Anda di halaman 1dari 13

Herpes Zoster Thoracalis

Rabieah
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida

102010320
13 April 2012

Pendahuluan
Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster disebabkan oleh virus yang
sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster.1,2 Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat
unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf
spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis.
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan
antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia.1
Untuk itu makalah ini dibuat, selain untuk memenuhi tugas problem based learning (PBL)
mandiri yang diberikan oleh dr. Wani, juga bertujuan untuk mengenal lebih jauh mengenai Herpes
zoster.

Page
1

Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan
langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orang tua, wali, orang
yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai aloanamnesis. Termasuk didalam
aloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan semua
keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri.
Pada identitas pasien yang menderita herpes zoster, umur penting karena berpengaruh terhadap
berat ringannya penyakit serta kemungkinan timbulnya komplikasi. Keluhan yang dirasakan biasanya
berupa demam, nyeri kepala dan lesu, sebelum timbulnya ruam pada kulit. Gatal dapat menyertai lesi
kulit dan sangat bervariasi, kadang dapat berat. Perlu diketahui sudah berapa lama ruam kulit timbul
sebelum datang berobat, agar dapat menentukan apakah obat antivirus masih efektif bila ada indikasi
pemberiannya. Penyebaran atau perluasan ruam kulit penting, karena herpes zoster mempunyai ciri
yang khas yaitu ciri lesi yang unilateral.2,3
Selain jumlah anggota keluarga, riwayat penderita herpes zoster dalam keluarga penting untuk
diketahui. Status imun pasien perlu diketahui untuk menentukan apakah obat antivirus perlu diberikan.
Untuk itu perlu dinyatakan beberapa hal yang dapat membantu menentukan status imun pasien, antara
lain penyakit yang sedang diderita misalnya keganasan serta infeksi HIV / AIDS. Pengobatan dengan
imunosupresan, misalnya kortikosteroid jangka panjang atau sitostatik. Pada masa kehamilan dan berat
badan rendah pada bayi.2,3
Karena pasien khawatir untuk memperlihatkan ruamnya, hal yang bijakasana bagi dokter adalah
memperlihatkan ruam tersebut dengan cepat, kemudian menanyakan riwayatnya dan terakhir kembali
memeriksa ruam tersebut dengan teliti.
Pertanyaan-pertanyaan yang ditunjukan kepada pasien dengan lesi kulit antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.

Tempat lesi tersebut mulai timbul


Apakah lesi tersebut terasa gatal
Apakah lesi tersebut terasa nyeri pola penyebaran
Perkembangan lesi tersebut
Riwayat Penyakit Dahulu
Page
2

Sebaiknya, ditanyakan penyakit kulit yang pernah diderita pasien karena penyakit kulit mungkin
sudah ada sejak lahir.
6. Riwayat Keluarga
Perlu dipastikan apakah dari keluarga ada yang mengalami penyakit kulit yang sama.
7. Riwayat Obat
Jenis dan lama obat yang sedang diminum pasien harus diketahui. Obat adalah kausa yang penting
pada sejumlah besar kasus erupsi.
Untuk memeriksa kulit, suatu kaca pembesar mungkin diperlukan. Kulit sebaiknya dipalpasi
dengan hati-hati untuk menilai tekstur dan kepucatannya. Pasien mungkin diharuskan untuk tidak
berpakaian dengan tujuan untuk menentukan luas dan tampilan beberapa ruam. Jangan lupa untuk
memeriksa mulut, kuku, rambut, dan genitalia, dan melakukan pemeriksaan umum jika diagnosis yang
ditegakkan bukan merupakan suatu proses penyakit yang terbatas di kulit.2,3

