROGNOSIS4
Prognosis Histoplasmosis tergantung pada kondisi penyakit pada saat diagnosis
ditegakkan. Diagnosis dini mempunyai prognosis yang lebih baik, namun diagnosis sering
kali terlambat ditegakkan karena secara klinis histoplasmosis memiliki gejala yang mirip
dengan penyakit lain. Pada histoplasmosis diseminata pemberian pengobatan yang tepat
dengan induksi dan terapi supresif untuk mencegah relaps memperbaiki prognosis.
14
DAFTAR PUSTAKA
1.
Bickley, Linn S. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi ke-8.
Jawetz
E.
Mikrobiologi
kedokteran.
Jakarta:
Penerbit
Buku
Kedokteran
EGC.2000.h.303-7, 622-4.
4.
15