PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN,
PANCASILA POLITIK DAN DEMOKRASI
Disusun Oleh
Nama
Kelas
:
Siti Marlina Fauziah
:
H-26
Jurusan
:
Managemen Informatika
32
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya
dapat diselesaikan.
Makalah
Kewarganegaraan
dengan
memuat
beberapa
Kewarganegaraan,pancasila,politik
pembahasan
dan
dari
Pendidikan
demokrasi.
Terima kasih saya sampaikan kepada Bpk Rio M.Pd sebagai dosen mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi
lancarnya terselesaikan tugas makalah ini.
Demikianlah tugas ini saya susun semoga bermanfaat, dan dapat memenuhi
tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Sukabumi, 06 November
2014
Siti Marlina Fauziah
Penulis
32
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................ i
Daftar Isi................................................................................................. ii
Latar Belakang....................................................................................... 1
BAB I : Pendidikan Kwarganeagaraan.....................................................2
Pendidikan Kewarganegaraan................................................................2
BAB II : Pancasila
1. Pengertian Pancasila....................................................................4
2. Filsafat Pancasila..........................................................................5
3. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa................................................
BAB III : Disintegrasi Bangsa
1. Faktor Penyebab Disintegrasi.....................................................13
2. Nilai Pancasila sebagai pemersatu bangsa................................14
3. Sinkronisasi antara Nasionalisme dengan Nilai-nilai Pancasila. .16
4. Ancaman Disintegrasi di Indonesia............................................16
5. Cara menanggulangi Disintegrassi Bangsa................................17
BAB IV : Politik...................................................................................... 18
BAB V : Demokrasi..............................................................................24
Kesimpulan........................................................................................... 32
32
Latar Belakang
32
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
1.
Pengertian
Pendidikan kewarganegaraan dalam pengertian sebagai citizenship education,
secara substantif dan pedagogis didesain untuk mengembangkan warganegara yang
cerdas dan baik untuk seluruh jalur dan jenjang pendidikan. Sampai saat ini bidang itu
sudah menjadi bagian inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional
Indonesia dalam lima status. Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah. Kedua,
sebagai mata kuliah di perguruan tinggi. Ketiga, sebagai salah satu cabang pendidikan
disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka program pendidikan guru. Keempat,
sebagai program pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk Penataran Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Penataran P4) atau sejenisnya yang pernah
dikelola oleh Pemerintah sebagai suatun crash program. Kelima, sebagai kerangka
konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan kelompok pakar terkait, yang
dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai pendidikan
kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Dalam status
pertama, yakni sebagai mata pelajaran di sekolah, pendidikan kewarganegaraan telah
mengalami perkembangan yang fluktuatif, baik dalam kemasan maupun substansinya.
Pengalaman tersebut di atas menunjukkan bahwa sampai dengan tahun 1975, di
Indonesia kelihatannya terdapat kerancuan dan ketidakajekan dalam konseptualisasi
civics, pendidikan kewargaan negara, dan pendidikan IPS.
Kini tumbuh kebutuhan baru untuk mencari bentuk pendidikan politik dalam bentuk
pendidikan kewarganegaraan yang lebih cocok untuk latar pendidikan non formal, yang
diharapkan benar-benar dapat meningkatkan kedewasaan seluruh warganegara yang
mampu berpikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan cita-cita, nilai dan prinsip
demokrasi, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas kehidupan demokrasi di
Indonesia. Dalam kondisi seperti itu, kebutuhan adanya sistem pendidikan demokrasi
untuk seluruh lapisan masyarakat, terasa menjadi sangat mendesak.Dalam status
kelima, yakni sebagai suatu kerangka konseptual sistemik pendidikan kewarganegaraan
terkesan masih belum solid karena memang riset dan pengembangan epistemologi
pendidikan kewarganegaraan belum berjalan secara institusional, sistematis dan
sistemik. Paradigma pendidikan kewarganegaraan yang kini ada kelihatannya masih
belum sinergistik. Kerangka acuan teoritik yang menjadi titik tolak untuk merancang
dan melaksanakan pendidikan kewarganegaraan dalam masing-masing statusnya
sebagai mata pelajaran dalam kurikulum sekolah, atau sebagai program pendidikan
disiplin ilmu dan program guru, atau sebagai pendidikan politik untuk masyarakat
mengesankan satu sama lain tidak saling mendukung secara komprehensif. Sebagai akibatnya, program pendidikan kewarganegaraan di sekolah, di lembaga pendidikan guru,
dan di masyarakat terkesan belum sepenuhnya saling mendukung secara sistemik dan
sinergistik.
Pendidikan Kewarganegaraan bagi mahasiswa sangat penting untuk diajarkan,
mengingat pendidikan kewarganegaraan merupakan proses dimana seseorang dapat
menghargai, menjaga dan merasa bangga terhadap negaranya.
sesungguhnya mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan seharusnya menjadi hal yang
lebih utama di banding dengan pendidikan yang lainnya. Pendidikan Kewarganegaraan
lah yang mengajarkan bagaimana seseorang menjadi warga negara yang lebih
bertanggung jawab. Karena kewarganegaraan itu tidak dapat diwariskan begitu saja
melainkan harus dipelajari dan di alami oleh masing-masing orang. Apalagi negara kita
32
sedang menuju menjadi negara yang demokratis, maka secara tidak langsung warga
negaranya harus lebih aktif dan partisipatif. Oleh karena itu kita sebagai mahasiswa
harus memepelajarinya, agar kita bisa menjadi yang terdepan dalam melindungi
negara.
Pendidikan Kewarganegaraan juga mengajarkan bagaimana kita itu tidak hanya
tunduk dan patuh terhadap negara, tetapi juga mengajarkan bagaimana kita itu harus
toleran dan mandiri. Pendidikan ini membuat setiap generasi baru memiliki ilmu
pengetahuan, pengembangan keahlian, dan juga pengembangan karakter publik.
Pengembangan komunikasi dengan lingkungan yang lebih luas juga tecakup dalam
Pendidikan Kewarganegaraan. Meskipun pengembangan tersebut bisa dipelajari tanpa
menempuh Pendidikan Kewarganegaran, akan lebih baik lagi jika Pendidikan ini di
manfaatkan untuk pengambangan diri seluas-luasnya.
