Anda di halaman 1dari 19

Indonesia Middle-Class

Consumer Trends 2015


Posted on December 26, 2014 by iryanah

Tahun 2014 memberikan gambaran mengenai perubahan perilaku konsumen kelas


menengah secara signifikan, sehingga ini memberikan perkiraan (prediksi) akan
seperti apa perilaku kelas menengah di tahun depan. Apabila kita amati, ada
banyak peristiwa yang menandakan atau mencerminkan bagaimana perubahan
perilaku kelas menengah terjadi selama kurun waktu tahun 2014 dan sebelumnya.
Perubahan perilaku inilah yang nantinya akan mendorong preferensi pembelian
pada konsumen kelas menengah dan bagaimana taktik komunikasi pemasaran
pada segmen yang sedang hot ini.
Seperti yang diungkapkan oleh Andy Hines dalam bukunya Consumer Shift: How
Changing Values are Reshaping the Consumer Landscape (2011) bahwa perubahan
nilai-nilai akan berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Menurutnya, nilai-nilai
merupakan focal point yang sangat mempengaruhi keputusan. Contoh
sederhananya, apabila konsumen memiliki nilai-nilai kesadaran peduli lingkungan
(sustainability awareness), maka ia akan cenderung memilih produk-produk yang
dikategorikan ramah lingkungan. Untuk itu, menghadapi tahun 2015, para marketer
wajib pasang alarm untuk mengindentifikasi perubahan perilaku konsumen
sehingga mampu membaca peluang.
Apabila kita petakan perubahan perilaku konsumen kelas menengah di tahun
depan, maka akan bisa kita lihat dari tiga karakteristik utama segmen ini
yakni buying power, knowledgeability, dan social-connection, sebagaimana
yang telah dikaji oleh pakar pemasaran Yuswohady. Tiga hal utama itulah yang

bila kita rinci akan seperti pada tabel di bawah ini. Tulisan ini berusaha
mengelaborasi perubahan nilai-nilai yang sekiranya akan terjadi selama setahun
depan. Mengamati perubahan nilai-nilai pada konsumen kelas menengah akan
memberikan informasi berharga bagi marketer untuk merumuskan strategi, taktik,
tema dan komunikasi pemasaran secara presisi pada segmen ini.

BUYING POWER
Kemampuan daya beli sangat menentukan perilaku dan preferensi pembelian
produk. Kelas menengah adalah jenis konsumen yang pendapatannya mulai tinggi
dan seleranya semakin beragam, tapi kemampuan daya belinya masih dapat
dikatakan terbatas. Meskipun terbatas, oleh karena berwawasan dan dipengruhi
oleh nilai-nilai yang dipegangnya, maka mereka menjadi jenis konsumen yang sadar
value, global taste, kritis, dan cari aman. Dengan demikian, walaupun daya belinya
terbatas, mereka punya preferensi pembelian yang kompleks dan paradoks.

Berdasarkan ukuran Bank Dunia, kelas menengah adalah jenis konsumen yang
memiliki daya beliUS$2-20 per hari/kapita. Oleh karena US$2-4 adalah pengeluaran
yang relatif masih kecil (middle-low), maka saya mengacu ukuran yang digunakan
oleh Center for Middle-Class Consumer Studies(CMCS) yakni US$4-20 per hari
/kapita yang dapat dikategorikan kelompok middle-middle dan middle-up. CMCS
mendefinisikan daya beli kelas menengah per keluarga sekitar Rp4jutaRp17juta/per keluarga. Umpamanya, kelas menengah memiliki 4 anggota keluarga
dengan pengeluaran US$4/hari (US$1= Rp10.000) per hari /kapita. Maka, total
pengeluaran dalam sebulan adalah Rp4.800.000.
Dengan daya beli yang terbatas, kenaikan harga BBM November lalu kemungkinan
besar akan sangat berpengaruh terhadap daya beli kelas menengah. Mereka akan
pilih-pilih produk yang bisa memberikan manfaat banyak, tapi harga terjangkau.
Dengan demikian, keterbatasan daya beli inilah yang mendorong mereka untuk
secara pintar dan jeli dalam memilih produk/jasa. Mereka pun sangat sadar
tentang value (benefit) dan hati-hati pilih produk finansial alias cari aman (safety
player).
Di samping itu, walaupun terbatas, bila kita melihat perilaku konsumsi kelas
menengah, mereka memilih berbagai jenis produk yang dikategorikan global
taste. Sebagaimana studi yang dilakukan McKinsey di China, ketika masyarakat
bertransformasi menjadi kelas menengah, maka mereka akan memilih berbagai
jenis produk-produk modern agar terlihat sebagai kelas sosial yang modern.
Peralatan rumah tangga mulai diisi oleh berbagai appliance tercanggih keluaran
brand nama dengan harga terjangkau. Mereka mulai terbiasa menggunakan AC,
mesin cuci, televisi layar datar, pakai smartphone, laptop, dll.
Value-Conscious
Dengan daya beli yang terbatas, kelas menengah sangat sadar pentingnya value.
Sebelum membeli produk/jasa tertentu, mereka akan sangat jeli hitung-hitungan
value apa yang mereka dapatkan. Dalam hal ini, pengertian value adalah hal yang
didapat dengan harga yang dikeluarkan. Dalam bukunya Consumer Value, Horris
Holbrook mendefinisikan value sebagai an interactive relativistic preference
experience. Interaksi antarsiapa? Subjek (konsumen) dan objek (produk) akan
terjadi interaksi jika satu sama lain mendapatkan value. Konsumen akan memilih
suatu produk berdasarkan oleh nilai yang didapat. Bila kita petakan, secara umum
ada dua jenis value yakni functional danemotional. Kelas menengah berusaha
mencari produk yang bisa memberikan kedua jenis value itu.
Apabila melihat karakteristik kelas menengah yang punya keterbatasan daya beli
dan preferensi pembelian semakin mengglobal, maka mereka dituntut untuk pintar
memilah produk yang diingini. Oleh karena itu, para brand owner harus pandaipandai memberikan value yang diinginkan oleh konsumen kelas menengah.

