Anda di halaman 1dari 58

PERBEDAAN ANTARA LYMPHOID LEUKOSE (LL 1 DAN PENYAKIT' MAREK ( P M )

DITINJAU DARl SUDUT


KAUSA, PATOGENESA, PERUBAHAN PASCA MAT1 DAN HISTOPATOLOGIK

0leh

O O N FURQON A F

B, 141028

RINGKASAN
OON FURQON.

Perbedaan a n t a r a Lymphoid Leukose (LL) dan

Penyakit Marek (PM ) d i t i n jau d a r i ~ u d u tKausa, Patogenesa,


P e r u b a h a n Pasca M a t i dan Ristopatologik.
I

(ki bawah

bim-

bingan WILLY RUMAWAS).

ZL adalah s a l a h sat u p e n y a k i t Leukosis/Sarcoma g r o u p


yang paling ~ e r i n gditemukan dan merupakan satu-satunya

bentuk l e u k o s i s e k s t r a vaskuler unggas yang bisa d i p i n d a b kan,

PM d i d e f i n i s i - k a n s ebagai penyakit p r o l i f e r a s i l i m fo-

i d pada unggas.

EL dan PM sulit dibedakan karena manifes-

t a s i p e n y a u t n y a hampir serupa.

LL dan

PM tergolong dalam golongan penyakit yang pen-

ting, karena secara ekonomis kedua p e n y a k i t t e r s e b u t dapat

menimbulkan k e r u g i a n yang besar.

Penyebab LL adalah virus

RNA golongan myxovirus sub group A dan B, umumnya menye-

rang ayam dewasa kelamin dengan p o l a penyebaran utama secara t r a n s o v a r i a l .

PM disebabkan o l e h v i r u s DNA golangan

Rerpes v i r u s , menyerang ayam-ayam yang l e b i h muda dengan

p o l a penyebaran p e n y a k i t se cara h o r i z o n t a l .
P e r u b a h a n pasca mati dari LL tesutama ditemukan pada

hati, lirnpa dan BF,

Pada PM k e l a i n a n d a p a t ditemukan pa-

da s i s t e m s y a r a f , alat t u b u h v i s c e r a l , o t o t , k u l i t d a n
mata.
Gambaran h i s t o p a t o l o g i k d a r i t u m o r LL t e r n y a t a l e b i h
seragam d a n t e r d i r l d a r i s e l - s e l l i m f o b l a s t ,

Sedangkan

pada PM, s u s u n a n s e l u l e r n y a t e r d i r i d a r i s e l - s e l

l i m f o b l a s t , sel l i m f o s i t k e c i l , sedang dan b e s a r , sel re-

tikulum dan s e l PM.


Dengan memperhatikan a s p e k kausa , patogenesa, p e r u -

bahan pasca m a t i dan h i s t o p a t o l o g i k , maka diagnosa penyak i t secara cepat dan t e p a t akan terlaksana,

PERBEDAAW ANTARA LYMPHOID L E U K ~ S E( L L ) DAN PENYAKIT MAREK (PM)


D J T I N J A U D A R I SUDUT
KAUSA , PATOGENESA , PERUBARAN PASCA MAT1 DAN HISTO PATOLOGIK

SKRIPSI

M b u a t untuk memenuhi salah satu

syarat dalam &emperoleh g e l a r Dokter Hewan


pada F a k u l t a s Kedokteran Hewan

P n s t i t u t Pertanian Bogor

Oleh

OQN FURQQM AF
B.

141028

FAKULTAS KEDOKTERAN HEMAN


INSTJTUT PERTANIAN BOGOR

PERBEDAAN ANTARA LYMPHOID LEUKOSE (LL) DAN PmYAKIT MARER (PM)

DITINJAU D A R I SUDUT
UUSA

, PATOGERESA ,

PERUBAHAN PASCA MATI DAN HISTOPATOLOGZK

OLeh

OON FURQON AF

B, 141028

S k r i p s i i n i t e l a h d i p e r i k s a dan

disetujui o l e h :

Drh. Willy Rumawas, M.Sc.,

DR.

Pembimbing

ay
Tanggal

&+

k-4

CT 83

Dipersembahkan kepada :

yang tercinta R i o dan E d ,

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1957 di
Ciamis, Jawa Barat.
H.A.

Orang tua adalah H.

Siti Maryam dan

Fathony.
Pada tahun 1964 penulis mulai memasuki Madrasah Ibti-

daiyah (setingkat SD) dan tamat pada tahun 1969.

Pada ta-

hun berikutnya penulis melanjutkan ke Sekolah Pendidikan


Guru Agama Negeri di-Ciamis, tamat pada tahun 1973.

Kemu-

dian penulis melanjutkan pada Sekolah Pendidikan Hakim


Islam Negeri di Yogyakarta.

Bersamaan dengan itu penulis-

pun mengikuti pelajaran di Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah III Yogyakarta dan berhasil menamatkan kedua sekolah
tersebut pada tahun 1976.
Pada tahun 1977 penulis mulai kuliah di Institut Pertanian Bogor dan memasuki Fakultas Kedokteran Hewan pada
tahun 1978 serta dilantik menjadi Sarjana Kedokteran Veteriner pada tanggal 21 Maret 1981.

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan
Yang Maha Esa atas selesainya penulisan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terirna kasih kepada Drh. Willy Rumawas M.Sc., DR. yang telah
banyak memberikan bimbingan dan bantuan kepada penulis.
Juga penulis menyampaikan terima kasih pada seluruh
pengajar dan rekan-xekan yang telah memberikan dorongan
serta bantuan baik moral maupun material selama belajar
di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor
hingga tersusunnya skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini memberikan hasil guna
yang selayaknya.

Bogor, November 1983


Penulis

DAFTAR lSI

Ha1aman
KATA PENGANTAR

............................................................

DAFTAR lSI ...................................................................

ii

DAFTAR LAMPIRAN

iii

I.

PENDAHULUAN..............................

II.

TINJAUAN PUSTAKA

1.

Lymphoid Leukose

................................................

2.

Penyakit Ma,rek .

..................................................

11

3.

Perbedaan dari sudut Kausa . .. .. .. .. .. . .. .. . ..

22

4.

Perbedaan dari sudut Patogenesa

.. .. ..
.. .. .. .. .. .. .. .. .

26

5.

Perbedaan dari sudut Perubahan Pasca Mati

29

6.

Perbedaan dari sudut Histopato1o.gik. , '.'. "'.

31

III. PEMBAHASAN

....................................................................

33

IV.

. ................................................................ .

35

DAFTAR PU ST AKA .......................................................... ..

37

LAMPIRAN ...'.................................................................

iv

KESIMPULAN

DAFTAR LAMPIRAN
Tabe1 1.

K1asifikasi dari virus LL menurut


Burmester (1966) .................................. 43

Tabe1 2.

Frekuensi a1at tubuh yang terserang LL dan


PM menurut Whiteman dan Bickford (1979) ... 44

Tabe1 3.

Perbandingan Epizootio1ogi dan perbedaan


Patho1ogi antara LL dan PM menurut
Calnek dan Witter (1978)..................

Tabe1 4.

45

Perbandingan Epizootio1ogi dan perbedaan


Patho1ogi antara LL dan PM menurut
Gordon. (1977) ............................

46

I.

PENDAHULUAN

Kejadian dan pembahasan tentang berbagai tumor unggas telah banyak dikemukakan.

Hal ini terutama disebab-

kan oleh banyaknya penyakit tumor unggas yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang besar.

Selain itu juga

sangat menolong dalam penentuan model untuk mempelajari


bermacam-macam gambaran tumor.
Klasifikasi dan penamaan dari tumor unggas yang kini
telah diketahui menjadi masalah yang berkepanjangan.

Hal

ini seperti dikemukakan oleh Calnek dan Witter (1978) disebabkan oleh dua faktor utama.

Pertama, banyaknya strain

virus yang memiliki ciri-ciri yang multi potent, yaitu satu jenis virus mengakibatkan tumor yang bermacam-macam.
Kedua,

virus~virus

tertentu menyebabkan beberapa kerusakan

patologik yang sulit dibedakan dari virus lain yang tidak


mempunyai hubungan apa-apa.
Dua kejadian penyakit tumOF unggas yaitu Lymphoid
Leukose (LL) dan Penyakit Marek (PM) sangat sulit seka1i
dibedakan.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mem-

bedakan kedua penyakit ini baik perbedaan dari sudut kausa,


patogenesa, perubahan pasca
serologik.

~ati,

histopatologik maupun

Dari kepentingan industri unggas dua jenis pe-

nyakit tsb. kini merupakan masalah penyakit yang serius


karena kejadiannya semakin meningkat menuju tingkat yang
membahayakan.

Ca1nek dan Witter (1978) yang mengutip be-

berapa laporan tentang kerugian ekonomis akibat LL dan PM


melaporkan bahwa di USA kerugian yang diderita tidak kurang

dari S 150.000.000,- per tahun, di Inggris sekitar

S 20.000.000,- per tahun yang setara dengan 2.5% dari keseluruhan hasil industri ayam disana.

Sedang di Australia

menurut laporan Dickson (1969) yang disitir kembali oleh


Ahmad (1970) menyatakan bahwa kerugian yang diderita pada
tahun 1969 diperkirakan sebesar SA. 2000.000,- at au kirakira 16% dari total kerugian akibat penyakit unggas.
Peterson (1978). dan Whiteman dan Bickford (1979) menjelaskan bahwa LL dan PM telah tersebar luas ke seluruh
dunia.

Di Indonesia, kejadian dua jenis penyakit terse-

but sudah banyak dilaporkan.

Boer dan Djaenoedin (1949)

pertarna-tama mengindentifikasi PM pada tahun 1949 sebagai


Neorolymphomatosis Gallinarum.

