Anda di halaman 1dari 9

BAB XXVI

TRADISI MALAMANG
DI MINANGKABAU

Sejak dahulu hingga sekarang, di Minangkabau antara alam, adat, dan


syarak (agama) mempunyai hubungan harmonis. Alam merupakan guru, sumber
ilmu pengetahuan, dan juga sumber inspirasi bagi masyarakat Minangkabau
sesuai dengan falsafah alam takambang jadi guru. Adat merupakan bentuk atau
perilaku masyarakat Minangkabau yang berasal dari pembelajaran dan
pengetahuan yang didapat dari alam sesuai dengan syarak dalam falsafah
Minangkabau, adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Keharmonisan
antara alam, adat, syarak, di Minangkabau dapat ditemukan dalam berbagai tradisi
masyarakatnya.
Salah satu tradisi tersebut adalah malamang atau membuat lamang.
Lamang merupakan makanan yang terbuat dari beras ketan dan santan yang
dipanggang dalam sebatang bambu, dimana lubang dalam bambu tersebut dilapisi
atau dikelilingi dengan daun pisang muda.
Munculnya tradisi malamang ini tidak dapat dilepaskan dengan muncul
dan berkembangnya Islam di Minangkabau sekitar tiga ratus tahun yang lalu. Saat
itu ulama terkenal Syekh Burhanuddin datang ke daerah pesisir Minangkabau
untuk menyiarkan agama Islam. Syiar agama yang dilakukan oleh beliau terutama
bertempat di Ulakan, Pariaman.
Menurut tambo, Syekh Burhanuddin rajin berkunjung ke rumah-rumah
penduduk untuk bersilaturrahmi dan menyiarkan agama Islam. Oleh masyarakat,
beliau disuguhi makanan-makanan saat bertamu tersebut.
Namun Syekh Burhanuddin agaknya meragukan kehalalan makanan yang
dihidangkan. Akhirnya beliau memberi saran kepada setiap masyarakat yang
dikunjunginya agar mencari bambu, mengalasnya dengan daun pisang muda,

memasukkan beras ketan dan santan ke dalamnya, kemudian dipanggang diatas


tungku, dengan bahan bakar dari kayu. Sampai saat ini, kisah inilah yang
dipercaya oleh masyarakat Minangkabau sebagai asal-usul tradisi malamang.
Hingga kini, meski zaman telah berubah dan ilmu pengetahuan terus
berkembang, lamang tetaplah makanan yang terbuat dari adonan beras ketan dan
santan yang dimasukkan dalam tabung bambu dimana lubang dalam bambu
tersebut sebelumnya telah dialasi oleh daun pisang dan kemudian dipanggang
diatas api dengan kayu sebagai bahan bakar.
Tradisi malamang selanjutnya terus berkembang hingga ke seluruh daerah
Minangkabau. Orang Minangkabau yang terkenal dengan tradisi merantau dan
berdagang ikut membantu menyebarluaskan tradisi malamang, sehingga lamang
juga dikenal di daerah-daerah lain di Indonesia hingga sampai ke luar negeri.
Bahkan Kota Tebing Tinggi di Sumatera Utara dijuluki sebagai Kota Lamang.
Masakan lamang di daerah ini dibawa oleh perantau Minang. Hal ini berarti
dengan lamang orang Minang telah memperkenalkan budaya makanan, dan
persahabatan.
Tidak Hanya Sekedar Tradisi

Di Minangkabau, malamang merupakan tradisi yang sering dilaksanakan


tatkala ada acara penting seperti Maulid Nabi, pengangkatan penghulu, lebaran,
pernikahan, dan acara besar lainnya, terutama hari besar Islam. Lamang biasanya
disajikan atau dihidangkan untuk disantap dengan tapai sipuluik, yang juga
terbuat dari beras ketan hitam atau beras ketan merah, tetapi yang banyak

digunakan adalah beras ketan hitam. Dimusim durian, lamang juga banyak
dihidangkan untuk dimakan bersama buah durian.
Di Pariaman yang menjadi daerah asal lamang, membuat lamang atau
malamang tidak hanya sekedar tradisi. Lebih dari itu, malamang sudah seperti
sebuah keharusan bagi masyarakat terutama dalam memperingati Maulid Nabi
atau hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. Tanpa malamang, masyarakat akan
merasakan sesuatu yang kurang saat peringatan Maulid Nabi.
Walikota Padang, Bapak Drs. H. Fauzi Bahar saat ditemui wartawan pada
Lomba Malamang tingkat Kota Padang tahun 2007 berkata, Malamang itu oleh
masyarakat tidak hanya sekedar tradisi yang dijalankan untuk acara tertentu
seperti Maulid Nabi saja. Lebih dari itu, malamang sudah seperti keharusan bagi
masyarakat. Malamang adalah simbol bahwa masyarakat sedang merayakan
Maulid Nabi. Tanpa malamang pasti ada sesuatu yang kurang.
Bagi masyarakat, baik kaya ataupun miskin, malamang adalah keharusan.
Walaupun keadaan ekonomi saat ini semakin sulit, malamang pada saat Maulid
Nabi adalah suatu keharusan. Segala cara diupayakan mulai dari memecah
tabungan, berhutang, atau meminta bantuan kepada saudara agar dapat membuat
lamang.
Biaya untuk membuat lamang tidaklah sedikit. Biasanya setiap keluarga
akan membuat hingga 50 batang lamang, bahkan ada yang lebih dari 100 batang.
Untuk membuat 50 batang lamang, kira-kira dibutuhkan 150 liter beras ketan dan
100 butir kelapa. Seandainya 1 liter beras ketan harganya Rp 8.000,00 dan harga
satu butir kelapa Rp 1.000,00, maka setidaknya dibutuhkan dana Rp 1.300.000,00.
Meskipun dana sebesar itu dikeluarkan oleh masyarakat, namun
kebahagiaan dan kepuasan hati menikmati lamang buatan sendiri disaat Maulid
Nabi sudah cukup untuk membayar semua biaya diatas dan kepenatan saat
membuat lamang. Inilah bukti akan kuatnya hubungan adat dan agama bagi
masyarakat Minangkabau.

