Kode Etik Dokter
Kode Etik Dokter
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
Pasal 6
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
Larangan Dokter
Pasal 3 ayat
(2)
a. Memberikan
obat,
alat/produk
kesehatan,
anjuran/nasehat
atau
tindakan
kedokteran,
prototipe/cara/perangkat/sistem manajemen klinis
pelayanan langsung pasien dan/atau penerapan
ilmu
pengetahuan,
teknologi,
keterampilan/kiat
kedokteran yang belum berdasarkan bukti ilmiah
(evidence) dan/atau diakui di bidang kedokteran yang
mengakibatkan hilangnya integritas moral dan
keilmuannya.
b. Membuat ikatan atau menerima imbalan berasal dari
ETIKA PROFESI, Kode Etik Kedokteran Indonesia
Pasal 3 ayat
(3)
Pasal 3 ayat
(4)
perusahaan
farmasi/obat/vaksin/makanan/suplemen/alat
kesehatan/alat kedokteran/bahan/produk atau jasa
kesehatan/terkait kesehatan dan/atau berasal dari
fasilitas pelayanan kesehatan apapun dan dari
manapun
dan/atau
berasal
dari
pengusaha,
perorangan atau badan
lain
yang
akan
menghilangkan
kepercayaan publik/masyarakat
terhadap
dan
menurunkan
martabat
profesi
kedokteran.
c. Melibatkan diri secara langsung atau tidak langsung
dalam segala bentuk kegiatan yang bertujuan untuk
mempromosikan atau mengiklankan dirinya, barang
dan/atau
jasa
sebagaimana dimaksud Pasal
3,
cakupan
pasal
butir 1 dan 2
di atas guna
kepentingan
dan
keuntungan
pribadinya,
sejawat/pihak lain kelompoknya.
d. Melakukan upaya diagnostik, pengobatan atau
tindakan medis apapun pada pasien secara
menyimpang dari atau tanpa indikasi medik yang
mengakibatkan turunnya martabat profesi kedokteran
dan
kemungkinan
terganggunya
keselamatan
pasien.
e. Menerima pemberian imbalan jasa apapun untuk
pengiriman/rujukan pasien ke dokter atau fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya, di dalam maupun di
luar negeri.
Dokter sebagai perseorangan praktisi wajib menolak
pemberian segala bentuk apapun bila dikaitkan atau patut
diduga dikaitkan dengan kapasitas profesionalnya dalam
meresepkan obat/alat/produk/barang industri kesehatan
tertentu dan anjuran penggunaan jasa kesehatan ter
tentu,
termasuk
berniat mempengaruhi kehendak
pasien/keluarganya untuk membeli atau mengkonsumsi
obat/alat/produk/barang/jasa tertentu karena ia telah
menerima
atau
dijanjikan
akan
menerima
komisi/keuntungan
dari
perusahaan
farmasi/alat/produk/jasa kesehatan tersebut.
Dokter yang bekerja penuh dan/atau paruh waktu untuk
industri
farmasi/alat/produk
kesehatan
dan/atau
ETIKA PROFESI, Kode Etik Kedokteran Indonesia
Pasal 3 ayat
(5)
barang/produk
terkait
lainnya
wajib
menjelaskan
posisi/status pekerjaannya bila ia memberi ceramah atau
informasi tentang atau berkaitan dengan barang/produk
tersebut kepada dokter atau masyarakat awam. Demikian
pula setiap dokter pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk
jasa pelayanan.
Dalam kehadirannya pada temu ilmiah, setiap dokter
dilarang
mengikatkan
diri
untuk
mempromosikan/meresepkan barang/produk dan
jasa
tertentu, apapun bentuk bantuan sponsorshipnya.
C. Contoh Kasus
sangat tidaklah masuk akal, karena ini operasi terencana. Dokter tidak jujur
sehingga akhirnya mengakibatkan pasien meninggal, terangnya.
Risma menambahkan, dirinya dan pihak keluarga pernah meminta
autopsi tapi pihak rumah sakit tidak mau, padahal kematian pasien tidak
wajar.
"Kita sudah melaporkan ke MKDKI (Majelis Kehormatan dan Disiplin
Kedokteran Indonesia), dan hasilnya tidak sesuai dengan rekam medis dari
rumah sakit. MKDKI (Majelis Kehormatan dan Disiplin Kedokteran Indonesia)
memutuskan dokter melakukan kesalahan sehingga memutuskan untuk
mencabut STR (surat tanda registrasi) Dr. Tamtam Otamar selama 9 bulan
tidak boleh melakukan praktek karena terbukti melakukan kelalaian dalam
operasi. Antara lain menurut Risma, tidak mempersiapkan darah siap pakai,
padahal almarhumah yang berisiko tinggi melakukan operasi Cesar, jelas
Risma.
Di samping itu, Risma juga melaporkan tindak pidana ke Kepolisian yang
menyebabkan kematian seseorang karena kelalaian dokter. Risma pun
menggugat imaterial Rp100 miliar dan materil Rp6,4 miliar. Semua gugatan
tersebut untuk membantu kebutuhan ke-empat anak korban hingga dewasa
nanti.
Sementara itu kuasa hukum dari Dr. Tamtam Otamar, Iskar dan Rs MMC,
Moh. Sallahudin menyatakan akan mengikuti proses hukum sebaikbaiknya. Sidang gugatan malapraktek ini selanjutnya akan dilanjutkan pada
Rabu (18/12/2013) untuk mendengar jawaban dari pihak dokter dan Rumah
Sakit MMC.
Sumber :
http://news.okezone.com/read/2013/12/11/500/910869/pn-jaksel-gelar-sidangkasus-malapraktek-persalinan
D. Kesimpulan
MKDKI (Majelis Kehormatan dan Disiplin Kedokteran Indonesia)
memutuskan Dr.Tamtam Otamar, SpOG melakukan kesalahan sehingga
memutuskan untuk mencabut STR-nya (Surat Tanda Registrasi) selama 9
bulan tidak boleh melakukan praktek (sejak Juni 2013 menurut sumber lain)
karena terbukti melakukan kelalaian dalam melakukan operasi persalinan
sehingga mengakibatkan kematian pada pasiennya yang bernama Santi
Mulyasari.