Anda di halaman 1dari 9

STRUKTUR, MORFOLOGI DAN SIFAT OPTIK LAPISAN TIPIS

TiO2 (TITANIUM OKSIDA) UNTUK APLIKASI DYE-SENSITIZED


SOLAR CELL YANG DISINTESIS DENGAN METODE DEPOSISI
ELEKTROFORETIK
STRUCTURE, MORPHOLOGY, AND OPTICAL PROPERTIES OF
TiO2 (TITANIUM OKSIDA) THIN FILM FOR DYE-SENSITIZED
SOLAR CELL APPLICATION THAT SYNTHESIZED BY THE
ELECTROPHORETIC DEPOSITION METHOD
Indah Darapuspa
Kelompok 1
Program Studi Fisika, Institut Teknologi Bandung, Indonesia
E-mail: darapuspa.indah@gmail.com
ABSTRAK
Pada percobaan ini dilakukan deposisi elektroforetik lapisan tipis TiO2 di atas substrat ITO (Indium Tin
Oxide) dengan menggunakan larutan elektrolit TiCl4 (Titanium (IV) klorida) dan katalis H3BO 3 (Boric
Acid). Didapatkan hasil karakterisasi XRD pada lapisan tipis TiO 2 yang dideposisi tanpa menggunakan
katalis H3BO3 berada dalam fase anatese sedangkan lapisan tipis TiO 2 yang dideposisi dengan
menggunakan katalis H3BO3 berada dalam fase rutile. Spektrum UV-Vis menunjukkan lapisan tipis TiO2
dalam fase anatase memiliki energi gap sebesar 3,25 eV sedangkan dalam fase rutile memiliki energi
gap sebesar 3,7 eV. Hasil karaktarisasi SEM menunjukkan bahwa deposisi elektroforetik lapisan tipis
TiO2 menghasilkan morfologi permukaan yang lebih halus pada sampel tanpa menggunakan katalis
dibandingkan dengan deposisi elektroforetik sampel yang menggunakan katalis. Berdasarkan hasil yang
diperoleh, maka deposisi lapisan tipis TiO2 ini dapat digunakan untuk aplikasi DSSC.
Kata kunci : DSSC,Deposisi elektroforetik, SEM, TiO2, UV-Vis, XRD
ABSTRACT
In this experiment, an electrodeposition of a TiO2 thin film has been carried on ITO (Indium Tin Oxide)
substrate using a TiCl4 (Titanium (IV) klorida) electrolyte solution and a H 3BO3 (Boric Acid) catalyst.
The result of XRD characterization on TiO2 thin film deposited without the use of H3BO3 catalyst is
formed in an anatase phase while one with the H3BO3 catalyst is in a rutile phase. The UV-Vis spectra
shows that the TiO2 thin film in anatase phase has an energy gap of 3.25 eV while the rutile one shows
3.7 eV. The SEM characterization results show that the TiO2 thin film electrodeposition without catalyst
use generates a smoother surface morfology than one with catalyst. In accordance to that, this TiO 2
deposition can be use for DSSC application.
Keywords: DSSC, Electrophoretic deposition, SEM, TiO2, UV-Vis, XRD

I. PENDAHULUAN
Perkembangan nanoteknologi yang semakin pesat menuntut adanya inovasi
dengan memperhatikan biaya dan proses pengolahan suatu material. Titanium Oksida
atau TiO2 adalah salah satu material yang masih terus dikembangkan hingga saat ini.
TiO2 telah banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti pada sel surya (Septina,
2007), fotokatalis (Rahmawati, 2010; Nugroho, 2011), sensor biologis dan kimia
(Kolmakov dkk, 2004 dalam Palupi, 2006), pengolahan limbah (Slamet, 2007) dan
masih banyak lagi. Ini menjadikan TiO2 sebagai material alternatif yang dapat
disintesis dengan mudah dan membutuhkan biaya yang relatif murah.
Lapisan tipis TiO2 adalah material semikonduktor yang tergolong ke dalam
semikonduktor ekstrinsik tipe-n, berbentuk sphere berwarna putih dengan struktur
tetragonal, memiliki ukuran partikel sekitar 42.5 nm sampai dengan 50 nm dan

memiliki densitas sebesar 4.25 g/cm3. Bentuk padatan material TiO2 dapat dilihat pada
gambar 1.