Lenovo adalah contoh brand yang sukses di kategori smartphone karena


menerapkan strategi jitu: memberikan value yang lebih dengan harga terjangkau.
Pasar smartphone yang umumnya didominasi oleh Samsung, Blackberry, Apple,
Nokia, kini pangsa pasarnya mulai digerus oleh keberadaan Lenovo. Mengapa
Lenovo bisa sukses? Ini tidak lepas dari kecerdasan brand asal negeri bambu itu
memberikan pada konsumen kelas menengah. Dengan kemampuan daya beli yang
masih terbatas, kelas menengah adalah value-seeker yang akan memilih produk
dengan menyediakan fasilitas sama dengan harga terjangkau. Sederhananya,
daripada memilih produk Apple dengan harga premium mobile application hampir
sama dengan brand lain, mereka secara kritis memilih produk Lenovo dengan harga
terjangkau dan fasilitas mobile application hampir sama dengan Apple. Oleh karena
itu, market share brand keluaran negeri Paman Sam itu mulai digerogoti oleh
Lenovo.
Bila kita melihat data pertumbuhan smartphone di Indonesia yang dirilis
oleh International Data Corporation 2013 terlihat bahwa pertumbuhan paling
tinggi brand ponsel adalah Lenovo. Brand asal China itu mencatatkan pertumbuhan
mencapai 130%, mengalahkan penguasa pasar Samsung. Meskipun penguasaan
pasarnya masih kecil yakni 5,8%, tetapi melihat angka pertumbuhan yang
menakjubkan bukan tidak mungkin kelak brand ini akan menjadi pesaing utama
Samsung dan Apple.

Selain produk smartphone, kesadaran value kelas menengah juga terjadi pada
kategori produk lain seperti convenience store. Gerai convenience store seperti 7Eleven, Circle-K, Family Mart, Indomaret Point, dll., sukses luar biasa di
wilayah urban karena menyediakan ambience dan imagetak kalah menarik
dibandingkan dengan kafe beserta harga jajanan yang terjangkau. Dengan daya
beli masih rendah, tapi mereka mencari tempat nongkrong yang memberikan
benefit kurang lebih sama dengan kafe-kafe. Gerai-gerai convenience store
kemudian jadi incaran baru para anak muda, segmen keluarga, pekerja kantoran,
dll., untuk sekadar nongkrong, ngobrol ngalor-ngidul, diskusi pekerjaan, dan sampai
pacaran.

Dalam studinya tahun 2012, KPMG menyebutkan tentang potensi convenience


store di Indonesia yang sangat tinggi. Kelas menengah adalah target pasar mereka,
karena mereka merupakan jenis konsumen yang mencari basic benefit (price,
accessibility, convenience) dan advanced benefit (status, brand). Convenience
store mampu menggabungkan dua jenis benefit itu, sehingga kini muncul
kecenderungan orang suka berbelanja di convenience store ketimbang di toko
kelontong, pasar becek, dan lainnya.

Risk-Averse
Oleh karena daya beli yang terbatas, kelas menengah juga sangat
menghindari risiko. Jenis produk yang dibeli sebisa mungkin memiliki daya tahan
lama dan kecil kemungkinan untuk perawatan mahal serta bermanfaat bagi banyak
anggota keluarganya. Salah satu konsekuensi sadar risiko ini tercermin dari jenis
produk finansial dan investasi yang diambil cenderung aman. Pada tahun
2013, CMCSmelakukan survei mengenai perilaku investasi. Hasilnya, kelas
menengah Indonesia tidak berani ambil risiko, melainkan memilih jalan
aman berinvestasi. Mereka cenderung memilih investasi emas dan properti yang
dinilai low risk daripada jenis investasi deposito, obligasi, saham, dll yang
cenderung high-risk (di luar faktor melek produk finansial yang masih rendah).
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan CMCS, kelas menengah lebih memilih jenis
produk emassebagai pilihan utama berinvestasi yakni dengan prosentase 50,5%.
Jenis investasi yang mereka pilih umumnya adalah emas batangan dan perhiasan.
Mereka percaya bahwa harga emas itu akan selalu naik, dan dapat memberikan
keuntungan yang lebih besar untuk konsumen. Tidak jauh dari
emas,39,8% responden memilih untuk berinvestasi di properti. Dengan jenis
investasi rill, mereka percaya akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari
harga sebelumnya.
Dengan melihat komposisi 2 terbesar jenis produk investasi konsumen kelas
menengah adalah emas dan properti, maka sebenarnya tipe perilaku berinvestasi
konsumen kelas menengah ialah pemain aman dan kategori pemula. Mereka
cenderung ingin bermain aman, tanpa ada risiko berarti yang bisa mengurangi nilai
atau jumlah aset investasi mereka. Di samping itu, emas dan properti adalah dua
jenis produk investasi yang paling sederhana (basic), dan mereka belum memahami

jenis produk investasi advanced lainnya, yang tingkat keuntungan dan risikonya
fluktuaktif.
Global Taste
Meskipun sebagian besar kelas menengah Indonesia masih didominasi middle-low,
tapi selera mereka yang sudah global-minded tidak cukup terpengaruh oleh
kemampuan daya beli. Mereka membeli produk-produk yang dinilai bisa
mengangkat gengsi. Produk Apple tidak hanya laris di kalangan atas, melainkan
juga di segmen menengah.
Produk-produk appliances sekarang laris-manis untuk menunjang gaya hidup
mereka yang mengglobal. Seiring naiknya daya beli, kelas menengah kian senang
menggunakan berbagai peralatan rumah tangga dengan teknologi kelas dunia. Para
ibu rumah tangga mulai bertransformasi menjadiibu rumah tangga modern.
Mereka mulai menggunakan produk rumahan canggih seperti mesin cuci, blender,
AC, televisi layar datar, wastafel, dispenser, set kitchen, dll. Karena itu, brand-brand
ternama seperti Sharp, Samsung, LG, Panasonic, Toshiba, Philips, dll., sukses
di kalangan kelas menengah.
Selain itu, suksesnya industri entertainment di Tanah Air menandakan bahwa
preferensi konsumsi jenis hiburan di dalam negeri sudah dipengaruhi oleh selera
kelas menengah yang kian mengglobal. Mereka mulai akrab dengan Hollywood, KPop, Bollywood, British, dll. Mereka terbiasa menonton dan mendengarkan musik
kelas dunia. Mengapa? Global entertainment dinilai lebih cool daripadalocal
entertainment. Local entertainment seperti kesenian tradisional, sinetron, film
asal Indonesia, jarang ditonton karena mereka sudah mengenal global
entertainment. Memiliki selera global ini pula yang menyebabkan sering terjadinya
perubahan tren dalam selera konsumsi hiburan yang berubah-ubah. Baru saja tahun
2011 Indonesia booming K-Pop, kini sudah menggemari film serial India dan
Shaheer Sheikh jadi idola baru para remaja. Mahacinta Show yang menayangkan
langsung sejumlah bintang film serial Bollywood di hadapan para penggemarnya di
Indonesia pun sukses tayang dua kali digelar di ANTV.
KNOWLEDGEABILITY
Faktor knowledgeability ini sangat berpengaruh kuat pada konsumen kelas
menengah. Oleh karena itu, bila kita lihat rincian dari tiga ciri utama kelas
menengah, knowledgeability paling banyak fenomenanya. Ini tidak lepas bahwa
knowledgeability adalah ciri yang paling dominan dari jenis konsumen ini. Bagi para
teoritikus ilmu sosial, lahirnya kelas menengah tidaklah lepas dari bahwa mereka
adalah kelas intelegensia (kelas terdidik). Dalam bukunya Patterns of Middle
Class Consumption in India and China (2008), Christophe Jaffrelot dan Peter van der

