KONDISI EKSISTING
3.1 Kondisi Eksisting Lokasi Banjir Baleendah
a. Baleendah Secara Umum
Pada tahun 1970 sampai 1980-an, 90% wilayah Baleendah adalah daerah
pertanian (persawahan). Namun, pada tahun 1980-an Kecamatan Baleendah
direncanakan menjadi ibu kota Kabupaten Bandung. Maka dibangunlah
sarana/prasarana di wilayah itu termasuk gedung DPRD yang sangat megah.
Perumahan umum, tempat ibadah dan sekolah pun dibangun di sana sehingga
mengubah sebagian besar wilayah pertanian menjadi gedung dan bangunan
lainnya. Sayang, banjir besar yang melanda Baleendah sekitar tahun 1986
membuat para petinggi memindahkan ibu kota Kabupaten Bandung ke Soreang.
Sehingga gedung DPRD yang baru selesai dibangun pun sia-sia dan terbengkalai.
Gedung tersebut kini dijadikan rumah sakit.
Baleendah merupakan daerah langganan banjir di Jawa Barat. Sejak puluhan
tahun lalu, sudah sering terjadi banjir besar di daerah ini. Pada saat banjir,
biasanya warga setempat mengungsi ke kecamatan tetangga, Dayeuhkolot,
walaupun sebagian wilayah Dayeuhkolot sendiri sebenarnya juga sering
mendapat sedikit terjangan banjir dari Baleendah. Kajian karakter DAS Citarum
(2011) mendapatkan sekitar 1.651,5 ha (39%) wilayah Baleendah berpotensi
terkena banjir setiap tahun.
b. Lokasi Terjadinya Banjir Baleendah
Banjir di Baleendah pada dasarnya merupakan banjir yang cukup luas,
mencakup beberapa wilayah sekitarnya, termasuk Kecamatan Dayeuhkolot, dan
Kecamatan Bojongsoang. Banjir diakibatkan banyak faktor, seperti drainase yang
buruk dan ditambah meluapnya sungai Citarum dan sungai Cisangkuy (anak
sungai Citarum), diperparah lagi karena kondisi geografis Baleendah yang berada
pada cekungan, sehingga air akan lebih mudah menggenang.
Di Kecamatan Baleendah, lokasi yang sering tergenang banjir berdasarkan
data, observasi, dan survey adalah Kelurahan Andir, yakni di Kampung Cigosol,
Kampung Uwak, Kampung Jembatan, dan Kampung Ciputat, sedangkan di
Kelurahan Baleendah terjadi di Kampung Cieunteung. Lokasi lain yang pernah
terjadi banjir seperti di Cikarees, dan beberapa wilayah lain disekitar lokasi
tersebut meskipun genangan tidak cukup tinggi.
kanal.
Persediaan air Kontaminasi air. Air minum bersih mulai langka.
Penyakit - Kondisi tidak higienis. Penyebaran penyakit bawaan air.
Pertanian dan persediaan makanan
Transportasi - Jalur transportasi hancur, sulit mengirimkan bantuan
darurat kepada orang-orang yang membutuhkan. Serta memutus akses
jalan
f. Perekonomian menurunkan produktivitas masyarakat. dsb
retensi di wilayah ini, pro-kontra di masyarakat adalah hal yang wajar terjadi
dalam pembangunan suatu proyek di atas lahan warga, serta bagaimana sulitnya
pembebasan lahan di wilayah padat penduduk menjadi salah satu aspek yang
harus dikaji di luar hal teknis yang kami paparkan.
Banyaknya penduduk yang bermukim di wilayah tersebut, menyebabkan
perlunya tindakan birokrasi dari pemerintah mengenai proses relokasi dan
pembebasan lahan apabila proyek kolam retensi benar-benar terealisasikan. Selain
itu, peran pemerintah juga diperlukan dalam proses negosiasi dan diskusi bersama
masyarakat melalui pendekatan social.
Pembuatan kolam retensi dapat dilakukan pada daerah yang ada garis merah tersebut.
Karena dari opsi pilihan diatas hanya terdapat lahan kosong milik pemerintah pada daerah
yang ditandai tersebut. Pembuatan kolam retensi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dekat
dengan sungai dan pada jalur sungai tersebut.
Metode yang kami pilih adalah dengan metode yang membangun kolam retensi pada
jalur sungai, karena dengan metode tersebut mengatur inflow dan outflow debit air dapat
direncanakan dengan baik dan banjir dapat dicegah dengan mudah. Kemudian selanjutnya
tergantung dimensi kolam retensi yang diperlukan sesuai daerah pelayanan yang ada.