Memiliki Rasa Kewarganegaraan yang Tinggi Selanjutnya dijelaskan tentang
hubungan antara perlunya memepelajari Pendidikan Kewarganegaraan dengan memiliki
rasa kewarganegaraan yang tinggi. Pendidikan Kewarganegaran menjadi penting
karena memiliki manfaat yang begitu besar. Sedang memiliki rasa kewarganegaraan
yang tinggi tersebut merupakan salah satu manfaatnya.
Sebagai mahasiswa yang mempelajari
Pendidikan Kewarganegaran akan
menjadi tahu betul mafaatnya. Salah satunya adalah menjadi seseorang yang memiliki
rasa kewarganegaraan yang tinggi. Hal ini tidak hanya mengenai bagaimana rasa
bangga menjadi seorang warga dari sebuah negara, akan tetapi juga mengatahui
bagaimana hak dan kewajiban dari seorang warga negara. Jika kita mengerti dan
paham betul apa yang di ajarkan dalam Pendidikan Kewarganegaraan pasti kita akan
memiliki rasa kewarganegaraan yang tinggi.
Kita akan menghargai kewarganegaraan yang kita miliki, bangga akan hak dan
kewajiban sebagai warga negara. Tentu saja kita akan paham bagaimana
memperlakukan diri kita terhadap negara. Sikap ini berhubungan dengan pentingnya
mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan yang menjadikan warga negara menjadi
aktif, toleran, dan partisipatif. Apapun yang terjadi di Negara kita, kita akan menjadi
aktif untuk selalu mendukung. Toleran dengan keberagaman yang dimiliki negara
Indonesia. Serta partisipatif dengan hal kebaikan apapun yang diselenggarakan oleh
negara.
Rasa kewarganegaraan yang tinggi, akan membuat kita tidak akan mudah goyah
dengan iming-iming kejayaan yang sifatnya hanya sementara. Selain itu kita tidak akan
mudah menyerap secara langsung budaya yang bukan berasal dari Indonesia dan juga
menghargai segala nilai-nilai yang berlaku di negara kita. Memiliki sikap tersebut tentu
tidak bisa kita peroleh begitu saja tanpa belajar. Oleh karena itu mengapa Pendidikan
Kewarganegaraan masih sangat penting untuk kita pelajari. Kemudian dapat dipahami
bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting manfaatnya, maka di masa depan
harus segera dilakukan perubahan secara mendasar konsep, orientasi, materi, metode
dan evaluasi pembelajarannya. Tujuannya adalah agar membangun kesadaran para
pelajar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan mampu menggunakan
sebaik-baiknya dengan cara demokratis dan juga terdidik
32
PANCASILA
rumusan lima prinsip atau lima prinsip sebagai satu dasar negara yang diberi nama
Pancasila.
Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan merupakan
istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah
Pancasila, namun yang dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia adalah
disebut dengan istilah Pancasila. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis
terutama dalam rangka pembentukan calon rumusan dasar negara, yang secara
spontan diterima oleh peserta sidang secara bulat.
c. Pengertian Pancasila secara Terminologis
Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan negara
Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara sebagaimana
lazimnya negara-negara yang merdeka, maka panitia Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) segera mengadakan sidang. Dalam sidangnya tanggal 18 Agustus
1945 telah berhasil mengesahkan UUD negara Republik Indonesia yang dikenal
dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 terdiri atas dua bagian yaitu Pembukaan UUD
1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 pasal, 1 aturan Aturan Peralihan yang
terdiri atas 4 pasal dan 1 Aturan Tambahan terdiri atas 2 ayat.
Dalam bagian pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea tersebut
tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4.
Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang
secara konstisional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang
disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh rakyat Indonesia.
2. Filsafat Pancasila
Istilah filsafat secara etimologis merupakan padanan kata falsafah (Arab) dan
philosophy (Inggris) yang berasal dari bahasa Yunani
(philosophia). Kata
philosophia merupakan kata majemuk yang terususun dari kata philos atau philein
yang berarti kekasih, sahabat, mencintai dan kata sophia yang berarti kebijaksanaan,
hikmat, kearifan, pengetahuan. Dengan demikian philosophia secara harafiah berarti
mencintai kebijaksanaan, mencintai hikmat atau mencintai pengetahuan. Cinta
mempunyai pengertian yang luas. Sedangkan kebijaksanaan mempunyai arti yang
bermacam-macam yang berbeda satu dari yang lainnya.
Istilah philosophos pertama kali digunakan oleh Pythagoras.
Dengan
rendah
hati
Pythagoras
menjawab,
saya
hanyalah
fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan
perbuatan dalam kehidupan sehari-hari, dalam bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara bagi bangsa Indonesia.
a. Pengertian Filsafat Pancasila
Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang
dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila. Filsafat Pancasila
dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang
Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk
mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh. Pancasila
dikatakan sebahai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil permenungan jiwa yang
mendalam yang dilakukan oleh the faounding father kita, yang dituangkan dalam
suatu sistem (Ruslan Abdul Gani). Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan
penngertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari Pancasla (Notonagoro).
b. Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat
Pembahasan mengenai Pancasila sebagai sistem filsafat dapat dilakukan dengan
cara deduktif dan induktif.
Cara deduktif yaitu dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis
dan
menyusunnya
secara
sistematis
menjadi
keutuhan
pandangan
yang
komprehensif.
Cara induktif yaitu dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya
masyarakat, merefleksikannya, dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejalagejala itu.
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat.
Yang
dimaksud
sistem
adalah
suatu
kesatuan
bagian-bagian
yang
saling
Pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia
yang berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan
masyarakat
demikian Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki ciri khas yang berbeda dengan
sistem-sistem
filsafat
lainnya,
seperti
materialisme,
idealisme,
rasionalisme,
Dengan kata lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya
terpisah-pisah maka itu bukan Pancasila.
Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat
sila 4, 5;
menjiwai sila 5;
Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan gotong royong
Adil, yaitu memberi keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang
menjadi haknya.
Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti
mengungkapkan konsep-konsep
kebenaran Pancasila yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan
juga bagi manusia pada umumnya. Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek
penyelidikan ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga bidang tersebut dapat
dianggap mencakup kesemestaan. Oleh karena itu, berikut ini akan dibahas landasan
Ontologis Pancasila, Epistemologis Pancasila dan Aksiologis Pancasila.
benda,
alam
semesta
(kosmologi),
metafisika.