Veer mengidentifikasi bahwa terjadinya revolusi kelas menengah di negara-negara


berkembang dan terjajah adalah kebangkitan kaum intelegensia, perubahan
tatanan hukum dan administrasi yang memungkinkan mereka bekerja di sektor
formal (yang didorong tingkat pendidikan semakin tinggi).
Teori kebangkitan kelas intelegensia juga cukup relevan dalam melihat kebangkitan
kelas menengah di Indonesia saat ini. Apabila kita rinci, maka berbagai fenomena
baru dari karakteristik knowledgeability ini cukup banyak. Ini tidak lepas dari begitu
dinamisnya dari karakteristik ini. Karakteristik ini yang mendorong mereka semakin
melek terhadap politik, mulai tumbuhnya patriotisme, selera humor makin tinggi,
kian sadar lingkungkungan, kesehatan, dan tahu spiritual benefit, dll. Faktor
knowledgeability sangat kuat dalam menentukan perilaku dan preferensi pembelian
pada konsumen kelas menengah.
Politically Sensitive
Pemilu tahun 2014 memberikan pelajaran penting bagi para marketer bahwa kelas
menengah kian sensitif terhadap isu-isu politik. Bila kita lihat sehari-hari, perilaku
menggunakan social media mereka sangat aktif dalam merespon berbagai isu
publik yang menarik untuk kalangannya. Di sepanjang tahun ini, kita melihat
berbagai isu publik menjadi trending topic karena kicauan kelas menengah, seperti
hastag #ShameOnYou, #BukanUrusanSaya, dll. Atas fenomena ini, saya
menyebutnya sebagai mereka sangat sensitif dalam urusan politik (politically
sensitive).
Jenis perilaku ini bisa kita lihat dalam penggunaan social media. Mereka kini sangat
aktif mengomentari berbagai isu publik, seperti ekonomi, politik, budaya, religi,
hukum, dan lainnya. Mereka merasa memiliki kepedulian terhadap isu itu, sehingga
mereka setiap respons atas isu adalah kewajiban. Tak jarang, mereka kerap
melakukan perang meme ataupun pendapat terkait isu-isu publik tersebut. Inilah
yang menciptakan kegaduhan di social media baru-baru ini. Mereka adalah kelas
yang mulai merasa melek politik dan sadar hak berpolitik, meskipun mereka sendiri
tidak ingin terjun atau masuk ke dalam parpol.
Dengan kian meleknya terhadap politik dan adanya keinginan untuk berpendapat,
maka industri portal berita online atau situs informasi tertentu menjadi larismanis. Kelas menengah kerapmengomentari ataupun menautkan berbagai
fenomena yang ada dan dibagikan kepada komunitas atau teman-temannya. Kita
lihat bagaimana situs berita Merdeka demikian cepat menjadi rujukan para Netizen.
Situs-situs berita yang sudah mapan seperti Detik, Kompas, Tempo, Yahoo,
Arrahmah, PKS Piyungan, dll., makin mencengkram penetrasinya. Di tengah

kegaduhan politik di social media, industri pemberitaan menikmati ratingnya yang


semakin tinggi.
Untuk itu, bagi para pemimpin politik harus mulai melek dengan perilaku kelas
menengah seperti ini. Mereka harus siap-siap pasang alarm untuk terus
mengetahui berbagai perilaku kelas menengah sehari-hari. Apabila pemimpin politik
tidak sensitive terhadap perilaku kelas menengah, maka mereka akan menjadi
sasaran empuk untuk diserang di social media. Meskipun isu dan perspektif analisa
yang dipakai kelas menengah belum tentu tajam, tapi karena power komunitas
kelas menengah yang solid menjadi ancaman bagi para politikus yang tidak kelas
menengah banget.
Di samping itu, seiring kesadaran berpolitik ini pada kelas menengah, tematema advertising para pemilik merek pun mengangkat isu-isu ini. Djarum
76 adalah contoh brand yang kerap mengangkat berbagai isu ini, khususnya
perilaku korupsi pada politikus. Dengan gayanya yang satire dan humor, iklan
Djarum 76 relatif tinggi tingkat awareness-nya. Contohnya adalah kata Wani
piro? yang sebenarnya sudah familiar di masyarakat etnis Jawa, tapi kini mulai
diasosiasikan dengan Djarum 76. Dengan ciri iklan humor, Bintang Toedjoe juga
mengangkat isu politik, seperti profil Jokowi yang sedang naik daun.
Patriotism
Kini, patriotisme menjadi tema baru dalam komunikasi pemasaran. Mengapa?
Seiring dengan perubahan nilai-nilai pada konsumen yang semakin peduli terhadap
nasib negaranya, maka para brand owner pun dengan sigap menggunakan tematema kepatriotan. Sampo Clear telah melakukan tema kampanye untuk
patriotisme dalam sepakbola. Begitupula Telkom yang sejak Dirutnya Arief Yahya
menggunakan tema nasionalisme dalam menjalankan usahanya dengan mengubah
warna logo Telkom itu sendiri dan tema produk anak perusahaannya
menggunakan patriotic marketing.
Di tengah-tengah globalisasi, isu nasionalisme memang menjadi sangat sensitif. Di
negara-negara maju sekalipun, para brand owner kerap menggunakan
tema patriotic marketing dengan memberikan pesan kebanggaan menggunakan
produk dalam negeri dibandingkan produk luar negeri. Ini adalah cerminan strategi
brand untuk menangkap perubahan nilai-nilai yang terjadi pada konsumen.
Konsumen merasa peduli dengan nasib bangsanya. Apabila brand tidak mengikuti
perubahan ini, mereka akan menilai bahwa brand tersebut tidak peduli dengan
nasib bangsa.
Brand-brand luar seperti Clear (Unilever) sekalipun menggunakan tema
nasionalisme untuk menyentuh hati konsumen Indonesia. Mereka pakai
program Indonesia Bisa untuk mengajak konsumen mendukung tim nasional
sepak bola. Selain Unilever, Telkomsel pun menggunakan patriotic marketing

