Anda di halaman 1dari 12

Laporan Kasus

HERPES ZOSTER PADA ANAK

dr. Cut Putri Hazlianda

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN USU
MEDAN
2014
DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR ISI .......................................................................................... i

I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
II. LAPORAN KASUS ........................................................................ 3
III. DISKUSI ........................................................................................ ... 5

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 8


HERPES ZOSTER PADA ANAK

dr. Cut Putri Hazlianda, M.Ked(DV), SpDV


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Herpes zoster adalah penyakit neurodermal ditandai dengan nyeri radikuler unilateral serta
erupsi vesikuler berkelompok dengan dasar eritematosa pada daerah kulit yang dipersarafi
oleh saraf kranialis dan spinalis. Herpes zoster pada anak jarang terjadi, biasanya terjadi pada
anak dengan imunosupresi pada kondisi gangguan penurunan imunitas berupa malignansi,
HIV, terapi dengan obat imunosupresif. Gambaran klinis pada herpes zoster anak sama
dengan herpes zoster pada orang dewasa, berupa vesikel berkelompok diatas kulit yang
eritematosa (biasanya unilateral dan distribusi sesuai dengan dermatom) yang kemudian
dapat menjadi pustul, lalu pecah atau mengering menjadi krusta dan sembuh dalam 1-3
minggu. Pengobatan herpes zoster dengan terapi antiviral yaitu asiklovir merupakan lini
pertama dalam pengobatan dan sebaiknya diberikan tidak lebih dari 72 jam sejak timbulnya
lesi. Asiklovir direkomendasikan diberikan 20 mg/kgBB empat kali perhari pada anak-anak
usia >2 tahun selama 5-8 hari atau 2 hari setelah tidak dijumpainya lesi baru.



HERPES ZOSTER PADA ANAK

I. PENDAHULUAN
Herpes zoster adalah penyakit neurodermal ditandai dengan nyeri radikuler unilateral
serta erupsi vesikuler berkelompok dengan dasar eritematosa pada daerah kulit yang
dipersarafi oleh saraf kranialis dan spinalis.1-3 Herpes zoster terjadi karena relaps endogen
atau reaktivasi virus varisela zoster (VVZ), karenanya herpes zoster hanya dapat terjadi pada
orang yang pernah menderita varisela sebelumnya.1-5 Virus ini tidak hilang ataupun tuntas
dari tubuh setelah infeksi primernya dalam bentuk varisela, melainkan dorman pada sel
ganglion dorsalis sistem saraf sensoris yang kemudian pada saat tertentu mengalami
reaktivasi dan bermanifestasi sebagai herpes zoster.1,2,4,5
Herpes zoster pada anak jarang terjadi, dilaporkan insidensinya 0,74 per 1000 pada
kelompok anak usia dibawah 9 tahun dan biasanya terjadi pada anak dengan imunosupresi
pada kondisi gangguan penurunan imunitas berupa malignansi, HIV, terapi dengan obat
imunosupresif.6-8 Adanya insidensi yang tinggi pada herpes zoster anak yang sehat
dimungkinkan karena paparan VVZ intra uterin atau paparan infeksi primer VVZ pada usia
dibawah 1 tahun.4,6-8 Dermatom yang paling sering terkena adalah torakal (50%), trigeminal
(20%), lumbal sakral/servikal (20%).3
Infeksi primer dari VVZ ini pertama kalinya terjadi di nasofaring. Virus bereplikasi
dan di lepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan
asimptomatik. Keadaan ini diikuti oleh masuknya virus ke dalam sistem RES (Retikulo
endothelial sistem), mengadakan replikasi kedua yang sifat viremianya lebih luas dan
simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar
melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten di
dalam neuron. Selama daya tubuh tinggi, reaktivasi dari virus laten ini dapat di netralisir,
tetapi pada saat tertentu dimana daya tubuh menurun terjadilah reaktivasi virus sehingga
terjadi herpes zoster.1,2,9-11
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya dipahami. Secara alami virus mencapai
ganglion sensoris, diduga dengan cara hematogen atau transpor neuronal dan menjadi laten
pada ganglion sensoris. Sifat latensi ini menandakan virus dapat bertahan seumur hidup pada
hospes dan pada suatu saat masuk dalam fase reaktivasi yang mampu sebagai media transmisi
penularan pada seseorang yang rentan.2,11

