Anda di halaman 1dari 41

Halaman Sampul

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS HUKUM TERHADAP PENGENYAMPINGAN PERKARA


ABRAHAM SAMAD OLEH JAKSA AGUNG
Kelompok 1:
Muh. Afdal Yanuar
Lutfi Gazali
Ahmad Asyraf
Athira Maulidina
Muh. Nur
Dian Eka Putri Ismail
Muhammad Mubarak Chadyka Putra
Yanneri Andreas P
Zul Kurniawan Akbar
Muhammad Irsad Tirtasah
Risma Nur Hijriah R
Ahmad Zulfikar Nagib

B111 13 038
B111 10 913
B111 12 378
B111 13 003
B111 13 017
B111 13 025
B111 13 071
B111 13 369
B111 13 400
B111 13 535
B111 13 553
B111 14 088

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim

Puji Syukur kepada Allah Taala yang telah melimpahkan nikmat


yang banyak dan menjadikan penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah
ini. Proposal dengan judul Analisis Hukum Terhadap Pengenyampingan
Perkara Abraham Samad Oleh Jaksa Agung tercipta melalui pengamatan
terhadap dikeluarkanmya Surat Keputusan terhadap Deponering ini
adalah apakah penerbitan dari Surat Keputusan tentang Deponering oleh
Jaksa Agung tersebut kepada Abraham Samad telah bersesuaian dengan
prinsip kepentingan umum atau tidak.
Proposal ini mampu terselesaikan karena bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak. Semoga ilmunya bermanfaat dan menjadi amal jariah
yang selalu memberikan masukan dan motivasi kepada kami.
Tak ada gading yang tak retak, penulis sadar kesempurnaan masih
sangat jauh dari Proposal ini. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan masukan berupa kritik dan saran untuk perbaikan
Proposal ini di kemudian hari. Akhir kata, penulis berharap agar Proposal
ini bermanfaat bagi semua pihak.
Makassar, 5 Mei 2016

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
ii

DAFTAR ISI............................................................................................. iii


BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A.

Latar Belakang Masalah.....................................................................................1

B.

Rumusan Masalah...............................................................................................3

C.

Tujuan dan Manfaat Penelitian..........................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................5


A.

Gambaran Umum tentang Deponeering..........................................................5

B.

Gambaran Umum tentang Kejaksaan.............................................................11

C.

Kepentingan Umum...........................................................................................17

D.

Asas-asas Hukum Acara Pidana.....................................................................24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..........................................................36


A.

Lokasi Penelitian................................................................................................36

B.

Jenis dan Sumber Data/Bahan Hukum..........................................................36

C.

Teknik Pengumpulan Data...............................................................................37

D.

Analisis Data......................................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 38

iii

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah


Salah satu bentuk asas fundamental dalam penerapan hukum acara

pidana adalah asas legalitas yang dimana asas legalitas menyatakan


bahwa setiap perbuatan yang patut diduga sebagai tindak pidana harus
diproses berdasarkan hukum acara pidana. Asas fundamental lain selain
asas legalitas yang berlaku dalam hukum acara pidana adalah asas
oportunitas (dominus litis). Asas tersebut menyatakan bahwa tidak ada
instansi

yang

berwenang

melakukan

penuntutan

selain

instansi

kejaksaan, dan kejaksaan memiliki kewenangan untuk menuntut atau


tidak menurut suatu perbuatan yang patut di duga sebagai perbuatan
pidana demi kepentingan umum. Dalam hal penerbitan SK deeponering
terhadap Abraham Samad, jika dikontekstualisasikan dengan penjelasan
diatas ialah apakah yang dimaksud dengan kepentingan umum dalam
perkara tersebut, dan apakah telah bersesuaian dengan asas kepentingan
umum tersebut. Tentu perlu dipahami bersama bahwa kepentingan umum
yang dimaksud adalah kepentingan bangsa dan Negara dan/atau
kepentingan masyarakat luas. Adapun terkait dengan kesesuaiannya
dengan asas kepastian hukum akan menjadi sesuatu yang bersifat
debatebel. Karena di satu sisi, hal tersebut menjadi di asumsikan sebagai
akhir dari kriminalisasi terhadap Abraham Samad, dan di sisi lain kasus
pemalsuan surat yang diduga dilakukan oleh Abraham Samad tersebut

tidak dalam hal dirinya menjalankan tugas dan fungsinya sebagai


pimpinan KPK (tidak dalam hal menjalankan tugasnya sebagai pejabat
negara dalam menyelenggarakan asas kepentingan umum).
Asas opurtunitas yang telah dijelaskan diatas kemudian telah diatur
secara khusus dalam pasal 35 huruf c UU No.16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia yang berbunyi Jaksa agung mempunyai
tugas

dan

wewenang:

