Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

CATALYTIC REFORMING PROCESS/


PLATFORMING PROCESS

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
Nama

: 1. Adie Purwandy
2. Ramdaniel Wijaya
3. Surya Hannyu Andi Permana

Mata Kuliah

: Minyak Bumi

Kelas

:4B

Program Studi

: Teknik Kimia

Dosen Pembimbing : Atikah, ST., MT

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2015/2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas berkat rahmat dan
hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini, Adapun tugas
yang penulis buat ini yang berjudul Catalytic Reforming Process/Platforming Process
Dengan selesainya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Atikah,
ST.,MT selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam pembuatan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu kritik maupun saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
menyempurnakan tugas makalah ini. Semoga tugas makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Amin.

Palembang, Mei 2016

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................................

KATA PENGANTAR.................................................................................................

ii

DAFTAR ISI............................................................................................................... iii


BAB I Pendahuluan....................................................................................................

BAB II Teori Catalytic Reforming............................................................................

2.1 Reaksi-reaksi yang Terjadi di Catalytic Reforming.........................................

2.1.1 Dehidrogenasi Naphthene................................................................................

2.1.2 Isomerisasi Napthenedan Paraffin..................................................................

2.1.3 Dehydrocyclization Paraffin.....................................................................

2.1.4 Hydrocracking..................................................................................................

2.1.5 Demetalization..................................................................................................

2.1.6 Dealkylation Aromatic.....................................................................................

2.2 Catalytic Reforming Catalyst Dual Function Balance.....................................

BAB III FeeddanProduk Catalytic Reforming Unit...............................................

BAB IV Aliran Proses Catalytic Reforming............................................................

BAB Variabel Proses Catalytic Reforming Unit......................................................

BAB VI Istilah-istilah ................................................................................................

BAB VII Daftar Pustaka

...........................................................8

CATALYTIC REFORMING PROCESS/


PLATFORMING PROCESS
I. Pendahuluan
Catalytic reforming (atau UOP menyebut Platforming) telah menjadi bagian penting
bagi suatu kilang di seluruh dunia selama bertahun-tahun. Fungsi utama proses catalytic
reforming adalah meng-upgrade naphtha yang memiliki octane number rendah menjadi
komponen blending mogas (motor gasoline) dengan bantuan katalis melalui serangkaian
reaksi kimia. Naphtha yang dijadikan umpan catalytic reforming harus di-treating terlebih
dahulu di unit naphtha hydrotreater untuk menghilangkan impurities seperti sulfur,
nitrogen,oksigen, halide, dan metal yang merupakan racun berbahaya bagi katalis catalytic
reformer yang tersusun dari platina.
Selain itu, catalytic reforming juga memproduksi by-product berupa hydrogenyang
sangat bermanfaat bagi unit hydrotreater maupun hydrogen plant atau jika masih berlebih
dapat juga digunakan sebagai fuel gas bahanbakar firedheater. Butane, by-product lainnya,
sering digunakan untuk mengatur vapor pressure gasoline pool.
II. Teori Catalytic Reforming
Feed naphtha ke unit catalytic reforming biasanya mengandung C6 s/d C11, paraffin,
naphthene, dan aromatic. Tujuan proses catalytic reforming adalah memproduksi aromatic
dari naphthene dan paraffin.
Kemudian reaksi catalytic reforming sangat ditentukan oleh kandungan paraffin,
naphthene, dan aromatic yang terkadung dalam naphtha umpan. Aromatic Hydrocarbon yang
terkandung dalam naphtha tidak berubah oleh proses catalytic reforming. Sebagian besar
napthene bereaksi sangat cepat dan efisien berubah menjadi senyawa aromatic (reaksi ini
merupakan reaksi dasar catalytic reforming). Paraffin merupakan senyawa paling susah untuk
diubah menjadi aromatic. Untuk aplikasi low severity, hanya sebagian kecil paraffin berubah
menjadi aromatic. Sedangkan pada aplikasi highseverity, konversi paraffin lebih tinggi, tetapi
tetapsaja berlangsung lambat dan inefisien.

Gambar berikut menggambarkan konversi hydrocarbon yang terjadi pada operasi


typical catalytic reforming, yaitu untuk lean naphtha (high paraffin, low naphtha content) dan
untuk rich naphtha (lower paraffin, higher naphthene content) :

2.1 Reaksi-reaksi yang Terjadi di Catalytic Reforming


Reaksi-reaksi yang terjadi di catalytic reforming adalah sebagai berikut :
2.1.1 Dehidrogenasi Naphthene
Naphthene merupakan komponen umpan yang sangat diinginkan

karena reaksi

dehidrogenasi-nya sangat mudah untuk memproduksi aromatic dan by-product hydrogen.


