Panduan Praktikum Petrografi 2016) O
Panduan Praktikum Petrografi 2016) O
Bismillaahirrohmaanirrohiim,
Puji dan syukur atas karunia dan Rahmat Allah Subhanallahu Wa Taala atas selesainya
buku panduan praktikum petrografi ini, yang dibuat untuk membantu kelancaran praktikum
mahasiswa STTNAS.
Praktikum petrografi merupakan kelanjutan dari praktikum mata kuliah terkait yaitu
mineral optik dan petrologi, yang diharapkan para praktikan petrografi telah menguasainya.
Buku Panduan ini berisi 12 acara praktikum, yang akan dijabarkan dalam buku ini. Setiap
acara akan dilaksanakan dalam satu kali pertemuan, dengan durasi sekitar 100 menit. Acara 10
dan 11 merupakan acara studi kasus, dan acara 12 adalah responsi.
Target total sampel yang dianalisa oleh praktikan adalah 16 sampel batuan, dan 1 conto
studi kasus serta 1 laporan akhir.
Buku panduan ini, tentunya masih banyak kekurangan dan perlu revisi, maka masih perlu
masukan ide bagi pihak-pihak yang menemukan kesalahan atau ada ide baru mengenai hal terkait
praktikum.
DAFTAR ISI
ACARA 2
ACARA 3
ACARA 4
ACARA 5
ACARA 6
ACARA 7
ACARA 8
ACARA 9
RESPONSI ........................................................................................................... 52
ii | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
[1].
[2].
[3].
Analisa jenis tekstur dan reaksi mineral dalam batuan beku dan gunungapi
[4].
[5].
[6].
[7].
[8].
[9].
iii | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
ACARA 1
PROSEDUR IDENTIFIKASI MINERAL DAN BATUAN
: 10 menit
: 20 menit
: 10 menit
Pengamatan sayatan
: 50 menit
ACARA 2
PETROGRAFI KUALITATIF DAN KUANTITATIF
2.1. Objektif praktikum
Mahasiswa diharapkan mengetahui dan memahami konsep petrografi, dan perhitungan
volumetric (% vol.) dalam pengamatan petrografi baik secara kualitatif ataupun kuantitatif
Materi ini merupakan dasar dalam pengamatan petrografi, setiap jenis sayatan tipis. Volume
komposisi objek dalam sayatan tipis harus dapat diidentifikasi secara tepat karena sangat
berpengaruh terhadap penamaan dan petrogenesa nantinya.
2.2. Durasi praktikum
Praktikum dilaksanakan dalam 100 menit, yang terbagi menjadi :
pembukaan (presensi)
: 10 menit
: 10 menit
: 10 menit
Pengamatan sayatan
: 60 menit
Gambar 2.1. Bentuk hubungan distribusi spasial antara butir atau kristal (Higgins,
2006)
Gambar 2.2. Metode pembatasan pengamatan pada sayatan tipis, (a). membatasi
medan pengamatan berdasarkan kesempurnaan bentuk butir atau kristal, (b).
membuat kotak, atau batasan simetri sebagai medan pengamatan (Higgins, 2006).
C. Modal Analysis
Penentuan proporsi volumetrik mineral atau butiran yang menyusun batuan atau disebut
komposisi modal, dapat dilakukan dengan berbagai teknik, tergantung dari presisi dan
akurasi yang diinginkan. Beberapa teknik yang digunakan yaitu :
1. Teknik paling cepat dan cenderung akurat adalah dengan estimasi visual yang dapat
digunakan pada conto setangan ataupun sayatan tipis.
2. Teknik lainnya adalah dengan menaruh grid pada sayatan tipis serta dengan teknik
point counting secara elektronik.
3. Analisis gambar pada perangkat elektronik
Penentuan volumetrik hanya berdasarkan satu sisi permukaan sayatan sehingga akan
terdapat masalah pada mineral pipih seperti biotit, maka itu perlu diperhatikan posisi
sayatan dari conto yang ada.
