Paper Nasionalisasi
Paper Nasionalisasi
Terminologi Nasionalisasi
Pengaturan nasionalisasi di Indonesia diatur di dalam Pasal 7, BAB V
tentang Perlakuan Terhadap Penanaman Modal, Undang-Undang No.25 tahun
2007 tentang Penanaman Modal Asing (UUPMA), yaitu sebagai berikut :
(1)
(2)
Dalam
hal
Pemerintah
melakukan
tindakan
nasionalisasi
atau
akan
memberikan
kompensasi
yang
jumlahnya
dalam kasus Luther vs Sagor dan Princess Paley Olga vs Weisz, pemerintah
Inggris pernah melakukan nasionalisasi atas sektor perekonomian yang penting
bagi negara the commanding heights of the economy, dan juga karena
perusahaan multinasional asal Inggris, Anglo-Iranian oil company, pernah terkena
nasionalisasi pemerintah Iran.6
Kata nasionalisasi bukanlah istilah seni/art, tapi biasanya menandakan
pengambilalihan dalam beberapa program politik nasional dimaksudkan untuk
menciptakan ulang perusahaan yang telah ada, atau untuk memperkuat, industri
dikendalikan secara nasional.7
Tipe-tipe ekspropriasi yang menyediakan ganti kerugian yang pantas dapat
dibagi menjadi tiga kategori, sebagaimana berikut:8
(i)
(ii)
(iii)
5Yu un oppusunggu, masukan atas rancangan acuan perjanjian perlindungan dan promosi
penanaman modal, hal 7.
6Ibid, hal 7.
7B. A. Wortley, Expropriation in Public International Law, (Cambridge: University Press,
1939), hal 36.
8Ibid, hal 24.
(i)
(ii)
menjadi
prasyarat
kemungkinan
untuk
pembentukan
Compensation
Di sini Appleton membuat sebuah perbedaan antara ekspropriasi dan
pengambilalihan
tanpa
kompensasi.
Dia
berpendapat
bahwa
pertimbangan
ekspropriasi,
termasuk
kompensasi,
12Ibid, hal 6.
13Ibid, hal 8.
adalah
pelanggaran.14
Konsekuensinya,
adalah
Non diskriminasi
Pada tahun 1868 Charles Calvo, seorang advokat Argentina, berpandangan
bahwa warga negara dan orang asing harus diperlakukan sama. Mengikuti
prinsip-prinsip umum hukum internasional, diskriminasi yang ditujukan
terutama untuk menghindari konsep entitas asing atas dasar kebangsaan.
14Todd Weiler, International Investment Law And Arbitration, Cameron, 2005, hal 631.
15Ibid, hal 7.
16Op.Cit, Gouw giok siong, hal 97.
Lebih jauh, kriteria non diskriminasi juga membawa kewajiban bagi host
state untuk memperlakukan anggota dari kelompok asing yang sama
secara non diskriminasi.17 Larangan diskriminasi ini unik karena
teraplikasi dan tidak terpisahkan dengan tiga kriteria lainnya.18
(ii)
Kepentingan Umum
Persyaratan ini merupakan salah satu yang sering digaungkan di beberapa
perjanjian internasional dan biasanya digunakan sebagai justifikasi untuk
derogasi dari prinsip-prinsip yang diterima secara umum. Menurut
Sornarajah kepentingan umum adalah
...non discriminatory measures related to anti-trust, consumer protection,
securities, environmental protection, land planning are non compensable
takings sine they are regarded as essential to the efficient funcitioning of
the state.19
(iii)
Kompensasi
Secara umum, kebanyakan negara mengadopsi Hull Formula yang
mengatakan bahwa ganti kerugian harus dilakukan secara prompt,
adequate, and effective. Selain itu, beberapa negara mengadopsi
appropriate compensationdengan variasi standar ganti rugi yang
berbeda, karena Hull Formula tidak meghitung faktor praktik lampau,
penipisan sumber daya alam, dan pertukaran valuta asing.20
(iv)
Proses Hukum
Proses Hukum membutuhkan penawaran dengan hak untuk menguji
hukum tentang skema pembayaran kompensasi.
mekanisme
pengambilalihan.