Gambar 1. Bentuk padatan material TiO2

TiO2 bersifat semikonduktor dan memiliki tiga fasa utama yaitu anatase, rutile
dan brookite (Zhang, 1998) yang dapat mengkristal pada temperatur rendah dalam
ukuran yang sangat kecil (Bokhimi, 1995; Ye, 1997; Banfield, 1993). Ketiga fasanya
dapat dilihat pada Gambar 2a, 2b dan 2c.

(a)

(b)

(c)
Gambar 2. Struktur material TiO2 (a)fasa rutile, (b)fasa anatase, (c)fasa brookite

TiO2 sering digunakan karena memiliki daya oksidatif dan stabilitas yang tinggi
terhadap fotokorosi, murah, mudah didapat dan tidak beracun (Smestad, 1998). Pada
aplikasi sel surya, TiO2 yang digunakan umumnya berada dalam fase anatase yang
memiliki energi gap 3,2 eV (Timuda, 2009). Jika ditinjau dari sifat listriknya, material
TiO2 merupakan bahan isolator yang sangat baik sebagai material pada devais
penyimpan memori, juga merupakan bahan semikonduktor yang sangat baik sebagai

fotokatalis zat organic untuk sinar ultraviolet. Kemudian apabila ditinjau dari sifat
optiknya, dapat dilihat dari karakterisasi spektrometer Uv-Vis, dapat melihat
transmitansi, absorbansi dan band-gap nya.
Seiring perkembangan nanoteknologi, hadir generasi baru dari sel surya yaitu
Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC), ditemukan oleh Professor Michael Graztel pada
tahun 1991. DSSC adalah salah satu teknologi sel surya non-konvensional yang tidak
memerlukan material dengan kemurnian tinggi sehingga biaya proses produknya relatif
murah. Berbeda dengan sel surya konvensional dimana semua proses melibatkan
material silicon itu sendiri, pada DSSC absorbsi cahaya dan separasi muatan listrik
terjadi pada proses yang terpisah. Absorbsi cahaya dilakukan oleh molekul dye dan
separasi muatan oleh inorganik semikonduktor nanokristal yang mempunyai bandgap
lebar.
Salah satu semikonduktor ber-bandgap lebar yang sering digunakan yaitu TiO2.
TiO2 umum digunakan karena inert, tidak berbahaya, semikonduktor yang murah,
selain memiliki karakteristik optik yang baik. Namun untuk aplikasinya dalam DSSC,
TiO2 harus memiliki permukaan yang luas sehingga dye yang teradsorb lebih banyak
yang hasilnya akan meningkatkan arus photo. Selain itu penggunaan bahan dye yang
mampu menyerap spektrum cahaya yang lebar dan cocok dengan pita energi TiO2 juga
merupakan karakteristik yang penting.
Untuk mendapatkan dimensi permukaan yang luas dapat dilakukan dengan cara
membentuk bahan dalam bentuk lapisan tipis (Dahlan, 2009). Aplikasi TiO2 sebagai
bahan semikonduktor yang bertipe lapisan tipis dapat dibuat dengan menggunakan
beberapa metode, diantaranya seperti dip-coating (Lei Ge, 2006) dan deposisi
elektroforetik (Lokhande dkk, 2005). Setiap metode ini memiliki hasil pelapisan yang
berbeda tergantung pada proses penumbuhannya.
Berbagai teknik dalam pembuatan lapisan tipis TiO2 terus dikembangkan,
khususnya dalam hal sintesis dengan menggunakan metode deposisi elektroforetik.
Deposisi adalah proses pengkristalan dari bentuk cair atau gas ke dalam bentuk padat.
Deposisi ada berbagai macam jenisnya, salah satu contohnya adalah deposisi
elektroforetik. Metode deposisi elektroforetik adalah metode deposisi untuk
mendapatkan lapisan tipis FTO (Flourine doped Tin Oxide) dan TiO2 dengan
menggunakan elektroda dan larutan elektrolit. Pada elektroda diberi tegangan selama
beberapa waktu. FTO digunakan pada deposisi ini karena FTO memiliki lapisan
konduktif yang baik sebagai penghantar listrik dan pada aplikasi solar cell kita butuh
lapisan yang konduktif.
Metode deposisi elektroforetik lebih mudah dilakukan, tingkat keseragaman
lapisan yang dihasilkan lebih baik, dan rata-rata kemungkinan terdeposisinya tinggi
serta adhesi yang bagus (Jiang dkk, 2001). Selain itu, metode ini telah banyak
digunakan untuk sintesis nanopartikel dan nanolapisan karena metode ini menarik,
disebabkan keadaan pertumbuhan partikel dapat dipantau berdasarkan variasi daya
listrik yang digunakan, waktu deposisi, konsentrasi larutan dan aditif atau surfaktan
yang ditambahkan pada larutan (Dahlan, 2009). Oleh karena itu, penelitian ini
dilakukan untuk membuat lapisan tipis TiO2 menggunakan metode deposisi
elektroforetik dengan meneliti pengaruh konsentrasi larutan elektrolit TiCl4 dan
tegangan saat pendeposisian, dalam proses deposisi elektroforetik juga menggunakan
H3BO 3 sebagai katalis dan ITO sebagai substrat yang bersifat konduktor dan
transparansi secara optik. Karakterisasi sampel lapisan tipis TiO2 yang telah dideposisi
menggunakan XRD (X-Ray Diffractometer), SEM (Scanning Electron Microscopy)