Pemeriksaan
Pemeriksaan pada herpes zoster terdiri dari dua jenis, yaitu pemeriksaan fisik dan penunjang.
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Inspeksi merupakan teknik sederahana dan kuat untuk menentukan karakter lesi
kulit. Meskipun banyak lesi memperlihatkan karakter yang jelas dan diagnostic tanpa perlu
usaha, rincian tentang pigmentasi yang tidak sejenis misalnya, memerlukan penggunaan
kaca pembesar yang baik kualitasnya.
2. Diaskopi
Diaskopi terdiri dari penekanan sebuah lensa datae transparah atau obyek lain pada
les. Alat ini membantu pemeriksa menilai seberapa banyak darah intravascular sebuah lesi
yang merah atau ungu. Jika lesi terutama terdiri dari kongesti vascular, diaskopi akan
memucat. Tekanan yang lebih kuat pada kapiler akan mendorong sel darah merah kedalam
pembuluh darah di sekitarnya yang mempunyai tekanan yang lebih rendah. Kegagalan
untuk menjadi pucat, atau pucat yang tidak sempurna, memberi kesan bahwa banyak sel
darah merah mengalami ekstravasasi atau jaringan pembuluh yang berisi darah tersebut
Page
3

abnormal, sehingga tidak memungkinkan sel lewat dengan bebas. Oleh karena itu tangan
yang merah harus memucat pada diaskopi, tetapi harus tidak terjadi pada memar. Sarcoma
Kaposi mencakup baik pembuluh darah neoplastik aberan maupun eritrosit yang
ekstravasasi, sehingga tidak memucat.
3. Palpasi
Nilai dari meraba lesi kulit mendapat penekanan kusus. Sarung tangan plastic sekali
pakai wajib dipakai untuk meraba setiap lesi yang mungkin infektif atau yang sifatnya sama
sekali misterius pada setiap penderita tanpa memandang status HIV-nya.
Suatu subset khusus untuk palpasi terdiri dari penentuan apakah sebuah benjolan
terletak intrakutan atau subkutan. Jika kulit dapat digeser diatasnya, massa tersebut jelas
terdapat di subkutan, jika kulit ikut bergerak dengan lesi tersebut, massa bisa intrakutan atau
yang kurang mungkin ialah melekat pada kulit.4
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diberikan kepada pasien dengan keluhan Herpes zoster
adalah pemeriksaan tzank smear, DFA, dan biopsy kulit.
1. Tzank smear
Preparat diambil dari dasar vesikel yang masih baru dengan cara kerokan atau
hapusan, kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu Hematoxylin-eosin, Giemsas,
Wrights, Toloidine blue ataupun Papanicolaous. Dengan menggunakan mikroskop cahaya
akan dijumpai multinucleated giant cells atau sel-sel raksasa yang mempunyai inti banyak
dan epitel sel berisi Acidophilic Inclusion Bodies. Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84
%.
2. Direct Fluorescent Assay (DFA)
Preparat diambil dari kerukan dasar vesikel, tetapi apabila sudah berbentuk krusta
pemeriksaan dengan DFA kurang sensitive. Hasil pemeriksaannya cepat dan membutuhkan
mikroskop fluorescence. Dengan tes ini dapat menemukan antigen virus intrasel.
3. Biopsi kulit

Page
4

Hasil pemeriksaan histopatologis, tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi sel


epidermal dan acantholiysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya limfositik di dalam
filtrate.4

Etiologi

Gambar 1. Structure of the varicella-zoster virus particle.


Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus berinti
DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat
biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan
kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas
menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah
infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari
ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in
vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang
pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase
dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.1

Patogenesis dan Gejala Klinis


Infeksi primer dari VVZ ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus mengadakan
replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan
asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang
kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan simptomatik dengan
Page
5

penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu
atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang beredar
didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat
tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus
sehingga terjadi herpes zoster.
Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang
terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit
kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari
sebelum terjadi erupsi.
Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan unilateral.
Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang
dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik.
Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat jam kemudian
terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari
kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap menjadi 2-3 minggu.Keluhan yang
berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya timbul keluhan ringan dan erupsi
cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya
sudah menghilang.
Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%),
kranial (20%), lumbal (15%), dan sakral (5%).5

Working Diagnosis
Herpes Zoster Thoracalis
Herpes zoster disebabkan oleh virus varicella zoster. Sebagai kelanjutan dari serangan varicella,
virus yang tertinggal di bagian dosal dari akar ganglia tetap dorman sampai suatu stimulus
menyebabkan reaktivasi dan menyebabkan herpes zoster. Usia pertengahan dan usia lanjut adalah yang
paling sering terkena, walau kadang-kadang bisa timbul sewaktu kanak-kanak. Keadaan ini lebih sering
terjadi pada orang-orang dengan imuosupresi.
Page
6