Namun,
penilaian
kompensasi
ketidakpastian
seputar
dalam
klausul
gagasan
hukum
Indirect Expropriation
Ekspropriasi tidak langsung menggunakan pengukuran pengambilalihan
fisik secara singkat namun juga terdapat pengambilalihan dalam jumlah yang
menghancurkan nilai ekonomi investasi secara permanen atau mencabut
kemampuan mengelola pemilik, menggunakan dan mengontrol propertinya dalam
cara yang berarti.22Lebih lanjut, Brownlie, menerangkan ekspropriasi tidak
langsung sebagai gagasan yang menekankan pada ekspropriasi secara de jure yang
tidak membutuhkan kompensasi.
expropriation in international law connotes the deprivation of a persons
use and enjoyment of is property, either as the result of a formal act having that
consequence, or as the result of other actions which de facto have that effect.23
I.4. Nasionalisasi
Nasionalisasi biasanya merujuk pada pengambilalihan secara masif dan dalam
skala besar dari kebendaan pribadi dalam seluruh sektor-sektor ekonomi atau pada
sebuah industri atau pada spesifik sektor. Nasionalisasi serentak dalam seluruh
sektor ekonomi pada umumnya dimotivasi oleh pertimbangan kebijakan;
perhitungan dimaksudkan untuk mencapai penguasaan ekonomi negara secara
utuh dan melibatkan pengambilalihan seluruh produksi yang dimiliki secara
21Ibid, hal 31.
22UNCTAD, expropriation, new york & geneva, 2012, hal 6.
23Metalclad corp. V. United mexican states, 40 LL.M. 36, 50 103 (icsid 2000), hal 9.
BAB II
SEJARAH NASIONALISASI DI INDONESIA
II.1.
yang usang sehingga dapat dipastikan tidak memberi banyak keuntungan bagi
perekonomian bangsa.
Setelah merdeka, terdapat beberapa gagasan terhadap upaya perbaikan
perekonomian bangsa, berupa indonesianisasi, nasionalisasi, dan pengambilalihan
hak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada masa Kabinet Ali
Sastroamidjojo I (Juli 1953 - Juli 1955), kecenderungan untuk melakukan
Indonesianisasi hak milik asing dan sentiment negative terhadap modal asing
makin menguat. Kabinet ini menempatkan proses indonesianisasi sebagai agenda
utama.
Beberapa upaya atau langkah-langkah terhadap perbaikan ekonomi belum
memberikan hasil yang maksimal, dikarenakan belum ada pemahaman yang jelas
bagaimana
hal
itu
dicapai,
selain
itu
disebabkan
oleh
berkurangnya
tenaga
ahli,
alat-alat
produksi, transportasi,
dan
11
Dalam
sejarah,
sejatinya
Indonesia
telah
melakukan
tindakan
Republik
Indonesia
(Undang-undang
Nasionalisasi
Perusahaan
12
Pelaksanaan
Undang-undang
Nasionalisasi
Perusahaan
terdiri
wakil-wakil
kementerian
kehakiman
dan
13
N.V Denis
(Se
berkedudukan
di
Eerste
Nederlandsch Indische
Bandung,
berikut
anak-anak
14
15
16
17
tidak
akan
melakukan
tindakan
nasionalisasi
atau
melakukan
tindakan
nasionalisasi
atau
18
19
dalam peraturan perundang-undangan suatu Negara dan di dalam perjanjianperjanjian internasional mengenai penanaman Modal. Permasalahan yang kerap
terjadi dalam tindakan Nasionalisasi ialah soal pergantian ganti rugi. Keadilan
dalam pemberian kompensasi ganti rugi tidak mudah tercapai. Mengingat
keadilan merupakan ruang abstrak yang kerap menimbulkan penafsiran subjektif
para pihak.
BAB III
URGENSI NASIONALISASI DI INDONESIA
III.1.
(2)
20
(3) Bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Selain itu, negara memiliki peran yang sangat besar dalam sistem ekonomi
kerakyatan.
Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 34, peran negara
dalam sistem ekonomi kerakyatan antara lain meliputi lima hal sebagai berikut:
(1)
mengembangkan koperasi
(2)
mengembangkan BUMN;
(3)
(4)
(5)
nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, di
mana produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau
penilikan anggota-anggota masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan
masyarakat
(rakyat)
dalam
mengendalikan
jalannya
roda
perekonomian. (Baswir, 1993). Sistem Ekonomi Kerakyatan mengacu pada nilainilai Pancasila sebagai sistem nilai bangsa Indonesia yang tujuannya adalah
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan salah satu
unsur intrinsiknya adalah Ekonomi Pancasila (Mubyarto: 2002) dengan nilai-nilai
dasar sebagai berikut:33
1) Ketuhanan, di mana roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh
rangsangan ekonomi, sosial, dan moral.
2) Kemanusiaan, yaitu : kemerataan sosial, yaitu ada kehendak kuat warga
masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial, tidak membiarkan terjadi
dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial.
3) Kepentingan Nasional (Nasionalisme Ekonomi), di mana nasionalisme
ekonomi; bahwa dalam era globalisasi makin jelas adanya urgensi
terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri.
33 Mubyarto, dkk.Ekonomi Kerakyatan, (Jakarta: Lembaga Suluh Nusantara, 2014), hal
135.
21
22
35 Kulas, George Hormat, focus group discussion bertema Politik Migas Menuju Kedaulatan
Energi dan Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nusa Cendana
Kupang, NTT, https://www.academia.edu/7400729/Kedaulatan_di_Hulu_Migas, diakses pada 8
November 2015.
36Ibid.
23
Oleh karena itu, isu nasionalisasi aset-aset migas kemudian menjadi perbincangan
yang banyak menuai perhatian masyarakat, mengingat menjelang berakhirnya
kontrak blok-blok migas yang akan berakhir dalam beberapa tahun ke depan.
Paling tidak hingga 2018, terdapat puluhan kontrak migas (PSCJOA) akan
berakhir. Antara lain blok siak (Chevron, 2013), mahakam (Total, 2017), South
Sumatra, SES (CNOOC, 2018), South Natuna Sea B (Conoco-Phillips, 2018),
East Kalimantan (Chevron, 2017), Sanga-sanga (Virginia, 2018), Lho Sukon B
(Exxon, 2017), Corridor, Bertak, dan Bijak Ripah (Conoco- Phillips 2016),
Onshore Salawati Basin (Petro China, 2016), dan Arun B (Exxon, 2017).37
Dengan berakhirnya kontrak asing dianggap sebagai kesempatan bagi pemerintah
untuk segera mengambil alih secara penuh blok-blok migas tersebut.38Paling tidak
ada beberapa alasan yang kemudian mendasari untuk dilakukannya nasionalisasi.
Helmy Akbar mengungkapkan bahwa belajar dari Venezuela, jika kondisi
kepemilikan pengelolaan migas masih terus berada ditangan asing, ada beberapa
hal yang harus dikaji dan diwaspadai mulai dari regulasi hingga operasi. Pertama
pembajakan substansi Undang-undang Migas. Menurutnya, di Indonesia hal
tersebut sudah terjadi, Undang-undang Migas nomor 22 tahun 2001 dibuat ketika
posisi Indonesia dalam tekanan IMF, sehingga kepentingan asing benar-benar ada
dalam pembahasan Undang-undang ketika itu, dimana Undang-undang tersebut
mengkooptasi UUD 1945 Pasal 33. Pada 1999, USAID secara terbuka mengakui
bahwa RUU Migas (yang kemudian menjadi UU No. 22 Tahun 2001) adalah
rancangan mereka bersama ADB, sebagai salah satu bentuk paket kebijakan yang
diberikan kepada Pemerintah Indonesia saat itu untuk memecahkan masalah krisis
moneter.39Menteri Pertambangan dan Energi saat itu, Kuntoro Mangkusubroto
menyatakan bahwa RUU Migas diajukan sebagai bentuk akomodasi terhadap
37Helmy Akbar, 2013, Nasionalisasi Migas, Jakarta, Pusat Dokumentasi dan Jaringan
Informasi Hukum Nasional,
http://perpustakaan.bphn.go.id/index.php/searchkatalog/byId/35060, diakses pada 17
Oktober 2015.