Teknik penyamaan visual (Kualitatif)
Cara perhitungan dengan teknik ini adalah dengan menyamakan secara visual sebaran dan
bentuk mineral (biasanya fenokris atau fragmen), dengan standar yang telah dibuat oleh
Terry & Chillingar, dalam Best, 2006). Lihat gambar 2.3.
5. Lakukan perhitungan
Perhitungan point Counting, dilakukan dengan menentukan nama mineral atau
material di sayatan yang terkena titik, dimana pengamatan harus dilakukan secara
objektif. Mineral yang ditulis dalam perhitungan harus terkena titik grid yang telah
dibuat. Perhitungan dapat dilakukan secara manual dengan analisis gambar/foto atau
dengan bantuan program secara otomatis.
Gambar
2.4.
Skema
penentuan
perhitungan point counting pada batuan
(http://www.desert.com/petroweb)
ACARA 3
ANALISA JENIS TEKSTUR DAN REAKSI MINERAL
DALAM BATUAN BEKU DAN GUNUNGAPI
3.1. Objektif praktikum
Mahasiswa diharapkan mengetahui dan memahami jenis tekstur sebagai hasil reaksi mineral pada
kondisi tertentu, yang digunakan untuk mengetahui genesa terjadinya.
Materi berisikan beberapa jenis tekstur yang umum terdapat pada batuan beku dan gunungapi,
disertai pendekatan untuk petrogenesanya
3.2. Durasi praktikum
Praktikum dilaksanakan dalam 100 menit, yang terbagi menjadi :
pembukaan (presensi)
: 10 menit
: 10 menit
: 10 menit
Pengamatan sayatan
: 60 menit
6) Le Maitre, R., W., International Union of Geological Sciences, 2002, Igneous Rocks A
Classification and Glossary of Terms, Cambridge University Press 252 p
a. Afanitik
Dikatakan afanitik apabila ukuran butir individu kristal sangat halus, sehingga tidak dapat
dibedakan dengan mata telanjang
b. Fanerik
Kristal individu yang termasuk kristal fanerik dapat dibedakan menjadi ukuran-ukuran :
- Halus, ukuran diameter rata-rata kristal individu < 1 mm
- Sedang, ukuran diameter kristal 1 mm 5 mm
- Kasar, ukuran diameter kristal 5 mm 30 mm
- Sangat kasar, ukuran diameter kristal > 30 mm
3. Kemas
Kemas meliputi bentuk butir dan susunan hubungan kristal dalam suatu batuan.
a. Bentuk kristal
Ditinjau dari pandangan dua dimensi, dikenal tiga macam :
- Euhedral, apabila bentuk kristal dan butiran mineral mempunyai bidang kristal yang
sempurna, dibatasi oleh bidang kristal mineral tersebut.
- Subhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang kristal
yang sempurna (bidang kristal mineral tersebut)
- Anhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang kristal
yang tidak sempurna, dan dibatasi oleh bidang kristal mineral lainnya.
Secara tiga dimensi dikenal :
- Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang.
- Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi lain.
- Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur.
b. Relasi
Merupakan hubungan antara kristal satu dengan yang lain dalam suatu batuan dari ukuran
dikenal :
1)
Granularitas atau Equiqranular, apabila mineral mempunyai ukuran butir yang relatif
dimungkinkan mengingat ruangan yang tersedia masih sangat luas sehingga mineral-mineral
tersebut sampai membentuk kristal secara sempurna.
Hipiodiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineralnya berukuran relatif seragam dan
subhedral. Bentuk butiran penyusun subhedral atau kurang sempurna yang merupakan penciri
bahwa pada saat mineral terbentuk, maka rongga atau ruangan yang tersedia sudah tidak
memadai untuk memadai untuk dapat membentuk kristal secara sempurna.
Allotiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineralnya berukuran relatif seragam dan
anhedral. Bentuk anhedral atau tidak beraturan sama sekali merupakan pertanda bahwa pada saat
mineral-mineral penyusun ini terbentuk hanya dapat mengisi rongga yang tersedia saja. Sehingga
dapat ditafsirkan bahwa mineral-mineral anhedral tersebut terbentuk paling akhir dari rangkaian
proses pembentukan batuan beku.