Kasus serupa juga dilapor-

kan oleh pengarang yang sarna pada tahun 1951, kemudian


Djaenoedin dan Kurjana (1951, 1952) melaporkan penyakit
yang sarna pada ayam kampung.Daulay (1979) melaporkan kejadian PM di Bogor dan sekitarnya berturut-turut pada tahun 1975, 1976, 1977 masing-masing 8.9%, 5.4% dan 4.5% dari jumlah seluruh kasus penyakit unggas dalaru setahun, sedangkan kasus LL pada periode yang sarna dilaporkan sebanyak 7.4%, 12.8% dan 12.8% dari seroua kasus penyakit unggas dalam setahun.

Tabbu dan Kurniasih (1980) telah mene-

mUkan kasus PM pada dua peternakan ayarn broiler di Yogyakart a dengan angka kematian sebesar

33% dan 44%.

Poernomo

dan Hardjoutomo (1980) menemukan kasus PM sebanyak 6.9%


dari semua kasus penyakit ayam yang dievaluasi LPPH Bogor

3
selama 5 tahun sejak April 1974 - Maret 1979.

Sedangkan

Sobari (1980) yang melakukan penyidikan terhadap spesimen-spesimen unggas yang dikirim ke BPPH VII Ujung Pandang selama tahun 1978 menyatakan bahwa kasus PM adalah
sebanyak 11.8% dan kasus 11 sebanyak 9.0%.
Mengingat industri unggas di Indonesia semakin meningkat, maka diperlukan pengetahuan yang mendalam tentang penyakit tersebut, sehingga bisa dilakukan diagnosa
penyakit secara dini dan tepat.

Dengan demikian kebijak-

sanaan preventif dan kontrol penyakit akan mudah dilaksanakan.


Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang
jelas tentang kedua penyakit tersebut terutama didasarkan
at as 4 hal yaitu kausa penyakit, patogenesa, perubahan
pasca mati dan lesio histopatologik, sehingga akan mempermudah melakukan diagnosa.

II.
1.

TINJAUAN PUSTAKA

LYMPHOID LEUKOSE
Menurut Purchase dan Burmester (1978) Lymphoid Leukose

(LL) merupakan saQah satu penyakit Leukosis/Sarcoma group


yang paling sering ditemukan dan merupakan satu-satunya
bentuk leukosis ekstra vaskuler unggas yang bisa dipindahkan.

Whiteman dan Bickford (1979) mendefinisikan LL seba-

gai penyakit leukotik-neoplastik yang disebabkan oleh myxovirus yang terjadi pada ayam menjelang dewasa kelamin dan
ayam dewasa kelamin.

Penyakit ditandai oleh penyebaran

yang berjalan lambat, angka kematian rendah dan adanya pertumbuhan tumor pada bursa Fabricius (BF).
sejak lama.

LL telah dikenal

Hasil penelitian yang dihimpun oleh Purchase

dan Burmester (1978) menunjukkan bahwa Roloff telah melaporkan LL pada tahun 1868 sebagai Lymphosarcomata, Caparini
pada tahun 1896 melaporkannya sebagai fowl leukemia dan pada tahun 1905 Butterfield di USA mendiagnosanya sebagai
aleukemic lymphoadenosis.
Purchase dan Burmester (1978) yang mengutip out line
Burmester dan Witter (1971) mengemukakan synonim yang pernah
digunakan untuk LL, yakni big liver disease dan lymphatic
leukosis (Ellermann, 1921), visceral lymphoma (Pappenheimer
et. al., 1926), lymphocytoma (Feldman, 1932), lymphomatosis
(Furth, 1933), visceral lymphomatosis (Jungher, 1941) dan
lymphoid leukosis (Campbell, 1961 dan Biggs, 1961).

5
Kausa.
Dengan mengutip laporan Nowinski et. al. (1973) dan
Temin (1974), Purchase dan Burmester (1978) mengemukakan
bahwa berdasarkan type asam inti yang dikandung, bentuk
partikel dan kepekaan terhadap pelarut lemak dan pH yang
rendah virus penyebab LL digolongkan dalam golongan myxovirus.
Gordon (1977) membagi virus 11 dalam 5 sub group A,
B, C, D dan E.

Pembagian ini terutama didasarkan atas

sifat-sifat dari envelope (selubung) virus.

Di lapangan

yang paling sering ditemukan adalah virus sub group A,


kadang-kadang virus sub group B, sedangkan virus sub group
C dan D jarang sekali ditemukan.

Adapun virus sub group E

merupakan virus endogen yang bisa ditemukan hampir disemua


flock ayam tetapi tidak cukup ganas untuk bisa menimbulkan
penyakit.
Berbagai strain virus LL telah berhasil ditemukan.
Burmester (1966) menyebutkan beberapa strain virus 11 hasil
penemuan tsb., diantaranya Lymphomatosis-erythroblastosis
(RPL-12), Rubin strain LL (RIF-l dan RIF-2), Myeloblastosis
BAI strain A (AMV-l dan AMV-2), Engelberth-Holm erythroblastosis (AEV), Rous associated (RAV-I, -2, -3, -4 dan -5)
dan Fujinami associated (FAV-l dan FAV-2).
Kejadian penyakit.
Infeksi virus L1 dapat terjadi pada semua ayam, tetapi
serangan yang paling sering terjadi adalah terhadap ayam

6
dewasa kelamin.

LL jarang sekali menimbulkan kematian yang

hebat, tetapi kejadian sporadis hampir ditemukan disemua


flock ayam.
Purchase dan Cheville (1975) melaporkan bahwa Infektious Bursal Agent (IBA) sebagai penyebab penyakit Gumboro
dapat mengurangi kejadian 11 jika disuntikkan pada ayam
berumur 2 minggu atau 8 minggu.
kan bahwa kejadian

L~

Burmester (1968) melapor-

akan menu run pada ayam yang disuntik

testosteron propionat sejajar dengan derajat atrofi BF-nya.


Purchase dan Burmester (1978) melaporkan bahwa kejadian L1 pernah ditemukan pada burung puyuh Jepang (Coturnixcoturnix Japonica), kalkun, phesant, bebek/itk, angsa, burung kenari dan sejenis burung betet.
mukan

;Wight (1963) mene-

4 kejadian LL pada flock puyuh Jepang dan dia berha-

sil membedakannya dengan PM.


Purchase dan Burmester (1978) menerangkan bahwa penularan virus 1L bisa secara vertikal yaitu dari induk ke
keturunannya atau secara horizontal yaitu dari satu ayam
ke ayam yang lainnya.

Penularan horizontal berjalan lam-

bat dan tidak efisien, untuk penyebaran yang cepat dan


nyata diperlukan kontak lang sung yang intensif.

Berhubung

hal tadi dan disertai kelabilan virus, maka penularan horizontal tidak banyak artinya.

Sebaliknya penularan ver-

tikal sangat berperan dalam mengabadikan infeksi virus.


Penelitian Spencer et.al. (1977) dan Boer

~.al.

(1980)

ternyata memberikan hasil yang senada dengan kenyataan

7
di atas.
Whiteman dan Bickford (1979) melaporkan bahwa penularan virus LL yang paling penting adalah penularan vertikal.

Gordon (1977) menyatakan bahwa satu dari setiap

30 butir telur dari induk yang sakit akan mengandung virus LL yang bisa ditemukan hampir di setiap flock industri ayam ras.
Shwartz (1977) menjelaskan bahwa masa inkubasi LL
umumnya 16 minggu.

Purchase dan Burmester (1978) mela-

porkan bahwa anak ayam umur sehari yang ditulari dengan


virus LL akan memperlihatkan gejala LL pada minggu ke-14
dan minggu ke-30.

Sangat jarang kasus penyakit terjadi

pada ayam-ayam berumur kurang dari 14 minggu.

Pada kasus

penyakit di lapangan dapat terjadi kapan saja setelah ayam berumur 14 minggu, tetapi walaupun demikian kejadian
yang paling sering biasanya menyerang ayam-ayam

menjelan~

masa dewasa kelamin.


Gejala Klinis.
Shwartz (1977) melaporkan bahwa berhubung masa inkubasi virus LL diperkirakan 16 minggu, maka gejala klinis
baru terlihat pada ayam yang sudah dewasa kelamin.
duksi telur berhenti.

Pro-

Sakit yang progresif, diikuti de-

ngan mengeriputnya pial, kepucatan, pembesaran abdomen,


kurus dan akhirnya

mati~

Ada gejala diarhae kekuning-ku-

ningan pada tahap akhir penyakit.

Ditemukan pembengkakan

akibat tertimbunnya cairan dibawah kulit.

Hematokrit

8
10-15 mg% (normal 30-40 mg%).
Purchase dan Burmester (1978) menjelaskan bahwa gejala klinis LL tidak spesifik.

Balung menjadi pucat,

berkeriput dan kadang-kadang kebiru-biruan.

H1lang nafsu

makan, berat badan menurun_ dan cepat menjadi lemah.


Abdomen membesar, bulu-bulunya berbintik-bintik karena
garam urat dan pigmen empedu.
Perubahan pasca-mati.
Purchase dan Burmester (1978) menerangkan secara
terperinci tentang perubahan pasca mati dari LL.

Per-

ubahan umumnya baru terlihat setelah ayam berumur

4 bulan.

Tumor-tumor yang muneul terutama menyerang hati, limpa dan


BF.

Ukuran tumor dan jumlah alat tubuh yang terserang

seeara intensif adalah hati dan limpa.

Banyak alat tubuh

yang lain seperti jantung, ginjal, paru-paru, gonad, sumsum tulang dan mesenterium ikut terserang dan kadang-kadang terjadi pertumbuhan tumor pada alat tubuh tsb.
Tumornya sendiri terasa empuk, liein dan mengkilap, bidang sayatannya terlihat keabu-abuan sampai putih kekuning-kuningan dan kadang-kadang ditemukan bagian-bagian
nekrose.

