Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BIJI KAKAO (Theobroma cacao L.

)
TERHADAP JUMLAH SEL OSTEOKLAS TULANG TIBIA TIKUS PUTIH (Rattus
norvegicus) PASCA OVARIEKTOMI
Stefanus Gunawan

ABSTRAK
Osteoporosis adalah penyakit degenerasi tulang yang ditandai dari massa tulang
yang kecil dan deteriorasi mikroarsitektural dari jaringan tulang. Osteoklas bertanggung
jawab untuk pathogenesis penyakit tulang seperti osteoporosis, karena penyerapan tulang
ditingkatkan oleh aktifitas dan / atau perekrutan oleh osteoklas. Jumlah dan aktifitas dari sel
osteoklas meningkat akibat adanya proses inflamasi dan stres oksidatif. Biji kakao
mengandung antioksidan dan antiinflamasi yang dapat mencegah terjadinya osteoporosis.
Tujuan dari penelitian ini adalah membuktikan bahwa potensi ekstrak etanol biji kakao
(Theobroma cacao l.) dapat menurunkan jumlah sel osteoklas. Penelitian ini merupakan
penelitian studi eksperimental in vivo pada hewan coba tikus wistar (Rattus norvegicus)
dengan post test control group design dan menggunakan 5 kelompok tikus. Masing-masing
kelompok terdiri dari 5 tikus. Selama 4 minggu tikus mengalami ovariektomi dan 4 minggu
kemudian diberi ekstrak etanol biji kakao. Analisis data dikerjakan dengan metode one way
Anova dilanjutkan Post Hoc Tukey, menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol biji kakao
menurunkan jumlah osteoklas secara signifikan (p<0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah
bahwa ekstrak etanol biji kakao mampu menurunkan jumlah sel osteoklas tulang tibia tikus
putih (Rattus norvegicus) model paska ovariektomi.
Kata kunci: Osteoporosis, Ekstrak etanol biji kakao, Osteoklas.

ABSTRACT
Osteoporosis is a degenerative bone disease characterized by low bone mass and
micro architectural deterioration of bone tissue. Osteoclast is responsible for the
pathogenesis of bone disease like osteoporosis for bone resorption increased by the
activities and / or recruitment by osteoclast. Sum and activity of osteoclast increased
because of inflammation process and oxidative stress. Cacao seeds contain antioxidant and
anti-inflammation which can prevent osteoporosis. The purpose of this study is to prove the
potential of ethanol extracted cacao seed (Theobroma cacao l.) in decreasing osteoclast.
This study is in vivo experimental study in animal model wistar mice (Rattus norvegicus) with
post-test control group design and using 5 groups of mice. Each group consists of 5 mice.
For 4 weeks, mice have got ovariectomy and in the next 4 weeks are given ethanol extracted
cacao seeds. Data analysis is computed by using one way Anova method continued with
Post Hoc Turkey, showing that giving ethanol extracted cacao seed can decrease osteoclast
significantly (p<0,05). Conclusion of this study is that ethanol extracted cacao seed can
decrease osteoclast of white mice (Rattus norvegicus) models tibial bone post-ovariectomy.
Key Words: Osteoporosis, Ethanol extracted cocoa seed, Osteoclast

PENDAHULUAN
Osteoporosis
adalah
penyakit
degenerasi tulang yang ditandai dari
massa tulang yang kecil dan deteriorasi
mikroarsitektural dari jaringan tulang yang
menyebabkan kerapuhan dan kerentanan
terhadap fraktur, terutama pada tulang
pinggul, tulang belakang, dan pergelangan
tangan (Shen et al, 2009). Penelitian
tentang osteoporosis juga menunjukkan
pengaruh dari perbedaan gender. Wanita
empat kali lebih berisiko untuk terkena
osteoporosis dibandingkan dengan pria
karena penurunan tingkat estrogen
mereka setelah menopause dan juga
karena tulang yang secara umum lebih
ringan dan tipis. (Shen et al, 2009). Pada
usia mulai dari 40 tahun hingga pra
menopause terdapat penurunan ukuran
ovarium secara lambat tetapi pasti yang
dapat menimbulkan masalah kesehatan
(Joelijanto, 2004).
Shen et al (2009) mengungkapkan
bahwa sel osteoblas maupun osteoklas
berperan dalam pengaturan metabolisme
tulang dan keduanya terlibat dalam
perkembangan osteoporosis. Osteoklas
adalah sel multinukleus yang berperan
dalam proses resorpsi tulang. Ketidakseimbangan antara pembentukan tulang
dan resorpsi tulang adalah kunci dari
patofisiologi dari penyakit metabolic
penyakit tulang pada orang dewasa
termasuk osteoporosis (Shen et al 2009).
Penelitian-penelitian yang mengarah
kepada Kakao makin banyak dilakukan
saat ini karena aktivitas antioksidan dan
antimikroba dari polifenol Kakao banyak
memberikan keuntungan bagi kesehatan
(Osman H, 2004). Polifenol diketahui tidak
hanya berperan dalam pencegahan
penyakit jantung dan kanker, tetapi juga
pencegahan osteoporosis karena potensi
karakter
antioksidannya.
Selain
itu
flavanoid (procyanidins) dalam Kakao
diketahui juga dapat mengatur keterlibatan
sitokin dalam respon inflamasi. Diketahui
bahwa kadar polifenol pada perserving
Kakao lebih banyak dibandingkan dengan
teh hijau, hal ini dikarenakan dalam
konsumsi di masyarakat, kakao memiliki
jumlah perserving lebih banyak dibanding
teh hijau (Subhasini et al, 2007).
Biji Kakao kaya akan komponen
senyawa fenolik antara lain : katekin,

