Disusun Oleh
Lagang Satriana P
145040200111071
Asril Priandi
145040200111072
145040200111073
Wahono Satriyono
145040200111087
Jeannifer Tambunan
145040200111135
145040200111177
145040201111027
145040201111068
kesesuaian lahan tersebut ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya, yang terdiri atas iklim,
tanah, topografi, hidrologi dan atau drainase yang sesuaii untuk usaha tani atau komoditas
tertentu yang produktif.
Pengertian kesesuaian lahan (land suitability) dengan kemampuan lahan (land capability)
berbeda. Kemampuan lahan lebih menekankan kepada kapasitas berbagai penggunaan lahan
secara umum yang dapat diusahakan disuatu wilayah. Jadi semakin banyak jenis tanaman yang
dapat dikembangkan atau diusahakan disuatu wilayah, maka akan semakin tinggi kemampuan
lahan tersebut. Misalnya suatu lahan yang topografi atau reliefnya datar, tanahnya dalam, tidak
terpengaruh oleh banjir dan iklimnya cukup basah, biasanya memiliki kemampuan lahan yang
cukup baik untuk pengembangan tanaman semusim ataupun tahunan. Tetapi apabila kedalaman
tanah hanya mencapai 50 cm biasanya hanya akan cocok apabila ditanami jenis tanaman
semusim. Sementara kesesuaian lahan adalah kesesuaian dari satu bidang lahan untuk tujuan
penggunaan atau komiditas yang spesifik, misalnya padi, jagung, kelapa sawit, durian dan
sebagainya.
a. Struktur Klasifikasi Kesesuaian Lahan FAO (1976)
Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk suatu penggunaan
tertentu. Kelas kesesuaian lahan suatu kawasan dapat berbedabeda, tergantung pada
penggunaan lahan yang dikehendaki.
Klasifikasi kesesuaian lahan menyangkut perbandingan (matching) antara kualitas lahan
dengan persyaratan penggunaan lahan yang diinginkan. Struktur klasifikasi kesesuaian lahan
menurut kerangka kerja FAO (1976) terdiri atas 4 kategori, yaitu :
1. Ordo (order)
:menunjukkan keadaan kesesuaian lahan secara umum.
2. Kelas (class)
:menunjukkan tingkat kesesuaian lahan dalam ordo.
3. Sub-Kelas
:menunjukkan keadaan tingkatan dalam kelas yang didasarkan
pada jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam
kelas.
4. Satuan (unit)
dalam
kesesuaian
lahan
merupakan
pembagian
lebih
lanjut
dari
Ordo dan
menggambarkan tingkat kesesuaian dari suatu Ordo. Tingkat dalam kelas ditunjukkan oleh angka
(nomor urut) yang ditulis dibelakang simbol Ordo. Nomor urut tersebut menunjukkan tingkatan
kelas yang makin menurun dalam suatu Ordo.
Jumlah kelas yang dianjurkan adalah sebanyak 3 (tiga) kelas dalam Ordo S, yaitu: S1, S2,
S3 dan 2 (dua) kelas dalam Ordo N, yaitu: N1 dan N2. Penjelasan secara kualitatif dari definisi
dalam pembagian kelas disajikan dalam uraian berikut:
Kelas S1:
Kelas S1 atau Sangat Sesuai (Highly Suitable) merupakan lahan yang tidak mempunyai
pembatas yang berat untuk penggunaan secara lestari atau hanya mempunyai pembatas tidak
berarti dan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi serta tidak menyebabkan kenaikan
masukan yang diberikan pada umumnya.
Kelas S2:
Kelas S2 atau Cukup Sesuai (Moderately Suitable) merupakan lahan yang mempunyai pembatas
agak berat untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus dilakukan. Pembatas akan
mengurangi produktivitas dan keuntungan, serta meningkatkan masukan yang diperlukan.
Kelas S3:
Kelas S3 atau Sesuai Marginal (Marginal Suitable) merupakan lahan yang mempunyai pembatas
yang sangat berat untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus dilakukan.Pembatas
akan mengurangi produktivitas dan keuntungan. Perlu ditingkatkan masukan yang diperlukan.