Bentuk tumor bisa noduler, milier, difuse at au

kombinasi dari bentuk-bentuk tsb.


pada hati dan limpa.

Hal ini jelas terlihat

Bentuk noduler bervariasi dari se-

besar kepala jarum pentul sampai sebesar telur ayam, bisa


satu tapi bisa juga banyak.

Umumnya tumor noduler ber-

bentuk bulat, tetapi kalau dipermukaan akan berbentuk

9
gepeng.

Bentuk granuler atau milier sangat jelas terli-

hat pada hati berupa titik-titik kecil dengan diameter


kurang dari 2 mm, tersebar merata di seluruh parenkhima.
Pada bentuk yang difuse alat tubuh mengalami pembesaran
secara merata, warna sedikit keabu-abuan dan umumnya sangat rapuh.

Walaupun begitu kadang-kadang ditemukan ha-

ti keras, fibrosa atau seperti berpasir.


Whiteman dan Bickford (1979) mengemukakan bahwa perubahan pasca mati dari LL tidak ada yang khas dan patognomonis.
umur

Perubahan biasanya baru terlihat pada ayam ber-

bulan atau lebih, pada saat ayam mendekati masa

dewasa kelamin.

Tumor fokal atau difuse yang berwarna

putih kekuning-kuningan terutama ditemukan pada BF, juga


pada hati, limpa dan ginjal.

Alat tubuh visceral yang

lainnya bisa terserang tapi frekuensi kejadiannya sangat


jarang.

Hati yang

terseran~

menjadi sangat besar.

BF sebagai titik pangkal penyebaran penyakit mengalami


pembesaran dan ditemukan tumor noduler.

Tumor LL pada

hati, limpa dan ginjal hampir menyerupai tumor akibat PM.


Perubahan Histopatologik.
Perubahan-perubahan histopatologik dari penyakit ini
umumnya ditandai oleh akumulasi sel-sel limfoid dalam berbagai alat tubuh visceral khususnya yang paling hebat hati dan limpa.

Purchase dan Burmester (1978) menerangkan

bahwa secara mikroskopik semua tumor LL pada dasarnya bersifat fokal dan multisentrik.

10

Walau kelihatannya alat tubuh terserang secara difuse,


namun gambaran mikroskopik menunjukkan adanya pusat-pusat
pertumbuhan yang menyatu.

Sel-sel tumor yang berprolife-

rasi menekan sel-sel alat tubuh tetapi tidak mengadakan


infil trasi dian taranya .
Wilson dan Miles (1975) mengungkapkan bahwa secara
histologik tumor bentuk noduler mengandung sel-sel yang
lebih matang dan mirip dengan limfosarcoma, sedangkan tumor bentuk difuse tersusun dari sel-sel primitif yang cepat sekali membelah.

Sel yang tersebut terakhir inilah

yang kemudian menyebar mengikuti ali ran darah.


Mengutip laporan Cooper

~.al.

(1968), Purchase dan

Burmester (1978) melaporkan bahwa tumor 11 terlihat sebagai kumpulan sel-sel limfoid dimana selaput sitoplasmanya

kurang jelas, sitoplasma bersifat basofil dan intinya vesikuler.

Di dalam inti, terdapat kumpulan-kumpulan khro-

matin dan nukleoli yang asidofilik.

Jaringan yang difik-

sasi dengan baik nukleolinya terlihat jelas seperti inclusion body dalam inti yang biasa terdapat pada penyakit
viral.

Dalam sitoplasma sel tumor terdapat RNA yang meng-

ambil warna merah dengan pewarnaan methyl green pyronine


(MGP).

Hal ini memberikan indikasi bahwa sel tersebut

belum dewasa tapi mengalami pembelahan dengan cepat.


Purchase dan Burmester (1978) menyebutkan bahwa selain
pewarnaan (MGP), pewarnaan May GrUnwald Giemsa dan lain
zat warna sitoplasma bisa digunakan untuk melihat sifat

11
khas dari sel-sel tumor tersebut.
2.

PENYAKIT MAREK.
Calnek dan Witter (1978) berpendapat bahwa penyakit

Marek (PM) merupakan penyakit proliferasi limfoid pada


ayam yang paling sering ditemukan.

Wilson dan Hiles

(1975) menyatakan bahwa PM ditandai dengan berbagai perubahan pada syaraf,.mata dan alat tubuh visceral.

Batas-

an PM pada awalnya sangat kacau, keragaman dari gejala


klinis dan perubahan patologis yang terutama tergantung
pada tempat lesio mengakibatkan timbulnya macam-macam istilah untuk menentukan keadaan ini.

Calnek dan Witter

(1978) menyebutkan bahwa orang yang pertama kali dianggap


melaporkan PM adalah Marek pada tahun 1907 yang mengidentifikasi PM sebagai polyneuritis berdasarkan perubahan
yang terjadi pada syaraf peri fer.
dikenal antara lain:
range paralysis.

Sinonim yang pernah

neuritis, neurolymphomatosis dan

Infiltrasi mononuklear pada iris yang

mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan depigmentasi


sampai warna putih keabu-abuan adalah dasar dari istilah
kebutaan, gray eye, iritis, uvetis dan ocular lymphomatosis.

Adapun perubahan-perubahan leukosis pada berbagai

alat tubuh visceral dan urat daging disebut sebagai visceral lymphomatosis, sedangkan pada kulit dikenal sebagai
leukosis kulit.

Burmester (1966) melaporkan bahwa pema-

kaian istilah Penyakit Marek baru disepakati pada saat

12
konferensi Penyakit Avian Leukosis Complex (ALe) di University of Georgia tahun 1965.

Komisi klasifikasi dan

tata nama yang dipimpin oleh Calnek memutuskan bahwa penyakit ALC dapat dibedakan menjadi dua katagori yaitu Penyakit Marek dan Lymphoid Leukose.

Pembagian ini akhir-

nya disetujui oleh American Association of Avian Pathologists (AAAP) dan digunakan sampai sekarang.
Kansa.
PM disebabkan oleh DNA-virus golongan Herpes B
(cell-associated herpes virus) dan cell-free herpes virus.
Menurut Witter (1971) cell-associated virus Herpes pertama kali diisolasi oleh Churchill dan Biggs pada tahun
1967, sedang cell-free virus Herpes berhasil diisolasi
oleh Calnek

~.al.

pada tahun 1970 dari folikel bnlu ayam

yang terserang PM.


Beberapa strain virus PM telah berhasil diisolasi.
Calnek dan Witter (1978) melaporkan hasil tersebut antara
lain:

strain JM (Sevoian et.al., 1962), strain GA (Eidson

dan Schmittel, 1968), strain HPRS-16, 17, 18, 19 dan 20


(Purchase dan Biggs, 1967).

Perbedaan hasil isolasi ini

terutama terletak pada keganasan virus dan distribusi kerusakan patologik pada jaringan.
Biggs dan Milne (1972) yang disitir oleh Calnek dan
Witter (1978) melaporkan bahwa isolat yang diperoleh dari
kasus PM di lapangan dapat digolongkan dalam bentuk akut,
klasik dan apatogen.

13
Kejadian Penyakit.
Calnek dan Witter (1978) menjelaskan bahwa sejauh
ini induk aemang alami yang terpenting urttuk PM adalah
ayam, sedangkan spesies unggas lainnya belum cukup berarti.

Serangan penyakit terutama terjadi pada ayam-ayam

muda, sekurang-kurangnya berumur 3 minggu dan yang paling


Bering biasanya terjadi pada ayam umur 2-5 bulan.

Wight

(1963) melaporkan bahwa PM dapat menyerang pheasant, kalkun, angsa dan bebek/itik.
Biggs dan Payne (1963) melaporkan bahwa PM merupakan
penyakit yang kontagious.

Penularan secara kontak lang-

sung maupun kontak tak langsung merupakan penularan yang


cukup efektif

un~uk peny~{it

ini.

Kenzy dan Biggs (1967)

mengemukakan bahwa penularan penyakit lewat udara mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan dengan penularan melalui ekskreta.

Dia menjelaskan bahwa walaupun vi-

rus PM ditemukan dalam eksreta mulut dan faeces, tapi ternyata kedua-duanya bukan merupakan sumber penularan penyaki t yang baik.
Calnek dan Hitchner (1973) yang mengutip laporan Calnek, Adldinger dan Kahn (1970) dan Nazerian dan Witter
(1970) melaporkan bahwa epitel folikel bulu merupakan sumber penularan utama.

Lingkungan akan terkontaminasi jika

epitel folikel bulu mengalami desquamasi at au bila ayam


mengalami peristiwa molting.

Calnek dan Witter (1978) me-

laporkan bahwa banyak ayam yang kelihatannya sehat tapi

14
ternyata merupakan karier yang dapat menularkan penyakit
pada ayam yang rentan.

Dengan mengutip laporan Witter

(1972) dia juga menyebutkan bahwa gigitan kumbang (Alphitobius diaperinus) ikut berperan dalam menyebarkan penyakit, tapi gigitan nyamUk (Culex gUinguefasciatus dan Culex
pipiens) gagal untuk menularkan PM.
Calnek dan Hitchner (1978) melaporkan bahwa walaupun
Sevoian pada tahun 1968 pernah me1aporkan penu1aran PM lewat te1ur, tapi berdasarkan data yang dia himpun menunjukkan bahwa kejadian penularan PM 1ewat te1ur sangat jarang
bahkan ctiduga tidak pernah terjacti.
Masa inkubasi PM sangat bervariasi tergantung pacta
strain virus, jumlah virus yang menginfeksi dan rute infeksinya itu sendiri.

Selain itu dipengaruhi juga oleh

umur, bangsa dan jenis ke1amin ayam-ayam yang terserang.