Secara
ontologis,
32
penyelidikan
Pancasila
sebagai
filsafat
dimaksudkan
sebagai
upaya
untuk
dapat
dijelaskan
bahwa
yang
Berketuhan
Yang
Maha
Esa,
yang
Titus
(1984:20)
terdapat
tiga
persoalan
yang
mendasar
dalam
epistemologi, yaitu:
dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Pancasila sebagai suatu obyek
pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan dan susunan
pengetahuan Pancasila.
Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahami bersama
adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai tersebut
merupakan kausa materialis Pancasila. Tentang susunan Pancasila sebagai suatu
sistem pengetahuan, maka Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis,
baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari sila-sila Pancasila itu.
Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal.
Sifat hirarkis dan bentuk piramidal itu nampak dalam susunan Pancasila, di mana sila
pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainny, sila kedua didasari
sila pertama dan mendasari serta menjiwai sila ketiga, keempat dan kelima, sila
ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta mendasari dan menjiwai sila
keempat dan kelima, sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan
ketiga, serta mendasari dan menjiwai sila kelma, sila kelima didasari dan dijiwai sila
pertama, kedua, ketiga dan keempat Dengan demikian susunan Pancasila memiliki
sistem logis baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitasnya.
Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal, yaitu:
Isi arti Pancasila yang umum universal, yaitu hakikat sila-sila
Pancasila yang merupakan inti sari Pancasila sehingga merupakan pangkal tolak
dalam pelaksanaan dalam bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta
dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan konkrit.
Isi arti Pancasila yang umum kolektif, yaitu isi arti Pancasila sebagai
pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum
Indonesia.
Isi arti Pancasila yang bersifat khusus dan konkrit, yaitu isi arti
Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki
sifat khhusus konkrit serta dinamis (lihat Notonagoro, 1975: 36-40)
Menurut Pancasila, hakikat manusia adalah monopluralis, yaitu hakikat manusia
yang memiliki unsur pokok susunan kodrat yang terdiri atas raga dan jiwa. Hakikat
raga manusia memiliki unsur fisis anorganis, vegetatif, dan animal. Hakikat jiwa
memiliki unsur akal, rasa, kehendak yang merupakan potensi sebagai sumber daya
cipta manusia yang melahirkan pengetahuan yang benar, berdasarkan pemikiran
memoris, reseptif, kritis dan kreatif. Selain itu, potensi atau daya tersebut mampu
meresapkan pengetahuan dan menstranformasikan pengetahuan dalam demontrasi,
imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham. Dasar-dasar rasional
logis Pancasila menyangkut kualitas maupun kuantitasnya, juga menyangkut isi arti
Pancasila tersebut.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan kebenaran pengetahuan
manusia yang bersumber pada intuisi.
kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila
pertama Pancasila, epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang
32
bersifat mutlak. Hal ini sebagai tingkat kebenaran yang tinggi. Dengan demikian
kebenaran dan pengetahuan manusia merupapakan suatu sintesa yang harmonis
antara potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa dan kehendak manusia
untuk mendapatkankebenaran yang tinggi. Selanjutnya dalam sila ketiga, keempat,
dan kelima, maka epistemologi Pancasila mengakui kebenaran konsensus terutama
dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial.
Sebagai
suatu
paham
epistemologi,
maka
Pancasila
mendasarkan
pada
pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena
harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius
dalamupaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam
hidup manusia.
kenikmatan:
dalam
tingkat
ini
terdapat
nilai
yang
mengenakkan dan nilai yang tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang
atau menderita.
Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang
(geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun
lingkungan.
Nilai-nilai
semacam
ini
misalnya,
keindahan,
kebenaran,
dan
32
yang suci dan tidak suci. Nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi.
(Driyarkara, 1978)
Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusia ke dalam delapan
kelompok:
manusia.
yang diinginkan.
Nilai-nilai
intelektual:
nilai-nilai
pengetahuan
dan
pengajaran
kebenaran.
Nilai-nilai keagamaan
Nilai vital, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
melaksanakana kegiatan atau aktivitas.
Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani
manusia.
Nilai dasar, adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang
bersifat mutlak, sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi.
Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai
persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
32
norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme
lembaga-lembaga negara.
Nilai praksis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam
kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu
benar-benar hidup dalam masyarakat.
Nila-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan
nilai dasar yang mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua
aktivitas kehidupan masyarakat, berbansa, dan bernegara.
atas
nama
ideologi
dibenarkan
pengorbanan-pengorbanan
yang
dibebankan kepada masyarakat; isinya bukan hanya nilai-nilai dan cita-cita tertentu,
melainkan terdiri dari tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang keras, yang
diajukan dengan mutlak.
32
tersebut; nilai-nilai itu sifatnya dasar, secara garis besar saja sehingga tidak langsung
operasional.
Fungsi utama ideologi dalam masyarakat menurut Ramlan Surbakti (1999) ada dua,
yaitu: sebagai tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai secara bersama oleh suatu
masyarakat, dan sebagai pemersatu masyarakat dan karenanya sebagai prosedur
penyelesaian konflik yang terjadi dalam masyarakat. Pancasila sebagai ideologi
mengandung nilai-nilai yang berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafat
bangsa. Dengan demikian memenuhi syarat sebagai suatu ideologi terbuka.
Sumber semangat yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah
terdapat dalam penjelasan UUD 1945: terutama bagi negara baru dan negara muda,
lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok,
sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan
kepada undang-undang yang lebih mudah caranya membuat, mengubah dan
mencabutnya
Sifat Ideologi
Ada tiga dimensi sifat ideologi, yaitu dimensi realitas, dimensi idealisme, dan
dimensi fleksibilitas.
1.
2.
3.
relevansinya
dari
waktu
ke
waktu
sehingga
bebrsifat
dinamis,
dalam
ideologi
Pancasila
itu
menjadi
cita-cita
normatif
bagi
penyelenggaraan bernegara. Dengan kata lain, visi atau arah dari penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia adalah terwujudnya kehidupan yang
ber-Ketuhanan, yang ber-Kemanusiaan, yang ber-Persatuan, yang ber-Kerakyatan, dan
yang ber-Keadilan.
b.Pancasila
sebagai
ideologi
nasional
selain
berfungsi
sebagai
cita-cita
normatif
32
DISINTEGRASI BANGSA
A.
1)
dengan Orde Baru termasuk format politik dan paradigmanya dihujat dan dibongkar.
Bermunculan pula aliansi ideologi dan politik yang ditandai dengan menjamurnya partai-partai
politik baru. Seiring dengan itu lahir sejumlah tuntutan daerah-daerah diluar Jawa agar
mendapatkan otonomi yang lebih luas atau merdeka yang dengan sendirinya makin menambah
problem, manakala diwarnai terjadinya konflik dan benturan antar etnik dengan segala
permasalahannya.