proantosianidin, asam fenolat, tanin, dan


flavanoid lainnya (Othman et al, 2007).
Kakao kaya akan polifenol sehingga
menyebabkan rasa pahit. Polifenol dalam
biji kakao disimpan dalam sel-sel pigmen
kotiledon
biji
kakao.Tiga
golongan
polifenol yang dapat ditemukan adalah
catechin atau flavan-3-ols, antosianin,
proantosianin (Shen et al, 2009).
Tulang diresorpsi terutama oleh
osteoklas
multinucleated.
Hal
Ini
terbentuk oleh fusi preosteoclasts, yang
berasal dari sel stem hematopoietik akibat
keberadaan sitokin, seperti M-CSF dan
RANKL. Sitokin ini diekspresikan oleh
osteoblas / sel stroma dan memodulasi
fungsi dan kelangsungan hidup osteoklas.
Sitokin dan sinyal dari integrin juga
menginduksi pembentukan struktur sel
terpolarisasi dalam
osteoklas yang
berpartisipasi dalam resorpsi tulang.
Setelah masa resorpsi tulang, beberapa
osteoklas mati oleh apoptosis. Dengan
demikian, regulasi proses ini berpotensi
menyebabkan kontrol resorpsi tulang
normal. Karena penyerapan tulang
ditingkatkan oleh aktifitas dan/atau
perekrutan osteoklas yang bertanggung
jawab untuk pathogenesis penyakit tulang
seperti osteoporosis, maka agen yang
menghambat
diferensiasi
atau
menginduksi apoptosis pada sel-sel
osteoklas dapat digunakan sebagai agen
profilaksis atau terapi untuk pengobatan
penyakit yang berhubungan dengan
peningkatan jumlah osteoklas yang
berlebihan (shen et al, 2009).
Beranjak dari hal-hal diatas,
diperlukan suatu penelitian mengenai
hubungan antara pemberian ekstrak
etanol biji kakao terhadap jumlah sel
osteoklas tulang tibia tikus wistar paska
menopause. Dengan harapan dapat
memberikan
pengetahuan
mengenai
khasiat
kandungan
kakao
kepada
masyarakat sehingga angka kejadian dari
osteoporosis dapat dikurangi. Diharapkan
penelitian ini dapat membantu masyarakat
untuk meningkatkan kualitas hidup dalam
aspek kesehatan dalam mencegah
osteoporosis.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian. Penelitian ini
menggunakan desain true experimental in

vivo dengan metode Randomized Post


test Only Controlled Group Design yaitu
membandingkan hasil yang didapat
setelah perlakuan dengan menggunakan
kontrol positif dan negatif. Setiap hewan
coba memiliki probabilitas yang sama
untuk mendapatkan perlakuan, sehingga
dapat menjaga validitas generalisasi ke
populasi.
Estimasi Besar Sampel. Sampel yang
akan digunakan dalam penelitian ini
adalah sediaan tulang yang diambil dari
tikus. Penelitian ini menggunakan lima
kelompok perlakuan (p=5), Sehingga
jumlah pengulangan (jumlah sampel) yang
dibutuhkan adalah (Solimun, 2001):
p(n-1) 15 keterangan:
pn p 15 n=jumlah pengulangan
5n 5 15 p= jumlah perlakuan
5n
20
n
4
Dari perhitungan didapatkan n 4,
jadi dilakukan minimal empat kali
pengulangan
untuk
masing-masing
kelompok. Dalam penelitian ini digunakan
lima ekor tikus untuk masing-masing
kelompok sehingga besar sampel secara
keseluruhan adalah lima ekor tikus dikali 5
kelompok perlakuan, sehingga dibutuhkan
25 ekor tikus.
Pemilihan Hewan Coba. Hewan coba
dalam penelitian ini adalah tikus jenis
Rattus norvegicus strain wistar yang

diperoleh dari Laboratorium Penelitian dan


Pengujian Terpadu Universitas Gajah
Mada Yogyakarta.
Tikus galur Wistar dipilh sebagai
sampel karena tikus merupakan hewan
coba yang tergolong jinak, mudah
perawatannya dan fungsi metabolismenya
mirip dengan manusia. Lalu sampel di
bagi kedalam lima kelompok dengan
teknik simple random sampling.
Teknik
randomisasi
untuk
pengelompokan perlakuan menggunakan
metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)
mengingat baik hewan coba, bahan
pakan, dan bahan penelitian lainnya
adalah homogen. Pada rancangan ini
dimungkinkan
setiap
hewan
coba
berpeluang
sama
untuk
mendapat
kesempatan sebagai sampel baik dalam
kelompok perlakuan maupun dalam
kelompok kontrol.
Pemilihan Dosis. Terapi diberikan dalam
bentuk ekstrak etanol biji kakao karena
dalam bentuk ekstrak kandungan polifenol
akan terkonsentrasi serta agar dapat
mengeliminasi kandungan lain yang tidak
diperlukan. Sehingga dari perhitungan
didapatkan range jumlah perserving
ekstrak etanol biji kakao yang diberikan
secara per oral (p.o) dengan dosis
sebagai berikut: Dosis I (25 mg) : 125
mg/kgBB; Dosis II (50 mg): 250 mg/kgBB;
Dosis III (100mg) : 500mg/kgBB.

Hewan coba: 25 tikus putih (Rattus norvegicus),


Randomisasi
K (-) 5 ekor
Tanpa
Perlakuan
(8 Minggu)

K (+) 5 ekor
Dengan
Ovariektomi
(8 Minggu)

Perlakuan-1
5 ekor
Ovariektomi
(4 Minggu)

Perlakuan-2
5 ekor
Ovariektomi
(4 Minggu)

Perlakuan -3
5 ekor
Ovariektomi
(4 Minggu)

Ektrak Etanol
Biji Kakao 125
mg/kgBB (4
Minggu)

Ektrak Etanol
Biji Kakao 250
mg/kgBB (4
Minggu)

Ektrak Etanol
Biji Kakao 500
mg/kgBB (4
Minggu)