1

Secara umum, didahului oleh rasa nyeri di sepanjang dermatom yang terlibat selama
48-72 jam.12 Gambaran klinis pada herpes zoster anak sama dengan herpes zoster pada orang
dewasa, berupa vesikel berkelompok di atas kulit yang eritematosa (biasanya unilateral dan
distribusi sesuai dengan dermatom) yang kemudian dapat menjadi pustul, lalu pecah atau
mengering menjadi krusta dan sembuh dalam 1-3 minggu.7,13 Reaksi sistemik berupa demam,
sakit kepala, pembengkakan kelenjar limfe sering muncul bersamaan dengan timbulnya
lesi.6,7,13
Tabel 1. Gambaran klinis herpes zoster pada anak.

Dikutip sesuai kepustakaan no 7.

Diagnosis herpes zoster terutama didasarkan pada gejala klinis.5,10,12 Pemeriksaan


darah rutin menggambarkan hasil dalam batas normal.8 Pemeriksaan Tzanck dapat memberi
gambaran giant cell. Histopatologis atau imunofluoresensi dapat membantu membedakan lesi
kulit yang disebabkan oleh VVZ dengan erupsi vesikuler lainnya kecuali yang disebabkan
oleh virus herpes simpleks.1,8,10,12
Herpes zoster dapat didiagnosis banding dengan impetigo, dermatitis kontak, gigitan
serangga (insect bites).3,5,10
Zoster merupakan erupsi kulit yang dapat sembuh sendiri (self-limited).3,7 Pengobatan
herpes zoster pada anak terdiri atas terapi simptomatis dan terapi antiviral spesifik.4,5
Penanganan simptomatik berupa kompres basah, lotion untuk lesi kering, antihistamin dan
analgetik (yang imunokompeten biasanya tidak memerlukan terapi yang spesifik).3-5
Pengobatan herpes zoster dengan terapi antiviral yaitu asiklovir merupakan lini pertama
dalam pengobatan.7,10 Asiklovir sebaiknya diberikan tidak lebih dari 72 jam sejak timbulnya
lesi pada anak dengan imunokompeten maupun anak dengan imunokompromis dengan tujuan
untuk mempercepat proses penyembuhan, mencegah keparahan, menurunkan waktu durasi
nyeri, meminimalkan resiko infeksi bakterial serta mencegah terjadinya komplikasi.4,6,7
Asiklovir direkomendasikan diberikan 20 mg/kgBB empat kali perhari pada anak-anak usia
>2 tahun selama 5-8 hari atau 2 hari setelah tidak dijumpainya lesi baru.6,10

2

Komplikasi yang paling umum terjadi ialah infeksi sekunder bakteri, depigmentasi
dan skar.12 Neuralgia paska herpetik (NPH) jarang terjadi pada anak.4,8,10 Resiko menderita
NPH akan meningkat sejalan dengan peningkatan usia.4 Pada sebuah studi yang melibatkan
21 orang pasien pediatrik dengan herpes zoster (13 imunokompromis dan 8 imunokompeten)
tidak ditemukan NPH dan hanya 3 pasien pediatrik yang mengalami nyeri ringan dan pruritus
selama eksantema vesikuler.4,8