sebagai produk Paling Indonesia. Kata Paling Indonesia memiliki dua makna
sebagai paling luas jangkauan area sinyalnya dan milik bangsa Indonesia (anak
perusahaan Telkom). Kaos Damn I Love Indonesia kini banyak dipakai oleh anak
muda. Ini tidak lepas keinginan di kalangan anak muda menonjolkan rasa
kepedulian nasionalisme. Produk kaos ini pun laris-manis dijual di berbagai distro
dan mal.
Content-Oriented
Dengan tingkat pendidikan yang mulai tinggi, kelas menengah kian sadar
pentingnya informasi. Mereka menjadi sangat haus informasi, dan tidak lagi mudah
percaya pada iklan atau kampanye advertisi lainnya. Mereka mulai mengandalkan
kelengkapan informasi tentang produk tertentu dan informasi. Ini terlihat dari
kebiasaan mereka untuk mencari tahun informasi sebelum membeli dan
membagikan pengetahuannya di social media terkait pengalaman yang
menimpanya. Dengan karakteristik yang demikian, maka pada akhirnya memang
tidak mudah untuk bisa mengincar segmen ini.
Apabila suatu brand ingin sukses mengincar segmen ini, maka mulailah
menggunakan strategi content creation. Artinya, para pengelola brand harus
pintar menciptakan informasi seputar topik value yang diberikan oleh produknya. Ini
bisa dilakukan dalam bentuk terbuka atau tertutup. Umumnya, kelas menengah
seringkali ingin terlibat atau berpartisipasi dalam proses content creation. Bisa jadi,
ini akan menjadi kegiatan pemasaran yang sangat efektif dan impactful.
Dalam bukunya The Dentsu Way (2010), Kotaro Sugiyama dan Tim Andree
menyebutkan perubahan perilaku konsumen yang punya kebiasaan mencari
informasi sebelum memutuskan membeli dan berbagi informasi atas hasil produk
yang sudah digunakannya. Mereka menyebutnya AISAS framework, yang terdiri
dari Attention, Interest, Search, Action, dan Share. Kini, setiap produk/jasa
haruslah searchable di mata kelas menengah. Ini terlihat dari kebiasaan kelas
menengah yang akan mencari informasi produk tertentu sebelum membeli dan
senang berbagi informasi dengan peers-nya. Oleh karena itu, para brand owner
yang mengincar segmen consumer harus mulai pandai menciptakan informasi yang
berharga di mata konsumen dan menyediakan platform untuk saling berbagi cerita.
Saking pentingnya sumber informasi di mata kelas menengah, maka para brand
owner pun mulai membuat strategi online marketing supaya mampu menangkap
peluang dari perubahan perilaku segmen kelas menengah. TripAdvisor adalah
salah satu contoh brand yang menciptakan platform content untuk dibaca oleh para
traveler. Bahka, situs traveling ini juga melibatkan partisipasi traveler agar menulis
dan memberikan penilaian terhadap content yang dimuat. Dengan demikian, situs
travel agent tidak sekadar menyediakan produk traveling saja, melainkan informasi
berbagai destinasi wisata, fasilitas wisata (hotel, tempat kuliner, dll), dan rute.

Seperti halnya Amazon, yang menyediakan informasi buku secara lengkap dan
rating untuk konsumen sebelum beli.
Humorist
Dalam The Book of Laughter and Forgetting (1999), Novelis Cekoslovakia Milan
Kundera mengatakan puncak dari intelektualitas tertinggi adalah humor. Artinya,
jenis dan selera humor sangat menentukan berada di level mana masyarakat. Bila
mereka semakin cerdas, maka selera dan jenis humor yang dipilih pun berkualitas
bagus. Sampai saat ini, kualitas humor kita memang terbilang tidak bagus. Ini
terlihat dari berbagai acara televisi yang gaya humornya sangat vulgar.
Dengan tingkat pendidikan tinggi, kelas menengah kini menuntut jenis humor yang
berkualitas. Ini terlihat dari perilaku social mereka yang mulai aktif
membuat meme. Meme ini mencerminkan selera humor dan intelektualitas untuk
menyindir terhadap suatu hal tertentu. Banyaknya meme adalah bentuk perilaku
humorist pada kelas menengah dan Netizen. Ketika pada Pemilu Presiden 2014,
mereka melakukan perang meme untuk mendukung capres pilihannya. Isi dari
meme tersebut seringkali kutipan ucapan langsung, data informasi, history,
gambar, dll, yang dikemas secara informatif dan jenaka. Mereka sebarkan meme itu
melalui social media. Meme pun berlanjut menimpa sejumlah brand. Entah
dikerjakan secara otonom oleh masyarakat sendiri ataupun sengaja dibuat tim
advertising untuk mendorong awareness dan penjualan.
Maksin adalah contoh aktual yang menjadi bahan pergunjingan para Netizen di
social media, sehingga brand awareness merek multivitamin asal Semarang itu
melejit luar biasa. Namun, brand owner harus secara jeli dan hati-hati
memanfaatkan selera humor kelas menengah ini supaya tidak menjadi backfire
dalam black campaign. Contoh mengenai ini adalah Klinik Tongfang yang menjadi
bahan olok-olokan di social media.
Spiritual Benefit
Banyak brand-brand sukses mengincar kelas menengah. Mereka melakukan
komunikasi pemasaran untuk menawarkan spiritual benefit. Mengapa? Kelas
menengah telah memiliki kesadaran beragama yang tinggi, sehingga setiap
keputusan pembelian sangat ditentukan oleh spiritual benefit. Dalam
bukunya Marketing to the Middle-Class Muslim (2014), Yuswohady menyebutkan
ada tiga jenis value:functional, emotional, dan spiritual, seperti tergambar
dalam matriks di bawah ini. Kini, sebagian besar kelas menengah mengejar ke
semua jenis value itu.