2) Inequigranular, apabila mineralnya mempunyai ukuran butir tidak sama , antara lain terdiri
dari :
Porfiritik , adalah tekstur batuan beku dimana kristal besar (fenokris) tertanam dalam masa
dasar kristal yang lebih halus.
Vitrovirik , apabila fenokris tertanam dalam masa dasar berupa gelas.
3.5. Tekstur khusus batuan beku dan piroklastik
Tekstur dalam batuan beku dan piroklastik, memiliki beragam jenis yang terbentuk oleh kondisi
berbeda-beda dan asoisasi mineral yang berbeda juga. Hal inilah yang menjadikan pengamatan
tekstur pada batuan beku menjadi penting, untuk kegunaan lebih lanjut.
Tekstur tekstur khusus batuan beku dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan lampiran 1, dan untuk
batuan piroklastik dapat dilihat pada tabel 2.2
Tabel 2.1. Beberapa jenis tekstur batuan beku, pada jenis vulkanik dan plutonik
Mikrolitik
Sferulitik
Vitrofirik
Intersertal
intergranular
Felty
Pilotaksitik
Trasitik
Vulkanik
Subofitik
Ofitik
Diktitaksitik
Glomeroporfiritik
Piroklastik
Seriate
Spinifex
Plutonik
Poikilitk
Adkumulat
Grafik
Simplektik
Ofitik
Mirmekitik
Subofitik
Seriate
Diabasik
Trasitoidal
Ortokumulat
granofirik
Mesokumulat
Lain - lain
Zoning
Korona
Kelphytic rim
Rapikivi
Epitaksial
12 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
ACARA 4
ANALISA PETROGRAFI DAN PETROGENESA
BATUAN BEKU DAN GUNUNG API
4.1. Objektif praktikum
Mahasiswa diharapkan mengetahui dan memahami klasifikasi batuan beku dan piroklastik, sesuai
standar internasional.
Materi berisikan pengenalan klasifikasi dan tata cara penamaan batuan beku, dan menentukan
petrogenesa sederhana dari batuan yang ada.
4.2. Durasi praktikum
Praktikum dilaksanakan dalam 100 menit, yang terbagi menjadi :
pembukaan (presensi)
: 10 menit
: 10 menit
: 10 menit
Pengamatan sayatan
: 60 menit
13 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
14 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
Gambar 4.1. Kategori pembagian parameter batuan beku, (a) parameter tekstur
ukuran butir/ kristal, (b) parameter warna atau tingkat kecerahan batuan, (c)
klasifikasi keasaman batuan beku berdasarkan kandungan SiO2 (Gill, 2010)
2. Jika M lebih besar atau sama dengan 90%, maka batuan diklasifikasikan seagai
Ultramafik (Gambar 4.3)
3. Untuk Gabbro dan Diorit, dibedakan berdasarkan indeks M. Gabro mempunyai nilai M
>35%. (lihat kembali Gambar 4.1)
Gambar 4.2. Klasifikasi QAPF untuk batuan plutonik (Streckeisen, 1976 dalam
Le Maitre, 2006). Q = kuarsa, A = Alkali feldspar, P = Plagioklas, F =
Felsdpatoid.
16 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
17 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
Gambar 4.4. Klasifikasi QAPF untuk batuan vulkanik (Streckeisen, 1976 dalam
Le Maitre, 2006). Q = kuarsa, A = Alkali feldspar, P = Plagioklas, F =
Felsdpatoid.
18 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
Gambar 4.4. Pembagian genetik jenis batuan vulkaniklastik (Mc Phie, 1993).
Ukuran fragmen batuan gunung api terbagi menjadi Bomb dan blok (>64mm), Lapili (2
64mm), dan butiran abu (< 2mm).
