Anda di halaman 1dari 5

PENGGUNAAN GADGET DALAM MEMBANTU PROSES BELAJAR

SISWA SD
Dwi Ayu Kusuma
Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang
dwisheka8@gmail.com

Abstrak
Artikel ini memuat tentang penggunaan gadget terhadap siswa SD, terutama untuk
membantu proses belajar membaca. Hal ini tidak terjadi tanpa alasan, banyak wali murid
yang menggunakan metode tersebut karena tidak sempat untuk mengajari langsung anakanak mereka. Melalui aplikasi-aplikasi canggih pada gadget para orang tua merasa tidak
repot lagi dan dapat membuat anak belajar secara mandiri. Tetapi pada kenyataannya,
pengunaan gadget justru dapat menimbulkan efek-efek negatif untuk tumbuh kembang
anak, terutama dilihat dari segi psikis. Pada kondisi ini, sudah seharusnya kita sebagai
kaum terdidik dapat menemukan solusi lain untuk mengajari anak membaca tanpa harus
menggunakan gadget yang memang belum diperuntukkan untuk anak. Terlebih lagi dengan
digulirkannya kurikulum terbaru, yaitu Kurikulum 2013 dimana siswa kelas 1 Sekolah
Dasar (SD) dituntut untuk langsung bisa membaca padahal pada tingkat Taman Kanakkanak (TK) siswa hanya diajari pengenalan dasar tentang membaca, yaitu hanya mengenal
huruf tanpa diajari mengeja ataupun membaca. Hal-hal ini tentu saja menimbulkan
kontroversi di masyarakat, khususnya orang tua siswa.
Pendahuluan
Pada era globalisasi ini kehidupan masyarakat sudah semakin canggih dan kompleks.
Hal ini juga merupakan akibat dari perkembangan teknologi yang sangat pesat.
Perkembangan teknologi ini ditandai dengan munculnya berbagai benda canggih seperti
halnya gadget, smartphone, tablet PC dan lain-lain. Menanggapi kondisi ini, mau tidak mau
masyarakat harus bisa mengikuti arus perubahan karena tuntutan hidup. Sebagai contoh,
saat ini hampir semua orang mempunyai gadget atau smartphone. Penggunaan gadget dan
smartphone saat ini tidak mengenal usia, dari balita hingga manula pun punya.
Perkembangan teknologi yang sangat pesat ini juga mempengaruhi dunia pendidikan
di Indonesia.Pengaruh ini dapat dilihat dengan munculnya berbagai sistem pembelajaran
berbasis media (media-based learning) yang menggunakan teknologi dalam proses
pembelajarannya. Jika publik beranggapan jika media-based learning hanya diperuntukkan
untuk tingkat SMP, SMA/SMK dan perguruan tinggi maka publik salah besar. Saat inipun,
tingkat SD bahkan TK dan PAUD sudah menggunakan model pembelajaran media-based
learning, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kita sebagai manusia tidak akan
mampu menolak perubahan teknologi, tapi kita cukup mampu untuk membatasi efek-efek
negatif dari perkembangan teknologi yang sangat pesat, terutama untuk anak-anak. Pada
artikel ini, saya akan lebih membahas tentang penggunaannya bagi siswa tingkat Sekolah
Dasar (SD), terutama untuk kelas 1 (satu).
Tuntutan untuk Dapat Membaca pada Siswa Kelas 1 SD