Kelas N1:
Kelas N1 atau Tidak Sesuai Saat Ini (Currently Not Suitable) merupakan lahan yang mempunyai
pembatas yang lebih berat, tapi masih mungkin untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki
dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya yang rasional. Faktor-faktor pembatasnya
begitu berat sehingga menghalangi keberhasilan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka
panjang.
Kelas N2:
Kelas N2 atau Tidak Sesuai Selamanya (Permanently Not Suitable) merupakan lahan yang
mempunyai pembatas yang sangat berat, sehingga tidak mungkin digunakan bagi suatu
penggunaan yang lestari.
C. Kesesuaian Lahan pada tingkat sub-kelas
Sub-kelas kesesuaian lahan menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang
diperlukan dalam suatu kelas kesesuaian. Masing-masing kelas dapat dibagi menjadi suatu atau
lebih sub-kelas kesesuaian tergantung pada jenis pembatas yang ada. Jenis pembatas
dicerminkan oleh symbol huruf kecil yang diletakkan setelah symbol kelas. Misalnya S2n,
artinya lahan tersebut mempunyai kelas kesesuaian S2 (cukup sesuai) dengan pembatas n
(ketersediaan hara). Untuk kelas S1 tidak ada pembagian sub-kelas.
Jika terdapat lebih dari satu faktor pembatas, maka pembatas yang paling utama
(dominan) ditempatkan lebih awal. Missal S2tn berarti lahan tersebut mempunyai kelas S2
dengan factor pembatas yang dominan, yaitu t (lereng) dan factor pembatas tambahan, yaitu n
(ketersediaan unsur hara).
Beberapa jenis pembatas yang menentukan sub kelas kesesuaian lahan, yaitu :
a.Pembatas iklim (c)
b.Pembatas topografi (t)
c.Pembatas kebasahan
d.Pembatas faktor fisik tanah (s)
e.Pembatas faktor kesuburan tanah (f)
f.Pembatas salinitas dan alkalinitas, ketersediaan unsur hara (n)
D. Kesesuaian pada tingkat Unit
Kesesuaian pada tingkat unit merupakan pembagian lebih lanjut dari subkelas kesesuaian
lahan yang didasarkan atas besarnya faktor pembatas. Dengan demikian, semua unit dari
subkelas yang sama memiliki tingkat kesesuaian yang sama dalam kelas dan memiliki jenis
pembatas yang sama pada tingkat subkelas.
Perbedaan antara satu unit dengan satu unit yang lain merupakan perbedaan dalam sifatsifat atau gatra tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan seringkali merupakan perbedaan
detail dari pembatas-pembatas nya. Jumlah unit dalam subkelas tidak dibatasi
Pemberian simbol kesuaian lahan pada tingkat unit dilakukan dengan angkasetelah
simbol sub-kelas yang dipisahkan oleh tanda penghubung, misalanya S2n-1, S2n-2.
E. Kesesuaian Bersyarat (Conditionally Suitable)
Penunjukan kesesuaian bersyarat dilakukan dalam hal-hal tertentu untuk menyingkat atau
menyederhanakan penyajian. Hal ini perlu dilakukan untuk melayani kondisi dimana suatu
daerah dari lahan yang sempit didaerah survei yang mungkin tidak sesuai atau kurang sesuai
untuk penggunaan tertentu dibawah pengelolaan tertentu bagi penggunaan tersebut, tetapi akan
menjadi sesuai jika kondisi-kondisi tertentu dipenuhi.
Pada dasarnya sesuai bersyarat merupakan fase dari ordo sesuai, yang ditandai dengan
huruf kecil c diantara symbol ordo dan kelas misalnya Sc2. Fase sesuai bersayarat (yang dibagi
kedalam kelas jika memang diperlukan), selalu ditempatkan dibagian bawah (terakhir) dari daftar
dalam kelas S. Fase menunjukkan kesesuaian jika kondisi (e) telah dipenuhi.