(yang

salah

satu

diantaranya

adalah)

mengesampingkan perkara demi kepentingan umum . Penerapan dari


asas opurtunitas sendiri dapat dilihat dari penerbitan Surat Keputusan
tentang Deeponering ( Pengesampingan perkara) terhadap kasus yang
dialami oleh Abraham Samad. Karena berdasarkan asas opurtunitas lah
yang menjadi dasar yuridis alasan mengapa Jaksa Agung menerbitkan SK
Deponering kepada Abraham Samad atas tindak pidana pemalsuan surat
yang disangkakan terhadapnya oleh penyidik kepolisian.
Banyak pihak yang pro dan kontra dengan dikeluarkannya Surat
Keputusan tentang Deponering oleh Jaksa Agung terhadap kasus yang
dialami oleh Abraham Samad. Dimana menurut pihak tertentu bahwa
Abraham Samad tidak cocok untuk mendapatkan Deponering atas kasus
yang dialaminya. Disisi lain terdapat juga beberapa orang yang
memandang bahwa Abraham Samad pantas mendapatkan Deponering
terhadap kasus yang dialaminya dengan alasan kelacaran pemberantasan
korupsi di Indonesia dan mengingat bahwa beliau adalah salah satu orang
yang dikenal sebagai ikon anti korupsi di Indonesia.
2

Masalah yang kemudian muncul pada saat dikeluarkan Surat


Keputusan terhadap Deponering ini adalah apakah penerbitan dari Surat
Keputusan tentang

Deponering oleh Jaksa Agung tersebut kepada

Abraham Samad telah bersesuaian dengan prinsip kepentingan umum


atau tidak. Karena pada saat kasus yang mendera Abraham Samad ini
terjadi pada saat beliau tidak menjabat sebagai pimpinan KPK dan bahkan
kasus tersebut tidak berkaitan dengan kepentingan KPK pada saat
menjalankan

tugasnya

sebagai

lembaga

pemberantas

korupsi

di

Indonesia.
B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang

kami tawarkan adalah sebagai berikut:


1. Apa urgensi dari Jaksa Agung dalam hal dilakukannya penerbitkan
Surat Keputusan tentang Deponering terhadap kasus yang dialami
oleh Abraham Samad?
2. Bagaimana bentuk dari konsekuensi hukum yang timbul setelah
Surat Keputusan tentang Deponering yang dikeluarkan oleh Jaksa
Agung terhadap kasus yang dialami oleh Abraham Samad
diterbitkan?
C.

Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui apakah penting atau tidaknya dikeluarkan
Surat Keputusan tentang Deponering terhadap kasus yang
dialami oleh Abraham Samad

b. Untuk mengetahui bentuk dari konsekuensi hukum yang


terjadi pada saat Surat Keputusan tentang Deponering
terhadap

Kasus

yang

diterbitkan.
2. Manfaat Penelitian ini adalah:
a. Hasil penelitian dapat

dialami

oleh

memberikan

Abraham

kegunaan

Samad

untuk

mengembangkan ilmu hukum khususnya hukum acara pidana


b. Dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian yang lain
yang sesuai dengan bidang penelitian yang penulis teliti
Diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat
maupun praktisi hukum terhadap penerapan pengesampingan perkara
(Deponering) yang diperoleh oleh Abraham Samad dari Jaksa Agung.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Gambaran Umum tentang Deponeering


1. Pengertian Deponeering
Dalam Bahasa Belanda ada 2 (dua) istilah yang digunakan terkait

deponeering, yaitu deponeren dan seponeren. Mr. H. Van Der Tas dalam
4

Kamus Hukum Belanda-Indonesia memberikan pengertian deponeeren


yaitu: tidak menuntut, mengesampingkan. Seponeren juga memiliki arti
yang sama yaitu tidak menuntut mengesampingkan.1
Deponeering merupkan satu bentuk pelaksanaan dari oppurtuniteit
beginsel atas asas oportunitas yang dimiliki oleh Jaksa Agung yang
diberikan oleh undang-undang2 untuk mengesampingkan perkara demi
kepentingan umum.
Berdasarkan penjelasan Pasal 35 huruf b UU Nomor 16 Tahun 2004
tentang