Dekalsifikasi Tulang Tibia


Histopatologi dengan Pewarnaan HE

Gambar 4.1 Skema desain penelitian

Kelompok Perlakuan. Perlakuan sampel


dengan cara simple random sampling
yang membagi hewan coba menjadi lima
kelompok yaitu dua kelompok kontrol dan
tiga kelompok perlakuan yang masingmasing terdiri dari 5 ekor tikus, secara
skematis, desain penelitian tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
Keterangan :
K (-) = kontrol negatif : tikus tanpa
perlakuan Ovariektomi dan tanpa
pemberian
ekstrak,
jumlah
osteoklas diamati setelah 8
minggu
K (+) = kontrol positif : tikus dengan
perlakuan Ovariektomi saja dan
tanpa pemberian ekstrak, jumlah
osteoklas diamati setelah 8
minggu
P1
= perlakuan 1 : tikus dengan
perlakuan Ovariektomi (dibiarkan
selama 4 minggu) dan dilakukan
pemberian ekstrak dengan dosis
25 mg (125 mg/kgBB tikus)
(selama 4 minggu), kemudian
jumlah osteoklas diamati.
P2
= perlakuan 2 : tikus dengan
perlakuan Ovariektomi (dibiarkan
selama 4 minggu) dan dilakukan
pemberian ekstrak dengan dosis
50 mg (250 mg/kgBB tikus)
(selama 4 minggu), kemudian
jumlah osteoklas diamati.
P3
= perlakuan 3 : tikus dengan
perlakuan Ovariektomi (dibiarkan
selama 4 minggu) dan dilakukan
pemberian ekstrak dengan dosis
100 mg (500 mg/kgBB tikus)
(selama 4 minggu), kemudian
jumlah osteoklas diamati.
Variabel Bebas. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah ekstrak kakao
(Theobroma cacao L.) dengan berbagai
dosis (P1 125 mg/kgBB, P2 250 mg/kgBB
dan P3 500 mg/kgBB).
Variabel
Tergantung.
Variabel
tergantung dalam penelitian ini adalah:
Jumlah osteoklas
Definisi Operasional.
1. Biji kakao yang digunakan adalah
buah kakao (Theobroma cacao L)
dari
tanaman
kakao
varietas
mulia/edel. Ekstrak etanol biji kakao
didapatkan dari biji kakao kering yang
dihaluskan, diambil dari Perkebunan

coklat kota Blitar, yang diekstraksi


dengan pelarut etanol 96% memakai
metode maserasi.
2. Hewan coba yang digunakan adalah
tikus putih strain wistar (Rattus
norvegicus strain wistar) betina
karena diberi perlakuan ovariektomi
untuk
mendapatkan
keadaan
menopause. Tikus yang sudah
disiapkan dengan dibagi menjadi 5
kelompok (n=5) yaitu 1 kelompok
kontrol negatif, 1 kelompok kontrol
positif dan 3 kelompok perlakuan (P1,
P2, P3). Kelompok kontrol positif dan
diberi perlakuan ovariektomi sehingga
terjadi osteoporosis menopause akibat
defisiensi estrogen.
3. Pemberian ekstrak dilakukan secara
per oral (p.o) selama 4 minggu
pada kelompok perlakuan (P1, P2,
P3) masing-masing dengan dosis
berbeda. Setelah adanya perlakuan
tikus akan eutanasia, kemudian
dilakukan pengukuran parameterparameter yang diperlukan.
4. sel osteoklas pada preparat histologi
tulang tibia dengan pewarnaan
Hematoksilin-Eosin
dengan
pemeriksaan mikroskop berupa sel
raksasa dengan multinukleus yang
berada pada sisi tulang yang
mengalami resorbsi (lacuna howship),
sitoplasma seperti busa, sedikit
asidofilik. Penentuan rata-rata sel
osteoklas dilakuhkan secara manual
dengan menghitung sel osteoklas
melalui preparat histologis dibawah
pemeriksaan
mikroskop
dengan
pembesaran 400x dan dihitung per
empat lapangan pandang.
Lokasi dan Waktu Penelitian. Lokasi
yang digunakan untuk penelitian adalah
laboratorium Farmakologi dan AnatomiHistologi Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya, Malang. Waktu yang digunakan
untuk penelitian adalah bulan Februari
2012 Juli 2012.
Bahan dan Alat untuk Pemeliharaan
Tikus Putih. Bahan dan alat yang
diperlukan adalah kandang pemeliharaan
hewan coba, tutup kandang dari anyaman
kawat, sekam, botol minum, alat semprot,
tempat makan, dan pakan comfeed
(makanan standar tikus)

Bahan dan Alat Pembuat makanan


Hewan
Coba.
Pembuatan
ransum
makanan: Baskom plastik, timbangan,
baskom, pengaduk, gelas ukur, dan
nampan, sedangkan bahannya adalah
makanan tikus dewasa yang terdiri dari:
air,protein kasar, serat kasar, lemak kasar,
abu, kalsium, fosfor, tepung terigu, air
aquades steril.
Bahan dan Alat untuk Pembuatan
Ekstraksi Kakao. Bahan untuk ekstraksi
adalah aquades, etanol 95%, kakao
varietas mulia/edel (usia 4-5 tahun)
sebanyak 31 gram. Alat untuk ekstraksi
adalah
pisau,
blender,
tabung
Erlenmeyer, Waterbath, neraca analitik
untuk menimbang simplisia, kertas saring,
beaker glass 500 mL dan satu set alat
rotary
evaporator
vacuum
untuk
menghilangkan pelarut ekstrak.
Alat untuk Pemberian Ekstrak Kakao.
Alat yang dipakai adalah spuit yang
ujungnya dipasang sonde yang dapat
masuk dari mulut sampai ke lambung tikus
dan kain untuk memegang tikus.
Bahan dan Alat yang dibutuhkan untuk
Ovariektomi pada Tikus Putih. Bahan
untuk ovariektomi adalah alkohol 70% dan
larutan betadine, serta alat yang
diperlukan adalah scalpel One med 1 ml,
dan tempat untuk tikus.
Alat untuk Pembedahan Tikus. Alat
untuk pembedahan tikus adalah papan
bedah, pisau bedah, dan pinset.
Bahan dan Alat untuk Embedding dan
Pembuatan Preparat Jaringan Tulang.
Bahan yang dibutuhkan adalah larutan
fiksatif, xilol, etanol, parafin blok, air, air
hangat 38-40C, dan aquades. Alat yang
digunakan adalah mikrotom, beaker
glass 250 mL, kuas, objek glass,
inkubator, hot plate 38-40C, dan wadah.
Bahan Dan Alat Dekalsifikasi. Larutan
yang digunakan adalah larutan ON
CALK dengan kandungan larutan HCL
(Hydrogen chloride).
Bahan dan Alat untuk Pewarnaan
Hematoxylen
Eosin.
Bahan
yang
digunakan adalah preparat jaringan
periartikular, alkohol, xilol, air, aquades,
larutan Harris Hematoksilin dan larutan
Eosin. Alat yang digunakan rak untuk
pewarnaan, pipet, cover glass, entellan,
mikroskop cahaya Olympus CX31 dan
kamera digital Nikon Coolpix 9090.