Kenzy dan Biggs (1967) mengemukakan
bahwa anak ayam yang
,
diinokulasi virus PM pada umur satu hari mulai m-engeksresi virus pacta minggu ke-2 atau minggu ke-3 dan ke1ainan
mikroskopik mulai kelihatansecepat-cepatnya pacta minggu
ke-2 setelah inoku1asi.

Adapun tanda-tanda k1inis dan pe-

rubahan pasca mati baru terjadi antara minggu ke-3 dan


minggu ke-4.

Schwartz (1977) berpendapat bahwa masa inku-

basi PM sekurang-kurangnya 14 hari.

Gordon (1977) me1a-

porkan bahwa PM umumnya menyerang ayam berumur 12 sampai


24 minggu, tapi bisa juga menyerang ayam berumur 6 minggu
dan ayam-ayam yang lebih tua dari 24 minggu.

15
Masa inkubasi PM sangat bervariasi, dapat berjalan hanya
selama 3 sampai 4 minggu tapi pada beberapa kasus bisa
mencapai beberapa bulan.

Calnek dan Witter (1978) menje-

laskan bahwa sulit sekali menentukan masa inkubasi PM di


lapangan.

Walaupun kejadian PM kadang-kadang muncul pada

ayam semuda-mudanya berumur 2 sampai 3 minggu, tetapi kejadian yang lebih serius justeru baru terlihat pada minggu ke-8 atau ke-9 . Kenyataan inilah yang menyulitkan penentuan kapan ayam mulai tertular.
Gejala Klinis.
Secara klinis Biggs (1967) membagi PM dalam dua katagari utama yaitu gejala bentuk klasik dan gejala bentUk
akut.

PM bentUk klasik terutama menyerang ayam umur 3

sampai 5 bulan, walaupun kadang-kadang bisa ditemukan pada ayam yang lebih muda atau ayam yang lebih tua.

Kema-

tiannya rendah bervariasi dari hanya beberapa ekor sampai


setinggi-tingginya 30% dari suatu flock ayam.
Gejala klinis bentuk klasik ditandai dengan tingkat
paralysis yang berbeda mulai dari paresis ringan, paralysis spastis sampai paralysis placcid.

Satu sikap yang

spesifik dari PM bentuk klasik adalah salah satu kakinya


tertarik ke depan sedang satunya lagi ke belakang sebagai
akibat paresis atau paralysis syaraf kaki.

Karena syaraf

yang terserang bisa satu atau lebih, maka gejala klinisnya juga dapat bervariasi dari ayam yang satu dengan ayam
yang lainnya.

Gejala klinis yang bisa ditemukan adalah

16.
sayap menggantung, sikap tubuh yang tidak normal, sesak
nafas dan beberapa gejala klinis yang tidak spesifik seperti penurunan berat badan, atropi otot dan diarhae.
Kematian biasanya sebagai akibat kelaparan dan dehydrasi
yang disebabkan ayam tidak mampu mencapai tempat makan
dan minum, juga dapat disebabkan akibat terinjak-injak
oleh ayam sekandang.

Ahmad (1970) mengemukakan bahwa PM

bentuk klasik ditandai dengan paresis atau paralysis dari


sayap dan kaki dengan diikuti berbagai perubahan pada syaraf perifer.

Wilson dan Miles (1975) mengemukakan bahwa

PM bentuk klasik umumnya ditandai dengan paralysis spastis yang kemudian berubah menjadi paralysis flaccid.

Pe-

nyakit berjalan lambat tetapi biasanya berakhir dengan kematian.


Biggs (1967) menjelaskan bahwa PM bentuk akut ditandai oleh kematian yang tinggi dan ayam yang
bih muda.

tersera~g

le-

Kematian akibat PM bent uk akut sangat bervari-

aSi, berkisar antara 5%, yang paling sering sekitar 10 -

20% dan setinggi ... tingginya 60%.

Gejala awal dari PM ben-

tuk akut adalah kematian yang tinggi, diikuti dengan banyaknya ayam yang mengalami depresi, baru kemudian terlihat gejala syaraf seperti pada PMbentuk klasik.

Kadang-

kadang ditemukan ayam yang tidak menunj\ukkan gejala paralysis, beberapa diantaranya mati dalam kondisi yang sangat
jelek sedang sisanya mati tanpa menunjukkan gejala sama
sekali.

17
Ahmad (1970) mengemukakan bahwa PM bentuk akut ditandai dengan ditemukannya tumor limfoid pada berbagai alat
tubuh dan berbagai jaringan dari ayam yang terserang.
Biasanya diikuti dengan kematian.

Wilson dan Miles (1975)

menambahkan bahwa pada PM bentuk akut terjadi infiltrasi


limfosit pada alat tubuh visceral terutama hati, limpa dan
ovarium.

Secara klinis hal ini ditandai dengan pembesaran

ruang abdomen.
Whiteman dan Bickford (1979) melaporkan bahwa secara
klinis PM dapat dibedakan menjadi

4 katagori, walaupun ka-

sus di lapangan keempat kriteria tersebut dapat terjadi


bersamaan.
A.

Neural Lymphomatosis (Neural Leukosis, Range Paraly-

sis, Fowl Paralysis).


Berbagai syaraf tubuh (ischiadicus, brachialis, vagus, intercostalis, ocular dan sebagainya) mengalami infiltrasi, paresis atau paralysis mono lateral

dari kaki

atau sayap, leher atau kelopak mata atau kombinasi semuanya.

Jika syaraf ischiadicus terserang, ayam biasanya ja-

tuh dengan salah satu kakinya ke depan sedang yang satunya


ke belakang.
B. Ocular Lymphomatosis (Ocular Leukosis, Gray Eye).
Salah satu iris mata atau kedua-duanya mengalami infiltrasi sel-sel tumor.
jadi tak beraturan.

Iris menjadi kelabu dan pupil men-

Biasanya diakhiri dengan kebutaan.

18

c.

PM bentuk kulit (Skin Leukosis).


Folikel bulu yang terdapat pada kulit (terutama pada

ayam broiler) diinfiltrasi oleh sel-sel limfoid yang mengalami hyperplasia atau yang bersifat neoplastik.

Pada

tempat yang tertular PM akan terlihat folikel bulu yang


padat dan kasar.

Ayam bisa sembuh dari keadaan ini tapi

bisa mati dengan memperlihatkan gejala PM bentuk lainnya.


D.

PM akut (Acute Leukosis).


Pada PM bentuk akut tidak terdapat gejala patognomo-

nis tetapi dalam waktu yang relatif singkat dapat menimbulkan kematian yang tinggi.

Tumor dapat ditemukan dalam

berbagai alat tubuh tetapi yang paling sering ditemukan


adalah pada alat tubuh visceral.
Perubahan Pasca Mati.
Biggs (1967) melaporkanbahwa perubahan pasca mati
dari PM terutama terlihat pada syaraf-syaraf permukaan.
Syaraf yang terserang membesar, berwarna kekuning-kuningan atau abu-abu, hilangnya garis-garis melintang dan kadang-kadang oedemateus.

Pembesaran syaraf baik lokal ma-

upun difuse bisa mencapai beberapa kali ukuran normal.


Syaraf-syaraf yang biasanya terkena adalah plexus bra chialis, plexus ischiadicus, plexus coeliaca dan syaraf vagus.

Selain perubahan pada syaraf, tumor limfoid dapat

ditemukan pada alat tubuh visceral khususnya pada gonad


(ovarium, testes).

Alat tubuh lainnya yang bisa terkena

19
adalah paru-paru, ginjal, jantung, hati, mesenterium,
otot, limpa dan kulit.

Tumor ini umumnya lebih banyak di-

temukan pada ayam-ayam betina dibandingkan dengan ayamayam jantan.


Biggs et.al. (1965) yang mengamati kejadian PM akut
pada ayam melaporkan tentang ditemukannya lesio syaraf.
Tapi walaupun demikian kejadian yang paling sering ditemukan adalah tumor limfoid terutama pada gonad.

Tumor lim-

foid pada paru-paru, ginjal, hati, limpa, jantung, mesenterium dan otot tidak selalu bisa ditemukan.

Ahmad (1970)

melaporkan bahwa pada PM akut, perubahan pasca mati pada


alat tubuh vsceral bisa bersifat noduler atau milier.
Tumor noduler terlihat berwarna putih kekuning-kuningan
dan biasanya ditemukan pada jantung, hati dan otot.

Bila

ovarium terserang, biasanya ginjalpun ikut terserang.


Tumor pada otot dada lebih sering ditemukan daripada tumor
pada otot paha.

Tumor pada jantung dapat mengakibatkan

gagalnya fungsi jantung.

Lesio syaraf jarang ditemukan.

Tabbu dan Kurniasih (1980) menemukan kelainan berupa


penebalan dan nekrosa dinding jantung, proventrikulus dan
dinding usus.
ginjal.

Terjadi juga pembesaran

hat~f"limpa

dan

,"

Atrofi bursa Fabricius dan ditemukan pula benjol-

an-benjolan pada kulit.

Perubahan pada syaraf permukaan

tidak begitu jelas.


Perubahan Histopatologik.
Secara histopatologik perubahan-perubahan yang

20

ditemukan pada PM telah diuraikan oleh sejumlah peneliti.


Mereka sepakat tentang type lesio histologik dan type sel
yang terlihat.

Walau demikian, arti dan tafsiran terha-

dap beberapa kelainan histologik kadang-kadang tidak berlaku universal.


Biggs (1967) melaporkan bahwa pada otak ditemukan
proliferasi limfoid.
fat fokal berupa

LesiO yang ditemukan biasanya bersi-

pe~ivaskuler

kuffing yang terdiri atas

sel limfosit, gliosis dan endotheliosis.


juga ditemukan dalarn sumsum

tu~ang

Lesio yang sarna

punggung, hanya proli-

ferasi sel limfoid lebih sering ditemukan dari pada di


take

~elainan

0-

pada akar ganglia pada umumnya berupa pro-

liferasi limfoid.
Wight (1962) dan Payne dan Biggs (1967) yang disitir
oleh Biggs (1967) melaporkan bahwa kelainan pada syaraf
perifer dapat dibagi at as 3 type.