Penyebab timbulnya disintegrasi bangsa juga dapat terjadi karena perlakuan yang tidak
adil dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah khususnya pada daerah-daerah yang
memiliki potensi sumber daya/kekayaan alamnya berlimpah/ berlebih, sehingga daerah tersebut
mampu menyelenggarakan pemerintahan sendiri dengan tingkat kesejahteraan masyarakat
yang tinggi.
Selain itu disintegrasi bangsa juga dipengaruhi oleh perkembangan politik dewasa ini.
Dalam kehidupan politik sangat terasa adanya pengaruh dari statemen politik para elit maupun
pimpinan nasional, yang sering mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bangsa, sebagai akibat
masih kentalnya bentuk-bentuk primodialisme sempit dari kelompok, golongan, kedaerahan
bahkan agama. Hal ini menunjukkan bahwa para elit politik secara sadar maupun tidak sadar
telah memprovokasi masyarakat. Keterbatasan tingkat intelektual sebagian besar masyarakat
Indonesia sangat mudah terpengaruh oleh ucapan-ucapan para elitnya sehingga dengan mudah
terpicu untuk bertindak yang menjurus kearah terjadinya kerusuhan maupun konflik antar
kelompok atau golongan.
2)
a)
b)
32
dipengaruhi oleh tokoh elit politik/intelektual untuk mendukung kepentingan pribadi atau
c)
golongan.
Kekayaan Alam
Kekayaan alam Indonesia yang melimpah baik hayati maupun non hayati akan tetap menjadi
daya tarik tersendiri bagi negara Industri, walaupun belum secara keseluruhan dapat digali dan
di kembangkan secara optimal namun potensi ini perlu didayagunakan dan dipelihara sebaikbaiknya untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat dalam peran sertanya secara berkeadilan
d)
tertentu yang mengedepankan faham liberal atau kebebasan tanpa batas, demikian pula faham
e)
f)
konflik sosial berkepanjangan yang akhirnya dapat menyebabkan timbulnya disintegrasi bangsa.
Ekonomi
Sistem perekonomian Indonesia yang masih mencari bentuk, yang dapat pemberdayakan
sebagian besar potensi sumber daya nasional, serta bentuk-bentuk kemitraan dan kesejajaran
yang diiringi dengan pemberantasan terhadap KKN. Hal ini dihadapkan dengan krisis moneter
yang berkepanjangan, rendahnya tingkat pendapatan masyarakat dan meningkatnya tingkat
g)
melahirkan sikap pro dan kontra warga masyarakat yang terjadi adalah konflik tata nilai. Konflik
tata nilai akan membesar bila masing-masing mempertahankan tata nilainya sendiri tanpa
h)
dimensional yang bersumber dari permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya.
B.
32
sebagai ideology Negara, tetapi Pancasila adalah tatanan hidup yang luhur dan merupakan citacita yang ingin diwujudkan oleh para pendiri bangsa kita.
Untuk itu seluruh elemen masyarakat harus memahami apa saja nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Pemahaman untuk setiap nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila dapat diwujudkan melalui pendidikan kewarganegaraan. Namun, bagaimana dengan
putra-putri Indonesia yang tidak bisa mengenyam pendidikan? Maka perlu ada perhatian khusus
yang
harus
dilakukan
oleh
pemerintah
untuk
memperbaiki
pendidikan
di
Indonesia.
Memprioritaskan anggaran belanja Negara sebesar 20% untuk dunia pendidikan rasanya kurang,
karena sebenarnya yang bobrok adalah sistem pengaturan di Indonesia, sehingga walaupun
anggaran untuk pendidikan dinaikkan tetap saja pendidikan di Indonesia tidak akan maju, karena
banyak penyelewengan-penyelewengan dalam praktiknya. Maka inilah system regulasi Indonesia
yang sangat bobrok, dan inilah juga yang memicu ketidak adilan bagi rakyat yang akhirnya
memberikan celah disintegrasi bangsa untuk bernafas.
Namun dalam hal ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, seharusnya para
pelajar, baik siswa maupun mahasiswa juga bertanggung jawab dalam memberikan contoh yang
baik dalam pengamalan nilai pancasila. Kiranya perlu dibentuk sebuah organisasi yang
mewadahi usaha-usaha pemerataan pendidikan. Mahasiswa lebih baik mebentuk suatu kelompok
pemberi pendidikan gratis bagi rakyat yang tidak mampu, daripada melakukan demonstrasi yang
ujung-ujungnya tindak anarkis.
Inilah beberapa nilai-nilai Pancasila yang yang seharusnya dipahami dan diamalkan oleh
manusia Indonesia selurunya:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Makna sila ini adalah:
a.
Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
d.
kepercayaan masing-masing.
Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain.
Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
manusia.
Saling mencintai sesama manusia.
Mengembangkan sikap tenggang rasa.
Tidak semena-mena terhadap orang lain.
Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
Berani membela kebenaran dan keadilan.
Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari masyarakat Dunia internasional dan
dengan itu harus mengembangkan sikap saling hormat-menghormati dan bekerjasama
dengan bangsa lain.
3. Persatuan Indonesia
Makna sila ini adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
32
kedaulatan
sebuah
negara
(dalam
bahasa
Inggris
"nation")
dengan
32
1.
2.
Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena
banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di
Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala
berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
3.
Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa
Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia
dianggap sebagai kiblat.
4.
Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena
adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan
pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda.
Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah
membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini
ditunjukkan dengan gejala- gejala yang muncul dalam kehidupan sehari- hari anak muda
sekarang.
Dari cara berpakaian banyak remaja- remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang
cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang
memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Padahal cara berpakaian
tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut mereka
dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih suka jika menjadi orang lain dengan cara
menutupi identitasnya. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan
mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan
dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi santapan mereka
sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna.
Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa
yang menggunakan tidak semestinya. Misalnya untuk membuka situs-situs porno. Bukan hanya
internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial terhadap
masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan
handphone.
Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan
cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut
kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Contoh riilnya
adanya geng motor anak muda yang melakukan tindakan kekerasan yang menganggu
ketentraman dan kenyamanan masyarakat.
Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, mau apa jadinya genersi muda tersebut? Moral
generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkis antara golongan muda. Hubungannya
dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa
sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi muda adalah penerus masa
depan bangsa. Apa akibatnya jika penerus bangsa tidak memiliki rasa nasionalisme? Bukankah
hal itu berakibat pada disintegrasi bangsa? Karena tidak adanya kepuasan terhadap milik bangsa
sendiri.
E.
32
Dari hasil analisis diperlukan suatu upaya pembinaan yang efektif dan berhasil, diperlukan
pula tatanan, perangkat dan kebijakan yang tepat guna memperkukuh integrasi nasional antara
lain :
a. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu.
b. Menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.
c. Membangun kelembagaan (pranata) yang berakarkan nilai dan norma (nilai-nilai Pancasila) yang
menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.
d. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam aspek kehidupan dan
pembangunan bangsa yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak, semua wilayah.
e. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan
bijaksana, serta efektif.
POLITIK
1 Pengertian Politik Menurut Para Ahli
ROD HAGUE
Politi adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok
mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha
-
kerjasama.
CARL SCHMIDT
Politik adalah suatu dunia yang didalamnya orang-orang yang lebih membuat
keputusan keputusan daripada lembaga-lembaga abstrak
LITRE
Politik didefinisikan sebagi ilmu memerintah dan mengatur Negara.
IBNU AQIL
Politik adalahhal-hal praktis yang lebih mendekati kemaslahatan bagi manusia dan
lebh jauh dari kerusakan meskipuntidak digariskan oleh Rasulullah SAW.
2. Konsep-konsep Politik
Sejak awal hingga perkembangan terakhir terdapat sekurang-kurangnya lima
pandangan mengenai politik. Pertama, politik ialah usaha-usaha yang ditempuh oleh
warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama. Kedua, politik
ialah segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan.
Ketiga,
politik
sebagai
segala
kegiatan
yang
diarahkan
untuk
mencari
dan
dan/atau
mempertahankan
sumber-sumber yang
dianggap penting (Surbakti : 1992 : 2). Kelima cara pandang dalam melihat politik
tersebut dapat dijelaskan berikut ini.
1. Pandangan Klasik
32
urusan-urusan
yang
menyangkut
kepentingan
individu
atau
kelompok
aspek-aspek filosofis lebih ditekankan dari pada aspek politik. Oleh karena itu metode
kajian yang digunakan bukan empirisme, melainkan metode spekulatif-normatif.
2. Pandangan Kelembagaan
Pandangan
ini
melihat
politik
sebagai
hal
yang
berkaitan
dengan
penyelenggaraan negara. Dalam hal ini, Max Weber merumuskan negara sebagai
komunitas manusia yang secara sukses memonopoli penggunaan paksaan fisik yang
sah dalam wilayah tertentu.
Negara dipandang sebagai sumber utama hak untuk menggunakan paksaan fisik
yang sah. Oleh karena itu, politik bagi Weber merupakan persaingan untuk membagi
kekuasaan atau persaingan untuk mempengaruhi pembagian kekuasaan antar negara
maupun antar kelompok di dalam suatu negara. Menurutnya, negara merupakan suatu
struktur administrasi atau organisasi yang kongkret, dan ia membatasi pengertian
negara semata-mata sebagai paksaan fisik yang digunakan untuk memaksakan
ketaatan.
Berdasarkan pendapat Weber tersebut di atas dapat disimpulkan tiga aspek
sebagai ciri negara, yaitu :
a. Berbagai struktur yang mempunyai fungsi yang berbeda, seperti jabatan,
peranan, dan lembaga-lembaga yang memiliki tugas yang jelas batasnya, yang
bersifat kompleks, formal, dan permanen;
b. Kekuasaan untuk menggunakan paksaan dimonopoli oleh negara. Negara yang
memiliki kewenangan yang sah untuk membuat keputusan yang final dan
mengikat seluruh warga negara. Para pejabatnya mempunyai hak untuk
menegakkan keputusan itu seperti menjatuhkan hukuman dan menanggalkan
hak milik. Dalam hal ini, untuk melaksanakan kewenangan maka negara
menggunakan aparatnya seperti polisi, militer, jaksa, hakim, dan petugas
lembaga pemasyarakatan.
c. Kewenangan untuk menggunakan paksaan fisik hanya berlaku dalam batas-batas
wilayah negara tersebut.
Sebelum perang dunia kedua, para sarjana ilmu politik mengidentifikasikan politik
sebagai studi mengenai negara. Dalam hal ini, ada berbagai literatur yang berjudul
pengantar ilmu politik yang diawali dengan pernyataan ilmu politik bermula dan
berakhir dengan negara.
Akan tetapi, saat ini para sarjana ilmu politik tidak lagi menggunakan
konseptualisasi itu, sebab mereka berpendapat bahwa politik merupakan gejala serba
hadir dalam masyarakat apa saja, yang tidak terbatas pada masyarakat negara atau
negara modern. Lalu mereka mencari dan merumuskan konsep politik yang sejauh
mungkin dapat diterapkan dalam sebanyak mungkin tempat dan waktu.
Timbul pertanyaan, mengapa mereka tidak lagi menggunakan pandangan
kelembagaan? Mereka mengajukan empat kritik terhadap pandangan kelembagaan
tersebut. Pertama, konsep itu terlalu sempit, ciri-ciri negara yang disebutkan itu berlaku
pada masyarakat yang berbentuk negara, khususnya negara-negara industri maju
32
seperti Eropa Barat, dan Amerika Utara. Sebagaimana diketahui ada berbagai
masyarakat suku atau masyarakat yang baru merdeka, yang sekalipun belum
memenuhi ciri-ciri negara modern akan tetapi sudah malaksanakan proses dan kegiatan
politik.
Masyarakat yang disebutkan terakhir ini belum memenuhi ciri-ciri negara modern,
hal tersebut disebabkan antara lain :
a. Belum ada diferensiasi struktur dan spesialisasi peranan yang jelas. Satu struktur
melaksanakan lebih dari satu fungsi. Dengan kata lain struktur masyarakatnya
masih bersifat sederhana dan informal, akan tetapi kegiatan politik sudah
berlangsung.
b. Tidak memiliki struktur yang memonopoli kewenangan dalam menggunakan
paksaan fisik sebab kekuasaan terpencar atau terdistribusi kepada seluruh
anggota masyarakat. Sanksi biasanya lebih kepada sanksi moral dan psikologis
seperti pengucilan dari pergaulan, sindiran, teguran, dan gossip.
c. Batas wilayah masyarakat belum jelas sebab penduduk cenderung berpindah,
termasuk apabila mereka tidak senang kepada pemimpin mereka.