Alat untuk Pemeriksaan Histologi


Osteoklas. Alat yang digunakan untuk
melihat sel osteoklas pada pengamatan
histologi adalah Mikroskop Olympus Photo
Slide BX51 denagn kamera DP71 12
Megapixel.
Osteoporosis
dengan
Perlakuan
Ovariektomi pada Tikus Putih
1. Osteoporosis dilakukan dengan
perlakuan
ovariektomi
pada
kelompok tikus (b), (c), (d) dan (e).
2. Kelompok tersebut dibiarkan selama 4
minggu paska ovariektomi, sebelum
diberikan perlakuan.
Pembuatan Ekstrak Kakao
1. Biji kakao ditumbuk dengan mortar dan
dihaluskan dengan grinder
2. Bongkahan yang telah halus kemudian
dikeringkan dalam oven pada suhu
1050 Celcius selama 3 jam
3. Sebanyak 50 miligram contoh yang
telah dikeringkan ditempatkan dalam
labu takar volume 50 ml kemudian
dilarutkan dengan etil asetat sampai
tanda garis.
4. Di atas hot plate diletakkan gelas piala
yang berisi air hingga suhu mencapai
520- 750 C (sampai berasap).
5. Contoh dalam labu takar dipanaskan
selam 15 menit kemudian didinginkan.
6. 2 ml Larutan contoh dimasukkan ke
erlenmeyer tutup asah berukuran
100ml dan ditambahkan larutan etil
asetat 50 ml kemudian dipansakan
diatas hotplate seperti di atas selama 5
menit dan didinginkan.
7. Absorbansi larutan diukur dengan
spektrofotometer pada panjang
gelombang 279 dan 300 nm
Pemberian Ekstrak Kakao. Pemberian
ekstrak kakao diberikan setiap sore hari
(15.00) pada kelompok perlakuan I (100
mg/kgBB tikus), II (250 mg/kgBB tikes)
dan III (500 mg/kgBB tikus) secara per
oral (p.o) selama 4 minggu dengan
menggunakan spuit yang ujungnya
dipasang
sonde
sehingga
dapat
langsung masuk dari mulut hingga ke
lambung tikus.
Pemrosesan Jaringan dan Tulang
Dekalsifikasi. Lakukan proses fiksasi,
dehidrasi, clearing dan impregnasi dengan
cara mencelupkan jaringan ke dalam
larutan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Lakukan embedding dan

penyayatan jaringan dengan mikrotom


dengan tata urutan sebagai berikut :
1. Alat cetak yang berbentuk logam
berbentuk siku-siku disusun di atas
permukaan kaca yang telah diolesi
gliserin. Penggunaan gliserin ini untuk
mempermudah pemisahan alat cetak
dari blok parafin yang sudah beku.
Dua tempat parafin cair, yaitu parafin
sebagai bahan embedding dan parafin
sebagai
media
penyesuaian
temperatur
jaringan
yang
akan
ditanam,
dipersiapkan
dengan
temperatur optimum tetapi tidak
mengembangkan alat cetak blok.
2. Parafin cair pada tempat pertama
dituangkan ke dalam alat cetak hingga
penuh pada perlnukaannya, lalu
jaringan ditanam pada posisi yang
sesuai dengan bagian permukaan
jaringan yang menempel pada kaca
diusahakan rata.
3. Alat cetak dilepas bila parafin sudah
cukup keras, lalu blok jaringan diberi
label dan siap disayat. Blok parafin tadi
ditempelkan pada alat pemegangnya
yang berupa lempengan logam yang
sudah dipanasi. Perhatikan sisi blok
mana yang akan dipotong, kemudian
didinginkan pada suhu kamar agar
melekat erat. Pisau mikrotom dipasang
pada pegangan mikrotom membentuk
sudut 5-10. Pisau harus selalu tajam
dan permukaannya rata benar.
4. Water bath dipersiapkan dengan
mengatur suhu air di bawah titik leleh
parafin (48C). Blok yang sudah
menempel
pada
pemegangnya
dipasang pada mikrotom dan siap
dilakukan pernotongan tipis dengan
ketebalan yang dikehendaki, umumnva
4-8 mikron. Hasil pemotongan berupa
pita tipis dengan hati-hati dipindahkan
ke dalam water bath agar sayatan
jaringan mengembang dengan balk.
5. Sayatan diseleksi dan dipindahkan ke
atas kaca obyek dengan telah diolesi
dengan mayer albumin (putih telur)
atau polisin sebagai bahan perekatnya
dan sudah diberi label pada blok.
Sediaan
dibiarkan
kering
dan
dimasukkan ke dalam oven dengan
suhu optimum (58-60C) selama 30
menit, dan sediaan siap dicat.

Pengumpulan
Data.
Data
dalam
penelitian ini dikumpulkan dari hasil
evaluasi pada kelompok tikus kontrol
negatif, positif, perlakuan I, II dan III.
Kemudian dilakukan evaluasi hasil dari
pengukuran
jumlah
osteoklas.secara
histopatologi kemudian mencatat hasil dari
evaluasi yang telah dilakukan.
Analisis Data. Analisa data statistik
menggunakan SPSS Ver 20.0 untuk
Windows 7 dengan taraf kepercayaan
95% (= 0,05). Dilakukan uji normalitas
data untuk menginterpretasikan apakah
suatu data memiliki sebaran normal atau
tidak. Uji homogenity of varience untuk
menguji berlaku atau tidaknya asumsi
ANOVA, yaitu data yang diperoleh dari
setiap perlakuan memiliki varian yang
homogen. Jika didapatkan varian yang
homogen, maka analisa dapat dilanjutkan
dengan uji ANOVA. One way ANOVA
digunakan untuk mengetahui apakah ada
efek bermakna dari treatment yang
dilakukan pada rata-rata dua atau lebih
kelompok. Regresi korelasi pearson
digunakan untuk mengatahui dose effect
relationship.
HASIL PENELITIAN.
Hasil. Pada penelitian eksperimental ini
hewan coba dibagi menjadi 5 kelompok
yang
diberikan
perlakuan
berupa
ovariektomi, kecuali pada kelompok
pertama yang merupakan kontrol negatif.
Tiga
kelompok
terakhir
dilakukan
pemberian ekstrak etanol biji Kakao
dengan dosis berbeda, yaitu 125, 250 dan
500 mg/kgbb, masing-masing dosis
diberikan sebanyak 2 cc per tikus. Setelah
8 minggu dilakukan pengambilan data
dengan mengambil preparat tulang tibia
tikus wistar yang merupakan hewan coba,
lalu dibuat menjadi preparat histologis
dengan pemotongan bidang tranversal.
Penentuan
rata-rata
sel
osteoklas
dilakukan
secara
manual
dengan
menghitung sel osteoklas melalui 4
lapangan pandang preparat histologis
dibawah pemeriksaan mikroskop dengan
pembesaran 400x, kemudian hasilnya
dirata-rata.
Hasil
pengukuran
dan
pengamatan jumlah sel osteoklas tikus
(Rattus norvegicus) kontrol (-), kontrol (+)
dan perlakuan adalah sebagai berikut:

Tabel 5.1 Hasil Pengukuran Jumlah sel osteoklas


Tikus

Kelompok
1
K(-)
K(+)
P1
P2
P3

2
1.25
2.75
1.25
0.75
0.25

3
1
2.75
1.5
1.25
0.5

Rerata
4

1
3.75
1.75
1
0.25

5
0.75
5.25
1.5
1.25
0.75

0.5
3.25
1.25
1.5
1.25

0.9
3.55
1.45
1.15
0.6

Standar
Deviasi
(SD)
0.25495
0.92736
0.18708
0.25495
0.37417

Gambar 5.1 Potongan tranversal tulang tibia tikus dengan pengecatan HE dan pembesaran
400x dengan mikroskop olympus photo slide BX51 dengan kamera DP71 12 megapixel.
Keterangan kelompok :
K (-) = Kontrol Negatif (Normal)
K (+)= Keadaan ovariektomi 8 minggu
P1 = Keadaan ovariektomi 4 minggu +
Ekstrak etanol biji Kakao 125
mg/kgBB 4 minggu
P2 = Keadaan ovariektomi 4 minggu +
Ekstrak etanol biji Kakao 250
mg/kgBB 4 minggu
P3 = Keadaan ovariektomi 4 minggu +
Ekstrak etanol biji Kakao 500
mg/kgBB 4 minggu
Setelah dilakukan pengamatan
dan perhitungan jumlah osteoklas dari
semua
kelompok
perlakuan
pada
beberapa lapangan pandang, maka hasil
perhitungan osteoklas yang dibuat pada
tabel 5.1
Dari gambar mikroskopis dan
diagram batang dapat dilihat bahwa pada
kelompok tikus tanpa ovariektomi dan

tanpa pemberian ekstrak etanol biji kakao


(K (-) = (0,90), Osteoklas tampak dalam
jumlah yang normal. Pada kelompok tikus
8 minggu pasca ovariektomi dan tanpa
pemberian ekstrak etanol biji kakao (K (+)
= 3,55) jumlah sel osteoklas terlihat lebih
banyak. Pada kelompok tikus 4 minggu
pasca ovariektomi kemudian 4 minggu
pemberian ekstrak etanol biji Kakao dosis
125mg/kgBB (P1 = 1,45) jumlah sel
osteoklas terlihat lebih tinggi dari
kelompok kontrol negatif namun lebih
rendah dari kelompok kontrol positif. Pada
kelompok
tikus
4
minggu
pasca
ovariektomi
kemudian
4
minggu
pemberian ekstrak etanol biji Kakao dosis
250mg/kgBB (P2 = 1,15) jumlah sel
osteoklas masih terlihat lebih tinggi dari
kelompok kontrol negatif namun lebih
rendah dari kelompok kontrol positif dan
lebih rendah dari perlakuan dosis 125

mg/kgBB. Pada kelompok tikus 4 minggu


pasca ovariektomi kemudian 4 minggu
pemberian ekstrak etanol biji Kakao dosis
500mg/kgBB (P3 = 0,60) jumlah sel
osteoklas terlihat lebih sedikit dari
kelompok kontrol negatif dan jauh lebih
rendah dari kelompok kontrol positif dan
lebih rendah lagi dari perlakuan dosis 250
mg/kgBB.
Pemberian ekstrak etanol biji
kakao nampaknya mempengaruhi jumlah
sel osteoklas tulang tibia tikus jika
dibandingkan dengan kelompok tikus 8
minggu pasca ovariektomi, yaitu dengan
bertambahnya dosis pemberian ekstrak
etanol biji kakao menunjukkan semakin
menurunnya
jumlah
sel
osteoklas
mendekati jumlah sel osteoklas pada
kelompok normal.
Uji Normalitas Data. Uji statistik untuk
menentukan normalitas data dengan
menggunakan uji Kolmogorov-smirnov
dan Shapiro-Wilk, dimana suatu data
dikatakan memiliki sebaran yang normal
jika p > 0,05 (Dahlan, 2004). Berdasarkan
pengujian
normalitas
data
dengan
menggunakan uji Kolmogorov-smirnov
didapatkan bahwa data untuk semua
kelompok memiliki sebaran normal
dengan nilai p > 0,05, begitu juga dengan
menggunakan uji Shapiro-Wilk didapatkan
bahwa data untuk semua kelompok
memiliki sebaran normal dengan nilai p >
0,05, sehingga p diterima dan dapat
disimpulkan bahwa data variabel tersebut
menyebar mengikuti sebaran normal.
Dengan
demikian
dapat
dilakukan
pengujian dengan Anova karena syarat
kenormalan data telah terpenuhi.
Uji
Homogenitas
Varian.
Untuk
menentukan apakah data jumlah sel
osteoklas memiliki varian yang berbeda
atau tidak dengan menggunakan uji
homogenitas Levene test. Pada uji
homogenitas Levene suatu data dikatakan
memiliki varian yang normal bila nilai
signifikansi p > 0,05 (Dahlan, 2004). Pada
tabel uji homogenitas didapatkan bahwa
data memiliki varian yang sama (p > 0,05)
dengan nilai p = 0,341 Dengan demikian
maka analisa data dapat dilakukan
dengan menggunakan uji One-way Anova.
Uji Oneway ANOVA. Analisis dengan
menggunakan uji Oneway ANOVA
bertujuan untuk mengevaluasi perbedaan

nilai jumlah osteoklas antar kelompok.