Menurut FAO (1976), sedapat mungkin penggunaan fase bersyarat ini dihindari dalam survei
tanah, kecuali jika :
Tanpa adanya kondisi yang dipenuhi, maka lahan tersebut tidak sesuai atau masuk dalam
kelas sesuai yang paling rendah.
Jika kondisi dipenuhi (misalnya dengan melakukan perbaikan terhadap faktor pembatas),
Proses evaluasi lahan dan arahan penggunaannya dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:
-
relief, drainase dan lain-lain) serta data tanaman. Data iklim meliputi data stasiun, iklim (nama
lokasi, elevasi dan sebagainya), serta data tanaman. Data iklim meliputi data stasiun, iklim
(nama, lokasi, elevasi dan sebagainya), serta data curah-hujan, suhu, lengas, evaporasi (rata-rata
bullanan dan tahunan). Data tanah yang diperlukan meliputi komposisi satuan peta lahan (SPL),
sebaran SPL (administrasi, lembar peta, luasan) serta satuan evaluasi lahan (komposisi satuan
tanah dalam masing-masing SPL dan sebaran masing masing SPL) (Rayes, 2007).
Karakteristik lahan yang merupakan gabungan dari sifat-sifat lahan dan lingkungannya
diperoleh dari data yang tertera pada legenda peta tanah dan uraiannya, peta/data iklim dan peta
topografi/elevasi. Karakteristik lahan diuraikan pada setiap satuan peta tanah (SPT) dari peta
tanah, yang meliputi: bentuk wilayah/lereng, drainase tanah, kedalaman tanah, tekstur tanah
(lapisan atas 0-30 cm, dan lapisan bawah 30-50 cm), pH tanah, KTK liat, salinitas, kandungan
pirit, banjir/genangan dan singkapan permukaan (singkapan batuan di permukaan tanah). Data
iklim terdiri dari curah hujan rata-rata tahunan dan jumlah bulan kering, serta suhu udara
diperoleh dari stasiun pengamat iklim. Data iklim juga dapat diperoleh dari peta iklim yang
sudah tersedia, misalnya peta pola curah hujan, peta zona agroklimat atau peta isohyet. Peta-peta
iklim tersebut biasanya disajikan dalam skala kecil, sehingga perlu lebih cermat dalam
penggunaannya untuk pemetaan atau evaluasi lahan skala yang lebih besar, misalnya skala semi
detail (1:25.000-1:50.000).
-
Data tanaman meliputi data refrensi tentang tanaman, persyaratan tumbuh dan
pengelolaannya.
- Proses evaluasi kesesuaian lahan (matching)
Setelah data karakteristik lahan tersedia, maka proses selanjutnya adalah evaluasi lahan
yang dilakukan dengan cara matching (mencocokan) antara karakteristik lahan pada setiap
satuan peta tanah (SPT) dengan persyaratan tumbuh/penggunaan lahan. Proses evaluasinya dapat
dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan program ALES ataupun secara manual.
Evaluasi dengan cara komputer akan memberikan hasil yang sangat cepat, walaupun tanaman
yang dievaluasi cukup banyak. Sedangkan dengan cara manual memerlukan waktu yang lebih
lama, karena evaluasi dilakukan satu persatu pada setiap SPT untuk setiap tanaman.
- Kesesuaian lahan terpilih/penentuan arahan penggunaan lahan
Untuk menyusun arahan penggunaan lahan dari berbagai alternatif komoditas yang
sesuai, perlu dipertimbangkan prioritas daerah dan penggunaan lahan aktual. Dalam penyusunan
kesesuaian lahan terpilih ini, untuk kelompok tanaman pangan dan sayuran, hanya lahan-lahan
yang termasuk kelas Sesuai(kelas S1 dan S2) saja yang dipertimbangkan, sedangkan untuk
tanamanperkebunan dan tanaman buah-buahan, selain lahan yang termasuk kelas Sesuai (S1 dan
S2), juga ditambah dengan lahan yang termasuk kelas Sesuai Marginal (kelas S3).