Pada tahun 2014 ini, di Indonesia sudah digulirkan Kurikulum terbaru, yaitu
Kurikulum 2013. Pada Kurikulum 2013, siswa kelas 1 (satu) SD dituntut untuk langsung
bisa membaca dalam proses pembelajaran. Hal itu tentu saja menimbulkan beberapa
problem, karena rata-rata siswa pada tingkatan Taman Kanak-kanak (TK) hanya
diperkenalkan pada bentuk dan bunyi huruf, sehingga siswa tidak langsung dapat membaca
dan mengikuti pelajaran pada tingkat SD secara instan. Pada tingkat Taman Kanak-kanak
(TK) memang guru tidak diperkenankan untuk membebani murid dengan tugas-tugas atau
materi belajar, dengan kata lain, guru tidak boleh memberi pekerjaan rumah (PR). Dengan
tidak adanya PR, siswa hanya diharapkan untuk dapat mengulangi apa saja yang telah
dipelajari dan dengan bimbingan orang lain. Menanggapi hal tersebut, guru-guru kelas 1
(satu) SD menghimbau orangtua siswa untuk dapat mengajari anak-anak mereka membaca
di rumah sehingga siswa dapat langsung mengikuti pelajaran. Memang, beberapa orang tua
mampu untuk melakukan hal tersebut demi kelancaran belajar anak mereka tetapi tidak
dengan orang tua yang sibuk.
Pada masa modern ini, kita tentu saja tidak bisa lepas dari perkembangan teknologi.
Begitu juga dengan para orang tua siswa yang disibukkan dengan urusan pekerjaan
sehingga tidak bisa terjun langsung untuk mengajari anak mereka untuk membaca. Sebagai
solusi yang praktis dan dinilai efektif, para orang tua tersebut memilih untuk menggunakan
aplikasi belajar membaca pada gadget untuk mengajari anak mereka. Dengan cara seperti
itu, orang tua merasa tidak repot lagi dan dapat melatih anak untuk belajar secara mandiri,
terlebih anak mereka menjadi tidak gaptek. Memang benar, anak harus diajarkan untuk bisa
belajar mandiri sejak dini, tapi bukan berarti anak harus benar-benar sendiri dalam belajar.
Terlebih lagi anak belum dapat membedakan apa saja yang baik dan apa saja yag tidak baik
untuk dirinya.
Tetapi sebagai orang tua, tidak sepantasnya meninggalkan kewajiban untuk mendidik
anak. Memang, menggunakan gadget bisa menjadi solusi alternatif terlebih untuk orang tua
yang sibuk. Namun dengan tidak mendampingi anak secara langsung, kita tidak akan
mampu mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi kekurangan dan kelebihan dari anak
tersebut. Selain itu, orang tua juga akan kehilangan quality time bersama anak dan hal itu
dapat membuat anak merasa tida diperhatian oleh orang tua. Sebagai pelarian, anak akan
bergantung pada gadget-nya yang selalu menemaninya. Lambat laun hal tersebut juga akan
mempengaruhi psikologis anak.
Tingkat perhatian orang tua kepada proses belajar anak juga dapat berpengaruh dalam
kemampuan anak. Anak yang mendapat kurang perhatian dari orang tua akan cenderung
menjadi pemberontak, dalam artian pikiran siswa akan menolak apa saja yang telah
dipelajari.
Efek dan Tingkat Efektivitas Gadget Pada Proses Belajar Anak
Penggunaan gadget untuk anak dapat mempengaruhi perkembangan kognitif anak.
Karena anak, terutama pada pendidikan anak usia dini dan anak SD kelas rendah, akan
belajar dengan baik apabila mereka memanipulasi obyek yang dipelajari, misalnya dengan
melihat, merasakan, mencium, mendengar dan sebagainya. Pendekatan pembelajaran
discovery (belajar menemukan) atau pendekatan pembelajaran induktif lainnya akan lebih
efektif dalam proses pembelajaran anak. Selain gangguan pada perkembangan kognitif,
penggunaan gadget juga dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa anak yaitu dengan
terbatasnya kosakata-kosakata baru karena kurangnya interaksi dengan orang lain secara
langsung. Hal ini juga diperkuat dengan pendapat Jean Piaget yang mengemukakan tiga