Perbedaan rata rata sel osteoklas
dianggap bermakna jika nilai p <0,05 atau
dengan kata lain hipotesis Null ditolak.
Pada uji ANOVA ini Hipothesis Null yang
diajukan
adalah
Kelima
kelompok
mempunyai nilai jumlah sel osteoklas yang
sama. Dari hasil pengujian didapatkan
bahwa nilai p=0,000 dan berdasarkan
hasil tersebut maka hipothesis Null ditolak
sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan jumlah sel osteoklas
tikus Rattus norvegicus antara kelompok
yang berbeda.
Uji Post Hoc Multiple Comparison.
Analisis mengenai perbedaan dari kelima
kelompok dapat diketahui dalam Post Hoc
Multiple Comparison test, yakni uji yang
bertujuan untuk mengetahui kelompok
mana yang berbeda secara signifikan dari
hasil tes ANOVA. Metode Post Hoc yang
paling sesuai untuk data ini adalah uji
Tukey HSD. Pada uji Post Hoc Tukey,
suatu data dikatakan berbeda secara
bermakna apabila nilai signifikansi p<0,05
serta pada interval kepercayaan 95% (IK
95%). Pada analisis ini digunakan Tukey
HSD dan dari analisis ini didapatkan ada
beberapa kelompok yang berbeda secara
signifikan. Berdasarkan output uji tersebut
didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 5.2 Tabel Uji Komparasi Multiple
Jumlah sel Osteoklas Tikus Wistar
K (-)
K (+)
P1
P2
P3

K (-)
0,000*
0, 144
0, 819
0, 702

K (+)
0,000*
0,000
0,000*
0,000*

P1
0,144
0,000
0,651
0,010

P2
0,819
0,000*
0,651
0,168

P3
0,702
0,000*
0,010
0,168
-

Keterangan:
p* < 0,05 = terdapat perbedaan yang
bermakna antara dua kelompok.
p > 0,05 = tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara dua kelompok.

Berdasarkan Tabel 5.2 tentang


hasil signifikasi Uji Komparasi Multiple
Jumlah Osteoklas tulang Tibia Rattus
norvegicus dapat disimpulkan bahwa:
1. Kelompok
(K+)
mengalami
peningkatan jumlah sel osteoklas
yang bermakna bila dibandingkan
dengan tikus kelompok normal yang
tidak diberikan perlakuan apa-apa (K).

2. Pada kelompok dengan pemberian


ekstrak etanol biji kakao dosis
125mg/kgBB (P1), 250mg/kgBB (P2),
dan 500mg/kgBB (P3) pada tikus,
menunjukkan jumlah sel osteoklas
tidak berbeda bermakna dibandingkan
dengan kelompok tikus kontrol normal
yang tidak diberi perlakuan apa-apa
(K-),
3. Pada kelompok dengan pemberian
ekstrak etanol biji kakao dosis 125
mg/kgBB, 250mg/kgBB (P2), dan
500mg/kgBB
(P3)
menunjukkan
jumlah
sel
osteoklas
berbeda
bermakna bila dibandingkan dengan
kelompok tikus 8 minggu pasca
ovariektomi (K+).
4. Pada kelompok dengan pemberian
ekstrak etanol biji kakao 125mg/kgBB
(P1),
250mg/kgBB
(P2),
dan
500mg/kgBB (P3)
menunjukkan
bahwa jumlah sel osteoklas tidak
berbeda bermakna antar kelompok.
Namun terdapat perbedaan bermakna
antara
125mg/kgBB
(P1)
dan
500mg/kgBB (P3).
Sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
terdapat
perbedaan
yang
bermakna antara kelompok satu dengan
kelompok yang lainnya dan ada juga yang
tidak.
Homogeneous
Subsets.
Untuk
melengkapi hasil dari uji Tukey digunakan
Homogeneous Subsets. Pada analisis ini
didapatkan ada beberapa kelompok yang
berbeda secara signifikan dan didapatkan
ada tiga subset yang berbeda secara
signifikan.
Dapat dilihat bahwa adanya
perbedaan yang signifikan antara 5
kelompok. Kelompok kontrol negatif
dengan kontrol positif menunjukkan
perbedaan yang nyata. Kelompok kontrol
positif dengan dosis 1 (dosis 125
mg/kgBB), dosis 2 (dosis 250 mg/kgBB)
dan dengan dosis 3 (dosis 500 mg/kgBB)
masing-masing menunjukkan adanya
penurunan osteoklas yang signifikan.
Sedangkan kelompok dosis 2 dan
kelompok
dosis
3
menunjukkan
penurunan osteoklas yang tidak terlalu
banyak, hal ini kemungkinan disebabkan
karena dosis biji srikaya sudah maksimal
pada dosis 2 (1mg/grBB) sehingga jika
diberikan dosis yang lebih besar dari 250

mg/kgBB maka tidak menunjukkan adanya


penurunan osteoklas yang tidak terlalu
signifikan.
Uji Korelasi-Regresi. Untuk mengetahui
hubungan antara perlakuan (pemberian
ekstrak etanol biji kakao) dengan
penurunan jumlah sel osteoklas digunakan
uji korelasi-regresi (lihat lampiran...), untuk
uji korelasi regresi didahului dengan hasil
uji korelasi pearson dikarenakan Analisis
korelasi
pearson
digunakan
untuk
mengukur kekuatan korelasi antara
ekstrak etanol biji kakao dengan
osteoklas, dan untuk menentukan arah
korelasi, yaitu positif atau negatif.
Sedangkan analisis Regresi yang dalam
penelitian ini digunakan uji regresi linier
untuk mengetahui sejauh mana hubungan
antara peningkatan dosis ekstrak etanol
biji kakao dengan penurunan jumlah
osteoklas.
Korelasi dapat positif dan negatif.
Korelasi positif menunjukkan arah yang
sama hubungan anatar variabel, artinya
jika variabel 1 besar maka variabel 2
semakin besar pula. Sebaliknya korelasi
negatif
menunjukkan
arah
yang
berlawanan, artinya jika variabel 1 besar,
maka variabel 2 menjadi kecil. Signifikansi
hubungan dua variabel dapat dianalisis
dengan ketentuan, jika probabilitas atau
signifikansi < 0,05, hubungan kedua
variabel signifikan. Jika probabilitas atau
signifikansi > 0,05 hubungan kedua
variabel tidak signifikan.
Interpretasi
perhitungan
statistik
(lampiran...) korelasi pearson adalah
sebagai berikut:
1. Kekuatan korelasi (r)= -.871dengan
demikian terdapat korelasi yang
kuat antara dosis ekstrak etanol biji
kakao
terhadap
jumlah
sel
osteoklas tikus Wistar.
2. Arah korelasi adalah negatif,
sehingga semakin besar dosis
ekstrak etanol biji kakao, maka
semakin kecil pula jumlah sel
osteoklas tikus Wistar
3. Nilai p= 0, 000, dengan demikian
terdapat korelasi yang signifikan
antara dosis ekstrak etanol biji
kakao terhadap jumlah osteoklas
tikus Wistar

PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan dengan
tujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak
etanol biji kakao terhadap jumlah
osteoklas tulang tibia
tikus Rattus
norvegicus pasca ovariektomi untuk
memperlambat progresi osteoporosis.
Berdasarkan penelitian Tanaka et
al (2003) hilangnya hormon steroid setelah
ovariektomi
menyebabkan
tingginya
resorbsi tulang dibanding tulang yang
terbentuk karena hilangnya esterogen
akan menginduksi osteoclastogenesis.
Dengan menurunnya estrogen, stress
oksidatif juga akan meningkat sehingga
jumlah sel osteoblas akan menurun,
kemudian mempercepat kerusakan tulang
(Almeida, 2009). Wanita yang telah
mengalami menopause juga menunjukkan
peningkatan konsentrasi IL-1 sampai IL-6
(Sudoyo, 2007). Hasil penelitian untuk
kelompok
tikus
8
minggu
pasca
ovariektomi
didapatkan
jumlah
sel
osteoklas meningkat secara signifikan jika
dibandingkan dengan kelompok tanpa
ovariektomi (kelompok kontrol negatif).
Estrogen berperan menurunkan
produksi berbagai sitokin oleh bone
marrow
stromal
cell
dan
sel-sel
mononuklear, seperti IL-1, IL-6, dan TNF-
yang berperan meningkatkan kerja
osteoklas. Estradiol (salah satu jenis
esterogen) dapat menghambat pelepasan
TNF- oleh monosit (Sudoyo, 2007).
Estrogen juga mengurangi stress oksidatif
sehingga osteoblas dapat berdeferensiasi
dan mencegah apoptosis dari osteoblas.
Stress oksidatif adalah faktor patogenik
yang penting pada osteoporosis, karena
memicu meningkatnya apoptosis dari
osteosit
dan
osteoblas,
sehingga
menurunkan jumlah dari osteoblas dan
pembentukan tulang melalui Wnt/-catenin
signalling (Shin, 2007). Esterogen mampu
mempengaruhi gen-gen yang ada pada
osteoklas dan jalur lain diluar osteoklas
dalam hal meregulasi proses formasi,
proliferasi, apoptosis, dan kapasitasi
osteoklas untuk meresorbsi tulang yang
berguna untuk menjaga keutuhan struktur
dan fungsi dari tulang (Srivastava,2000).
Pada tikus kelompok normal yang tidak
diberi perlakuan ovariektomi seperti
kelompok
lainnya,
terdapat
kadar

esterogen yang cukup untuk mengatur


aktivitas osteoklas.
Hasil penelitian terhadap kelompok
perlakuan
menunjukkan
terjadinya
penurunan jumlah sel osteoklas secara
signifikan pada tikus yang diovariektomi 8
minggu dengan ekstrak etanol biji kakao
dosis 125mg/kgBB, 250mg/kgBB, dan
500mg/kgBB bila dibandingkan dengan
kelompok yang diovariektomi 8 minggu
dan tidak diberikan terapi apapun. Hasil
penelitian menunjukkan tidak ada beda
signifikan antara kelompok normal yang
tidak diberikan terapi apapun dengan
semua kelompok tikus 8 minggu pasca
ovariektomi dengan terapi ekstrak etanol
biji kakao yang ditunjukkan oleh diagram
batang (tabel 5.2), yang menunjukkan
bahwa
penurunan
osteoklas
pada
kelompok
tikus
8
minggu
pasca
ovariektomi dengan terapi ekstrak etanol
biji kakao mendekati arah normal. Antara
kelompok perlakuan yang diovariektomi 8
minggu dengan terapi ekstrak etanol biji
kakao dosis 125 mg/kgBB, 250 mg/kgBB
dan 500mg/kgBB tidak menunjukkan
perbedaan
yang
signifikan
dalam
menurunkan jumlah osteoklas.
Esterogen memegang peranan
penting
dalam
mencegah
atau
meringankan osteoporosis dengan cara
menurunkan aktivtas osteoklas, sehingga
terjadi kesimbangan antara proses
pembentukan dan penghancuran tulang
(remodeling). Polifenol diketahui tidak
hanya berperan dalam pencegahan
penyakit jantung dan kanker, tetapi juga
pencegahan osteoporosis karena potensi
karakter antioksidan dan antiinflamasi.
Flavanoid (procyanidins) dalam kakao
juga diketahui dapat mengatur keterlibatan
sitokin
dalam
respon
inflamasi
(Subhashini, 2010). Selain itu Polifenol
golongan Katekin juga menghambat
produksi dari TNF-, IL-6 dan IL-8 (sitokin
pro-inflamasi)
melalui
proses
penghambatan intraseluler dari level
CA(2+), ERK1/2 dan aktivasi NF-B. serta
mengurangi stress oksidatif dengan
menghambat aktivasi Nuclear Faktor-B
(NF-B), sebuah faktor transkripsi yang
diperlukan untuk menginduksi iNOS
(inducible Nitric Oxide synthase) (Shin,
2007).