Menurut klasifikasi

Wight dua diantaranya berkaitan erat dengan radang atau


degenerasi, sedang yang ketiga ada hubungannya dengan neOplasma.

Adapun klasifikasi Payne dan Biggs dapat dibeda-

kan menjadi type A, B dan C.

Lesio type A ditandai oleh

proliferasi sel-sel limfoid.

Pada awalnya sel-sel irri

tersebar antara syaraf-syaraf yang beradang atau berkumpul di sekitar buluh darah.

Pada infiltrasi yang berat

terjadi demyelinisasi, proliferasi sel Schwann dan kadangkadang ditemukan axon yang abnormal.

Sel yang ditemukan

di daerah proliferasi adalah limfosit kecil dan sedang,

21

sel blast, sedikit sel plasma dan makrofag.

Pada lesio

type A juga ditemukan sejenis sel yang sitoplasmanya sangat basofilik, pyroninofilik dan bervakuola, sedangkan
intinya keeil bahkan tidak jelas.

Sel ini dinamakan se-

bagai sel Penyakit Marek dan diduga merupakan blast sel


yang sedang mengalami degenerasi.

Lesio type B ditandai

oleh oedema inter neuron dan infiltrasi ringan dari selsel limfosit keeil dan sel plasma, kadang-kadang ditemukan pula demyelinisasi dan proliferasi sel-sel Sehwann.
Type C lesionya lebih ringan.

Terjadi infiltrasi ringan

dari sel-sel plasma dan limfosit keeil.


Biggs (1967) melaporkan bahwa komposisi seluler dari tumor limfoid pada prinsipnya mirip dengan lesio type
A pada syaraf.

Tumor terdiri atas sel limfosit keeil

dan sedang, sel blast, sel PM dan sel-sel retikulum.


Wight (1963) melaporkan perubahan histologik pada
burung puyuh.

Pada hati ditemukan beberapa absees keeil

terdiri at as pusat nekrose yang dikelilingi oleh sel-sel


raksasa, diluarnya dikelilingi zona sel-sel limfosit dan
heterofil.

Pada usus ditemukan infiltrasi sel-sel lim-

foblast di bagian lamina pro pia dan submukosa

yang ter-

sebar pada lapisan otot sirkuler dan longitudinal.


filtrasi ini mengakibatkan dinding usus menebal.

InPada

ginjal infiltrasi limfoblast terjadi dibagian interstitium.


Jungherr dan Hughes (1965) yang disitir oleh Calnek
dan Witter (1978) melaporkan bahwa perubahan histologik

22

pada mata terdiri atas infiltrasi sel-sel mononuklear


pada iris, tetapi infiltrasi bisa juga ditemukan pada
otot mata, terutama rektus lateralis dan ciliaris,
choroidea, kornea, konjunctiva dan syaraf optikus.
Infiltrasi sel-sel mononuklear ke dalam iris dan otot
ciliaris mengakibatkan letak serabut-serabut otot tidak
beraturan.
Payne dan Biggs. (1967) yang disitir oleh Calnek dan
Witter (1978) melaporkan bahwa kelainan pada kulit terutama berupa radang.

Tetapi pada beberapa keadaan di-

temukan akumulasi dari sel-sel mononuklear disekitar


folikel buIu, proliferasi sel disekitar buluh darah dan
sejumlah kecil sel plasma dan histiosit yang biasa terlihat pada dermis.

Pada lesio yang kecil keutuhan kulit

tetap dipertahankan, tetapi pada proliferasi yang hebat


bisa terjadi kesobekan epidermis yang

mengakib~tkan

ter-

bentuknya ulkus.
Purchase dan Biggs (1967) yang disitir oleh Calnek
dan Witter (1978) melaporkan bahwa BF yang terserang PM
mengalami atrofi dari bagian korteks dan medulla, juga
terjadi nekrosa, pembentukkan kysta dan infiltrasi inter
folikuler oleh sel-sel limfoid.

Thymus juga mangalami

atrofi baik dibagian korteks maupun medullanya.

3.

PERBEDAAN DARl SUDUT KAUSA


Lymphoid Leukose
LL dan bentuk variasinya disebabkan oleh virus RNA

23
golongan myxovirus sub group A dan B, sedangkan virus
sub group C dan D jarang sekali ditemukan.

Pada tabel 1

diperlihatkan berbagai strain virus 11.


Beard (1973) yang disitir oleh Purchase dan
Burmester (1978) menjelaskan bahwa secara morfologik
virus 11 identik dan sejenis dengan virus oncorna lainnya.

Dengan pewarnaan negatif virus kelihatan sebagai

partikel berbentuk bola yang segera akan berubah menjadi


bentuk seperti sperma atau salib jika kena panas.
Nukleoid virus bagian dalam terlihat lebih padat dan
lebih sedikit mengalami perubahan bentuk dibandingkan
dengan bagian lain.

Dengan sediaan irisan tipis dan

pewarnaan biasa, nukleoid virus diperkirakan mempunyai


diameter kira-kira 35-45 nm yang dikelilingi oleh selaput tengah dan selaput luar.

Diameter virus secara ke-

seluruhan adalah 80-120 nm dengan rata-rata 90 nm.


Komposisi kimiawi virus 11 diperkirakan mengandung 3035% lemak, 60-65% prdtein, 2.2% RNA dan tidak mengandung
DNA.

Dengan adanya komponen lemak maka berbagai pelarut

lemak, misalnya ethil ether, dapat menghilangkan daya


tUlar virus 11.
Purchase dan Burmester (1978) mengemukakan bahwa
virus 11 segera menjadi inaktif pada suhu tinggi, pada
suhu 50C virus tahan 8.5 menit dan pada suhu 60C tahan
0.7 menit.

Pada suhu rendah virus relatif lebih tahan.

Pada suhu -15C tahan sampai satu minggu sedangkan pada

24
suhu _60C tahan beberapa tahun tanpa kehilangan daya
tularnya.

Pada pH 5-9 virus relatif stabil.

Diluar

batas pH tsb. virus menjadi inaktif.


Keganasan virus LL dan manifestasi penyakitnya ternyata banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya
strain virus, dosis, rute inokulasi, umur induk semang,
ras dan jenis kelamin induk semang.

Schwartz (1977) me-

laporkan bahwa kepekaan unggas terhadap serangan infeksi


virus LL menurun dengan bertambahnya umur ayam.

Selan-

jutnya dia juga melaporkan bahwa ayam-ayam betina lebih


peka terhadap serangan virus LL dibandingkan ayam jantan.
Burmester dan Nelson (1945) yang disitir oleh Purchase
dan Burmester (1978) melaporkan bahwa pada ayam kastrasi
kejadian LL meningkat,

sebaliknya pemberian testosteron

pada ayam jantan dan ayam kebiri ternyata meningkatkan


daya tahan ayam terhadap serangan LL.
Penyaki t Marek
PM disebabkan oleh virus DNA golongan Herpes B (Cell
associated herpesvirus) dan cell-free herpesvirus.
Calnek dan Witter (1978) mengemukakan bahwa secara morfologik virus PM merupakan partikel heksagonal yang telanjang atau nukleocapsid berenvelope dengan struktur dasar
berdiameter 85-100 nm.

Partikel ini biasanya ditemukan

pada inti dan kadang-kadang pada sitoplasma dari biakan


sel suatu jaringan yang tertular atau bisa juga ditemukan
pada cairan ekstra seluler.

Partikel virus yang diamati

25
dari sediaan pewarnaan negatif dari epitel folikel bulu
ternyata mempunyai envelope dengan ukuran 273-400 nm yang
terlihat sebagai struktur anorganik yang tidak beraturan.
Daya tular virus PM berkurang at au bahkan hi lang dengan perlakuan tertentu.

Calnek dan Hitchner (1973) me-

laporkan bahwa pada epitel folikel bulu virus PM masih


tetap menular setelah disimpan selama 3 minggu pada suhu
37.5 0 C dan tahan sel?IDa 3 tahun pada suhu 4C.

Apabila

kelembaban mencapai 80% maka virus tidak lagi menular sesudah disimpan 1-2 minggu padasuhu 37.5 0 C.

Walaupun ti-

dak membunuh semua virus, fumigasi dengan gas formaldehyde merupakan cara desinfeksi yang terbaik untuk viruS
PM.

Schwartz (1977) melaporkan bahwa virus PM stabil pa-

da pH 6-8, diluar batas pH itu virus segera akan mati.


Dengan desinfektan seperti quaternari ammonium dan phenol
virus dapat dibunuh.
Keganasan virus PM banyak ditentukan oleh strainnya.
Witter (1982) yang meneliti 53 isolat virus PM dari berbagai negara mengklasifikasikan virus PM dalam 3 golongan
yaitu virus PM yang sangat ganas (vvMDV), virus PM yang
ganas (vMDV) dan virus PH yang tidak ganas (npI1DV).
Klasifikasi ini terutama didasarkan atas test patogenitas
pada anak ayam yang rentan dan sifat-sifat pertumbuhan
Virus PM pada biakkan jaringan fibroblast embryo bebek,
biakkan ginjal ayam dan biakkan fibroblast embryo ayam.

26

4.

PERBEDAAN DART SUDUT PATOGENESA


Lymphoid Leukose
Tnduk semang alami dari virus LL adalah ayam.

Walau

pun begitu menurut kejadian penyakit yang dihimpun oleh


Wight (1963) virus 11 diduga bisa menyerang kalkun, angsa
pheasant, pinguin, bebek, burung kenari dan sebangsa burung betet.

Bahkan dia berhasil menemukan kejadian LL

pada burung puyuh.