II. LAPORAN KASUS


Seorang anak perempuan berusia 6 tahun, suku Batak, datang berobat ke Poliklinik
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik, Divisi Dermatologi Anak,
Medan, pada tanggal 9 Juni 2010 dengan keluhan timbulnya gelembung-gelembung berisi air
yang terasa nyeri dan panas pada leher belakang, bahu dan lengan atas kanan sejak + 2 hari
ini. Lima hari yang lalu, pasien mengeluhkan demam ringan dan badan terasa pegal-pegal.
Namun orang tua pasien tidak ada memberikan obat dan hanya mengompres untuk
menurunkan demam ringan. Tiga hari yang lalu, timbul bercak kemerahan yang terasa panas
pada bahu kanan pasien. Dua hari yang lalu, timbul gelembung-gelembung kecil pada bahu
kanan pasien. Orang tua pasien tidak ada mengoleskan obat-obatan pada gelembung tersebut.
Satu hari yang lalu, gelembung-gelembung tersebut bertambah banyak dan semakin meluas
ke leher belakang dan lengan atas. Menurut keterangan ibunya, pasien pernah menderita
cacar air pada saat berusia 1,5 tahun. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum baik, kesadaran
kompos mentis, gizi baik (berat badan 20 kg, tinggi badan 110 cm), frekuensi nadi 82
kali/menit, frekuensi pernafasan 22 kali/menit, suhu 37,3 oC. Tidak terdapat pembesaran
kelenjar getah bening pada aksila dan retroaurikula sinistra dan dekstra. Pemeriksaan status
dermatologis pada regio koli posterior dekstra, skapularis dekstra, klavikularis dekstra dan
antebrakii anterior dekstra dijumpai vesikel dengan dasar eritematosa multipel diskret dan
pustul dengan dasar eritematosa multipel konfluens membentuk gambaran herpertiformis
(gambar 1). Pasien kemudian didiagnosis banding dengan herpes zoster, impetigo bulosa dan
dermatitis kontak iritan. Diagnosis sementara adalah herpes zoster. Kemudian dilakukan
pemeriksaan tes Tzanck terhadap pasien dengan hasil ditemukan adanya sel datia berinti
banyak (gambar 2). Diagnosis kerja dari pasien ini adalah herpes zoster. Pasien selanjutnya
diterapi dengan asiklovir 4x400mg perhari selama 5 hari, parasetamol 3x250 mg/hari dan
kompres NaCl 0,9% 4xsehari selama 15 menit. Pada saat kontrol ulang tanggal 12 Juni 2010,
keluhan gelembung-gelembung berisi cairan sudah tidak ada lagi, meninggalkan keropeng.

3

Nyeri pada daerah lesi sudah minimal. Pada pemeriksaan status dermatologis pada regio koli
posterior dekstra, skapularis dekstra, klavikularis dekstra dan antebrakii anterior dekstra
dijumpai erosi multipel diskret dan krusta multipel konfluens (gambar 3). Terapi asiklovir
4x400mg, parasetamol 3x250mg dan gentamisin krim 2xsehari. Kompres dihentikan. Pada
saat kontrol ulang tanggal 22 Juni 2010, keluhan dijumpai bercak keputihan. Nyeri pada
daerah bekas lesi tidak dirasakan lagi oleh pasien. Pada pemeriksaan status dermatologis pada
regio koli posterior dekstra, skapularis dekstra, klavikularis dekstra dan antebrakii anterior
dekstra dijumpai makula hipopigmentasi, berbatas tegas, multipel diskret (gambar 4). Terapi
dihentikan. Prognosis pada pasien ini quo ad vitam ad bonam, quo ad functionam ad bonam
dan quo ad sanationam ad bonam.
Gambar 1. Foto pasien saat pertama datang.

a b

Keterangan gambar: 1(a) Pada regio klavikularis dekstra & antebrakii anterior dekstra tampak vesikel dengan dasar eritematosa multipel
diskret dan pustul dengan dasar eritematosa multipel konfluens membentuk gambaran herpertiformis (b) Pada regio koli posterior dekstra &
skapularis dekstra tampak vesikel dengan dasar eritematosa multipel diskret dan pustul dengan dasar eritematosa multipel konfluens
membentuk gambaran herpertiformis.

Gambar 2. Gambar hasil tes Tzanck.

Keterangan gambar: 2 Gambar sel datia berinti banyak pada pemeriksaan Tzanck.

Gambar 3. Foto pasien saat kontrol 12 Juni 2010.

a b
Keterangan gambar: 3(a) Pada regio klavikularis dekstra dan antebrakii anterior dekstra dijumpai erosi multipel diskter dan krusta multipel
konfluens (b) Pada regio koli posterior dekstra dan skapularis dekstra dijumpai erosi multipel diskret dan krusta multipel konfluens. 4

Gambar 4. Foto pasien saat kontrol 22 Juni 2010.

a b
Keterangan gambar: 4 (a) Pada regio klavikularis dekstra dan antebrakii anterior dekstra dijumpai makula hipopigmentasi, berbatas
tegas, multipel diskret (b) Pada regio koli posterior dekstra dan skapularis dekstra dijumpai makula hipopigmentasi, berbatas tegas,
multipel diskret.