38 Institut Teknologi Bandung, Seminar Shortclass Migas: Kupas Isu Nasionalisasi Aset
Migas Indonesia, Institut Teknologi Bandung,
http://www.itb.ac.id/news/itbberita_4917.pdf, diakses pada 17 Oktober 2015.
24
kedudukan
Pertamina
sebagai
pemegang
Kuasa
Pertambangan;
2. Mengakhiri Pertamina sebagai pemegang monopoli atas penyelenggaraan
sektor hilir migas serta memecah Pertamina menjadi beberapa ranting
perusahaan dengan badan hukum tersendiri;
3. Menghapus subsidi BBM secara bertahap untuk akhirnya menyerahkan
harga BBM kepada mekanisme pasar; dan
4. Membuka peluang bagi badan usaha swasta, baik domestik maupun asing,
untuk bergerak di sektor hulu dan hilir migas.
Bila kita perhatikan keempat poin di atas, sangat terasa bahwa UU Migas
mengandung unsur liberalisasi yang sangat besar terhadap bidang industri migas
nasional baik hulu maupun hilir.44
40Ibid.
41Ibid.
42Ibid.
43Op. Cit, Pers Mahasiswa UI.
44Ibid.
25
26
50
dengan praktik kecurangan yang merugikan negara oleh para produsen migas,
seperti Chevron, Total E&P dan British Petrolum (BP). Ketiga pihak ini
dilaporkan malas-malasan untuk menyetor devisa hasil ekspor kepada BUMN
yang ada, walaupun sudah ditekan oleh kementerian ESDM. Padahal saat ini
produksi minyak Chevron 327.692 barel per hari (39,7%) dari produksi nasional.
Total E&P memproduksi 64.7888 barel per hari (minyak) dan 1.693 mmscfd (gas)
dengan kuota 7.8% dari produksi minyak nasional, serta 20.8%
untuk gas.
Sementara BP memegang 1.219 mmscfd (gas) yaitu 15% dari produksi nasional.51
Idealnya, pemerintah tidak memperpanjang kotrak-kontrak yang habis masa
berlakunya seperti diatur dalam UU No. 22 tahun 2001 dan PP No. 35 tahun 2004.
Apalagi jika menggunakan landasan ideologis Pasal 33 UUD 1945, kepemilikan
asing seharusnya segera dihapus. Juga, keberadaan landasan hukum yang
menjamin secara sah pemutusan kontrak yang berakhir masa berlakunya adalah
Pasal 2 UU No. 22 tahun 2001 dan Pasal 28 PP No. 35 tahun 2004, maka
kesempatan Indonesia untuk membesarkan BUMN/ pertamina dan menegakkan
49Ibid.
50Ibid.
51Ibid.
27
kedaulatan migas nasional masih sangat besar.52 Helmy Akbar menilai bahwa PT
Pertamina sebenarnya sudah layak mengelola lapangan migas blok mahakam.
Untuk pengendalian resiko, pertamina dapat memanfaatkan producing area
terlebih dahulu. Adapun undeveloped area dapat dikelola belakangan dengan cara
meminjam teknologi pihak lain hingga penguasaan teknologi eksploitasi dikuasai.
Prinsipnya kepemilikan hingga 100% pun, PT Pertamina masih mampu
melakukannya.53
Sebenarnya masalah kontrak-kontrak migas yang akan segera berakhir tersebut
juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.
15 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi
(wilayah kerja migas) yang akan berakhir Kontrak Kerjasamanya (Permen
ESDM 15/15) dan telah berlaku sejak diundangkan pada tanggal 11 Mei 2015.
peraturan tersebut memuat beberapa poin penting yaitu:
1. Pengelolaan WK yang akan berakhir kontraknya dapat dilakukan dengan
mempanjang kontrak kontraktor sebelumnya, pengelolaan oleh Pertamina,
pengelolaan bersama antara KKKS dan Pertamina, atau melalui sistem lelang.