Kedua, di negara-negara industri maju kekuasaan tidak terpusat pada negara
melainkan terdistribusikan pada negara-negara bagian, dan kepada berbagai kekuatan
politik dalam masyarakat. Ketiga, konseptualisasi di atas terlalu melihat negara dari
sudut pandang yuridis-formal sehingga negara cenderung dilihat sebagai gejala yang
statis. Keempat, yang melakukan kegiatan bukan lembaga negara (yang tidak memiliki
nilai dan kepentingan), tetapi elit yang memegang jabatan tersebut yang ternyata
memiliki nilai dan kepentingan sendiri. oleh karena itu, perilaku elit yang memiliki
jabatan pada lembaga tersebut yang dipelajari, bukannya lembaganya. Demikian kritik
yang diajukan oleh kaum behavioralist.
Akan tetapi, pada tahun 1980-an sejumlah ilmuwan politik Amerika Serikat
kembali menjadikan negara sebagai fokus kajian. Mereka memandang negara tidak lagi
sekadar
arena
persaingan
kepentingan
di
antara
berbagai
kepentingan
dalam
masyarakat, tetapi juga sebagai lembaga yang memiliki otonomi (terlepas dari
pengaruh masyarakat), dan memiliki kemampuan (yang melaksanakan kebijakan yang
dibuat sendiri). negara dilihat sebagai lembaga yang memiliki kepentingan yang
berbeda dari berbagai kepentingan yang bersaing atau bertentang yang ada di dalam
masyarakat. Pandangan ini disebut juga statist perspective (perspektif negara).
3. Pandangan Kekuasaan
Pandangan
mempertahankan
ketiga,
kekuasaan
melihat
dalam
politik
sebagai
masyarakat.
Oleh
kegiatan
karena
mencari
itu,
ilmu
dan
politik
dalam
(Surbakti
1999
5),
merupakan
salah
seorang
yang
lingkungan
masyarakat
yang
lebih
terbatas.
Namun,
apabila
memandang
politik
sebagai
kegiatan
merumuskan
dan
32
Sementara itu, Lasswell menyimpulkan proses politik sebagai masalah who gets
what, when, how, atau masalah siapa yang mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana.
Mendapatkan apa artinya mendapatkan nilai-nilai, Kapan berarti ukuran pengaruh
yang digunakan untuk menentukan siapa yang akan mendapatkan nilai-nilai terbanyak,
Bagaimana berarti dengan cara apa seseorang mendapatkan nilai-nilai.
Yang menjadi pertanyaan, apa yang dimaksud dengan nilai-nilai sebagai hal-hal
yang diinginkan, hal-hal yang dikejar oleh manusia, dengan derajat kedalaman upaya
yang berbeda untuk mencapainya. Nilai-nilai itu ada yang bersifat abstrak berupa
prinsip-prinsip hidup yang dianggap baik seperti keadilan, keamanan, kebebasan
persamaan, demokrasi, kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa, kemanusiaan,
kehormatan, dan nasionalisme. Di samping yang bersifat abstrak, ada pula nilai-nilai
yang bersifat kongkret seperti pangan, sandang, perumahan, fasilitas kesehatan,
fasilitas pendidikan, sarana perhubungan, komunikasi, dan rekreasi. Nilai-nilai itu ada
yang berupa kebutuhan spiritual, ada pula yang berupa kebutuhan materi-jasmaniah.
Nilai yang abstrak dan kongkrit itu dirumuskan dalam bentuk kebijakan umum yang
dibuat dan dilaksanakan oleh
nilai-nilai
yang
terbanyak
dari
kebijakan
umum.
Fungsionalisme
5. Pandangan Konflik
Menurut pandangan ini, kegiatan untuk mempengaruhi proses perumusan dan
pelaksanaan kebijakan umum tiada lain selain upaya untuk mendapatkan dan/atau
mempertahankan nilai-nilai. Dalam memperjuangkan hal itu seringkali terjadi perbedaan
pendapat, perdebatan, persaingan, bahkan pertentangan yang bersifat fisik di antara
berbagai pihak. Dalam hal ini di antara pihak yang berupaya mendapatkan nilai-nilai,
dan pihak yang berupaya keras mempertahankan apa yang selama ini telah mereka
dapatkan, antara pihak yang sama-sama berupaya keras untuk mendapatkan nilai-nilai
32
yang sama dan pihak yang sama-sama mempertahankan nilai-nilai yang selama ini
mereka kuasai.
Perbedaan
pendapat,
perdebatan,
persaingan,
bahkan
pertentangan
dan
nilai-nilai.
Oleh
karena
itu,
keputusan
politik
merupakan
upaya
32
DEMOKRASI
1.Sejarah Demokrasi
Sebelum istilah demokrasi ditemukan oleh penduduk Yunani, bentuk sederhana dari
demokrasi telah ditemukan sejak 4000 SM di Mesopotamia Ketika itu, bangsa Sumeria memiliki
beberapa negara kota yang independen. Di setiap negara kota tersebut para rakyat seringkali
berkumpul untuk mendiskusikan suatu permasalahan dan keputusan pun diambil berdasarkan
konsensus atau mufakat.
Barulah pada 508 SM, penduduk Athena di Yunani membentuk sistem pemerintahan yang
merupakan cikal bakal dari demokrasi modern. Yunani kala itu terdiri dari 1,500 negara kota
(poleis) yang kecil dan independen. Negara kota tersebut memiliki sistem pemerintahan yang
berbeda-beda, ada yang oligarki, monarki, tirani dan juga demokrasi. Diantaranya terdapat
Athena, negara kota yang mencoba sebuah model pemerintahan yang baru masa itu yaitu
demokrasi langsung. Penggagas dari demokrasi tersebut pertama kali adalah Solon, seorang
penyair dan negarawan. Paket pembaruan konstitusi yang ditulisnya pada 594 SM menjadi
dasar bagi demokrasi di Athena namun Solon tidak berhasil membuat perubahan. Demokrasi
baru dapat tercapai seratus tahun kemudian oleh Kleisthenes, seorang bangsawan Athena.
Dalam demokrasi tersebut, tidak ada perwakilan dalam pemerintahan sebaliknya setiap orang
mewakili dirinya sendiri dengan mengeluarkan pendapat dan memilih kebijakan. Namun dari
sekitar 150,000 penduduk Athena, hanya seperlimanya yang dapat menjadi rakyat dan
menyuarakan pendapat mereka.