Kejaksaan,

disebutkan

bahwa

yang

dimaksud

dengan

kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau


kepentingan masyarakat luas.3
2. Sejarah Deponeering di Indonesia
Pertama kalinya pengenyampingan perkara atau yang dikenal
dengan Deponeering dilakukan yaitu terjadi pada saat kasus rekayasa
kriminalisasi terhadap dua wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) Chandra M. Hamzah dan Bibit Samat Riyanto. Kasus ini bermula
dari sebuah testimoni dari ketua KPK non aktif Antasari Azhar. Antasari
kala itu sedang ditahan oleh pihak kepolisian karena diduga terlibat dalam
kasus pembunuhan Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran
Nasruddin Zulkarnain. Dalam testimoninya Antasari menulis bahwa telah
terjadi penerimaan uang sebesar Rp 6,7 Miliar oleh sejumlah pimpinan
KPK. Testimoni itu dibuat pada 16 Mei 2009 dan dibuat berdasarkan
rekaman pembicaraan antara Antasari sendiri dengan Anggoro Widjojo,

Prof. Dr. O.C. Kaligis, S.H., M.H., Deponeering Teori dan Praktik , Bandung: PT.
ALUMNI, 2011, hlm 4.
2
Lihat UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Pasal 35 huruf b
3
Prof. Dr. O.C Kaligis, S.H., M.H, Op.cit.,

Dirut PT Masaro Radiokom yang dijadikan tersangka oleh KPK dalam


kasus pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di
Departemen Kehutanan.4
Selanjutnya testimoni ini ternyata tidak ditindaklanjuti oleh pihak
kepolisian. Maka Antasari lalu membuat sebuah laporan resmi ke Polda
Metro Jaya pada 6 Juli 2009 mengenai dugaan suap. Kemudian oleh
Polda Metro Jaya laporan itu dilimpahkan ke Mabes Polri. Lalu
diadakanlah penyelidikan dan penyidikan oleh Mabes Polri. Dari hasil
penyidikan, pada 7 Agustus 2009 ditemukan fakta bahwa ada tindak
pidana penyalahgunaan wewenang oleh Bibit dan Chandra yang
melanggar pasal 21 ayat (5) UU No. 30/2002 tentang KPK. Fakta itu
ditemukan berkaitan dengan bahwa SK Pencekalan dan pencabutan
pencekalan oleh Bibit dan Chandra tidak dikeluarkan secara kolektif
sebagaimana diatur dalam UU. Pencekalan Anggoro dilakukan oleh
Chandra, pencekalan Joko Candra dilakukan oleh Bibit, dan pencabutan
pencekalan terhadap Joko Candra dilakukan oleh Chandra. Dari
penyidikan terhadap kasus pencekalan Anggoro ditemukan adanya aliran
dana. Temuan ini dituangkan dalam laporan polisi pada 25 Agustus 2009.
Selain penyalahgunaan wewenang, Bibit dan Chandra juga diduga terlibat
dalam pemerasan dan penyuapan. Dalam dugaan pemerasan, penyidik
memeriksa saksi dan alat bukti lain. Pada penyalahgunaan wewenang,
penyidik memeriksa 22 saksi dan saksi ahli dan ditemukan beberapa
dokumen. Pasal yang disangkakan adalah pasal 23 UU No. 31/1999 jo
4

Lihat Di <https://ekhopratama.wordpress.com/2013/05/30/repost-jalan-cerita-kasusbibit-chandra/>, diakses pertama kali pada tanggal 6 Mei 2016 Pukul 11.45 WITA