Herpes zoster biasanya mengenai suatu dermatom, di mana yang paling sering biasanya pada
bagian dada dan perut. Timbulnya erupsi mungkin di dahului oleh rasa nyeri di daerah dermatom. Lesi
berupa sederetan kelompok vesikel unilateral dengan dasar kulit yang erimatosa. Isi vesikel pada
mulanya jernih, kemudian menjadi keruh. Sesudah beberapa hari vesikel mongering dan membentuk
krusta, dan biasanya erupsi hilang dalam 2 minggu. Pada pasien usia lanjut penyakit ini bisa
berkembang menjadi parah, sehingga perlu waktu yang jauh lebih lama untuk sembuh. Bahkan pada
kasus-kasus yang lebih ringan biasanya meninggalkan jaringan parut.
Keadaan yang paling mengganggu pada herpes zoster adalah adanya rasa nyeri yang persisten
walau lesi sudah hilang (postherpetic neuralgia). Gangguan ini bisa hebat, dan terutama bisa
menimbulkan kesusahan pada orang yang berusia lanjut.6

Differential Diagnosis
A. Dermatitis Contact
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang
menempel pada kulit.
Dikenal dua macam dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis
kontak alergik. Keduanya dapat bersifat akut ataupun kronis.
Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, jadi kerusakan
kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat
diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Penyebab
munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen,
minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam
tergantung pada sifat iritan. Iritan kuat member gejala akut, sedang iritan lemah member gejala
kronis.
Sebaliknya, dermatitis kontak alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami
sensitisasi terhadap suatu allergen. Jumlah penderita dermatitis kontak alergik (DKA) lebih
sedikit, karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif).
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya rendah (<1000
dalton), merupakan allergen yang belum diproses, disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat
Page
7

reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya.
Penderita umumnya mengeluh gatal, kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis dan
lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian
diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Pada yang kronis terlihat kulit kering,
berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin juga fisur, batasnya sulit dibedakan dengan
dermatitis kontak iritan kronis.6
B. Herpes Simplex
Virus herpes simpleks termasuk jenis patogen yang dapat menyesuaikan diri dengan
tubuh host. Ada dua jenis yaitu virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) dan tipe 2 (HSV-2).
Keduanya berkaitan erat tetapi berbeda dalam gambaran epidemiologinya. HSV-1 dikaitkan
dengan penyakit orofacial, sedangkan HSV-2 dikaitkan dengan penyakit genital, namun lokasi
lesi tidak selalu menunjukkan tipe virus.
Virus herpes simplex menyebar melalui kontak tubuh secara langsung dan sebagian
besar dengan kontak seksual. Dalam keadaan tanpa adanya antibodi, kontak dengan partner
seksual yang menderita lesi herpes aktif, sebagian besar akan mengakibatkan penyakit yang
bersifat klinis. Penyebaran tanpa hubungan sexual dapat terjadi melalui autoinokulasi pada
penderita infeksi virus herpes simpleks atau dengan cara lain yang dibuktikan pada kasus herpes
genital pada anak-anak. Penyebaran transplasenta sangat jarang terjadi dan masih belum jelas,
tetapi

diduga

tidak

jauh

berbeda

dengan

penularan

virus

herpes

yang

lain

seperti sitomegalovirus, Epstein-Barr virus dan lain-lain.


Penularan pada bayi dapat terjadi bila janin yang lahir kontak dengan virus pada ibu
yang terinfeksi virus aktif dari jalan lahirnya dan ini merupakan penularan pada neonatal yang
paling sering terjadi. Meskipun demikian kejadian herpes neonatal kecil sekali yaitu 1 : 25 000
kelahiran. Beberapa keadaan yang mempengaruhi terjadinya herpes neonatal adalah banyak
sedikitnya virus, kulit ketuban masih utuh atau tidak, ada atau tidaknya lesi herpes genital, dan
ada atau tidaknya antibodi virus herpes simpleks. Pada ibu hamil dengan infeksi primer dan
belum terbentuk antibodi maka penularan dapat terjadi sampai 50 % sedangkan pada infeksi
rekuren hanya 2,5 5 %. 7,8

Penatalaksanaan
Penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk:
Page
8

1.