dan spektrofotometer UV-Vis.


Prinsip XRD adalah mendifraksi cahaya yang melalui celah kristal.
Fenomenanya dapat dijelaskan dengan Hukum Bragg. Berdasarkan Hukum Bragg, jika
seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal itu akan
membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi
dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian
diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Struktur kristal dari TiO2 dianalisa
dengan X-Ray Diffractometer. Persamaan Scherrer digunakan untuk menghitung
ukuran kristal dari TiO2:
(1)
dengan D adalah ukuran kristal, k adalah konstanta yang bernilai 0,94, adalah panjang
gelombang Bragg, adalah nilai FWHM (Full-Width Half Maximum), dan adalah
sudut Bragg.
Karakterisasi berikutnya adalah menggunakan SEM. SEM adalah teknik
karakterisasi dengan cara menembakkan elektron ke sampel untuk dilihat morfologi
permukaannya, yang pada hal ini melihat morfologi permukaan material TiO2. Elektron
memiliki resolusi yang lebih tinggi dibandingkan cahaya. Cahaya hanya mampu
mencapai 200 nm sedangkan elektron bisa mencapai resolusi hingga 0,1-0,2 nm. Kita
akan mendapatkan beberapa pantulan yang digunakan untuk karakterisasi. Elektron
ditembakkan dengan energi dari kecepatan tertentu. Kecepatannya tidak boleh terlalu
besar karena akan merusak materialnya.
Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut: (1)sebuah pistol elektron
memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan anoda; (2)lensa magnetik
memfokuskan elektron menuju ke sampel; (3)sinar elektron yang terfokus memindai
(scan) keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh koil pemindai; (4)ketika elektron
mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron baru yang akan diterima
oleh detektor dan dikirim ke monitor.
Profil absorbsi dari dye dianalisis dengan menggunakan Spektrofotometer UVVIS. Absorbansi bahan semikonduktor menyebabkan terjadinya eksitasi elektron dari
pita valensi ke pita konduksi. Nilai energi gap dapat ditentukan dari persamaan (2) :
hv C(hv Eg )1/ 2

(2)

dengan adalah koefisien absorbsi, C adalah konstanta, hv adalah energi foton dan Eg
adalah energi gap. Dimana bila diplotkan pada sumbu kartesian maka C bertindak
sebagai gradien, hv sebagai sumbu x, ((hv))2 sebagai sumbu y dan dari kurva dapat
ditentukan nilai energi gap dari masing-masing lapisan TiO2 yang diukur (Abdullah,
2009).
II. METODE
Lapisan tipis TiO2 ditumbuhkan dengan menggunakan metode deposisi
elektroforetik di atas substrat ITO dengan menggunakan larutan elektrolit TiCl4 dan
katalis H3BO3. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah catu daya DC, gelas
kimia, gelas ukur kimia, pipet tetes, logam penjempit, alumina crucible, hot plate
magnetic stirrer C-MAG HS 7, stopwatch, timbangan digital PWG 2502i, 1 set