III. DISKUSI
Diagnosis herpes zoster pada kasus ini ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
dermatologis dan pemeriksaan penunjang yaitu tes Tzanck.1,5,8,10,12
Berdasarkan anamnesis, pasien adalah seorang anak perempuan berusia 6 tahun yang
datang dengan keluhan timbulnya gelembung-gelembung berisi air yang terasa nyeri dan
panas pada leher belakang, bahu dan lengan atas kanan sejak + 2 hari ini. Lima hari
sebelumnya pasien mengeluhkan demam ringan dan badan terasa pegal-pegal. Orang tua
pasien tidak ada mengoleskan obat-obatan pada gelembung tersebut. Menurut keterangan
ibunya, pasien pernah menderita cacar air pada saat berusia 1,5 tahun. Menurut kepustakaan
menyatakan bahwa meskipun jarang, namun herpes zoster dapat terjadi pada anak-anak.6-8
Herpes zoster pada anak-anak biasanya disertai dengan gejala prodromal yang lebih ringan
dan perjalanan penyakit yang lebih singkat.7 Infeksi varisela pada tahun pertama kehidupan
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya herpes zoster pada populasi anak sehat.6-8
Berdasarkan pemeriksaan status dermatologis pada regio koli posterior dekstra,
skapularis dekstra, klavikularis dekstra dan antebrakii anterior dekstra dijumpai vesikel
dengan dasar eritematosa multipel diskret dan pustul dengan dasar eritematosa multipel
konfluens membentuk gambaran herpertiformis. Secara umum gambaran klinis herpes zoster
yang terjadi pada anak-anak sama dengan dewasa yaitu berupa vesikel berkelompok diatas
kulit yang eritematosa (biasanya unilateral dan distribusi sesuai dengan dermatom) yang
kemudian dapat menjadi pustul, lalu pecah atau mengering menjadi krusta dan sembuh dalam
1-3 minggu.7,8
Gambaran klinis herpes zoster cukup khas sehingga diagnosis secara klinis biasanya
cukup akurat. Meskipun demikian, lokasi atau gambaran lesi kulit dapat atipikal sehingga
memerlukan konfirmasi dengan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan dengan
imunofluorosensi dan histopatologis dapat membantu membedakan lesi kulit yang
5

disebabkan oleh VVZ dengan erupsi vesikular lainnya. Pada pemeriksaan Tzanck dari herpes
zoster ditemukan adanya sel datia berinti banyak.1,5 Pada pemeriksaan Tzanck dari pasien ini
dijumpai sel datia berinti banyak.
Diagnosis banding pada pasien ini impetigo dan dermatitis kontak iritan. Diagnosis
impetigo bulosa dapat disingkirkan karena secara klinis impetigo ditandai dengan vesikel
atau bula purulen yang mudah ruptur yang selanjutnya menjadi collarette. Lesi umumnya
berlokasi di daerah leher, aksila dan wajah, tidak terdistribusi sesuai dengan dermatom.
Diagnosis banding dermatitis kontak iritan dapat disingkirkan oleh karena pada penyakit ini
biasanya tidak diawali dengan gejala prodromal dan tidak dijumpai sel datia berinti banyak
pada pemeriksaan Tzanck.1
Pengobatan herpes zoster bertujuan untuk mempercepat proses penyembuhan,
membatasi derajat keparahan penyakit dan durasi nyeri akut maupun kronis, serta
menurunkan terjadinya komplikasi.4,6,7
Sampai saat ini belum terdapat konsensus mengenai pengunaan obat-obatan antiviral
dalam pengobatan herpes zoster pada anak. Secara umum, pemberian antiviral diindikasikan
untuk herpes zoster yang terjadi pada anak-anak imunokompromis. Sebelumnya, pada anak-
anak yang sehat, dimana perjalanan penyakit herpes zoster umumnya jarang menimbulkan
komplikasi maka antiviral tidak secara rutin diberikan kecuali pada kasus herpes zoster yang
melibatkan cabang pertama dari nervus trigeminal.7 Namun beberapa studi terakhir
menunjukkan peningkatan terjadinya komplikasi herpes zoster pada populasi anak yang sehat
(imunokompeten) berupa meningitis, herpes zoster generalisata dan paralisis pada wajah.14
Hal ini menunjukkan bahwa herpes zoster yang terjadi pada populasi anak yang sehat tidak
selamanya bersifat ringan. Oleh sebab itu pemberian asiklovir secara dini tetap
direkomendasikan pada penderita herpes zoster anak yang imunokompeten untuk
menurunkan angka morbiditas dan mempercepat proses penyembuhan.6,7,13,14
Pada pasien ini diberikan asikolovir 4x400mg selama 5 hari. Meskipun saat ini
tersedia berbagai obat-obatan antiviral, asiklovir merupakan terapi lini pertama untuk
pengobatan herpes zoster pada anak yang disetujui penggunaannya oleh Food and Drug
Administration (FDA).7,10 Asiklovir merupakan analog nukleosida yang secara selektif
berikatan dengan sel-sel yang terinfeksi oleh virus kemudian akan berubah menjadi bentuk
aktif trifosfat yang nantinya akan menghambat aktivitas DNA polimerase virus. Oleh karena
kerjanya yang terbatas pada sel-sel yang terinfeksi maka toksisitasnya terhadap pejamu