Mengatasi infeksi virus akut

2.

Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster

3.

Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik.

1. Non Medica Mentosa


Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan kepada orang
lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi imun. Usahakan agar
vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju yang longgar. Untuk mencegah
infeksi sekunder jaga kebersihan badan.9
2. Medica Mentosa
1. Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir
dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir
dapat diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi
muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 5800 mg/hari selama 7 hari,
sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise
atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi
herpes zoster adalah valasiklovir. Valasiklovir diberikan 31000 mg/hari selama 7 hari,
karena konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai.
Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3200
mg/hari selama 7 hari.
2. Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus herpes
zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah
1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri
muncul.
3. Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus
sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa diberikan ialah prednison
Page
9

dengan dosis 320 mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis
prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat
antivirus.
4. Pengobatan topikal
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan
bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi
sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salap
antibiotik.9

Epidemiologi
Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan
tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan perempuan,
angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini
dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1%
setahun.
Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena varisela
dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela zoster. Setelah sembuh dari
varisela, virus yang ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali
jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah
20 tahun. 10

Komplikasi
1. Neuralgia paska herpetic
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan.
Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini
cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang
bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya.
2. Infeksi sekunder
Page
10

Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya
pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai
komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.
3. Kelainan pada mata
Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis paralitik,
keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.
4. Sindrom Ramsay Hunt
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus, sehingga
memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat
persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.
5. Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus secara
kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul
dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma,
batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.11

Prognosis
Terhadap penyakitnya pada dewasa dan anak-anak umumnya baik, tetapi usia tua risiko
terjadinya komplikasi semakin tinggi, dan secara kosmetika dapat menimbulkan makula
hiperpigmentasi atau sikatrik.9

Kesimpulan
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
Berdasarkan lokasi lesi, herpes zoster dibagi atas: herpes zoster oftalmikus, fasialis, brakialis, torakalis,
lumbalis, dan sakralis. Manifestasi klinis herpes zoster dapat berupa kelompok-kelompok vesikel
sampai bula di atas daerah yang eritematosa. Lesi yang khas bersifat unilateral pada dermatom yang
sesuai

dengan

letak

syaraf
Page
11

yang

terinfeksi

virus.

Diagnosa herpes zoster dapat ditegakkan dengan mudah melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika
diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium sederhana, yaitu tes Tzanck dengan menemukan
sel datia berinti banyak. Pada umumnya penyakit herpes zoster dapat sembuh sendiri (self limiting
disease), tetapi pada beberapa kasus dapat timbul komplikasi. Semakin lanjut usia, semakin tinggi
frekuensi timbulnya komplikasi.

Daftar Pustaka
1.

Widoyono. Penyakit tropis epidemiologi, penularan, pnecegahan & pemberantasannya.


Jakarta: Erlangga; 2008. hal 91-3.

2.

Hull David, Yusna Daulika. Dasar-dasar pediatri. Jakarta: EGC; 2008. Edisi ke-3. Hal 94-5.

3.

Dacre J, Kopleman P. Keterampilan klinis. Jakarta: EGC; 2002. Hal 257-263.

4.

Harper J. Varicella (chicken pox) in: textbook of pediatric dermatology vol 1. Blackwell Science:
2004; 336-9.

5. Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 110-2.
6.

Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000; 92-4.

7.

Ddjuanda Adhi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin . Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007. Edisi ke-5. Hal 39-40.

8.

Boediardja Siti A, Sugito Titi L, Kurbiati Detty D, Elandari. Infeksi kulit pada bayi dan

anak.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005. Hal 17-29.


9.

Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Penyakit Virus. Kapita Selekta


Kedokteran. Edisi Ke-3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 2000, 128-9

10. Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu Penyakit kulit
Surabaya: Airlangga University Press, 2001.

Page
12

dan Kelamin.

11. Mitchell Richard N. Buku saku dasar patologis penyakit robbins & cotran. Jakarta: EGC;
Edisi ke-8. Hal 219..

Page
13

2008.

Anda mungkin juga menyukai