peralatan deposisi elektroforetik, furnace mode seri no. 112011, kertas amplas merck
CC-1500-CW, XRD, SEM dan spektrofotometer UV-Vis.
Untuk sampel A, larutan elektrolit TiCl4 dibuat sebesar 1.5M sebanyak 25 mL
dipersiapkan dengan cara mencampurkan aquabides sebanyak 20.8 mL dengan 4.2 mL
di dalam gelas kimia. Kemudian larutan tersebut diaduk dengan menggunakan
magnetic stirrer selama 30 menit, tujuan dari pengadukan ini agar semua bahan yang
dicampurkan dapat menjadi campuran yang homogen dan tidak mengendap.
Untuk sampel B, larutan elektrolit TiCl4 dibuat sebesar 1.5M sebanyak 25 mL
dengan menggunakan H3BO3 dipersiapkan dengan cara menimbang H3BO3 sebanyak
2,3 gram lalu dilarutkan dengan menggunakan aquabides sebanyak 20 mL di dalam
gelas kimia, lalu larutan tersebut diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer selama
30 menit, kemudian setelah larutan tersebut menjadi campuran yang homogen, larutan
tersebut dicampurkan dengan TiCl4 sebanyak 4,1 mL, lalu larutan diaduk lagi dengan
menggunakan magnetic stirrer selama 1 jam, tujuan dari pengadukan ini agar semua
bahan yang dicampurkan dapat menjadi campuran yang homongen dan tidak
mengendap.
Setelah larutan selesai dibuat maka peralatan untuk proses deposisi
elektroferotik dipersiapkan. Kaca ITO dipasang pada katoda (kutub negatif) dan plat
platina dipasang pada anoda (kutub positif). Kedua elektroda tersebut dipasang dan
dimasukkan secara bersamaan ke dalam set peralatan deposisi elektroforetik yang
berbentuk bejana yang berisi larutan elektrolit yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Proses deposisi elektroforetik dilakukan selama 1 jam serta tegangan yang digunakan
untuk sampel A sebesar 7,5V dan sampel B sebesar 10V. Setelah di deposisi lapisan
tipis TiO2 disintering dengan suhu 500C selama 5 jam kemudian sampel
dikarakterisasi dengan menggunakan XRD, SEM dan spektrofotometer UV-Vis.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Karakterisasi XRD
Data intensitas dan posisi puncak difraksi yang dihasilkan oleh difraktometer
sinar-X kemudian dibandingkan dengan data standar JCPDS sehingga dapat diketahui
fasa senyawa kristalin lapisan tipis TiO2 sampel A dan sampel B. Pola difraksi XRD
lapisan tipis sampel A dan sampel B dapat dilihat pada gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3. Pola difraksi XRD lapisan tipis TiO2 sampel A dan sampel B

Tabel 1. Nilai 2 dan intensitas puncak tertinggi kurva XRD sampel A

Puncak 2

Intensitas d ()

Senyawa/hkl

25,621

92,96

3,47408 Anatase (101)

38,8513

100

2,31611 Anatase (004)

44,2911

85,27

2,04345 Rutile (210)

48,8639

56,27

1,86237 Anatase (200)

49,419

60,21

1,84274 ITO (125)

54,7426

49,07

1,67545 Anatase (105)

59,9819

56,81

1,54102 ITO (145)

65,2458

53,57

1,42884 Rutile (310)

75,7179

60,55

1,25513 Anatase (107)

10

84,4303

40,52

1,14642 Anatase (224)

11

85,2732

50,98

1,13723 Rutile (400)

Berdasarkan data karakterisasi XRD sampel A, dapat dilihat bahwa sampel


menghasilkan 11 puncak (peak) difraksi sinar-X yaitu puncak-puncak pada sudut 2
terhadap intensitas dengan nilai masing-masing ditunjukkan pada Tabel 1. Setiap peak
memiliki nilai intensitas berbeda terhadap setiap posisi sudut 2 dengan mencocokkan
data pada JCPDS sehingga dapat diidentifikasi kristalnya.
Hasil karakterisasi menunjukkan sampel A mengandung 3 fasa senyawa
kristalin yaitu TiO2 dalam fasa anatase, TiO2 dalam fasa rutile dan fasa senyawa
kristalin ITO dengan nilai intensitas yang berbeda-beda.
Intensitas tertinggi terletak pada posisi 2 dengan sudut 38,8513 yaitu sebesar
100 yang merupakan peak dari kristal TiO2 dalam fasa anatase dan dapat diketahui
bidang kristal atau indeks Miller hkl yaitu (004).
Intensitas terendah terletak pada peak 10 yaitu sebesar 40,52 pada posisi 2
dengan sudut 84,4303 yang merupakan peak dari kristal TiO2 dalam fasa anatase
dengan orientasi hkl (224). Intensitas yang besar menunjukkan bahwa kristal tersebut
memiliki keteraturan kristal yang baik atau semakin banyak atom-atom yang tersusun
teratur dan rapi.