Demokrasi ini kemudian dicontoh oleh bangsa Romawi pada 510 SM hingga 27 SM. Sistem
demokrasi yang dipakai adalah demokrasi perwakilan dimana terdapat beberapa perwakilan
dari bangsawan di Senat dan perwakilan dari rakyat biasa di Majelis.
2. Prinsip-prinsip demokrasi
Rakyat dapat secara bebas menyampaikan aspirasinya dalam kebijakan politik dan sosial.
Prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi dalam
konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip-prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari
pendapat Almadudi yang kemudian dikenal dengan "soko guru demokrasi". Menurutnya,
prinsip-prinsip demokrasi adalah:
1. Kedaulatan rakyat;
2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;
3. Kekuasaan mayoritas;
4. Hak-hak minoritas;
5. Jaminan hak asasi manusia;
6. Pemilihan yang bebas dan jujur;
7. Persamaan di depan hukum;
8. Proses hukum yang wajar;
9. Pembatasan pemerintah secara konstitusional;
10.
32
1.
2.
Pengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya tindakan pemerintah untuk
melindungi hak-hak asasi manusia demi kepentingan bersama.
Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik
langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
2.
Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga
negara).
3.
Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
4.
Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat
penegakan hukum
5.
6.
Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol
perilaku dan kebijakan pemerintah.
7.
Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan
rakyat.
8.
Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin
negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat.
9.
32
libera.
Individu
dalam
suatu
Negara
dalam
partisipasinya
rakyat
disebut
juga
demokrasi
proletar
yang
berhaluan
Marxisme-
kehidupantanpa kelas sosial dan tanpa kepemilikan pribadi. Negara adalah alat untuk mencapaikomunisme
yaitu untuk kepentingan kolektifisme.
7. Menurut dasar wewenang dan hubungan antara alat kelengkapan negara, demokrasi
dibedakan atas :
a. Demokrasi Sistem Parlementer
Periode 1945-1959 Demokrasi Parlementer
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem
parlementer ini mulai berlaku sebulan setelah kemerdekaan diproklamasikan. Sistem ini
kemudian diperkuat dalam Undang-Undang Dasar 1949 (Konstitusi RIS) dan Undang-Undang
Dasar Sementara (UUDS) 1950. Meskipun sistem ini dapat berjalan dengan memuaskan di
beberapa negara Asia lain, sistem ini ternyata kurang cocok diterapkan di Indonesia. Hal ini
ditunjukkan dengan melemahnya persatuan bangsa. Dalam UUDS 1950, badan eksekutif terdiri
32
dari Presiden sebagai kepala negara konstitusional (constitutional head) dan perdana menteri
sebagai kepala pemerintahan.
Masa demokrasi parlementer merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena
hamper semua elemen demokrasi dapat kita temukan perwujudannya dalam kehidupan politik
di Indonesia.
Pertama, lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranam yang sangat
tinggi
pemegang jabatan dan politis pada umumnya sangat tinggi. Ketiga, kehidupan kepartaian boleh
dikatakan memperoleh pelung yang sebesar-besarnya untuk berkembang secara maksimal.
Keempat, sekalipun Pemilihan Umum hanya dilaksanakan satu kali yaitu pada 1955, tetapi
Pemikihan Umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsip demokrasi. Kelima,
masyarakat pada umumnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar mereka tidak dikurangi
sama sekali, sekalipun tidak semua warga Negara dapat memanfaatkannya dengan maksimal.
Keenam, dakam masa pemerintahan Parlementer, daerah-daerah memperoleh otonomi yang
cukup bahkan otonomi yamg seluas-luasnya dengan asas desentralisasi sebagai landasan
untuk berpijak dalam mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa demokrasi perlementer mengalami
kegagalan? Banyak sekali para ahli mencoba menjawab pertanyaan tersebut. Dari sekian
banyak jawaban, ada beberapa hal yang dinilai tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Pertama, munculnya usulan presiden yang dikenal dengan konsepsi presiden untuk
membentuk pemerintahan yang bersifat gotong-royong. Kedua, Dewan Konstituante mengalami
jalan buntu untuk mencapai kesepakatan merumuskan ideologi nasional. Ketiga, dominannya
politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik. Keempat, Basis
social ekonomi yang masih sangat lemah.
b. Demokrasi Sistem Presidensial
Periode 1966-1988, masa demokrasi Pancasila era Orde Baru yang merupakan demokrasi
konstitusional yang menonjolkan system presidensial. Landasan formal periode ini adalah
pancasila, UUD 1945 dan ketetapan MPRS/MPR dalam rangka untuk meluruskan kembali
penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi di masa demokrasi terpimpin. Namun dalam
perkembangannya peran presiden dan semakin dominan terhadap lembaga-lembaga Negara
yang lain. Melihat praktek demokrasi pada masa ini, nama pancasila hanya digunakan sebagai
legistimasi politis penguasa saat itu sebanya kenyataannya yang dilaksanakan tidak sesuai
dengan nilai-nilai pancasila.
Pertama, rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hamper ridak pernah terjadi.
32
Demokrasi
di
Indonesia
dibagi
menjadi
beberapa
periodesasi:
Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga
legislatif.
2.
a.
32
b.
Dominasi Presiden
Terbatasnya peran partai politik
Berkembangnya pengaruh PKI
Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:
Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden
membentuk DPRGR
2.
32
Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi
Presiden
yang
dikembangkan
pada
dengan
mendasarkan
pada
penyempurnaan
pelaksanaannya
dan
masa
reformasi
Pancasila
perbaikan
dan
pada
dasarnya
adalah
1945,
dengan
UUD
peraturan-peraturan
yang
tidak
Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
32
Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden
RI
32
yang aktif melakukan pemantauan proses pemilu, pra pelaksanaan, saat pelaksanaan,
maupun paca pelaksanaan.
7. Demokrasi di Indonesia amat sangat membutuhkan modal (duit). Banyak sekali biaya yang
dibutuhkan untuk memenangkan Pemilu. Konsekuensinya, pihak-pihak yang berkantong
tebal, mereka lebih berpeluang memenangkan Pemilu, daripada orang-orang idealis, tetapi
miskin harta.Akhirnya, hitam-putihnya politik tergantung kepada tebal-tipisnya kantong para
politisi.