Wardah adalah contoh brand yang mampu memanfaatkan momentum ketika


spiritual benefit jadi faktor pertimbangan dalam pembelian kelas menengah
Indonesia. Dengan strategi komunikasi pemasaran sebagai kosmetik muslimah dan
halal, maka brand awareness dan penjualan brand Wardah melesat tajam. Kini,
tidak hanya Wardah saja yang mengincar segmen muslim di kategori produk sama,
antara lain Mazaya, Sariayu Hijab, Zoya, Sophie Paris, dll. Saking hotnya
segmen muslim, beberapa global brand seperti Ponds, Loreal, Revlon, dll. Salon
muslim pun bermunculan seiring tuntutan spiritual benefit seperti Moz5.
Hotnya segmen muslim ini bisa juga kita lihat dari berbagai kategori produk lain
seperti perbankan syariah, asuransi, fesyen, hotel, dll. Hotel syariah adalah kategori
industri baru, di mana semua jenis layanan hotel mengikuti kaidah-kaidah
keislaman, umpamanya Hotel Sofyan. Contoh lainnya adalah mal-mal tempat
belanja kini menyediakan fasilitas ibadah sholat yang bagus. Seiring tuntutan kelas
menengah muslim, mal-mal besar di Jakarta menyediakan tempat sholat yang
bagus, sehingga orang-orang berbelanja pun merasa nyaman karena tanpa harus
meninggalkan kewajiban beragama. Ini menciptakan kultur baru: hidup konsumtif
tanpa risau meninggalkan ibadah. Misalnya Mal Kelapa Gading, Grand
Indonesia, Plaza Indonesia, Pondok Indah, dll., yang menyediakan mushola
dengan fasilitas bagus.
Sustainability Awareness
Kelas menengah makin sadar lingkungan atau keberlangsungan bumi yang
ditinggali. Ketika kondisi bumi semakin rusak, mereka pun mulai melirik produkproduk yang dinilai ramah lingkungan. Banyak produk yang mulai mem-positioningkan brand-nya ramah lingkungan, hasil daur ulang, dan aman
digunakan. Tupperware adalah contoh produk yang banyak dipakai karena dinilai

ramah lingkungan, karena raw material berbagai produknya terdiri dari recycle
bahan-bahan plastik bekas.
Selain produk, para brand owner pun kian sadar untuk menciptakan komunikasi
program pemasaran yang mempromosikan produknya ramah lingkungan. Iklaniklan Chevron kini bermuatkan mengenai kegiatan eksplorasinya yang ramah
lingkungan. Meskipun produk-produknya sudah jelas merusak lingkungan, tetapi
karena kelas menengah memiliki kesadaran lingkungan yang tinggi, maka mereka
pun menggunakan tema kampanye ini agar bisa diterima segmen ini.
Begitupun Aqua melakukan kampanye lingkungan yang notabene ingin
dipersepsikan sebagai perusahaan ramah lingkungan. Mereka mengampanyekan
keseimbangan alam dan membuang botol pada tempatnya agar mudah didaur
ulang.
Baru-baru ini, Unilever pun membuat iklan Project Sunlight dengan
menampilkan sosok anak muda perempuan yang peduli terhadap isu lingkungan.
Dengan menampilkan Martin Luther King dan Ki Hadjar Dewantara, apabila dahulu
perjuangan para pemimpin politik adalah persamaan hak dan demokrasi, kini anak
muda harus memperjuangkan lingkungan. Iklan ini terbilang menarik dan bisa
menggugah. Mereka sukses dalam membangun kepedulian terhadap lingkungan.
Health Consciousness
Bisnis tentang preventif kesehatan kian menggiurkan. Mengapa? Kelas menengah
semakin merasa penting atau sadar kesehatan. Gaya hidup mereka didorong oleh
gaya hidup sehat. Produk makanan-minuman sehat sukses luar biasa. M ereka kian
menjauhi berbagai produk makanan-minuman yang mengandung minyak, gula,
karbohidrat tinggi, pemanis, dll., terlalu tinggi. Mereka mulai beralih pada
produk makanan organik, rendah kalori, minuman rendah gula, dan lainnya. Mereka
pun mulai rajin mengonsumsi makanan-minuman berbasis buah-buahan.
Kini, apabila kita perhatikan product display di berbagai ukuran modern retail, akan
terlihat banyak buah-buahan yang ditampilkan di pusat perbelanjaan modern kecil
hingga besar. Mengapa? Kelas menengah kian sadar mengonsumsi berbagai produk
buah-buahan segar seperti jeruk, apel, mangga, anggur, pisang, pepaya, salak,
manggis, dan lain-lain. Oleh karena itu, kita melihat makin maraknya modern retail
yang menjajakan buah-buahan. Bahkan, ada modern retail yang secara khusus
menjual buah-buahan seperti Buah Segar, All Fresh, Total Fresh, Fruit Market,
Moena Fresh, Farmer Market, dan lainnya.
Saking tingginya kesadaran mengonsumsi buah-buahan, baik berupa buah
langsung maupun menjadi olahan makanan, telah menciptakan demand yang
tinggi sehingga impor pada kategori produk ini tidak terhindarkan. Ini terlihat dari
data laporan USAID bahwa nilai impor produk holtikultura di Indonesia makin besar
setiap tahunnya. Pada tahun 2011, tercatat nilai impor buah-buahan