Tabel 2. Nilai 2 dan intensitas puncak tertinggi kurva XRD sampel B

Puncak 2

Intensitas

d ()

Senyawa/hkl

27,107

100

3,28692

Rutile (110)

27,6416

94,61

3,22455

Rutile (110)

38,2247

54,19

2,35262

Anatase (004)

44,1514

53,29

2,04959

Rutile (210)

57,1592

28,14

1,61023

Rutile (220)

63,0146

30,83

1,47396

Rutile (002)

73,1955

24,55

1,29203

Rutile (311)

77,4049

20,05

1,23194

Rutile (202)

79,9764

21,85

1,19867

ITO (653)

10

83,1043

16,46

1,16131

Rutile (321)

Tabel 2 menunjukkan data XRD sampel B yang memiliki 10 peak difraksi


sinar-X tertinggi dengan nilai intensitas yang berbeda-beda. Hasil identifikasi
menunjukkan sampel B juga mengandung 3 fasa senyawa kristalin yaitu TiO2 dalam
fasa anatase, TiO2 dalam fasa rutile dan senyawa kristalin ITO dengan nilai intensitas
yang berbeda-beda. Intensitas tertinggi terletak pada posisi 2 pada sudut 27,107 yaitu
sebesar 100 yang merupakan peak dari kristal TiO2 dalam fasa rutile dan dapat
diketahui bidang kristal atau indeks Miller hkl yaitu (110). Intensitas terendah terletak
pada peak 10 yaitu sebesar 16,46 pada posisi 2 dengan sudut 83,1043 yang
merupakan peak dari kristal TiO2 dalam fasa rutile dengan orientasi hkl (321).
3.2

Hasil Karakterisasi SEM


A

Gambar 4. Foto SEM morfologi permukaan lapisan tipis TiO2 sampel A dan sampel B pembesaran 40000
kali.

Hasil karakterisasi SEM ditunjukkan pada gambar 4. Pada gambar terlihat


bahwa pada sampel A permukaan lapisan tipis yang terdeposisi oleh partikel-partikel
TiO2 relatif tidak menumpuk, penyebaran partikel yang merata dan ukuran partikel
yang dominan seragam. Ukuran-ukuran partikel TiO2 berkisar antara 42,5 nm sampai
50 nm. Hasil foto SEM memperlihatkan adanya batas retakan pada permukaan hasil
deposisi, hal ini diakibatkan oleh gelembung-gelembung larutan yang terjadi
dipermukaan substrat pada saat proses deposisi elektroforetik.
Pada sampel B terlihat bahwa permukaan lapisan tipis memiliki pori yang bagus
tetapi terjadi sedikit penumpukan dan terdeposisi oleh agregat atau cluster dari kristalkristal TiO2 yang tersebar secara merata, ukurannya berkisar antara 30 nm sampai 92,5
nm. Hasil foto SEM memperlihatkan bahwa hasil deposisi didominasi oleh agregat
dengan ukuran yang lebih kecil yaitu sekitar 30 nm. Terlihat jelas bahwa keberadaan
katalis H3BO3 sangat mempengaruhi bentuk dan ukuran partikel yang terdeposisi.

3.3

Hasil Karakterisasi Spektrofotometer UV-Vis

Gambar 5. Kurva (hv)2 terhadap (hv) lapisan tipis TiO2 sampel A pada = (230-800) nm

Dari Gambar 5 dapat terlihat bahwa pada kurva (hv)2 terhadap (hv) lapisan
TiO2 sampel A untuk panjang gelombang (230-800) nm setelah dibuat garis dengan
metode touc plot dari nilai (hv)2 sampai pada perpotongan garis tersebut dengan
sumbu x maka dari perpotongan akan diperoleh nilai energi gap sampel A yaitu sebesar
3,25 eV.