Dalam kerangka kerja evaluasi lahan menurut FAO 1976 dalam (Rayes, 2007), dikenal
empat macam klasifikasi kesesuaian lahan, yaitu :
1. Kesesuaian lahan yang bersifat kualitatif
2. Kesesuaian lahan yang bersifat kuantitatif
3. Kesesuaian lahan aktual
4. Kesesuaian lahan potensial
Masing-masing klasifikasi kesesuaian lahan merupakan penilaian dan pengelempokan
satuan lahan dalam pengertian kesesuaian untuk penggunaan tertentu (Rayes, 2007).
1. Kesesuaian lahan yang bersifat kualitatif
Kesesuaian lahan kualitatif adalah kesesuaian lahan yang dilakukan dengan cara
mengelompokkan lahan ke dalam beberapa kategori berdasarkan perbandingan relatif kualitas
lahan tanpa melakukan perhitungan secara rinci dan tepat biaya dan pendapatan bagi penggunaan
lahan tersebut. Klasifikasi ini didasarkan hanya pada potensi fisik lahan. Keadaan sosial ekonomi
hanya merupakan latar belakang umum saja (Arsyad, 1989). Klasifikasi kualitatif biasanya
diterapkan dalam survei skala tinjau (1 : 250.000) yang dimaksudkan sebagai penilaian umum
dari suatu daerah yang luas (Rayes, 2007).
2. Kesesuaian lahan yang bersifat kuantitatif
Kesesuaian lahan kuantitatif adalah kesesuaian lahan yang didasarkan tidak hanya pada
fisik lahan, tetapi juga mempertimbangkan aspek ekonomi yang dinyatakan dalam term ekonomi
berupa masukan (input) dan keluaran (output), B/C ratio, dan sebagainya yang biasanya
digunakan untuk survei kelayakan secara rinci (Arsyad, 1989).
Klasifikasi kuantitatif umumnya diterapkan pada proyek pembangunan tertentu, seperti
studi yang berkaitan dengan proyek-proyek yang memerlukan penanaman modal yang besar.
Evaluasi kuantitatif umumnya cepat mengalami kedaluwarsa daripada klasifikasi kualitatif,
karena perubahan biaya dan keuntungan dapat terjadi dengan cepat (Rayes, 2007).
3. Kesesuaian lahan aktual
Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah
atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan-masukan yang diperlukan
untuk mengatasi kendala atau faktor pembatas dalam satuan peta lahan. Data biofisik tersebut
berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman
yang dievaluasi.
Faktor-faktor pembatas dalam evaluasi lahan dibedakan atas faktor pembatas yang
bersifat permanen dan non-permanen. Faktor pembatas yang bersifat permanen yaitu pembatas
yang tidak dapat diperbaiki dan kalaupun dapat diperbaiki, secara ekonomis tidak
menguntungkan. Faktor pembatas yang bersifat non-permanen yaitu pembatas yang mudah
diperbaiki dan secara ekonomis masih dapat memberikan keuntungan dengan masukan teknologi
yang tepat (Rayes, 2007).
4. Kesesuaian lahan potensial
Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila
dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan
terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan
tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman
yang lebih sesuai.
Dalam hal ini hendaklah diperinci faktor-faktor ekonomis yang disertakan dalam
menduga biaya yang diperlukan untuk perbaikan-perbaikan tersebut. Jenis usaha perbaikan
karakteristik kualitas lahan yang akan dilakukan disesuaikan dengan tingkat pengelolaan yang
akan diterapkan (Rayes, 2007).
Contoh tabel kesesuaian lahan komoditas tanaman kelapa di daerah Aceh Barat :
Tabel Klasifikasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Tebu Pada Unit Lahan Satu di Kec.
Liboreng Kab. Bone
Keterangan :
+
++
S1
= sangat sesuai
S2
= cukup sesuai
S3
= sesuai marginal
Hasil evaluasi lahan menurut FAO (1976) biasanya mencakup beberapa jenis informasi, dimana
cakupan masing-masing informasi tersebut tergantung dari skala dan intensitas kajian.