mencapaiUS$800 juta, naik 24% dari tahun 2010. Sementara itu, nilai ekspor
buah-buahan dalam negeri ke negara lain adalah US$45 juta. Dengan kata lain,
permintaan buah-buahan impor yang tinggi telah menciptakan defisit neraca
perdagangan.
Di samping itu, kelas menengah pun mulai mengonsumsi multivitamin, rajin
berolahraga, dan rutincek kesehatan. Ini terlihat dari makin banyaknya iklan
brand multivitamin di televisi seperti Fatigon, Mastin, Scott Emulsion,
Cerebrofit, dll. Dalam hal olahraga, setidaknya kita melihat jenis olahraga urban
nan simpel khas kelas menengah sangat digandrungi seperti senam atau
lari jogging danmarathon di berbagai taman kota atau jalan utama kota (car free
day), gemarnya orang bermain futsalsehingga menjamur tempat penyewaan
lapangan olahraga ini, dan kian digemarinya yoga atau belly dance untuk
membakar kegemeukan perut.
Program olahraga pun menjadi program yang banyak dipakai dan digunakan oleh
brand-brand besar sebagai community activation para konsumennya. Meskipun
tidak berkaitan core business-nya, Bank Mandiri membuat program Mandiri
Marathon sebagai upaya membangun keintiman atau menggaet nasabah baru
untuk menggunakan Bank Mandiri. Program ini cukup sukses luar biasa karena
peserta yang mengikuti Mandiri Marathon sangat antusias dan dari berbagai
kalangan.
Optimist
Tingkat consumer confidence kelas menengah
tinggi. CMCS dan McKinsey melihat tingkat kepercayaan diri terhadap masa depan
yang akan dilalui cukup tinggi. Berdasarkan hasil survei CMCS ditemukan bahwa
tingkat kepercayaan diri konsumen dalam menghadapi masa depan sangat tinggi.
Artinya, mereka sangat optimis dalam menghadapi masa depan secara lebih baik.
Mengapa bisa demikian? Ini tidaklah lepas dari tingkat kepuasaan dan kenyamanan
masa sekarang. Umumnya mereka telah merasa puas dengan pencapaian
ekonominya di masa sekarang. Dengan merasa puas saat ini, maka mereka pun
semakin pede menghadapi masa depan.
Berdasarkan survei yang dilakukan CMCS pada 2013 ditemukan bahwa konsumen
kelas menengah menilai kondisi kehidupannya saat ini lebih baik daripada 10 tahun
lalu. 63,3% responden mengatakan lebih baik, dan 27,2% merasa lebih baik sekali.
Dengan kata lain, mereka menilai bahwa kondisi ekonomi saat ini jauh lebih baik
daripada masa lalu. Bahkan, ketika ditanya tingkat kebahagiaan, 64,6konsumen
kelas menengah mengatakan bahagia, 18,3% sangat bahagia, dan hanya 10,6%
yang mengatakan merasa cukup bahagia.
Di samping itu, mereka memiliki keyakinan akan perbaikan ekonomi di masa
mendatang jauh lebih baik daripada saat ini. Hampir sebagian besar konsumen

kelas menengah berkeyakinan bahwa ekonomi di masa mendatang lebih baik


daripada saat ini. 74,6% mengatakan optimis, 13% sangat optimis, dan yang
pesimis hanya 7,7%. Dengan melihat tren optimisme dan kepercayaan diri
konsumen kelas menengah Indonesia terhadap kondisi ekonomi di masa depan,
maka semakin menguatkan bahwa kesejahteraan dan kebaikan hidup akan diraih.
Melihat tingkat consumer confidence yang tinggi ini, kami pun sangat yakin akan
dapat menjadi peluang bagus bagi marketer.
SOCIAL CONNECTION
Social connection adalah dimensi baru dalam karakteristik konsumen kelas
menengah Indonesia. Ini adalah cerminan mobilitas sosial kelas menengah. Social
connection menyebabkan pergaulan kelas menengah kian meluas. Dengan platform
teknologi, mereka memiliki pergaulan yang kian meluas, tidak hanya di lingkup
keluarga, melainkan juga tingkat nasional dan global. Munculnya kebutuhan koneksi
sosial ini tidak lepas dari telah terpenuhinya kebutuhan dasar (basic needs).
Berdasarkan teori Hierarchy of Needs Abraham Maslow bahwa tatkala kelas
menengah sudah melampaui kebutuhan dasar, maka praktis mereka memerlukan
social needs. Social needs ini secara ringkas adalah kebutuhan koneksi sosial
seperti cinta, relationship, penghargaan, social status, social image, selfexpression, dll.
Dengan majunya perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi,
membuat social needs pun kian terealisasi dan booming di Tanah Air, sehingga
fenomena social connection kelas menengah pun semakin tinggi. Ini bisa kita lihat
bagaimana para ibu mulai banyak berkarir di dunia profesional ataupun bisnis. Jika
dahulu mayoritas perempuan hanya mengurusi dapur, sumur dan kasur, kini
mereka bisa mengekspresikan diri sebagai wanita karir. Mereka rutin
menggunakan mobil pribadi dan alat komunikasi untuk menunjang relationship dan
karir. Kalaupun ada yang memilih menjadi ibu rumah tangga, tak jarang kaum hawa
menjadi mompreneur dengan cara berjualan online di rumah sekaligus mengasuh
dan mendidik anak. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa social connection
kelas menengah semakin tinggi.
Di samping itu, teknologi komunikasi seperti smartphone, PC tablet,
dan laptop memungkinkan mereka terkoneksi sosial secara virtual. Mereka aktif
menggunakan Facebook, Twitter, Path, Instagram, dll., untuk kebutuhan
relationship sekaligus mencari penghargaan dari komunitasnya. Social media
memungkinkan konsumen kelas menengah untuk bisa bernasis-ria, sehingga
mereka pun mendapatkan apresiasi oleh teman-temannya. Ini adalah
bentuk kebutuhan baru. Rasanya tidak lengkap apabila mengunjungi suatu