Semua ini dan indikasi-indikasi lainnya telah terlembagakan secara kuat dengan payung
UU Politik yang direvisi setiap 5 tahunan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem
demikian telah menjadi realitas politik legal dan memiliki posisi sangat kuat dalam
kehidupan politik nasional.
Pesta demokrasi yang kita gelar setiap 5 tahun ini haruslah memiliki visi kedepan yang
jelas untuk membawa perubahan yang fundamental bagi bangsa Indonesia yang kita cintai
ini, baik dari segi perekonomian, pertahanan, dan persaiangan tingkat global. Oleh karena
itu, sinkronisasi antara demokrasi dengan pembangunan nasional haruslah sejalan bukan
malah sebaliknya demokrasi yang ditegakkan hanya merupakan untuk pemenuhan
kepentingan partai dan sekelompok tertentu saja.
Jadi, demokrasi yang kita terapkan sekarang haruslah mengacu pada sendi-sendi bangsa
Indonesia yang berdasarkan filsafah bangsa yaitu Pancasila dan UUD 1945.
yang cukup.
Sedangkan
bagi
golongan ekonomi
bawah,
demokrasi
belum
memberikan dampak ekonomi yang positif buat mereka. Inilah tantangan yang harus dihadapi
dalam masa transisi. Demokrasi masih terkesan isu kaum elit, sementara ekonomi adalah
masalah riil kaum ekonomi bawah yang belum diakomodasi dalam proses demokratisasi. Ini
adalah salah satu tantangan terberat yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.
Demokrasi dalam arti sebenarnya terkait dengan pemenuhan hak asasi manusia. Dengan
demikian ia merupakan fitrah yang harus dikelola agar menghasilkan output yang baik. Setiap
manusia
memiliki
hak
untuk
menyampaikan
pendapat,
berkumpul,
berserikat
dan
bermasyarakat. Dengan demikian, demokrasi pada dasarnya memerlukan aturan main. Aturan
main tersebut sesuai dengan nilai-nilai Islam dan sekaligus yang terdapat dalam undangundang maupun peraturan pemerintah.
Di masa transisi, sebagian besar orang hanya tahu mereka bebas berbicara, beraspirasi,
berdemonstrasi. Namun aspirasi yang tidak sampai akan menimbulkan kerusakan. Tidak
sedikit fakta yang memperlihatkan adanya pengrusakan ketika terjadinya demonstrasi
menyampaikan pendapat. Untuk itu orang memerlukan pemahaman yang utuh agar mereka
32
bisa menikmati demokrasi. Demokrasi di masa transisi tanpa adanya sumber daya manusia
yang kuat akan mengakibatkan masuknya pengaruh asing dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Ini adalah tantangan yang cukup berat juga dalam demokrasi yang tengah
menapak. Pengaruh asing tersebut jelas akan menguntungkan mereka dan belum tentu
menguntungkan Indonesia. Dominannya pengaruh asing justru mematikan demokrasi itu
sendiri karena tidak diperbolehkannya perbedaan pendapat yang seharusnya menguntungkan
Indonesia. Standar ganda pihak asing juga akan menjadi penyebab mandulnya demokrasi di
Indonesia.
Anarkisme yang juga menggejala pasca kejatuhan Soeharto juga menjadi tantangan bagi
demokrasi di Indonesia. Anarkisme ini merupakan bom waktu era Orde Baru yang meledak
pada saat ini. Anarkisme pada saat ini seolah-olah merupakan bagian dari demonstrasi yang
sulit dielakkan, dan bahkan kehidupan sehari-hari. Padahal anarkisme justru bertolak belakang
dengan hak asasi manusia dan nilai-nilai Islam.
Harapan dari adanya demokrasi yang mulai tumbuh adalah ia memberikan manfaat
sebesar-besarnya untuk kemaslahatan umat dan juga bangsa. Misalnya saja, demokrasi bisa
memaksimalkan pengumpulan zakat oleh negara dan distribusinya mampu mengurangi
kemiskinan. Disamping itu demokrasi diharapkan bisa menghasilkan pemimpin yang lebih
memperhatikan kepentingan rakyat banyak seperti masalah kesehatan dan pendidikan.
Tidak hanya itu, demokrasi diharapkan mampu menjadikan negara kuat. Demokrasi di
negara yang tidak kuat akan mengalami masa transisi yang panjang. Dan ini sangat
merugikan bangsa dan negara. Demokrasi di negara kuat (seperti Amerika) akan berdampak
positif bagi rakyat. Sedangkan demokrasi di negara berkembang seperti Indonesia tanpa
menghasilkan negara yang kuat justru tidak akan mampu mensejahterakan rakyatnya. Negara
yang kuat tidak identik dengan otoritarianisme maupun militerisme.
Harapan rakyat banyak tentunya adalah pada masalah kehidupan ekonomi mereka serta
bidang kehidupan lainnya. Demokrasi membuka celah berkuasanya para pemimpin yang
peduli dengan rakyat dan sebaliknya bisa melahirkan pemimpin yang buruk. Harapan rakyat
akan adanya pemimpin yang peduli di masa demokrasi ini adalah harapan dari implementasi
demokrasi itu sendiri.
Di masa transisi ini, implementasi demokrasi masih terbatas pada kebebasan dalam
berpolitik, sedangkan masalah ekonomi masih terpinggirkan. Maka muncul kepincangan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik dan ekonomi adalah dua sisi yang berbeda
dalam sekeping mata uang, maka masalah ekonomi pun harus mendapat perhatian yang
serius dalam implementasi demokrasi agar terjadi penguatan demokrasi. Semakin rendahnya
tingkat kehidupan ekonomi rakyat akan berdampak buruk bagi demokrasi karena kuatnya
bidang politik ternyata belum bisa mengarahkan kepada perbaikan ekonomi. Melemahnya
ekonomi akan berdampak luas kepada bidang lain, seperti masalah sumber daya manusia.
Sumber daya manusia yang lemah jelas tidak bisa memperkuat demokrasi, bahkan justru bisa
memperlemah demokrasi.
Demokrasi di Indonesia memberikan harapan akan tumbuhnya masyarakat baru yang
memiliki kebebasan berpendapat, berserikat, berumpul, berpolitik dimana masyarakat
mengharap adanya iklim ekonomi yang kondusif. Untuk menghadapi tantangan dan
mengelola harapan ini agar menjadi kenyataan dibutuhkan kerjasama antar kelompok dan
partai politik agar demokrasi bisa berkembang ke arah yang lebih baik.
32
KESIMPULAN
-
32