Kebersamaan

Untuk malamang, tidak bisa dilakukan seorang diri. Malamang


membutuhkan beberapa orang untuk membuatnya. Misalnya saja, untuk
malamang diperlukan orang untuk mencari bambu sebagai tempat adonan,
mencari kayu bakar guna memanggang lamang, mempersiapkan bahan-bahan
untuk membuat lamang seperti beras ketan, santan, dan juga daun pisang, serta
orang yang mempersiapkan adonan dan memasukkan adonan lamang kedalam
bambu.
Untuk satu orang saja, tentu malamang merupakan pekerjaan yang sangat
berat bahkan tidak mungkin. Oleh karena itu dalam malamang, dibutuhkan
beberapa orang yang mampu saling bekerja sama dari awal hingga akhir
pembuatan lamang. Dengan adanya saling kerjasama diantara sekelompok orang
dalam malamang, maka malamang akan terasa mudah dan menyenangkan.
Disinilah letak kelebihan dalam tradisi malamang. Malamang dapat
memupuk rasa kerjasama dan kebersamaan sesama anggota masyarakat di
Minangkabau.

Pertahankan Tradisi Malamang

Hingga saat ini tradisi malamang Indak lakang dek paneh, indak lapuak
dek hujan. Malamang masih terus dipertahankan, dan harus tetap dipertahankan
sampai kapanpun, meski zaman semakin maju dan berkembang.
Tradisi malamang tetap perlu dipertahankan dan dilestarikan sebagai
bagian

dari

budaya

Minangkabau.

Malamang

merupakan

tradisi

khas

Minangkabau sebagai makanan yang kaya akan gizi dan sarat dengan nilai moral.
Apabila dimasa depan tradisi malamang ini tidak dilestarikan dan dipertahankan,
bukan tidak mungkin tradisi ini tinggal nama dan sejarah saja.
Adanya terobosan dari Pemerintah Kota (Pemko) Padang yang
bekerjasama dengan Harian Pagi Padang Ekspres baru-baru ini dalam
mengadakan Lomba Malamang tingkat Kota Padang tahun 2007 patut diacungi
jempol. Selain dapat dijadikan sebagai ajang pariwisata, dengan adanya lomba
malamang seperti ini berarti telah turut memperkenalkan dan melestarikan tradisi
malamang di kalangan masyarakat.
Perlu juga diupayakan agar lamang dipatenkan sebagai masakan khas
Minangkabau, agar generasi dimasa yang akan datang dapat mengenal lamang
sebagai penganan khas Minangkabau yang bergizi tinggi dan penuh dengan
pesan-pesan moral dalam proses pembuatan dan penyajiannya.
Mengingat lamang juga sudah menglobal keluar Sumatera Barat hingga ke
mancanegara, pematenan lamang sebagai makanan khas Minangkabau perlu
dilakukan agar nasibnya tidak seperti rendang dan masakan khas Minang lainnya,
yang kabarnya telah dipatenkan di negeri orang. Semoga tradisi malamang ini
dapat terus dilestarikan dan dipertahankan oleh masyarakat Minangkabau.
A. Jenis-jenis Lemang atau Malamang
Ada empat jenis lemang yang biasa dibuat masyarakat di Padangpariaman.
Lemang paling umum adalah lemang ketan dari beras pulut putih. Lemang lainnya
adalah lemang kuning dari tepung beras dicampur kunyit dan air kelapa tua,
lemang pisang, dan lemang kanji (mirip dodol). Di Padangpariaman wajib bagi
sebuah keluarga memasak lemang atau malamang saat peringatan kematian
anggota keluarganya. Peringatan itu dilakukan saat acara doa malam ketiga
setelah kematian, malam ketujuh, malam dua kali tujuh (dua minggu), malam ke40, dan malam ke-100.