6

sangat minimal.7 Untuk pengobatan herpes zoster pada anak yang berusia diatas 2 tahun,
asiklovir oral diberikan dengan dosis 4 x 20 mg/kg berat badan/hari selama 5-7 hari.10
Prognosis pada pasien ini cukup baik oleh karena herpes zoster yang terjadi pada anak
yang sehat umumnya ringan dan jarang menimbulkan terjadinya komplikasi serta rekurensi.6

7

Daftar Pustaka

1. Straus SE, Oxman MN, Schmader KE. Varicella and Herpes Zoster. Dalam: Wolff K,
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DC, editor. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill; 2008. h. 1885-
98.
2. Oxman MN. Heerpes Zoster Pthogenesis and Cell-Mediated Immunity and
Immunosenescence. J Am Osteopath Assoc. 2009;109(suppl 2):S13-S17
3. Kane KSM, Lio PA, Stretigo AJ, Jhonson RA. Cutaneus viral infection. Dalam: Color
Atlas & Synopsis dermatology. Bab ke-3. Edisi ke-2. New York: McGraw-Hill; 2009. h.
416-20.
4. Paller AS, Mancini AJ, Viral disease of the skin. Dalam : Hurwits Clinical pediatric
dermatology. Bab ke-15. Edinburg-London. Elsevier Saunders;2011 h.348-580
5. Gross g, Schofer H, Wassilew S, Friese K, et all. Herpes zoster quildeline of German
Dermatology Society (DDG). Journal of Clinical Virology 26 (2003); 277-289
6. Kakourou T, Theodoridou M, Mostrou G, et al. Herpes zoster in children. J Am Acad
Dermatol. 1998;39: 207-210.
7. Smith CG, Glaser DA. Herpes Zoster in Childhood: Case Report and Review of the
Literature. Ped Dermatol. 1996;13(3):226-9.
8. Papadopoulos JA, Birnkrant PA, Schwartz AR, Janniger CK. Childhood herpes zoster.
Pediatric dermatology. 2001; 68: 21-23.
9. Guido M, Tinelli A, Donno AD, Quattrocchi M, Malvasi A. Susceptibility to varicella-
Zoster among pregnant women in the province of Lecce, Italy.Journal of Clinical
Virology 53 (2012) 72-76.
10. Kurlan JG, Connelly BL, Lucky AW. Herpes zoster in the first year of life following
postnatal exposure to varicella zoster virus. Four case reports and a review of infantile
herpes zoster. Arch dermatol. 2004; 140: 1268-1272.
11. Snoeck R, Andrei G, DeClercg E. Current Pharmacological Approaches to the therapy of
varicella zoster virus infections. Drugs 1999; 57 (2): 187-206

8

12. Leung AKC, Robson WLM, Leong AG. Herpes Zoster in Childhood. J Pediatr Health
Care 2006;20:300-3.
13. Nikkels AF, Tassaoudji NN, Pierard GE. Revisiting childhood herpes zoster. Pediatric
dermatology. 2004; 21: 18-23.
14. Takayama N, Yamada H, Kaku H, et al. Herpes zoster in immunocompsetent and
immunocompromised Japanese children. Pediatr Int. 2000;42:275-279.

Anda mungkin juga menyukai