Reaksi ini sangat endotermis (memerlukanpanas). Reaksi dehidrogenasi naphthene sangat
terbantu oleh metal catalyst function dan temperature reaksi tinggi serta tekanan rendah.

2.1.2 Isomerisasi Napthenedan Paraffin


Isomerisasi cyclopentane menjadi cyclohexane harus terjadi terlebih dahulu sebelum
kemudian diubah menjadi aromatic. Reaksi ini sangat tergantung dari kondisi operasi.

2.1.3 Dehydrocyclization Paraffin


Dehydrocyclization paraffin merupakan reaksi catalytic reforming yang paling susah.
Reaksi dehydrocyclization terjadi pada tekanan rendah dan temperature tinggi. Fungsi metal
dan acid dalam katalis diperlukan untuk mendapatkan reaksi ini.

2.1.4 Hydrocracking
Kemungkinan terjadinya reaksi hydrocracking karena reaksi isomerisasi ring dan
pembentukan ring yang terjadi pada alkylcyclopentane dan paraffin dank area kandungan acid
dalam katalis yang diperlukan untuk reaksi catalytic reforming. Hydrocracking paraffin
relative cepat dan terjadi pada tekanan dan temperature tinggi. Penghilangan paraffin melalui
reaksi hydrocracking akan meningkatkan konsentrasi aromatic dalam produk sehingga akan
meningkatkan octane number. Reaksi hydrocracking ini tentu mengkonsumsi hydrogen dan
menghasilkan yield reformate yang lebih rendah.

2.1.5 Demetalization
Reaksi demetalisasi biasanya hanya dapat terjadi pada severity operasi catalytic
reforming yang tinggi. Reaksi ini dapat terjadi selama startup unit catalytic reformate semiregenerasi pasca regenerasi atau penggantian katalis.

2.1.6 Dealkylation Aromatic


Dealkylation aromatic serupa dengan aromatic demethylation dengan perbedaan pada
ukuran fragment yang dihilangkan dari ring. Jika alkyl side chain cukup besar, reaksi ini dapat
dianggap sebagai reaksi cracking ion carbonium terhadap rantai samping.
Reaksi ini memerlukan temperature dan tekanan tinggi.Reaksi-reaksi yang terjadi pada
unit catalytic reforming dapat diringkas sebagai berikut :

2.2 Catalytic Reforming Catalyst Dual Function Balance


Seperti terlihat pada tabel 1 (Reaksi yang terjadi pada Unit Catalytic Reforming),
sebagian reaksi menggunakan fungsi metal dari katalis dan sebagian reaksi lainnya
menggunakan fungsi acid dari katalis. Pada unit catalytic cracking sangat penting untuk
memiliki balance yang sesuai antara fungsi metal dan fungsi acid dari katalis, seperti terlihat
pada gambar berikut :

Pada proses catalytic reforming, sangat penting untuk meminimumkan reaksi


hydrocracking dan memaksimumkan reaksi dehydrogenation dan dehydrocyclization. Balance
ini dijaga dengan pengendalian H O/Cl yang tepat selama siklus katalis semi-regeneration dan
dengan menggunakan teknik regenerasi yang tepat. Faseuap H2 O dan HCl berada dalam
kesetimbangan dengan permukaan chloride dan kelompok hydroxyl. Terlalubanyak H2 O
dalam fase uap akan memaksa chloride dari permukaan katalis keluar dan menyebabkan
katalis menjadi underchloride (fungsi acid dalam katalis tidak dapat dijalankan dengan baik),
sedangkan terlalu banyak chloride dalam fase uap akan menjadikan katalis overchloride yang
juga tidak baik untuk katalis (fungsi metal dalam katalis tidak dapat dijalankan dengan baik).
III. FeeddanProduk Catalytic Reforming Unit
Feed unit catalytic reforming adalah heavy naphtha yang berasal dari unit naphtha
hydrotreating yang telah mengalami treating untuk menghilangkan impurities seperti sulfur,
nitrogen, oxygen, halida, dan metal yang merupakan racun bagi katalis catalytic reforming.
Boiling range umpan heavy naphtha antara 70 s/d 150 oC.
Produk unit catalytic reforming berupa high octane motor gasoline component
(HOMC) yang digunakan sebagai komponen blending motor gasoline. Produk unit catalytic
reforming ini mempunyai RONC > 95 dan bahkan dapat mencapai RONC 100. Produk lain
adalah LPG dan byproduct hydrogen. Produk LPG dikirim ke tangki produk (jika sudah
memenuhi spesifikasi produk LPG) atau dikirim ke unit Amine-LPG recovery terlebih dahulu.
By product hydrogen dikirim ke unit hydrotreater dan hydrogen plant.
IV. Aliran Proses Catalytic Reforming
4.1 Aliran Proses Semi-Regenerative Catalytic Reforming (Fixed Bed Catalytic Reforming)
Process Flow Diagram Fixed Bed Catalytic Reforming dapat dilihat pada gambar
berikut :