1. Kaitan fisik, sosial, dan ekonomi yang mendasari dilakukannya evaluasi. Hal ini
menyangkut data dan asumsi
2. Deskripsi tipe penggunaan lahan atau macam utama penggunaan lahan yang relevan
dengan daerah survei. Semakin intensif tingkat kajian, semakin detail dan akurat tingkat
kajian tersebut
3. Peta, tabel, dan bahan-bahan berupa naskah harus memperlihatkan tingkat kesesuain
satuan peta lahan dari masing-masing macam penggunaan lahan yang dinilai, beserta
kriteria pencirinya. Masing-masing macam penggunaan lahan di evaluasi secara terpisah
4. Spesifikasi tingkat pengelolaan dan perbaikan masing-masing LUT harus ditentukan
untuk setiap satuan peta lahan (SPL) yang sesuai. Semakin detail survei, semakin rinci
dan semakin akurat pula spesifikasi tersebut. Pada survei semi-detail kebutuhan akan
drainase harus dijelaskan, sedangkan pada survei detail, sifat dan biaya pembuatan
saluran drainase harus dikemukakan
5. Analisis ekonomi dan sosial sebagai akibat beragamnya jenis penggunaan lahan yang
dipertimbangkan
6. Data dan peta dasar yang menjadi pertimbangan dalam evaluasi. Hasilnya, teerutama
klasifikasi kesesuaian lahan, didasarkan pada berbagai informasi yang penting bagi
pengguna individu. Informasi-informasi tersebut harus tersedia baik sebagai lampiran
pada laporan utama atau sebagai dokumentasi tersendiri
7. Informasi tingkat kepercayaan dari estimasi kesesuaian lahan. Informasi ini berkaitan
langsung dengan keputusan perencanaan. Juga membantu langkah-langkah ke arah
perbaikan klasifikasi kesesuaian lahan berikutnya, dengan menunjukkan beberapa
kelemahan dari data dan aspek-aspek yang harus dilengkapi dalam penelitian selanjutnya.
Hasil penyusunan kesesuaian lahan terpilih/arahan penggunaan lahan di daerah Kabupaten Aceh
Barat disadikan dalam tabel penyebarannya
Menurut FAO (1976, dalam Djaenudin et al., 2000) kegiatan utama dalam evaluasi lahan
adalah sebagai berikut:
1. Konsultasi pendahuluan
2. Penjabaran (deskripsi) dari jenis penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan dan
persyaratan- persyaratan yang diperlukan.
3. Deskripsi satuan peta lahan (land mapping units) dan kemudian kualitas lahan (land qualities)
berdasarkan pengetahuan tentang persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan
tertentu dan pembataspembatasnya.
4. Membandingkan jenis penggunaan lahan dengan tipe-tipe lahan sekarang. Ini merupakan
proses penting dalam evaluasi lahan, dimana data lahan, penggunaan lahan dan informasiinformasi ekonomi dan social digabungkan dan dianalisa secara bersama- sama.
5. Hasil dari butir ke 4 adalah klasifikasi kesesuaian lahan.
6. Penyajian dari hasil-hasil
Konsultasi Pendahuluan
Konsultasi antara pihak perencana yang menghendaki studi evaluasi lahan dengan
organisasi yang melaksanakan evaluasi lahan yang merupakan tahap awal evaluasi
lahan. Apabila kedua pihak menyepakati maka tujuan survei dan jenis evaluasi dapat
ditentukan. Konsultasi pendahuluan meliputi pekerjaan-pekerjaan persiapan antara lain :
a) Penetapan yang jelas tujuan evaluasi
b) Jenis data yang akan digunakan
c) Asumsi yang digunakan dalam evaluasi
d) Daerah penelitian
e) Serta intensitas dan skala survei.
Jenis Penggunaan Lahan
Penjabaran (deskripsi) dari jenis penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan dan
persyaratan- persyaratan yang diperlukan.
Deskripsi satuan peta lahan (spl) dan kualitas lahan
Studi evaluasi lahan memerlukan survei sumber daya fisik wilayah, sekalipun
informasi sudah cukup tersedia. Survei tersebut meliputi servei tanah atau lanfform,
survei ekologi lainnya, invertarisasi hutan, survei air permukaan atau survei daya air
tanah, atau l;ainnya. Tujuan survei tersebut adalah mendefinisikan dan menentukan
batas satuan-satuan peta lahan dan untuk menetukan kualitas lahannya.