prinsip utama pembelajaran yaitu (1) belajar aktif, (2) belajar lewat interaksi sosial, dan (3)
belajar lewat pengalaman sendiri (Rifai, 2012). Ketiga hal tersebut sangat bertolak
belakang dengan konsep belajar menggunakan gadget oleh orang tua yang saat ini marak
digunakan. Penggunaan gadget yang kurang tepat juga dapat mempengaruhi sikap
(attitude) anak. Anak tidak akan memperoleh kondisi mental yang mempengaruhi pilihan
untuk bertindak. Hal ini disebabkan karena anak hanya belajar satu arah, tanpa adanya
umpan balik sehingga membuat anak kurang mandiri dalam pengambilan keputusan.
Metode semacam ini juga dapat membuat anak kurang dapat mengerti dan menerima
pelajaran karena anak belajar secara pasif, padahal anak-anak pada usia-usia tersebut perlu
belajar secara nyata dan dengan tutor langsung sehingga dapat menimbulkan interaksi yang
dapat membangun karakter dan perkembangan anak. Dengan belajar secara nyata, anak
akan lebih mampu untuk meresapi apa saja yang diberikan dalam proses pembelajaran.
Secara alami, anak akan lebih mampu mengingat dan mengerti hal-hal yang dilakukan
secara langsung daripada mengingat hal-hal yang hanya didengar saja (audio) atau dilihat
saja (visual).
Sebagai anak, tentu saja memiliki hasrat bermain yang lebih besar daripada belajar.
Dalam hal ini, kita tidak bisa menyalahkan anak karena hal tersebut memang intuisi dari
anak. Dengan selalu tersedianya gadget, maka anak yang semula dimaksudkan agar dapat
belajar melalui gadget akan beralih ke permainan-permainan yang tersedia pada gadget,
ketika anak sudah mulai merasa bosan. Tentu saja jika anak sudah keasyikan bermain maka
akan lupa dengan belajarnya, apalagi jika anak memakai gadget tanpa pengawasan orang
tua.
Terlepas dari efek-efek negatif gadget pada anak di atas, gadget juga dapat
memberikan dampak positif untuk anak jika di pergunakan secara tepat. Penggunan secara
tepat dimaksudkan untuk mempertimbangkan usia anak pada saat pemberian gadget.
Sebelum dibekali dengan gadget, anak sebaiknya dibekali pengetahuan dasar dahulu, jika
gadget adalah media belajar sekunder, yaitu media yang hanya digunakan sebagai
pelengkap dan pendamping pada proses belajar anak.
Dampak positif dari penggunaan gadget adalah pertama gadget dapat membantu
perkembangan fungsi adaptif seorang anak. Fungsi adaptif adalah kemampuan seseorang
untuk bisa menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan sekitar dan perkembangan
zaman. Jika perkembangan zaman sekarang muncul gadget, maka anak pun harus tahu cara
menggunakannya. Kedua gadget dapat menambah pengetahuan. Dengan menggunakan
gadget yang berteknologi canggih, anak-anak dengan mudah dan cepat untuk mendapatkan
informasi mengenai tugas mereka di sekolah. Gadget juga dapat memperluas jaringan
persahabatan. Gadget dapat memperluas jaringan persahabatan karena dapat dengan mudah
dan cepat bergabung ke sosial media. Apalagi sekarang sosial media sudah sangat
menjamur seperti Twitter, Facebook, Path, Instagram, Ask.fm, Tumblr dan lain-lain.
Selanjutnya dapat mempermudah komunikasi. Gadget merupakan salah satu alat yang
memiliki tekonologi yang canggih. Jadi semua orang dapat dengan mudah berkomunikasi
dengan orang lain dari seluruh penjuru dunia. Kemudian yang terakhir adalah gadget dapat
membangun kreatifitas anak. Anak dapat berkreasi dengan membuat karya-karya dengan
menggunakan aplikasi-aplikasi yang ada dalam gadget tersebut.
Selain memiliki dampak positif, gadget juga memiliki beberapa dampak negatif.
Dampak negatif yang pertama adalah gadget dapat mengganggu kesehatan. Gadget dapat
mengaganggu kesehatan manusia karena efek radiasi dari gadget tersebut. Terutama pada