Penamaan batuan piroklastik, menggunakan klasifikasi Fisher (1996) sebagaimana gambar 4.5,
19 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
20 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
Penamaan petrografi :
a. Membagi berdasarkan kehadiran material penyusun : gelas, kristal mineral, dan
batuan (lihat kembali Gambar 4.5).
b. Menambahkan penamaan dengan tambahan tekstur tekstur khusus pada batuan:
welded, alteration, diagenesa.
c. Menambahkan penamaan dengan tambahan sifat batuan, seperti : andesitik,
dasitik, riolitik, atau basaltik. Hal ini didasarkan kehadiran mineralogi atau litik
yang dominan. Dan juga berdasarkan kecerahan atau kimia batuan.
21 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
ACARA 5
ANALISA JENIS TEKSTUR DAN REAKSI MINERAL
DALAM BATUAN METAMORF
5.1. Objektif praktikum
Mahasiswa diharapkan mengetahui dan memahami jenis tekstur sebagai hasil reaksi mineral pada
kondisi tertentu, yang digunakan untuk mengetahui genesa terjadinya.
Materi berisikan beberapa jenis tekstur yang umum terdapat pada batuan beku dan gunungapi,
disertai pendekatan untuk petrogenesanya
5.2. Durasi praktikum
Praktikum dilaksanakan dalam 100 menit, yang terbagi menjadi :
pembukaan (presensi)
: 10 menit
: 10 menit
: 10 menit
Pengamatan sayatan
: 60 menit
22 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
proses batuan beku. Proses metamorfik mengubah komposisi dari protolit, dengan penambahan
panas yang diikuti pelepasan volatil (H2O, CO2, dll) yang membentuk mineral hidrous (lempung,
mika, amfibol), karbonat, dan mineral lainnya.
Proses metamorfik umumnya terjadi isokimia (isochemical), yang terjadi pada batuan
bebas volatile sperti batukalsit menjadi marmer. Pada proses lainya terjadi allochemical
metamorphism (metasomatism), yaiu proses perubahan komposisi kation seperti penurunan
alkali (Na,K) dari gneiss menuju amfibolit.
metamorfik
pada
dasarnya
merupakan
gabungan
reaksi
kimia
dan
termodinamika yang terjadi pada mineral dan batuan. Proses metamorfisme adalah gabungan
antara perubahan suhu, tekanan, dan waktu.
Reaksi metamorfik terbagi menjadi
1. Equilibrium (Contoh gambar 5.2): dan
2. Disequillibrium (structural/textural disequllibrium, chemical disequillibrium).
24 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
Gambar 5.2. Diagram tekanan temperatur kesetimbangan jadeit dan albit. Albit kuarsa yang
terletak di kedalaman dengan Th : 1.25 GPa, 550C dengan penambahan temperature dan tekanan
mencapai berada diatas garis kesetimbangan reaksi (G=0) menjadi Jadeit Kuarsa, dengan
energy perhitungan Galbit-kuarsa = Ga+Gk, Gjade-kuarsa = Gjd + 2Gk, yang disimpulkan
menjadi reaksi A ke B: 1 NaAlSi2O6 (Jadeit) + 1 SiO2 (Kuarsa) = 1 NaAlSi3O8 (Albit)
5.9. Reaksi kimia dalam metamorfisme
Reaksi utama dalam metamorfisme adalah reaksi kimia, yang terbentuk pada dua jenis reaksi
yaitu
1. Fase Padat (Solid Phase)
Biasa disebut solid-solid reactions, yang bisa sebagai transisi dan reaksi polimorfik.
Atau dengan transfer komponen oleh mineral reaktan, membentuk kumpulan mineral baru
25 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
(i)
(ii)
(iii)
6 Fe2O3 = 4 Fe3O4 + O2
(iv)
(v)
(vi)
(vii)
26 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
ACARA 6
ANALISA PETROGRAFI DAN PETROGENESA BATUAN METAMORF
6.1. Objektif praktikum
Mahasiswa diharapkan mengetahui dan memahami jenis klasifikasi batuan metamorf dengan
melihat tekstur dan struktur sebagai hasil reaksi mineral pada kondisi tertentu, yang digunakan
untuk mengetahui genesa terjadinya.