Deliniasi satuan peta lahan (SPL) di dasarkan sebagian karaktristik lahan yang
mudah dipetakkan, seringkali adalah landfrom,tanah dan vegetasi. Namun demikian
kualitas lahan yang sangat berpengaruh terhadap tipe penggunaan lahan yang
dievaluasi perlu dikaji lebih detail selama survei lapangan. Misal nya dalam survei
proyek irigasi, perhatian utama ditunjukan pada sifat-sifat fisik tanah yang berkaitan
dengan kualitas dan jumlah air yang tersedia serta kondisi medan dalam kaitannya
dengan metode irigasi yang akan diterapkan.
Pembandingan penggunaan lahan dengan lahan
Fokus utama prosedur evaluasi lahan adalah mengumpulkan beragam data dan
membandingkan data-data tersebut. Hasil perbandingan menetukan kelasifikasi
kesesuaian lahan.
Data-data tersebut meliputi :
1. Jenis penggunaan lahan yang relevan serta persyaratan dan pembatas masing-masing.
2. Satuan-satuan peta lahan dan kualitas lahan masing-masing.
3. Kondisi ekonomi dan sosial.
Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Hasil pembandingan antara persyaratan penggunaan lahan dan kualitas lahan yang
dikombinasikan dengan penilaian masukan dan keuntungan, dampak terhadap
lingkungan, serta analisis ekonomi dan sosial menghasilkan suatu kelas keseuaian yang
memperlihatkan kesesuaian dari masing-masing SPL untuk setiap penggunaan lahan yang
relevan.
Pengecekan lapangan perlu dilakukan untuk membuktikan apakah hasil evaluasi
kelas kesesuaian lahan dengan cara matching diatas telah benar-benar sesuai dengan
kenyataan.
Penyajian Hasil Evaluasi
Hasil evaluasi lahan disajikan dalam bentuk laporan dan peta yang menjelaskan
tentang berbagai informasi yang dikemukakan diatas. Informaasi terhadap lebih dari
satu penggunaan lahan harus selalu dikemukakan.
Peta-peta kesesuaian lahan yang dilengkapi dengan legenda peta yang berupa
tabel, merupakan cara yang paling baik dalam menyajikan hasil evaluasi dalam
bentuk yang ringkas yang mudah dipahami oleh pengguna.
Naskah pendukung yang tertuang dalam laporan yang selalu dibutuhkan untuk
menjelaskan prosedur yang digunakan, menguraikan jenis-jenis penggunaan lahan,
pengelolaan dan spesifikasi perbaikan, serta akibat ekonomi dan sosial, berikut datadata dan asumsi yang digunakan dalam evaluasi.
Keenam kegiatan diatas merupakan ringkasan dari prosedur evaluasi, walaupun dalam
pelaksanaannya sering ditemukan berbagai kesulitan. Metode megasumsikan bahwa persyaratan
khusus penggunaan lahan atau tanaman telah diketahui, tetapi mengenai informasi terperinci
mengenai kondisi pertumbuhan optimum yang ditemukan sering belum diketahui secara tuntas.
Contoh Peta arahan penggunaan lahan untuk daerah pantai barat Kabupaten Aceh Barat
(berdasarkan peta skala 1:25.000).
Daftar Pustaka :
Arsyad, S., 1989, Konservasi Tanah dan Air, IPB Press, Bogor.
FAO. 1976. A Frame Work for Land Evaluation [Soil Buletin]. Food and Agriculture
Organization of the United Nations. Rome.Italy. Di dalam: Djaenudin, D., Marwan, H.,
Subagyo, H., Mulyani, A., dan Suharta, N. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk
Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
FAO, 1976. A Framework for Land Evaluation. FAO Soils Bulletin No 32, Rome, Italy [sources:
http://www.fao.org]
Rayes, M. Luthfi., 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta : ANDI hal.
181-184