Purchase dan Burmester (1978) melaporkan bahwa penularan virus LL bisa secara vertikal yaitu dari induk ke
keturunannya atau secara horizontal dari ayam ke ayam,
tetapi penyebaran secara horizontal ini tidak efisien karena harus secara kontak langsung yang intensif.

Fadly

et. al. (1981) melaporkan bahwa penularan horizontal hisa


efektif bila ayam-ayam mengalami kontak langsung selama

hari dengan perbandingan antara ayam sakit dan ayam sehat


sekitar 2 : 1.

Pada saat ayam di seksing (vent sexing)

dapat juga terjadi penularan yang efektif asalkan perbandingan ayam tertular dan ayam sehat 1 : 1.
Purchase dan Burmester (1978) melaporkan mekanisme
terjadinya penularan vertikal.

Pada ayam yang tertular

atau ayam karier virus LL memperbanyak diri terutama pada


hepatosit, pada sebagian besar sel ovarium kecuali sel
folikelnya dan pada jaringan oviductus.

Penularan verti-

kal terjadi jika virus 1.1. menulari germinal cells sesaat

27
setelah meninggalkan ovarium atau virus LL menulari
zygote di bagian atas oviductus.
Kekebalan terhadap LL bisa bersifat pasif maupun aktif.

Kekebalan pasif diperoleh melalui maternal antibody

yang diperkirakan sekitar 1/10 - 1/100 dari titer induk.


Purchase dan Burmester (1978) menegaskan bahwa pemindahan
maternal antibody LL mempunyai efisiensi yang rendah sehingga day a lindungnya terhadap suatu serangan penyakit
masih disangsikan.
Penyaki t Harek
Calnek dan Witter (1978) melaporkan bahwa induk semang alami dari virus PH adalah ayam, sedangkan species
unggas lainnya belum cukup berarti.

Wight (1963) melapor

kan bahwa PM dapat menyerang pheasant, kalkun, bebek,


entok dan angsa.

Biggs (1967) dalam laporannya menyata,

kan bahwa ayam yang tertular PM secara alam gejalanya kadang-kadang terlihat pada minggu ketiga, tetapi yang paling sering gejala penyakit muncul antara bulan ke-2 dan
bulan ke-5.

Kematian dari suatu flock ayam terjadi men-

jelang ayam mencapai dewasa pada saat mana kelainan


visceral ataupun okular akan terlihat nyata.

Kejadian

pada ayam yang lebih muda cenderung disebabkan oleh PM


yang akut.
Dengan menghimpun data penyakit Galnek dan Witter
(1978) mengemukakan bahwa penularan horizontal, baik kontak langsung maupun kontak tak langsung merupakan cara

28
penularan utama pada PM.

Kontak langsung terjadi kalau

virus PM dari hewan sakit atau hewan karier terserap atau


termakan oleh ayam yang lain.

Kontak tidak langsung ter-

jadi kalu virus PM mengkontaminasi lingkungan, gabah, bulu, sekreta dan eksreta atau kumbang (Alphitobius diaperinus) yang kemudian termakan oleh ayam.
Calnek dan Witter (1978) melaporkan bahwa kejadian
PM kadang-kadang mun.cul pada ayarn umur 2-3 minggu.

Teta-

pi kejadian yang lebih serius justru baru terlihat pada


minggu ke-8 atau mingguke-9.

Kenyataan ini sangat me-

nyulitkan untuk menentukan kapan ayam rnulai tertular.


Biggs (1967) mengemukakan bahwa mortalitas akibat PM
bervariasi tergantung bentuk PM yang menyerangnya.

Pada

bent uk klasik kematian biasanya rendah, berkisar antara


0% sampai 25% atau 30%.

Pada bentuk akut kadang-kadang

di temukan ke,matian sampai 60%.


Pada PM maternal antibody habis kira-kira 3 minggu
setelah menetas.

Calnek dan Witter (1978) melaporkan

bahwa kekebalan aktif timbul setelah adanya lwntak dengan


virus PM baik karena sembuh dari serangan PM maupun karena vaksinasi.

Disebutkan pula bahwa kerugian altibat PM

lebih rendah pada ayam-ayam yang dibesarkan dilingkungan


yang telah tercemari virus PM dibandingkan dengan ayamayam yang dibesarkan dalam lingkungan yang bebas virus
PM.

29

5.

PERBEDAAN DARI SUDUT PERU BAHAN PASCA MATI


Lymphoid Leukose
Perubahan pasca mati dari LL pada umumnya baru ter-

lihat setelah ayam berumur 4 bulan dan hampir selalu melibatkan hati, limpa dan BF.

Wight (1963) melaporkan

bahwa hati yang tertular virus LL mengalami pembesaran


disertai dengan ditemukannya bintik putih-kekuningan, ditengahnya ada pusat nekrosis.
meter sekitar 1 mm.

Bintik ini mempunyai dia-

Limpa membesar dan warnanya memucat.

Dinding usus kecil menebal dan bagian permukaannya terlihat oedematus.

Whiteman dan Bickford (1979) melaporkan

bahwa BF sebagai titik pangkal penyebaran penyakit mengalami pembesaran dan ditemukan tumor noduler.
Gordon (1977) melaporkan bahwa LL ditandai dengan
hati yang membesar secara ekstensif sehingga hampir menutup seluruh ruang abdomen.

Selain hati alat

t~buh

yang

bisa terserang adalah limpa, BF, gonad dan ginjal.


Penyaki t Marek
Berdasarkan perubahan pasca mati Gordon (1977) membagi PM dalam 2 bentuk, yaitu PM akut apabila kelainan
yang menyolok terlihat pada alat tubuh visceral dan PM
klasik jika kelainan yang menyolok terjadi pada syaraf.
Calnek dan Witter (1978) mengemukakan bahwa kelainan
berupa tumor-tumor limfoid dari kasus PM akut ditemukan
pada gonad (terutama ovarium), paru-paru, jantung, mesenterium, ginjal, hati, limpa, adrenal, pankreas, usus kecil

30
proventrikulus, iris, otot kerangka dan kulit.

Alat tu-

buh yang terserang mengalami pembesaran yang difuse sampai beberapa kali ukuran normal disertai dengan perubahan
warna keabu-abuan.

Pada beberapa kasus terdapat pertum-

buhan tumor noduler yang bisa ditemukan di dalam maupun


di luar jaringan parenkhima alat tubuh.
Calnek dan Witter (1978) mengemukanan bahwa pada PM
klasik perubahan pasca mati terutama terjadi pada salah
satu at au lebih syaraf permukaan, akar medulla spinalis
dan akar ganglia.

Perubahan juga terjadi pada syaraf fe-

moral, syaraf vagus, syaraf mesenterika anterior, syaraf


interkostalis, syaraf usus dari Remark dan syaraf coliaca.
Kedua penyelidik tersebut menjelaskan bahwa perubahan yang
terjadi pada syaraf permukaan dan syaraf otonom ditandai
dengan hilangnya garis-garis melintang, berwarna abu-abu
atau kekuning-kuningan dan kadang-kadang oedematosa.

Pem-

besaran syaraf yang terserang biasanya mencapai 2-3 kali


dari ukuran normal dan dalam beberapa kasus bisa lebih besa~

lagi.

Pembesarannya bisa bersifat lokal atau difuse.

Perubahan pada ganglia akar medulla spinalis adalah pembesaran yang umumnya bersifat unilateral, sedikit mengkilat
dan berwarna kekuning-kuningan.
Whi teman dan Bi ckford (1979) melaporl{an tentang berbagai alat tubuh yang bisa terserang 11 dan PM dengan frekuensi kejadiannya (tabel 2).

31

6.

PERBEDAAN DARl SUDUT HlSTOPATOLOGIK

Lymphoid Leukose
Wight (1963) melaporkan bahwa perubahan histopatologik yang ditemukan pada hati burung puyuh yang terserang
LL terdiri at as titik-titik yang tersebar difuse atau infiltrasi ekstensif dari sel-sel limfoblast yang seragam.
Sel ini ditandai oleh inti yang besar, kadang-kadang inti
dan sitoplasmanya sangat basofilik.
Schwartz (1977) melaporkan bahwa pada tahap awal LL
menginfeksi sel limfosi t pada BF (sel B) yang kernudian .
sel-sel yang tertular ini menyebar ke seluruh tubuh.

Dia

menyatakan bahwa penyebaran LL dalarn tubuh induk semang


sejalan dengan proli ferasi sel-sel limfosi t B.

Neumann

dan Witter (1978a, 1978b) melaporkan bahwa sel-sel tumor


LL di tandai
oleh banyaknya sel-sel limfosi t B dan lmmuno,
globulin M (IgM).
Penyakit Marek
Pada PM alat tubuh yang terserang dan sel pembentuk
tumornya terbukti lebih beragarn, sehingga manifestasi histologiknya lebih kompleks dibandingkan dengan LL.

Lesio

syaraf permukaan seperti dilaporkan oleh Biggs (1967) terjadi akibat infiltrasi ringan sampai berat dari sel-sel
mononuklear yang kadang-kadang disertai dengan oedema, degenerasi myelin dan proliferasi sel-sel Schwann.

Sel yang

berinfiltrasi biasanya terdiri at as campuran limfosit

32
keeil dan sedang, sel plasma, limfoblast dan kadang-kadang ditemukan juga makrofag dalam jumlah keeil.

Selain

sel tersebut di at as ditemukan pula sejenis sel yang sitoplasmanya sangat basofilik, bersifat pyroninofilik dan
bervakuola, sedang intinya keeil bahkan tidak jelas.

Sel

ini disebut sebagai sel Penyakit Marek.


Biggs (1967) menjelaskan bahwa lesio pada otak biasanya bersifat fokal, berupa perivaskuler kuffing dari selsel limfosit keeil atau nodula submilier yang terdiri atas
sel-sel limfosit dan element yang lebih pueat.