Materi berisikan beberapa jenis tekstur dan struktur, serta mineral indeks yang umum terdapat
pada batuan metamorf, disertai pendekatan untuk petrogenesanya
6.2. Durasi praktikum
Praktikum dilaksanakan dalam 100 menit, yang terbagi menjadi :
pembukaan (presensi)
: 10 menit
: 10 menit
: 10 menit
Pengamatan sayatan
: 60 menit
28 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
29 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
Penamaan menggunakan : nama utama (root name) kemudian diberi prefix (awalan
dalam bahasa inggris) atau akhiran (dalam bahasa Indonesia).
1) dengan fasies metamorfisme (lihat subbab 6.8.2) seperti amfibolit-garnet berlapis
pembawa-epidot (banded epidote-bearing garnet-amfibolit)
2) atau berdasarkan strukturnya, seperti gneiss atau gneiss garnet-hornblenda leukrokratik
terlipatkan (folded leucocratic garnet-hornblende gneiss).
6.7.1. Nama berdasarkan struktur metamorfik
a) Gneiss. A metamorphic rock displaying a gneissose structure. The term gneiss may also be
applied to rocks displaying a dominant linear fabric rather than a gneissose structure, in which
case the term lineated gneiss may be used. This term gneiss is almost exclusively used for rocks
containing abundant feldspar (=quartz), but may also be used in exceptional cases for other
compositions (e.g. feldspar-free cordierite-anthophyllite gneiss). Examples: garnet-biotite gneiss,
granitic gneiss, ortho-gneiss, migmatitic gneiss, banded gneiss, garnet-hornblende gneiss, malic
gneiss.
b) Schist. A metamorphic rock displaying on the hand-specimen scale a pervasive, well-developed
schistosity defined by the preferred orientation of abundant inequant mineral grains. For
phyllosilicate-rich rocks the term schist is usually reserved for medium- to coarse-grained
varieties, whilst finer-grained rocks are termed slates or phyllites. The term schist may also be
used for rocks displaying a strong linear fabric rather than a schistose structure. Examples:
epidote-bearing actinolite-chlorite schist (=greenschist), garnet-biotite schist, micaschist,
calcareous micaschist, antigorite schist (=serpentinite), talc-kyanite schist (=whiteschist).
c) Phyllite. A fine-grained rock of low metamorphic grade displaying a perfect penetrative
schistosity resulting from parallel arrangement of phyllosilicates. Foliation surfaces commonly
show a lustrous sheen.
d) Slate. A very tine-grained rock of low metamorphic grade displaying slaty cleavage .
e) Granofels. A metamorphic rock lacking schistosity, gneissose structure, and mineral lineations.
30 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
31 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
Eclogite. A plagioclase-free mafic rock mainly composed of omphacite and garnet, both of which
are modally adundant.
Eclogitic rock. Rocks of any composition containing diagnostic mineral assemblages of the
eclogite facies (e.g. jadeite-kyanite-talc granofels).
Marble. A metamorphic rock mainly composed of calcite and/or dolomite (e.g. dolomitic marble).
Calc-silicate rock. Metamorphic rock which, besides 0-50% carbonates, is mainly composed of
Ca-silicates such as epidote, zoisite, vesuvianite, diopside- hedenbergite, Ca-garnet (grossularandradite), wollastonite, anorthite, scapolite, Ca-amphibole.
Skarn. A metasomatic Ca-Fe-Mg-(Mn)-silicate rock often with sequences of compositional zones
and bands, formed by the interaction of a carbonate and a silicate system in mutual contact.
Typical skarn minerals include, wollastonite, diopside, grossular, zoisite, anorthite, scapolite,
margarite (Ca skarns); heden- bergite, andradite, ilvaite (Ca-Fe skarns); forsterite, humites, spinel,
phlogopite, clintonite, fassaite (Mg skarns); rhodonite, tephroite, piemontite (Mn skarns).