Jumlah lemang yang dimasak tergantung perkiraan jumlah tamu yang akan
datang melayat dan lamanya acara zikir dan doa. Sebab lemang nanti akan
dijadikan bingkisan untuk pelayat sebagai ucapan terima kasih telah membawakan
beras dan untuk "orang siak" (alim-ulama) yang melakukan zikir. Jika pelayat
diperkirakan sedikit dan acara zikir hanya sampai tengah malam, maka lemang
pulut dibuat 30 liter. Itu artinya bisa menghasilkan 60 batang lemang dari buluh
berdiameter sekitar 7 cm dengan panjang sekitar 80 cm. Sebab setengah liter beras
menghasilkan satu batang lemang. Tapi jika pelayat diperkirakan lebih banyak dan
berzikir dilakukan sampai subuh, maka lemang dibuat 100 liter atau menghasilkan
200 batang lemang. Wajib pula dibuat lemang kuning, paling tidak satu batang
saja, ini diyakini semacam "panungkek" (tongkat) bagi orang mati di alam kubur,
lemang kuning hanya dibuat khusus untuk acara kematian.

Lemang lain yang biasa dibuat sebagai tambahan adalah lemang pisang.
Lemang ini berasal dari pisang yang dihancurkan, dicampur dengan beras pulut

dan santan pekat, diberi garam dan dimasak dalam bambu. Para pelayat
perempuan yang datang membawa beras akan diberi bingkisan 3 hingga 5 potong
lemang. Pelayat khusus seperti mertua dan keluarganya yang biasa membawa
beras ditambah 10 butir telur akan diberi lemang satu batang. Lemang masingmasing satu batang juga diberi kepada beberapa ulama yang ikut berzikir.
Selain acara kematian, melemang juga dilakukan untuk santapan acara
berdoa menyambut bulan Ramadan di rumah warga, Idul Fitri, dan Idul Adha.
Tapi dewasa ini jarang dilakukan di Padangpariaman karena sudah banyak yang
menggantinya dengan membuat ketupat pulut karena lebih praktis. Melemang lain
dan biasanya besar-besaran adalah saat acara peringatan kelahiran atau Maulid
Nabi Muhammad SAW pada 12 Rabiul Awal. Jelang peringatan dilakukan di
mesjid suku atau di mesjid Nagari (Mesjid Raya), warga beramai-ramai membuat
lemang sebagai tambahan makanan. Masing-masing keluarga bisa membuat 50
liter lemang pulut.

Di Nagari Sungai Sariak, Padangpariaman acara Maulid dengan banyak


memasak lemang di mesjid Nagari atau desa terakhir pada 1984. Sedangkan di
mesjid suku pada 1990. Sekarang ninik-mamak pimpinan suku masih melakukan
beberapa rapat untuk merayakan Maulid di mesjid Nagari. Namun gempa 30
September

2009

yang

merusak

lebih

100

ribu

rumah

penduduk

di

Padangpariaman menjadi alasan acara tambah ditunda.Tradisi melemang yang ada

sekarang di hampir seluruh Sumatera, kemudian di beberapa tempat di


Kalimantan, Sulawesi, hingga Malaysia adalah dari pengaruh Syattariah yang
disebarkan dari Syech Burhanuddin Padangpariaman dan mungkin juga gurunya
Syech Abdurrauf Singkil di Aceh.

Tidak bisa dipastikan apakah lemang bermula dari Padangpariaman atau


Aceh. Namun penyebaran tradisi lemang sangat terkait dengan pengaruh orangorang Minangkabau. Termasuk di beberapa daerah di Malaysia, misalnya Negeri
Sembilan, yang ikut diteruka (dibuka) oleh orang-orang dari Minangkabau
sebelum masuknya bangsa Eropa.
B. Cara Memasaknya
Ketan yang sudah direndam dengan santan, dimasukkan kedalam bambu
yang tahan pembakaran api. Bersihkan daun pisang yang sudah dilayukan. Fungsi
daun pisang sebagai lapisan dalam bambu seruas yang telah dipersiapkan,
selanjutnya dimasukan beras ketan yang sudah diaduk dengan santan kental serta
garam.

Bambu dibakar dalam waktu tertentu, hingga ketan yang ada didalam
bambu itu akan masak itu. Yang sulit itu, mematok takaran santan dengan garam
serta beras ketan pada satu ruas bambu itu. Begitu pula dengan pengapiannya.
Takaran ketan yang dimasukkan kedalam bambu memerlukan keahlian dan
ketrampilan, agar ketan itu tidak menjadi terlalu lembek atau malahan kekurangan
santan. Secara awam, dapat kita perkirakan dengan mengumpamakan memasak
ketupat ketan, yang takarannya adalah 1/2 dari ruang atau ruas ketupat.
Meskipun lemang dihidangkan sebagai menu kudapan bukan sebagai
menu utama, namun lemang ini akan terasa nikmat bila ditemani tapai ketan
hitam. Bahkan ada yang memakannya bersama rendang.

Sumber

1. Diposkan oleh Akrie Maulana jam 01.35.00 tanggal 05 Mei 2011


http://variety-indonesia.blogspot.co.id/2011/05/malamang-artinya-memasaklemang.html
2. Diposkan oleh Cesarzc on jam 15:00 tanggal 23 Februari 2011
https://cesarzc.wordpress.com/2011/02/23/malamang-tradisi-kuliner-unikminangkabau/

Anda mungkin juga menyukai