Gambar 6. Kurva (hv)2 terhadap (hv) lapisan tipis TiO2 sampel B pada = (230-800) nm

Dari Gambar 6 dapat terlihat bahwa pada kurva (hv)2 terhadap (hv) lapisan
TiO2 sampel B untuk panjang gelombang (230-800) nm setelah dibuat garis dengan
metode touc plot dari nilai (hv)2 sampai pada perpotongan garis tersebut dengan
sumbu x maka dari perpotongan akan diperoleh nilai energi gap sampel B yaitu sebesar
3,7 eV.

IV. KESIMPULAN
Hasil karakterisasi XRD menunjukkan lapisan tipis TiO2 dalam fasa anatase
dengan intensitas tertinggi 100 berada pada puncak 38,8513 sedangkan lapisan tipis
TiO2 dalam fasa rutile dengan intensitas tertinggi 100 berada pada puncak 27,107.
Hasil karakterisasi SEM menunjukkan morfologi permukaan lapisan tipis TiO2 fasa
anatase memiliki bentuk partikel-partikel yang hampir seragam, relatif tidak
menumpuk, ketebalan partikel yang merata dan ukuran partikel yang dominan seragam,
tetapi pada lapisan ini terbentuk sedikit retakan yang cukup besar di atas substrat.
Sementara morfologi untuk lapisan tipis TiO2 dalam fasa rutile memiliki permukaan
lapisan tipis yang agak menumpuk dan berpori serta terdeposisi oleh agregat atau
cluster dari kristal-kristal TiO2 yang tersebar secara merata. Penambahan katalis H3BO3
mempengaruhi bentuk kristal dan morfologi permukaan lapisan tipis TiO2 yang
terbentuk. Hasil karakterisasi UV-Vis menunjukkan lapisan tipis TiO2 dalam fasa
anatase memiliki energi gap sebesar 3,25 eV, sedangkan lapisan tipis TiO2 dalam fasa
rutile memiliki energi gap sebesar 3,7 eV. Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka
deposisi lapisan tipis TiO2 ini dapat digunakan untuk aplikasi DSSC

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. 2009. Pengantar Nanosains. Bandung. Penerbit ITB.
Abdullah, M. dan Khairurrijal. 2009. Karakterisasi Nanomaterial. Jurnal Nanosains dan
Nanoteknologi. Vol.2. No.1, ISSN 1979-0880.
Dahlan, D. 2009. Electrodeposition of Cu2O particles by Using Electrolyte Solution
Containing Glucopone as Surfactant. Jurnal Ilmiah Fisika. ISSN 1979-4657.
Gratzel, M. 2003. Review : Dye-Sensitized Solar Cells. Journal Of Photochemistry and
Photobiology. Photochemistry Reviews. Vol.4 : 145-153.
Hariyadi, H. 2010. Pengaruh Ukuran Partikel TiO2 Terhadap Efisiensi Sel Surya Jenis
DSSC (Dye Sensitized Solar Cell). Skripsi. Jurusan Fisika. FMIPA Univ
Diponegoro.
Nugroho, I.A. 2011. Deposisi Lapisan Tipis Titania dan Pembuatan Sistem Pengolahan
Air Limbah Organik Menggunakan Material Fotokatalis Titania (TiO2). Skripsi.
Jurusan Fisika. FMIPA Univ Diponegoro. Semarang.
Palupi, E. 2006. Degradasi Methylene Blue Dengan Metoda Fotokatalisis dan
Fotoelektrokatalisis Menggunakan Film TiO2. Skripsi. Jurusan Fisika IPB,
Bogor.
Rahmawati, Z. 2010. Deposisi Lapisan Tipis Titanium Dioxide (TiO2) Di atas Substrat
Gelas Dengan Metoda Spray-Coating Untuk Aplikasi Penjernihan Air Polder
Tawang. Skripsi. Jurusan Fisika. FMIPA Univ Diponegoro. Semarang.
Septina, W. 2007. Pembuatan Prototipe Solar Cell Murah Dengan Bahan OrganikInorganik (Dye-Sensitized Solar Cell). Laporan Penelitian Bidang Energi.
Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Smestad, G.P. 1998. Journal Chemistry Education.
Najla, G. Mongi, B. Structural, morphological, and optical properties of TiO2 thin films
synthesized by the electro phoretic deposition technique. Nanoscale Research
Letter. Vol 7 : 357
http://www.nanoscalereslett.com/content/7/1/357

Anda mungkin juga menyukai