Pada sum-

sum tulang punggung disamping terjadi infil trasi regional


juga terjadi akumulasi fokal dalam sUbstansi putih dan
kadang-kadang dalam sUbstansi kelabu.
Kelainan histologik dari alat tubuh visceral pada dasarnya berupa proliferasi sel-sel yang seragam.

Biggs

(1967) mengemukakan bahwa susunan selulernya terlihat sebagai proliferasi difuse dari sel-sel limfosit keeil sampai sedang, sel limfoblast, sel-sel Penyakit Marek dan sel
retikulum dan kadang-kadang ditemukan pula sel plasma.
Seeara umum Calnek dan Witter (1978) dan Gordon
(1977) memberikan beberapa pedoman untuk membedakan antara
LL dan PM (tabel 3 dan 4).

I II

PEMBAHASAN

Di awal perkembangannya, para ahli mengidentifikasi


penyakit neoplasma unggas ter-utarna berdasarkan at as perubahan-perubahan makroskopik, sehingga sering terjadi satu jenis penyakit diidentifikasi sebagai penyakit yang berbeda karena manifestasi patologiknya berlainan.

PM yang

kini dikenal, dulunya disebut polyneuritis (Marek, 1907),


neuritis (Doyle, 1926), neurolymfomatosis gallinarum
(Papenheimer, et.al., 1926), lymphocytoma (Feldman, 1932),
lymphomatosis (Furth, 1933) dan visceral lymphomatosis
(Jungherr, 1941).
LL dan PM merupakan dua jenis penyakit neoplasma
unggas yang paling sering ditemukan tapi sulit dibedakan.
Para ahli telah sepakat bahwa kedua jenis penyakit tersebut disebabkan oleh virus onkogenik yang berbeda, walaupun
ternyata perubahan pasca matinya mempunyai berbagai persamaan.

Untuk membedakan LL dengan PM secara lebih tepat,

hendaklah mengkombinasikan berbagai hal meliputi umur ayam


pada saat terserang penyakit, mortalitas, perubahan pasca
mati, gejala-gejala syaraf dan lesionya, perubahan bursa
Fabricius dan kelainan mikroskopik.
LL dan PM sulit dibedakan karena kedua penyakit ini
dapat menimbulkan tumor limfoid yang serupa pada alat tubuh visceral yang sarna dan pada periode umur yang sarna.
Tapi betapapun demikian dapat ditemukan kelainan patognomonis dari kedua penyakit tersebut.

Tumor fokal atau no-

duler pada BF ayam berumur 16 minggu ke atas dianggap

patognomonis untuk LL.

Adapun PM dapat didiagnosa jika

ditemukan salah satu atau kombinasi dari kelainan-kelainan


berikut:
1.

Pembesaran leukotik dari syaraf permukaan atau ganglia sumsum punggung.

2.

Depigmentasi iris dan tidak teraturnya pupil mata.

3.

Adanya tumor-tumor limfoid dalam berbagai jaringan seperti hati, jantung, gonad, kulit, otot dan proventrikulus pada ayam berumur di bawah 18 minggu.

4.

Adanya tumor limfoid dari alat-alat tubuh visceral pada ayam umur 18 minggu at au lebih, tetapi tidak melibatkan BF.
Tumor LL terdiri atas limfoblast yang seragam, se-

dangkan tumor PM terdiri atas sel limfoid yang berbeda


umur dan ukurannya mulai dari limfoblast sampai limfosit
kecil dan sel-sel plasma.

Pewarnaan dengan MGP sangat me-

nolong dalam membedakan kedua penyakit ini.

Limfoblast

muda yang merupakan sifat khas tumor LL bersifat pyroninofilik, sedangkan sel-sel limfosit kecil dan sedang yang
merupakan komponen utama tumor PM tidak akan mengambil
warna dengan pyronine

IV.
1.

KESIMPULAN

LL dan PH merupakan dua jenis penyakit neoplasma unggas yang sering ditemukan
kan.

tet~pi

paling sulit dibeda-

Hal ini disebabkan oleh manifestasi patologik-

nya yang hampir serupa.


2.

Untuk melakukan diagnosa LL dan PM secara lebih tepat


hendaklah mengkombinasikan berbagai hal, meliputi
umur ayam pada saat terserang penyakit, mortalitas,
gejala-gejala syaraf dan lesionya, kelainan pasca mati, perubahan BF dan kelainan histologik.

3.

LL disebabkan oleh virus RNA golongan myxovirus sub


group A dan B.

PM disebabkan oleh virus DNA golongan

Herpes B (cell-associated herpesvirus) dan cell-free


herpesvirus.

4.

Pola penyebaran utama dari virus LL adalah secara


vertikal yaitu dari induk ke anak.

Adapun pola penye-

baran PM yang utama adalah secara horizontal yaitu dari hewan tertular at au dari lingkungan yang tertular
ke hewan yang sehat.

5.

Perubahan pasca mati dari LL pada umumnya baru terlihat setelah ayam berumur

4 bulan dan hampir selalu

melibatkan hati, limpa dan BF.

PH dapat dibagi dalam

2 bentuk yaitu bentuk akut ditandai dengan kematian


yang tinggi (10-20%) menyerang ayam yang lebih muda
dan kelainan pasca mati terutama ditemukan pada alat
tubuh visceral dan bentuk klasik yang ditandai oleh
kematian yang lebih rendah (kurang dari 5%), menyerang

36
ayam yang lebih tua dan kelainan pasca mati terutama
diteroukan pada sistim syaraf.
6.

Secara histopatologlk susunan tumor 11 lebih seragam


terdiri dari sel-sel limfoblast, sedangkan susunan
tumor PM lebih bermacam ragam terdiri dari sel-sel
limfoblast, sel limfosit kecil, sedang dan besar, sel
retikulum dan sel PM.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Ahmad, M.

1970.

Acute Marek's Disease : Isolation

of a Cytopathogenic Agent in Cell Culture.


Aust. Vet. J., 46 : 589-594.
2.

Biggs, P.M.

1967.

Marek's Disease.

Vet. Rec., 81

583-592.
3.

Biggs, P.M., and L.N. Payne.

1963.

Transmission

Experiments with Marek's Disease (Fowl Paralysis)


Vet. Rec., 75 : 177-179.

4.

Biggs, P.M., H.G.


ton.

1965.

Purchase, B.R.

Bee, and P.J.

Dal-

Preliminary Report on Acute Marek's

Disease (Fowl Paralysis) in Great Britain.

Vet.

Rec., 77 : 1339-1340.
5.

Boer, E. De, en R.

Djaenoedin.

tosis Gallinarum in
ling).
6.

Djaenoedin.

tosis Gallinarum in

7.

Indonesi~

Neurolymphoma-

(Voorlopige Medede-

Hemera Zoa, 56 : 388-390.

Boer, E. De, en R.

ling).

1949.

1951.

Indonesi~

Neurolymphoma-

(Voorlopige Medede-

Hemera Zoa, 58 : 121-135.

Boer, G.F. De, J.

Van Vloten, and L. Hartog.

1980.

Comparison of Complement Fixation and Phenotypic


Mixing Test for The Detection of Lymphoid Leukosis Virus in Egg Albumen and Embryos of Individual Eggs.
8.

Av. Pathol., 9

Bulow, V.v., and D.O.


Characteristj. cs

Schmid.
0

207-218.
1979.

Antigenic

Harek' s Disease Tumor Cells.

38
Av. Pathol., 8 : 265-277.
9.

Burmester, B.R.

1959.

The Shedding of the Virus of

Visceral Lymphomatosis in the Saliva and Feces


of Individual Normal and Lymphomatous Chickens.
Poult. Sci., 35 : 1089-1099.
10.

Burmester, B.R.
Conference.

11.

1966.

Report on Avian Leukosis

Poult. Sci., 45 : 1411-1415.

Burmester, B.R . 1968.

The Prevention of Lymphoid

leukosis with Androgens.

Poult. Sci., 48 : 401-

408.
12.

Calnek, B.W., J.
MUrthy.

Fabricant, K.A.

1977.

Schat, and K.K.

Pathogenicity of Low-Virulence

Marek's Disease Viruses in Normal versus Immunonologically Compromised Chickens.

Av. Dis., 21 :

346-357.
:).3.

Calnek, B.W., and S.B.

Hitchner.

1973.

Survival

and Desinfection of Marek's Disease Virus and the


Effectiveness of Filters in Preventing Airborne
Dissemination.
14.

Poult. sci., 52 : 35-43.

Calnek, B.W., and R.L.

Witter.

1978.

In Diseses of Poultry 7th edt.


M.S., B.W.

Calnek, C.F.

and H.W. Yorder, Jr.


Ames, Iowa, USA.
15.

Marek's Disease

Edited by Hofstad,

Helmboldt, W.M.

Reid,

Iowa State University Press.

pp. 385-418.

Crittenden, L.B., and R.L.

Witter.

1977.

Studies of

Flocks with High Mortality from Lymphoid Leukosis.


Av. Dis., 22 : 16-23.

39
16.

Dal1.lay, T.

19'19.

Kejao.ian Penyaki t Unggas o.i 30gor

dan 8ei tarnya.,

Skripsi untuk memper01eh gelar

DOKter Hewan padu Fakul tas Kedokteran Hewan IPB.


pp.
17.

20 - 26.

Djaenoeo.in, R., dan R. KoerJana.

1951.

Mungkinkah

Ayam Indonesia Di tul&ri Penyaki t Neurolyrnphofllatosis ? - Remera Zoa, 50 : 679 - 687.


18.

Djaenoeo.in, R., dWI R. Koerjana.

1952.

Tentang Bebe-

rapa Ke .jadian (EnKe1e Gevallen) d&ri PenyaKi t


Neurolymphomatosis Ga1linarum.
215 19.