2. Persetujuan atau penolakan pengelolaan WK yang kontraknya akan berakhir,
diberikan paling lambat satu tahun sebelum kontrak berakhir.
3. Jika Menteri menolak usulan perpanjangan kontrak, maka WK tersebut akan
ditawarkan melalui lelang sebelum kontrak berakhir.
4. Dirjen Migas akan memberi penilaian perpanjangan kontrak, berdasarkan
evaluasi dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas
(SKK Migas).
5. Dirjen Migas dapat membentuk Tim Perpanjangan Kontrak Kerja Sama dan
Pengelolaan Wilayah Kerja serta menetapkan standar penilaian, sebagai
pedoman penilaian atau evaluasi.
6. Jika kontraktornya terdiri dari dua perusahaan, maka permohonan diajukan
berdasarkan kesepakatan antar perusahaan tersebut.
52Ibid.
53Ibid, hal 2.
28
29
pemegang
wewenang
tertinggi
atas
blok-blok
migas
tersebut.
30
pertamina, akan tetapi Total E & P tetap diberi kesempatan bekerja sama dengan
Pertamina.56
BAB IV
NASIONALISASI DI VENEZUELA
Seperti Indonesia, Republik Bolivar Venezuela (Venezuela) juga merupakan
negara berkembang, penghasil minyak bumi dan eksportir minyak bumi terbesar
di dunia, namun Venezuela berani melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan
minyak bumi asing di negaranya.
IV.1.
31
Venezuela juga menjadi ekportir minyak terbesar ke lima di dunia dan terbesar ke
empat untuk Amerika Serikat.57
Mantan Presiden Hugo Chavez (Chavez) menyadari potensi minyak
bumi yang dimiliki Venezuela, kemudian membuat kebijakan Revolusi
Bolivarian, suatu revolusi yang terinspirasi dari pemikiran Simon Bolivar yang
menekankan pada peningkatan standar hidup dan martabat rakyat.58 Chavez
menyadari bahwa neoliberalisme dijalankan oleh sekelompok kecil elit yang
berusaha
mengambil
keuntungan
dengan
menjalankan
ekonomi
yang
adalah
dengan
merebut
hak-hak
segelintir
elit
dan
ii.
iii.
iv.
57Richard A. Crooker, Modern World Nations: Venezuela (New York: Chelsea House
Publishers, 2006), hal 70.
58 John Lynch, Simon Bolivar A Life (New Haven and London: Yale University Press,
2006), hal 175.
59 Konstitusi Bolivarian tahun 1999 adalah suatu visi kerakyatan yang diamantkan
dengan tegaknya kedaulatan ekonomi dan politik rakyat Venezuela dengan anti
imperialisme, melakukan demikrasi partisipatif, swadaya ekonomi, distribusi yang adil
dari pendapatan pertambangan minyak Venezuela. Patrick Barret dkk, ed., The New Latin
American Left: Utopia Reborn (London: Plutpo Press, 2008), hal 79.
32
v.
Membangun aliansi dengan negara produsen energi (Iran dan Rusia) dan
negara
vi.
IV.2.
(ii)
(iii)
(iv)
(v)
dengan
perusahaan-perusahaan
minyak
nasional
dan
33
proyek
nasionalisasi
yang
dilakukan
oleh
Venezuela
63Model for Mixed Companies Approved No. 5, March 2006, hal. 8, artikel diakses pada
3 November 2015 pukul 22.30 dari
http://www.pdvsa.com/interface.en/database/fichero/publication/1421/62.pdf.
34
35
sekurang-kurangnya
60%
oleh
PDVSA dan
69Ibid.
70Op.Cit.
36
Pada
akhir
Desember
2012,
Hugo
Chavez
melakukan
Venezuela
Kebijakan nasionalisasi yang dilakukan oleh Hugo Chavez membawa
dampak yang positif terhadap masyarakat Venezuela, dengan pemberlakukan
nasionalisasi pemerintah Venezuela dapat mengelola sendiri sumber daya
minyak yang dimilikinya demi kebutuhan masyarakat. Dengan dana dari
hasil nasionalisasi Chavez mampu membangun sebuah gerakan ekonomi
rakyat mandiri dengan 70.000 BUMN, dari jumlah semula yang hanya
sebanyak 762 BUMN ketika Chavez baru pertama kalinya naik menjadi
presiden Venezuela.