4.2 Aliran Proses Catalytic Reforming-Continuous CatalyticRegeneration/CCR


Process Flow Diagram Catalytic Reforming-Continuous Catalytic Regeneration dapat
dilihat pada gambar berikut :

V. Variabel Proses Catalytic Reforming Unit


Beberapa variabel proses yang berpengaruh pada operasi Catalytic Reforming adalah
sebagai berikut :
5.1 Catalyst Type
Tipe katalis berpengaruh terhadap operasi catalytic reforming terutama dalam hal
basic catalyst formulation (metal-acid loading), chloride level, platinum level, dan activator
level
5.2 Temperatur Reaksi
Catalytic reformer reactor catalyst bed temperature merupakan parameter utama yang
digunakan untuk mengendalikan operasi agar produk dapat sesuai dengan spesifikasi. Katalis
catalytic reformer dapat beroperasi hingga temperatur yang cukup tinggi, namun pada
temperatur di atas 560 C dapat menyebabkan reaksi O thermal yang akan mengurangi
reformate dan hydrogen yield serta meningkatkan kecepatan pembentukan coke pada
permukaan katalis.
Temperatur reactor dapatdidefinisikanmenjadi 2 macam, yaitu :
1. Weighted Average Inlet Temperature (WAIT), yaitu total (fraksiberatkatalisdalam bed
dikali temperature inlet bed).
2. Weighted Average Bed Temperature (WABT), yaitu total (fraksiberatkatalisdalam bed
dikali rata-rata temperatur inlet danoutlet).
Dari kedua macam definisi tersebut di atas, WAIT paling sering digunakan dalam
perhitungan karena kemudahan perhitungan, walaupun WABT sebenarnya adalah ukuran
yang lebih baik dari kondisi reaksi dan temperature katalis rata-rata.

5.3 Space Velocity


Space velocity merupakan ukuran jumlah naphtha yang diproses untuk jumlah katalis
yang tertentu selama waktu tertentu. Jika volume umpan naphtha per jam dan volume katalis
yang digunakan,istilah yang digunakan adalah Liquid Hourly Space Velocity (LHSV).
Sedangkan jika berat umpan naphtha per jam dan berat katalis yang digunakan, makaistilah
yang digunakan adalah Weight HourlySpace Velocity (WHSV). Satuannya sama, yaitu 1/jam.
Semakin tinggi space velocity atau semakin rendah residence time, maka semakin rendah
octane number (RONC) produk atau semakin rendah jumlah reaksi yang terjadi pada WAIT
yang tetap. Jika space velocity naik, untuk mempertahankan RONC produk, maka
kompensasi yang dilakukan adalah dengan menaikkan temperature reaktor.
5.4 Reactor Pressure
Sebenarnya lebih tepat mengatakan hydrogen partial pressure sebagai variabel proses
dibandingkan reactor pressure, namun untuk kemudahan penggunaan, maka reactor pressure
dapat digunakan sebagai variabel proses (hydrogen partial pressure = purity hydrogen x
tekanan reactor). Penyederhanaan ini dapat diterima karena hydrogen yang ada dalam system
merupakan produk samping reaksi sehingga juga tergantung tekanan reactor, berbeda dengan
di unit hydrocracker yang menggunakan supply hydrogen dari hydrogen plant.
Tekanan reactor akan mempengaruhi struktur yield produk, kebutuhan temperature
reaktor, dan kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis. Menurunkan tekanan
reactor akan meningkatkan jumlah hydrogen dan yield reformate, mengurangi kebutuhan
temperature untuk membuat produk dengan octane number yang sama, dan meningkatkan
kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis.
5.5 Hydrogen/Hydrocarbon Ratio
Hydrogen/hydrocarbon ratio didefinisikan sebagai mol recyclehydrogen per mol
naphtha umpan. Kenaikan H /HC ratio akan 2 menyebabkan naphtha melalui reactor dengan
lebih cepat (residence time lebih singkat), sehingga akan menurunkan kecepatan pembentukan
coke pada permukaan katalis dengan pengaruh yang kecil terhadap kualitas dan yield produk.
VI. Istilah-istilah
1. Mogas Motor gasoline
2. RONC Research Octane Number Clear (unleaded)
8

3. Straight run naphtha Naphtha yang berasaldari unit napthahydrotreater


VII. Daftar Pustaka
1. Operating Manual CCR-Platforming Unit PERTAMINA Unit Pengolahan IIDumai.
2. Operation Manual for Unit 300 Platforming Process Unit, Pakistan-ArabianRefinery
Limited, Mid-Country Refinery Project (PARCO), MahmoodKot,Pakistan.

Anda mungkin juga menyukai