Blackball. A chlorite- or biotite-rich rock developed by metasomatic reaction between
serpentinised ultramafic rocks and mafic rocks or quartzo-feldspathic rocks, respectively.
Rodingite. Calc-silicate rock, poor in alkalis and generally poor in carbonates, generated by
metasomatic alteration of mafic igneous rocks enclosed in serpen- tinized ultramafic rocks. The
process of rodingitization is associated with oceanic metamorphism (serpentinization of peridotite,
rodingitization of enclosed basic igneous rocks such as gabbroic/basaltic dykes). Metarodingite is
a prograde metamorphic equivalent of rodingite produced by oceanic metamorphism.
Quartzite or metachert. A metamorphic rock containing more than about 80% quartz.
Serpentinite. An ultramafic rock composed mainly of minerals of the serpentine group (antigorite,
chrysotile, lizardite), e.g. diopside-forsterite-antigorite schist.
Hornfels. Is a non-schistose very fine-grained rock mainly composed of silicate oxide minerals
that shows substantial recrystallization due to contact metamorphism. Hornfelses often retain
some features inherited from the original rock such as graded bedding and cross-bedding in
hornfelses of sedimentary origin.
Migmatite. Composite silicate rock, pervasively heterogeneous on a meso- to megascopic scale,
found in medium- to high-grade metamorphic terrains (characteristic rocks for the middle and
lower continental crust). Migmatites are composed of dark (mafic) parts (melanosome) and light
(felsic) parts (leuco- some) in complex structural association. The felsic parts fonned by
crystallization of locally derived partial melts or by metamorphic segregation, the mafic parts
represent residues of the inferred partial melting process or are fonned by metamorphic
segregation. Parts of the felsic phases may represent intruded granitic magma from a more distant
source.
Restite. Remnant of a rock, chemically depleted in some elements relative to its protolith. The
depletion is the result of partial melting of that rock, e.g. emery rock.
32 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
33 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
34 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
Gambar 6.2. (atas, a-c). Bentuk Kristal pada batuan metamorfik, contoh bentuk porfiroblast. (a)
euhedra porfiroblast garnet spessartin, (b) Subhedra, profiroblas garnet almandin. (c) anhedra
porfiroblast garnet diantara matriks biotit- kuarsa. (bawah, d-f) beberapa bentuk mineral, (d)
skeletal, (e) acicular, (f) roded dan acicular.
Fascicullar
Granuloblastik
Decussate
35 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
ACARA 7
ANALISA JENIS TEKSTUR DAN REAKSI MINERAL
DALAM BATUAN SEDIMEN
7.1. Objektif praktikum
Mahasiswa diharapkan mengetahui dan memahami jenis tekstur sebagai genesa mineral pada
kondisi tertentu, yang digunakan untuk mengetahui genesa terjadinya.
Materi berisikan beberapa jenis tekstur yang umum terdapat pada batuan sedimen disertai
pendekatan untuk petrogenesanya
7.2. Durasi praktikum
Praktikum dilaksanakan dalam 100 menit, yang terbagi menjadi :
pembukaan (presensi)
: 10 menit
: 10 menit
: 10 menit
Pengamatan sayatan
: 60 menit
36 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
Gambar 7.1. Diagram proses sedimentasi utama dan golongan batuan sedimen
yang dihasilkan (Koesoemadinata, 1981)
37 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
38 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
Gambar 7.1. Pembanding untuk sortasi ukuran butir pada batuan sedimen
Untuk mengetahui fisika massa (geoteknik) dari lantai samudera seperti teradinya
slumping, sliding, dan lainnya.
39 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
Gambar 7.2. Gambar butiran untuk menentukan roundness dari partikel sedimen (Powers, 1953
dalam Boggs, 2009).
Gambar 7.3. Klasifikasi kematangan tekstur menurut Folk (1951) dalam Boggs, 2009.
40 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
7.5.4. Fabric
Fabric merupakan kareakter tekstur yang menggambarkan karakter kumpulan partikel,
yang terdiri dari dua sifat yaitu : kemas (grain packing) dan orientasi butir (grain orientation).