71 Michelle Billig, The Venezuela Oil Crisis: How To Secure Americas Energy in
Foreign Affairs, Vol. 83, No.5, 2004, hal 4.
37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1.
Kesimpulan
1. Nasionalisasi biasanya merujuk pada pengambilalihan secara masif dan
dalam skala besar dari kebendaan pribadi dalam seluruh sektor-sektor
ekonomi atau pada sebuah industri atau pada spesifik sektor.
Nasionalisasi serentak dalam seluruh sektor ekonomi pada umumnya
dimotivasi oleh pertimbangan kebijakan; perhitungan dimaksudkan untuk
mencapai penguasaan ekonomi negara secara utuh dan melibatkan
pengambilalihan seluruh produksi yang dimiliki secara privat. Banyak
bekas
negara
jajahan
melakukan
nasionalisasi
dalam
rangka
masyarakat.
Kemakmuran
masyarakat
lebih
diutamakan
38
tentu hal tersebut dapat dicapai jika berdaulat di bidang politik, mandiri di
bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya. Artinya bahwa jika
nasionalisasi dapat mewujudkan kedaulatan tersebut, maka Indonesia
harus melakukan nasionalisasi.
V.2.
Saran
1. Terkait dengan Sistem ekonomi Kerakyatan Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 Pasal 33 kenyataannya menjadipendorong
semakin kuatnya ide nasionalisasi di Indonesia. Bahkan, ide ini menjadi
slogan-slogan yang diucapkan oleh para calon presiden untuk merebut hati
rakyat,
misalnya
berdaulat
secara
politik
atau
mandiri
secara
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
40
41
PemerintahNo.
Tahun
1959
tentang
Pembentukan
Badan
42
43
Universitas
Nusa
Cendana
Kupang,
NTT.
https://www.academia.edu/7400729/Kedaulatan_di_Hulu_Migas.Diakses
pada 8 November 2015.
Metalclad corp. V. 2000. United mexican states, 40 LL.M. 36, 50 103. Icsid.
Model for Mixed Companies Approved No. 5, March 2006, hal. 8, artikel diakses
pada
November
2015
pukul
22.30
darihttp://www.pdvsa.com/
interface.en/database/fichero/publication/1421/62.pdf.
Rustanto. 2010. NasionalisasidanKompensasi, e-Jurnal.
Said,A. Umar. Dapatkah Presiden Hugo Chavez Dijatuhkan oleh Washington?
http://kontak.club.fr/Dapatkah Presiden Hugo Chavez dijatuhkan oleh
Washington.htm, artikel diakses pada 3 November 2015.
44
UI, Pers Mahasiswa. Kebijakan Migas di Indonesia: Milik Bangsa atau Asing?,
https://www.academia.edu/3702534/Kebijakan_Migas_di_Indonesia.
Diakses pada 8 November 2015.
UNCTAD.2012. Expropriation.New York &Geneva.
UNCTAD. 2000. taking of property. UNCTAD series on issues in international
investment agreements (UNCTAD/ITE/IIT/15), UN.
SUMBER LAIN (MAJALAH, DRAFT, KAMUS)
Blacks law dictionary tenth edition.
Carreno, Rafael Ramirez. 2006. Gearing up to face new challenges, dalam First
Magazine: Official Report Venezuela a New Economic Model.
Oppusunggu, Yu un. Masukan Atas Rancangan Acuan Perjanjian Perlindungan
dan Promosi Penanaman Modal. Dalam Sosialisasi dan Diskusi Kampus
tentang Pembahasan Draft Template Perjanjian Peningkatan dan
Perlindungan Penanaman Modal (P4M), Depok, 30 September 2015.
Sohn, Louis B& R. R. Baxter, responsibility of states for injuries to the economic
interests of aliens ii. Draft convention on the international law
responsibility of states for injuries to aliens.
45