destinasi baru tanpa dipamerkan (image-seeker) di social media, sehingga mereka


mendapatkan apresiasi. Munculnya fenomena kebutuhan social needs inilah yang
mendorong terjadinya revolusi social media di Indonesia.
Terjadinya revolusi social media ini yang menyebabkan banyak brand owner untuk
mengembangkan online marketing strategy secara komprehensif agar mampu
menciptakan engagement dengan konsumennya ataupun customer community.
Beberapa brand secara cemerlang merancang strategi pemasaran online agar bisa
membentuk viral marketing secara C2C atau P2P. Dengan cara horizontal
marketing ini, maka hal ini diharapkan bisa mendorong brand awareness, customer
loyalty, dan berujung pada penjualan produk yang laris.
Meskipun terjadi revolusi social media di Tanah Air, hal ini menciptakan
kondisi kontradiksi di kalangan kelas menengah sendiri. Ketika mereka
semakin high socially-connected, mereka pun semakin intim dengan lingkungan
sosial terkecilnya seperti keluarga. Di tengah semakin pesatnya karir yang dicapai
ataupun semakin luas pergaulan kelas menengah, mereka pun kian makin peduli
terhadap keluarganya. Inilah yang saya sebut fenomena family-oriented.
Preferensi pembelian pada segmen ini kian sangat bergantung pada keluarga.
Bisa kita lihat dalam fenomena sehari-hari ungkapan, berapapun uang yang harus
dikeluarkan, keluarga adalah nomer 1. Misalnya, demi keluarga bisa berlibur rutin,
kelas menengah siap mengeluarkan uang untuk beli mobil. Contoh lainnya adalah
anak merupakan prioritas utama di dalam segmen keluarga. Demi anak, mereka
mengeluarkan uang banyak untuk kebutuhan senang-senangnya (dibelikan gadget),
pendidikan (disekolahkan di institusi ternama), dan liburan (diajak ke berbagai
destinasi wisata yang menarik). Dengan demikian, produk-produk yang mengincar
segmen keluarga pun sukses luar biasa.
Image-Seeker
Kini, kelas menengah kian sadar image atau pencitraan. Setiap yang mereka beli
atau lakukan selalu diperhitungkan dengan image yang akan didapat. Apa yang
dimaksud dengan image di sini adalah penerimaan pesan dari kita mengenai
keinginan mencitrakan diri. Setiap orang berusaha membangun citra dengan
serangkaian tindakan yang dilakukan. Dalam konsep kajian postmodern, inilah yang
disebut dengan imagologi. Tetapi, secara sederhana, bisa kita pakai terminologi
image-seeker untuk tindakan-tindakannya.
Umpamanya, dalam lingkungan sosial masyarakat kita, social status merupakan
hal penting di mata individu-individu masyarakat. Mereka kerap melihat tindakan
orang-orang atas dasar apa yang diperbuat, dikonsumsi, dan apa yang dimiliki. Oleh
karena itu, ketika mereka melakukan kegiatan apapun, mengonsumsi apapun, dan
memiliki hal tertentu, yang ingin dipamer kepada komunitas terdekatnya. Mereka
ingin dipandang sebagaimana yang diinginkannya. Terlebih, dengan platform social

media yang kian masif, maka ini turut menentukan image-seeker cepat merajalela.
Mereka ingin ngeksis dan narsis di social media.
Mereka menggunakan global brand demi image yang modern dan gaul. Dengan
platform social media yang kompleks, mereka kian sadar untuk mencari image di
hadapan komunitas atau audience-nya. Setiap kali mengonsumsi dan melakukan
apappun, kelas menengah kerap pamer di social media. Kesuksesan para global
brand di mata kelas menengah karena mereka mampu mengadopsi gaya hidup
kelas menengah yang suka pamer.
Salah satu industri yang menikmati gaya hidup image-seeker kelas menengah
adalah kafe, resto, barang elektronik, ataupun kedai junkfood. Ketika daya beli
mulai menanjak dan ada keinginan untuk dilihat orang, mereka pun mengonsumsi
makanan-minuman atau barang yang dinilai memberikan imej modern dan global.
Mengapa industri junkfood mulai melirik second cities? Di tengah euforia gaya hidup
konsumtif kelas menengah di berbagai kota, mereka membutuhkan kedai tempat
mereka makan-minum sekaligus memberikan imej modern dan gaul. Ini terlihat
mengapa pembukaan pertama J.Co di Jogja sangat ramai. Begitupun McDonald,
KFC, dan Starbucks diserbu. Selain itu, dari sisi perkakas pun mereka mulai
menggantikannya dengan modern appliance dan branded sepertiSamsung, LG,
Sharp, Polytron, IKEA, dll. Mereka mulai membeli kulkas, AC, TV layar datar,
kitchen set, blender, dll. Mengapa? Mereka tidak ingin tampilan rumahnya terkesan
jadul dan tidak modern.
Digitally-Connected
Penetrasi internet dan smartphone kian tinggi. Kelas menengah sudah melek
internet dan ngeksis di social media. Banyak brand-brand melakukan kampanye
melalui social media. Ini karena dipandang memiliki dampak yang luar biasa dari
migrasi besar-besaran masyarakat Indonesia ke internet.
Melihat penetrasi internet di Indonesia kian tinggi. Ini terlihat dari naiknya jumlah
populasi pengguna internet dan smartphone user. APJI menyebutkan bahwa pada
tahun 2013 jumlah pengguna internet mencapai 71,9 juta jiwa, naik 13% dari
tahun sebelumnya yakni 63 juta jiwa. Ini berarti 28% dari total populasi penduduk
Indonesia adalah pengguna internet. Selain populasi pengguna internet yang tinggi,
pengguna smartphone pun lebih tinggi. AC Nielsen menyebutkan tahun lalu
penetrasi smartphone di Indonesia mencapai 23%, tapi tahun ini situs The Statistics
Portal menyebutkan tembus angka 40% dari total populasi Indonesia. Pertumbuhan
per tahun pengguna smartphone bisa mencapai 24%.
Tingginya populasi pengguna internet dan smartphone membuat para global brand
yang bermain di sektor start-up dan perangkat keras jaya-raya di negeri ini. Untuk
kategori device, kita bisa melihat intensifnya iklan-iklan pemilik brand smartphone
seperti Samsung, LG, Oppo, Xiaumi, Lenovo, Advan, Asus, dan lainnya.