Ada perbedaan yang signifikan


antara
dosis
125mg/kgBB,
dan
500mg/kgBB
dapat
disebabkan
kemungkinan dosis yang diberikan berada
dalam rentang jangkauan yang panjang,
sehingga penurunan jumlah sel osteoklas
antara dosis I dan III terlihat signifikan
secara statistik. Hal ini disebabkan belum
adanya penelitian tentang rentang dosis
polifenol yang dapat mempengaruhi
jumlah sel osteoklas sebelumnya. Namun
melalui penghitungan jumlah sel osteoklas
secara manual antara dosis I, II, dan III
jumlah osteoklas masih tetap mengalami
penurunan seiring bertambahnya dosis
ekstrak etanol biji kakao.
Pada
hasil
analisa
statistik
didapatkan korelasi yang kuat (r= - 0,871)
dan signifikan(p= 0,000) mengenai
hubungan antara peningkatan dosis
ekstrak etanol biji kakao dengan jumlah
sel osteoklas tikus wistar. Arah korelasi
adalah negatif, yang berati semakin besar
dosis ekstrak etanol biji kakao, maka
semakin kecil jumlah sel osteoklas tikus
wistar. Hasil penelitian ini semakin
menguatkan hipotesa penelitian bahwa
pemberian ekstrak etanol biji kakao dapat
menurunkan jumlah sel osteoklas tikus
wistar. Pada pemberian ekstrak etanol biji
kakao 250mg/kgBB didapatkan bahwa
ekstrak
etanol
biji
kakao
sudah
memberikan dampak dalam menurunkan
jumlah osteoklas dan sudah mendekati
jumlah osteoklas tikus kelompok normal,
namun pada pemberian ekstrak etanol biji
kakao 500mg/kgBB didapatkan bahwa
ekstrak etanol biji kakao mampu
menurunkan jumlah osteoklas melebihi
jumlah osteoklas tikus kelompok normal.
Beberapa faktor lain yang perlu
diperhatikan dalam penelitian ini adalah
hasil preparat yang kurang memuaskan
akibat metode dekalsifikasi menggunakan
ON CALK yang bersifat dekalsifikasi
agresif, serta metode pengolahan kakao
yang dapat digunakan dalam diet manusia
yang dapat diteliti lebih lanjut untuk
mengeliminasi kandungan lain yang tidak
diperlukan atau yang mempengaruhi efek
terapi Kakao.
Hal ini membuktikan hipotesa
bahwa pemberian ekstrak etanol biji kakao
dapat menurunkan jumlah osteoklas
tulang tibia pada tikus Wistar pasca

ovariektomi,
yang
ditandai
dengan
menurunnya jumlah sel osteoklas pada
kelompok
tikus
pasca
ovariektomi
sehingga dapat memperlambat progresi
osteoporosis.
Dari mekanisme kerja polifenol
sebagai antiinflamasi dan mengurangi
stress oksidatif yang dapat menghambat
kenaikan jumlah osteoklas pada reaksi
destruksi tulang tibia maka dapat
dikatakan bahwa polifenol kakao dapat
berpengaruh pada penurunan jumlah
osteoklas, sehingga ekstrak etanol biji
Kakao dapat membuat tulang tibia tetap
padat dan berfungsi optimal dalam
menyangga tubuh.
Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian
dan
pembahasan,
maka
dapat
disimpulkan bahwa ekstrak etanol biji
kakao (Theobromin cocoa L.) dapat
mengurangi jumlah sel osteoklas tulang
tibia tikus putih (Rattus norvegicus) paska
ovariektomi dengan rincian sebagai
berikut:
1. Terdapat peningkatan jumlah sel
osteoklas tulang tibia pada tikus wistar
(Rattus norvegicus) pasca ovariektomi.
2. Terdapat penurunan jumlah sel
osteoklas tulang tibia pada tikus wistar
(Rattus norvegicus) pasca ovariektomi
setelah pemberian ekstrak etanol biji
kakao (Theobroma cacao L).
3. Arah korelasi negative (Kekuatan
korelasi (r)= -0.871) antara dosis
ekstrak etanol biji kakao (Theobroma
cacao L) dengan jumlah sel osteoklas
tulang tibia tikus wistar (Rattus
novergicus), yang berarti semakin
besar dosis ekstrak etanol biji kakao
(Theobroma cacao L) yang diberikan,
maka semakin kecil jumlah sel
osteoklas tulang tibia yang ditemukan.
4. Dosis ekstrak etanol biji kakao
(Theobroma cacao L) optimum yang
dapat
menurunkan
jumlah
sel
osteoklas tulang tibia tikus wistar
(Rattus norvegicus) pasca ovariektomi
adalah dosis 250mg/kgBB.
DAFTAR PUSTAKA
Almeida, M. 2009. Estrogens Attenuate
Oxidative
Stress
and
the
Differentiation and Apoptosis of

Osteoblasts
by
DNA-BindingIndependent Actions of the ER. J
Bone Miner Res, 25(4): 769781.
Joelijanto, R. 2004. Pengaruh Ovariektomi
Terhadap Jaringan Periodontal
Pada
Tikus
Wistar.
Tesis
Kekhususan Biologi Kedokteran
Program Studi Ilmu Biomedik.
Program Pascasarjana. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Osman H, Nasarudin R, Lee S.L. Extracts
of cocoa (Theobroma cacao L.)
leaves and their antioxidation
potential. Food Chemisty, 2004; 86
4146.
Othman A., Ismail A., Ghani N.A., Adenan,
I., Antioxidant Capacity and
Phenolic Content of Cocoa Bean.
Food Chemistry 2007;1523-1530.
Shen, C.-L., Yeh, J. K., Cao, J., & Wang,
J.-S. 2009. Green Tea and Bone
Metabolism. Nutr Res , 437-456.
Shin, H., Kim, S., & Jeong, H. 2007.
Epigallocatechin-3-gallate inhibits
secretion of TNF-alpha, IL-6 and
IL-8 through the attenuation of
ERK and NF-kappaB in HMC-1
cells. Int Arch Allergy Immunol ,
142 (4), 335-44.
Solimun.
2001.
Diklat
metodologi
penelitian
LKIP
dan
PKM.
Kelompok
Agrokomples.
Universitas Brawijaya. Malang. Hal
13
Srivastava. 2000. Esterogen decrease
Osteoclast Formation by Down
Regulating Receptor Activator of
NF-Kb Ligand (RANKL)-induced
JNK
Activation.(http://www.jbc.org/conte
nt/276/12/8836.full)
Subhashini, R., Mahadeva Rao, U.,
Sumathi, P., & Gunalan, G. 2010.
A Comparative Phytochemical
Analysis of Cocoa and Green Tea.
Indian Journal of Science and
Technology , 3 (2), 188-192.
Sudoyo, A. W., setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata K, M., & Setiati, S.
2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Interna Publishing.

Anda mungkin juga menyukai