11emera Zoa, 59:

218.

Fadly, A.H., 1'i. Okazaki, and R.L. Witter.

1981.

Hat-

chery-Related Contact Transmission and Short-Term


Small Group-Reuring us

r~elated

to Lymphoid-Leuko-

sis-Virus ,Eradication Progrwns.

Av.

Dis., 25 :

667 - 67'[.
2U.

Gordon, R.F. 19i'1.


dall, London.

21.

Poultry Diseases.

13ai1liere 'J:in-

pp. 65 - d1.

Kenz;,.' , S.G., and. P.N. Diggs.

1967.

J;'Xcretion of the

l1areK I s Disease Agent by Infected Chi CKens.


Rec., dO : )6;; 22.

MOI'I'isroe. 1.S.

1970.

Vet.

)68.

'rhe Reproduction of and Geneoy irurnorAssoc

ciated Cnic;cen8.
2').

Av.

Dis., 23 : 417 -

Neumann, U., and iLL. '"Ii 1; 1:; er.

19'1d8.

42:;.

Differential

Diagnosis of LYilipl10id Leu,(osis end ;'1are,(

IS

.Ji8ee

40
se by Tumor Associated Criteria.
Field Case.
24.

Av.

II.

Studies on

Dis., 23 : 426 - 433.

Neumann, U., and R.L. Witter.

1978b.

Differential Di-

agnosis of Lymphoid Leukosis and Marek's Disease


by Tumor Associated Criteria.
Field Caseil. Av.
25.

II.

Studies on

Dis., 23 : 426 - 433.

Okazaki, W., A. Fadly, B.R. Burmester, W.B. Chase dan


L.B. Crittenden.

1979.

Shedding of Lymphoid Leu-

Kosis Virua in Chickens Following Contact Exposure


and Vaccination.
26.

Av.

Dis., 24 : 474 - 480.

Okazaki, W., H.G. Purchase, and L.B. Crittenden.


Pathogenicity of Avian Leukosis Viruses.

1982.

Av. Dis.,

26 : 553 - 559.
27.

Peterson, E.H.
book.

Serviceman's Poultry Health Hand-

Better Poultry Health Company, Fayeteville.

Arkansas.
28.

1978.

USA.

pp.

182 - 191.

Poe:momo, S., dan S. Hardjoutomo.

1980.

Laporan Hasil

Penyidikan Spesimen-spesimen Unggas di LPPH Bogor


dari April' 74 - I'laret '75.

Risalah (Proceding)

Seminar Penyaki t Reproduksi dan Unggas.


Penelitian Penyakit Hewan Bogor.
29.

Purchase, H.G., and B.R. Burmester.


Sarcoma Group.

pp.
1978.

Lembaga
109 - 112.
Leukosis/

In Diseases of_Boultry 7th edt.

Edited by Hofstad. I'l.S B.W. Calnek, C.E'. He1rnboldt. W.M. Reid, and H. W. Yorder. Jr.

Iowa Sta-

41
te Uni versi ty Press.

Ames Iowa., USA.

pp . 418 -

468.
30.

Purchase, H.G., and N.F.

Cheville.

1975.

Infectious

Bursel Agent of Chi Cl\:ens Reduce the Incidence. of


Lymphoid LeuAosis.
31.

Schwartz, D. L.
edt.

191'7.

Av.

Pathol., 4 : 239 - 245.

Poultry Health Handbook 2nd

College of Agriculture,

::>tate University.

The Pennsylvania

University ParK.

Pennsylvania.

pp. '16 - 79.


32.

Saberi.

1980.

Laporan Basil Penyidikan

Spesifilen-sp~

simeR Un,.. gas yang diKirim ice Balai Penyidil{an Pe


nyaki t Hewan \vila,fah VII Ujung Pandang se12ma ta
hun 1970.

Risaloh ,Proceding) Seminar Penyaki t

Reprodul{si dan ling0as.


Ait Hewan
33.

do~or.

Lembaga Peneli tian Peny.:

pp. 11) - 122.

Spencer, J.1., 1.3. Crittenden, .:l.R. Burmester, 'Ii.


OAClZ"l\:i anti "-.L. witter.

19'('(.

Lymphoid Leuko-

sis: Interelations among Virus Infections in


Hens, ,Eggs) Embryos

and ChiCles.

Av.

Dis. 21

331 - 34:::>.
34.

Tabbu, C.R., dan Kurniasih.


da Ayam di ob.:iaiCsrta.

1980.

PenyaKit Morek p!

Ris"ler, (Proceding) Se-

,niner PenY&ici 1; ReproduiCsi dan Unggas.


Peneli tian Pen.i"ki t Hew"n Bobor.
3:;.

l;!;litel"CoIl, C.S.,

Ellld A.A.

Bic,cfJrci.

Lelnbaga

pp. 172 - 102.

1979.

LeU.Koais,

In Avian Disease Manual.

Edited by Barnes, H.J.,

R.J. Eckroade, O.J. Fletcher, S.B. Hitchner and


A.C. Strafuss.

Colorado State University.

pp.

41 - 4d.
36.

Wiglit, P.Vi..L. 19,63. Lymphoid Leukosis and Fowl Paralysis in the Quail.

3,(..

Vet. Rec., 75 : 685 - 687.

Wilson, G.S., and A. tJliles.

1975.'

Principles of Bac-

teriology,; Virology and Immunity sixth edi tion.


Edward Arnold Publisher Ltd.

London.

pp. 2589 -

2594.
3S.

Witter, R.L.

1971.

Marek's Disease Research-History

and Perspectives.

39.

Witter, R.L.

1982.

Poult.

Sci., 50 : 333 - 342.

Characteristi-cs of !VIarek's JJisea-

se Viruses Isolated from Vaccinated Commercial


Chickens Flocks : Association of Viral Phatotype
wi th Lymphoma Frequency.

Av.

lJi s.,

27 : 113 - '

132.
40.

Witter, IhL., J.:vi. Silarma, and A.M. Fadly.

19,79.

Pa

thogenicity of Variant jvlare,c's Disease Virus Iso


lants in Vaccinated and Unvaccinated Chickens.
Av. Dis., 24: 210 - 231.

Lampi ran

43
Tabel 1.

Klasifikasi dari virus 11 menurut Burmester

(1966)

Sub gruop dan penandaan


Strain virus
A

11-erythroblastosis
Rubin Strain 1L
Myeloblastosis BAI
Strain A
Erythroblastosis
Strain R
Rous associated

RP1-12
RIF- 1

RIF-2

AMV- 1.

AMV-2

AEV
RAV-l,

-.3, -4,
-5.
Fujinami associated

FAV-l,

FAV-2.

RAV-2

44
Tabe1 2.

Frekuensi a1at tubuh yang terserang LL dan PM


menurut Whiteman dan Bickford (1979).

Alat tubuh
yang terserang.

Frekuensi
ke jadian
pacta LL.

Frekuensi
kejadian
pada PM.

Hati
Limpa
Ginjal
Syaraf
Iris
Kulit
Gonad
Paru-paru
Jantung
otot kerangka
Bursa Fabricius

sering
sering
sering
jarang
jarang
jarang
jarang
jarang
jarang
jarang
sering

sering
sering
sering
sering
sering
sering
sering
sering
sering
sering
jarang sekali

sekali
sekali
sekali
seka1i
seka1i
seka1i
sekali

45
Tabel 3.

Perbandingan Epizootiologi dan perbedaan Patologi


antara 11 dan PM menurut Galnek dan Witter (1978)

b'aKtor yang aiamati


Umur lCejadian
Ta..'1da klinis
-paralysis atauparesis
Perubahan pasc~ mati
-syaraf permukacJl dan
ganglia
-Bursa f'abricius
-Tumor pada otot aan ~ulit
Perubahan Histopatologik
-iniil trasi syaraf permukaan
-Kuifing perivaskuler
kedalam substansi putih
dan cerebellum
-iniil trasi sel limfoid
pada lCulit berpola foliKel
-proliferesi sel BF
-sitologi dari sel-sel
limfoid
Asal sel tumor

L1

PM

16 minggu

4 minggu

tidalC ada

lazim

tldak ada

lazim

tumor noduler pembesaran diifu


se atau atrofi
oisa ditemukan
tidak ada
tidak ada
tidak ada

lazim
lazirn

tidak ada

lazilll

intraiolikuler interfolikuler
del blast
sel pleolllorf'ik
yang matang
aan 'yanG muda
91-99 % sel B 60 - 90 % sel T,
3 - 2:;' % sel B

46
Tabel 4.

Perbandingan Epizootiologi dan perbedaan Patologi antara LL dan PM menurut Gordon (1977)

Faktor yang diamati

LL

PM

Umur

16 minggu keatas.
tidak I.has
jarang mencapai 5%

6 minggu atau
lebih.
paralysis
biasanya diatas
5% pada ayam
yang tidak divaksin.

tidak ada
tumor noduler

lazim
pembesaran difuse atau atrofi

tidak ada

ada

tidak ada
fokal atau
difuse
bisa fokal
tumor intrafolikuler

ada
biasanya perivaskuler
difuse
tumor interfolikuler atau
atro fi folikel
ada

Gejala klinis
Kejadian penyakit

Perubahan pasca mati


-pembesaran syaraf
-kelainan pada BF
-tumor pada kulit, otot
proventrikulus
Perubahan Histopatologik
-perubahan pada syaraf
-tumor pada hati
-tumor pada limpa
-perubahan pada BF
-kelainan syaraf pusat
-proliferasi limfoid
pada kuli t dan
folikel bulu
-si tologi

tidak ada

-asal sel tumor

sel B

tidak ada
sel-sel limfoblast

ada
sel limfoid pleQ
morfik mencakup
limfoblast, limfosit kecil, sedang dan besar
serta sel retikulum
sel T

Anda mungkin juga menyukai