anak di bawah usia 4 tahun karena di usia ini, neuron saraf seorang anak sedang
berkembang dan fungsi radiasi di gadget bisa sedikit menghambat pertumbuhan neuron
tersebut. Dampak negatif yang kedua adalah anak dapat mengalami penurunan konsentrasi.
Gadget memilki fitur-fitur yang canggih seperti kamera, video, games dan lain-lain. Fitur
itu semua dapat mengganggu proses pembelajaran di sekolah. Misalnya ketika guru
menerangkan pelajaran di depan, siswa malah bermain gadget-nya di belakang. Selain itu
dapat mempengaruhi perilaku anak. Dengan kecanggihan yang diberikan oleh gadget. Maka
anak-anak dapat dengan mudah mendownload video-video yang bukan tontonannya.
Disinilah diperlukan peran orang tua untuk mengawasi tingkah anak dalam menggunakan
gadget (Indri, 2013 : indrinovii.blogspot.com, 2013).
Dampak-dampak negaif yang lainnya adalah gadget rawan terhadap tindak kejahatan.
Setiap orang pasti ada yang memiliki sifat update di mana saja. Jadi, jika ada orang yang
ingin berbuat kejahatan dapat dengan mudah mencarinya dari hasil update-nya yang boleh
dibilang terlalu sering. Gadget juga dapat membuat anak cepat puas dengan pengetahuan
yang diperolehnya sehingga menganggap bahwa apa yang dibacanya di internet adalah
pengetahuan yang terlengkap dan final. Anak juga malas menulis dan membaca (manual).
Anak hanya akan mengandalkan fitur-fitur gadget yang memang praktis untuk menulis dan
membaca. Gadget membawa banyak kemudahan, sehingga generasi mendatang akan
berpotensi untuk menjadi generasi yang tidak tahan dengan kesulitan. Gadget juga akan
mempengaruhi kemampuan menganalisa permasalahan. Efek negatif gadget yang terkhir
adalah penurunan dalam kemampuan bersosialisasi eksternal dan internal. Seorang anak
akan lebih menyukai menyendiri bermain dengan gadget-nya dari pada bersosialisasi
dengan teman sebayanya (Indri 2013 : indriinovii.blogspot.com, 2013).
Proses belajar pada anak, khususnya belajar membaca anak akan lebih mudah
menerima pelajaran jika diberi contoh secara konkret, seperti diajarkan oleh guru, orang
tua, tutor dan lain-lain. Para pakar menilai jika penggunaan gadget memang bisa menjadi
alternatif praktis, tetapi juga dinilai kurang efektif jika ditelusuri dampak-dampak negatif
yang telah diuraikan sebelumnya yang tertuju pada proses belajar anak.
Kesimpulan
Penggunaan gadget dalam membantu proses belajar anak tidak efektif, jika tanpa
diimbangi peran orang tua, terutama dalam pengawasan. Para orang tua harus mmembatasi
pemakaian gadget. Berikan waktu-waktu yang tertentu untuk anak-anak memainkan gadget.
Kemudian orang tua harus selalu mengontrol isi/data-data di dalam gadget. Orang tua perlu
mengontrol data-data di dalam gadget anak. Minimal sekali dalam seminggu atau
mengeceknya diam-diam. Selain itu, orang tua juga perlu memberikan hukuman pada anak
apabila anak telah terbukti melakukan kesalahan. Misalnya dengan menyita gadget-nya.
Teknologi gadget jelas memberi pengaruh terhadap perkembangan anak baik secara
fisik, kognitif, emosi, sosial dan motorik. Terlalu sering anak berinteraksi dengan gadget
dan juga dunia maya akan mempengaruhi daya pikir anak dan anak juga akan merasa asing
dengan lingkungan sekitar karena kurangnya interaksi sosial. Namun, kemajuan teknologi
juga dapat membantu daya kreatifitas anak, jika pemanfaatannya diimbangi dengan
interaksi anak dengan lingkungan sekitarnya. Orang tua juga harus selalu mengontrol
penggunaan gadget si anak, jangan terlalu diberikan kebebasan yang berlebihan. Dan juga
melarangnya untuk membawa gadget ke sekolah, karena bisa menghambat proses
pembelajarannya di sekolah.

Daftar Pustaka
Anonim. 2013. Plus Minus Gadget Bagi Si Kecil. Di unduh dari

https://www.ibudanbalita.com/artikel/plus-minus-gadget-bagi-si-kecil pada 10
Oktober 2014, pada 10 Oktober 2014
Rifai, Anni. 2012. Psikologi Pendidikan.Semarang: Unnes Press
Awalya, dkk. 2013. Bimbingan & Konseling. Semarang: Unnes Press
Novi, Indri. 2013. Studi Kasus Telematika : Gadget Pada Anak. Diunduh dari
http://indrinovii.blogspot.com/2013/11/studi-kasus-telematika-gadget-pada-anak.html,
pada 19 Oktober 2014

Anda mungkin juga menyukai