Kemas merupakan fungsi dari ukuran dan bentuk butiran dan kondisi fisik setelah
pengendapan, dan proses kimiawi yang terjadi saat diagenesa.
Orientasi butir utamanya merupakan fungsi dari proses fisika dan kondisi yang
mempengaruhi selama waktu pengendapan.
41 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
42 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
43 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
44 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
ACARA 8
ANALISA PETROGRAFI DAN PETROGENESA BATUAN SEDIMEN
8.1. Objektif praktikum
Mahasiswa diharapkan mengetahui dan memahami jenis klasifikasi batuan sedimen dengan
melihat komposisi, tekstur dan struktur sebagai hasil proses sedimentasi pada kondisi tertentu,
yang digunakan untuk mengetahui genesa terjadinya.
Materi berisikan beberapa jenis klasifikasi batuan silisiklastika dan karbonat disertai pendekatan
untuk petrogenesanya
8.2. Durasi praktikum
Praktikum dilaksanakan dalam 100 menit, yang terbagi menjadi :
pembukaan (presensi)
: 10 menit
: 10 menit
: 10 menit
Pengamatan sayatan
: 60 menit
: 10 menit
45 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
Gambar 8.1
46 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
Gambar 8.2
47 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
Gambar 8.3. Parameter perhitungan persentase butiran (grain) secara visual untuk
batuan karbonat.
48 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
Klasifikasi batuan karbonat telah banyak dibuat, namun secara umum hanya dua
klasifikasi yang terpakai secara luas yaitu Folk (1959/62) dan Dunham (1962) dengan berbagai
variasi dan modifikasi sampai saat ini. Klasifikasi ini berdasarkan 3 hal mendasar yaitu : butiran
(fragmen), matriks atau lumpur karbonat, dan pori (terbuka atau terisi sparit, lihat
Gambar 8.4). Folks menggunakan parameter butiran dan matriks, sedangkan Dunham (+ Embry
& Klovan) menggunakan parameter kecenderungan fabrik antara lumpur dan butiran.
Dalam
praktikum kali ini, digunakan penamaan klasifikasi menurut Folk (1962), pada Gambar 8.5.
Gambar 8.4. Tipe tipe bentuk porositas oleh Choquette & Pray (1970)
49 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
50 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
ACARA 9
ANALISA PETROGRAFI BATUAN ALTERASI
9.1. Objektif praktikum
Mahasiswa diharapkan mengetahui dan memahami jenis-jenis mineral alterasi, baik tekstur dan
diagenesa.
Materi berisikan deskripsi batuan alterasi, baik ubahan karena diagenesa maupun akibat
hidrotermal
9.2. Durasi praktikum
Praktikum dilaksanakan dalam 100 menit, yang terbagi menjadi :
pembukaan (presensi)
: 10 menit
: 10 menit
: 10 menit
Pengamatan sayatan
: 60 menit
: 10 menit
51 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016
ACARA 10 - 11
ANALISA PETROGRAFI BERDASARKAN STUDI KASUS
1. Objektif praktikum
Mahasiswa diharapkan menerapkan petrografi dan petrogenesa batuan dari data lapangan.
2. Durasi praktikum
Praktikum dilaksanakan dalam 100 menit, yang terbagi menjadi :
pembukaan (presensi)
: 10 menit
Pengamatan sayatan
: 80 menit
: 10 menit
ACARA 12
RESPONSI
1. Objektif praktikum
Mahasiswa dapat menjawab pertanyaan, menjelaskan, dan mempraktekan hasil praktikum
petrografi mulai acara 1 sampai 11.
2. Durasi praktikum
Praktikum dilaksanakan dalam 100 menit, yang terbagi menjadi :
pembukaan (presensi)
: 10 menit
Responsi
: 80 menit
Penutupan
: 10 menit
LAMPIRAN
53 | P r a k t i k u m P e t r o g r a f i S T T N A S
Rev : Maret 2016