Sementara itu, dari sisi start-up, kita lihat intensifnya iklan Line, online shop, online
travel agent, konsultasi kesehatan, dll. Ini menandakan bahwa mereka mengincar
pasar kelas menengah yang sudah digital native dan online-minded.
Family-Oriented
Keluarga adalah segalanya. Setiap kali membeli suatu produk, mereka sangat
memperhatikan kebermanfaatan untuk keluarga. Untuk itu, tidak jarang bahwa
setiap faktor pembelian barang sangat ditentukan oleh keluarga.
Kesuksesan pasar mobil MPV dan LCGC di Indonesia tidak lepas dari nilai-nilai
family-oriented. Nav Karaoke dan Inul Vista tumbuh pesat di mana-mana karena
menjadi alternatif hiburan keluarga.Tropicana Slim membuat tema kehidupan
keberlangsungan keluarga agar terhindar dari penyakit diabetes
turunan. Energen menampilkan iklan harmonis kehidupan keluarga di pagi hari
yang semuanya serba sibuk sehingga cukup memerlukan sarapan instan. Bila kita
perhatikan, ada banyak komunikasi iklan yang ditujukan untuk segmen keluarga.
Mengapa bagi para brand owner segmen keluarga penting? Pertama, segmen
keluarga adalah segmen yang hot. Segmen ini siap mengeluarkan uang berapapun
demi kehidupan keluarga. Kedua, segmen keluarga cenderung bisa dikatakan
sangat loyal. Ibu adalah pemegang peranan penting dalam segmen keluarga.
Produk toiletries, makanan-minuman, bumbu masak, kendaraan, barang elektronik,
dan lainnya.
Kids Are Everything
Dahulu, saya ingat bahwa ibu saya cukup pelit untuk membeli mainan untuk anakanaknya. Kini, para ibu sangat boros membelanjakan uangnya demi anak. Para ibu
masa kini selalu memenuhi jenis mainan yang diinginkan oleh anak. Bahkan,
mereka pun kerap memberikan mainan yang belum tentu dibutuhkan anak, tapi
diberikan atas dasar rasa sayang. Umpamanya, saat ini kita mulai lumrah melihat
perilaku bapak-ibu memberikan pada anak-anaknya untuk menggunakan ponsel
pintarataupun tablet PC untuk para anaknya.
Mengapa para orang tua sudah sangat menyayangi anak-anaknya? Hasil studi
kualitatif CMCS menemukan bahwa ini tidaklah lepas dari kompensasi kepada
anak atas sedikitnya waktu yang diberikan pada buah hatinya. Waktu para orang
tua kini banyak dihabiskan di tempat kerja, sementara anak-anak diarahkan
menghabiskan waktunya untuk belajar. Terbatasnya waktu untuk bercengkrama dan
perubahan gaya hidup membuat orang tua semakin permisif terhadap anak untuk
menggunakan tablet PC. Bagi mereka, ini adalah cerminan rasa sayang pada anak.
Rasa sayang pada anak itu juga tercermin dalam pemilihan tempat belajar atau
sekolah bagi anak-anaknya. Dewasa ini, banyak sekolah global dan pendidikan
yang menjawab kebutuhan para orang tua didirikan. Sekolah internasional

ataupun sekolah Islam plus menjadi cerminan betapa para orang tua
menginginkan agar anak-anaknya sekolah di tempat terbaik.
Selain itu, asupan gizi untuk anak-anak semakin jauh lebih baik daripada dahulu.
Para orang tua sangat memperhatikan bagaimana kebutuhan asupan gizi anak-anak
dalam sehari-hari. Ini terlihat dari data semakin tingginya konsumsi gandum,
kacang kedelai, susu, daging, yang terjadi pada anak-anak dewasa ini. Dengan
memberikan gizi yang baik, mereka berharap anak-anaknya akan tumbuh jauh lebih
sehat dan pintar. Untuk itu, mereka tidak akan eman mengeluarkan uang demi
kebutuhan anak-anaknya.
The Power of Peers
Teman atau kolega jadi salah satu pendorong penting dalam keputusan pembelian.
Kelas menengah kerapkali mengikuti saran dari teman. Teman atau keluarga jadi
faktor penting karena dianggap bisa dipercaya. Brand-brand pun kerap
memanfaatkan strategi membangun komunitas sebagai channel atau strategi
komunikasi pemasaran yang impactful.
Melihat segmen anak muda dan perempuan yang tertinggi dalam struktur
demografi Indonesia, kita lihat bagaimana para brand owner melakukan community
activation terhadap segmen ini. Beberapa brand seperti makanan-minuman,
entertainment, rokok, dan lainnya, adalah contoh brand yang melakukan
community activation.
Anak muda adalah jenis konsumen yang sedang labil dalam mencari meaning of
life atau jatidiri hidup. Dalam transformasi mencari makna hidup itu, mereka
sangat bergantung pada teman, komunitas ataupun peers. Di tengah mencari role
model, teman adalah sumber mirroring perilaku kehidupan sehari-hari mereka.
Oleh karena itu, ciri penting hidup anak muda adalah berkelompok dengan temantemannya. Untuk itu, beberapa segmen yang mengincar anak muda menggunakan
community activation anak-anak muda.
Selain anak muda, para mahmud (mamah muda) ibu rumah tangga pun menjadi
segmen hot yang sangat bergantung pada peers. Di tengah-tengah kesibukannya
mengurus anak, mereka hidup berkelompok untuk mengisi waktu luang bersama
para mahmud lainnya. Umumnya, mereka aktif di komunitas arisan, ngobrol ngalorngidul di kafe, dan lainnya. Mereka adalah driver bisnis MLM Tupperware, online
shop, produk asuransi, dll.
Suksesnya marketing Line di tanah air tidaklah lepas dari peers power. Kini, dengan
perangkat teknologi dan social media yang canggih memungkinkan orang untuk
bisa reuni dengan teman sekolah. Line sebagai social media tool dan menciptakan

iklan kembalinya Rangga ke Tanah Air menghasilkan efektivitas kampanye yang luar
biasa.

Siap-siap
Konsumen kelas menengah adalah segmen paling menguntungkan saat ini. Data
terakhir dari Bank Dunia 2010, jumlah kelas menengah Indonesia
mencapai 132 juta jiwa dengan daya beli US$2-20, dan setiap tahun jumlahnya
meningkat 9 juta jiwa. Ini adalah pasar besar. Oleh karena itu, pahami dan kenali
perilakunya, dan petakan strategi untuk membidiknya. Ke-16 tren di atas adalah
salah satu panduan untuk memahami perilaku kelas menengah guna memetakan
strategi dalam menghadapi tahun 2015 nanti. Dalam menyambut tahun depan,
bersiap-siaplah mengambil peluang dari segmen paling profitable ini.

Anda mungkin juga menyukai