pasal 421 KUHP. Dari alat bukti, keterangan saksi dan saksi ahli
didapatkanlah empat alat bukti. Maka pada 16 September 2009 pukul
23.20 status Bibit dan Chandra ditingkatkan dari saksi menjadi tersangka
dengan sangkaan pemerasan (pasal 12 huruf e jo pasal 15 UU
Pemberantasan Tipikor) dan penyalahgunaan wewenang. 5
Ternyata sebelum bukti itu dibuka secara sah, transkrip pembicaraan
sudah beredar luas di publik. Dalam transkrip itu ada pembicaraan antara
orang yang diduga sebagai Anggodo Widjojo (adik Anggoro) dan
seseorang yang diduga sebagai petinggi kejaksaan atau kepolisian.
Dalam transkrip itu ada disebut nama-nama Wakil Jaksa Agung Abdul
Hakim Ritonga, mantan Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto,
Kabareskrim Komjen Susno Duadji, bahkan RI-1 pun disebut-sebut.
Kemudian pada 29 Oktober 2009 Mahkamah Konstitusi menggelar
sidang lanjutan uji materil UU KPK. Dalam persidangan MK meminta agar
tim kuasa hukum membuka rekaman itu pada persidangan berikutnya.
Tanpa diduga, sesudah menghadiri sidang itu Bibit dan Chandra langsung
ditahan oleh Polri. Polri beralasan bahwa penahanan dilakukan karena
hukuman yang diancamkan pada keduanya di atas lima tahun, dan
mereka

dikhawatirkan

akan

mengulangi

tindak

pidana

serta

menghilangkan alat bukti. Namun alasan sebenarnya adalah karena Bibit


dan

Chandra

melakukan

tindakan

yang

mempersulit

jalannya

pemeriksaan, dengan menggiring opini publik melalui pernyataan di media

Ibid.

massa serta forum diskusi mengenai adanya rekayasa penyidikan yang


merujuk pada transkrip rekaman.6
Penahanan ini menimbulkan reaksi keras dari berbagai pihak. Jika
dilihat memang dalam melakukan penahanan, harus memenuhi syarat
materil dan formil seperti diatur dalam pasal 21 ayat (1) dan (4) KUHAP.
Syarat materil yaitu diancam dengan hukuman di atas lima tahun memang
terpenuhi sesuai pasal yang disangkakan kepada Bibit dan Chandra.
Namun syarat formilnya tidak terpenuhi. Sebagaimana diketahui menurut
pasal 21 ayat (1) KUHAP, penahanan dapat dilakukan apabila
tersangka/terdakwa dikhawatirkan melarikan diri, menghilangkan barang
bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Kekhawatiran Polri ini tidak
beralasan. Kalau dikhawatirkan melarikan diri, jika melihat bahwa Bibit
dan Chandra selalu menghadiri panggilan untuk diperiksa, rasanya tidak
mungkin mereka akan melarikan diri. Kalau dikhawatirkan menghilangkan
alat bukti juga tidak beralasan karena bukti-bukti itu ada pada KPK dan
mereka tidak berhak melakukan sesuatu terhadap bukti itu karena status
mereka masih non aktif. Kemudian jika dikhawatirkan mengulangi tindak
pidana juga tidak mungkin, karena Bibit dan Chandra sudah nonaktif dari
pimpinan KPK, sedangkan salah satu tindak pidana yang disangkakan
yaitu penyalahgunaan wewenang hanya bisa dilakukan apabila mereka
sedang menjabat suatu jabatan, dalam hal ini sebagai wakil ketua KPK.
Alasan lain Polri yang tidak ada dalam KUHAP yaitu menggiring opini
publik juga tidak dapat diterima, sebab memberikan keterangan6

Ibid.

keterangan seperti dalam konferensi pers adalah hak asasi manusia yang
dilindungi, yaitu kebebasan berpendapat dan menyatakan pikiran. Karena
penahanan ini tidak beralasan, maka timbul dimana-mana gerakan yang
menuntut agar Bibit dan Chandra dibebaskan dari tahanan, mulai dari
gerakan mahasiswa, LSM, sampai gerakan di dunia maya. Selain
menuntut pelepasan Bibit dan Chandra, mereka juga meminta agar
presiden menyelesaikan kasus ini.7
Untuk itu tim 8 memberikan rekomendasi. Isi dari rekomendasi itu
adalah :
1.

2.

3.

Menghentikan proses hukum terhadap Bibit dan Chandra,


dengan opsi:
Kepolisian mengeluarkan

Perintah

Penghentian

Penyidikan (SP3) jika perkara ada di tangan kepolisian


Kejaksaan mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian
Penuntutan

4.

Surat

(SKPP)

jika

perkara

sudah

dilimpahkan

ke

kejaksaan
Jika kejaksaan berpendapat bahwa demi kepentingan umum
perkara perlu dihentikan, maka berdasarkan asas oportunitas

5.

6.

7.

8.

Jaksa Agung dapat mendeponir perkara ini.


Meminta presiden memberikan sanksi kepada pejabat-pejabat
yang bertanggung jawab dalam kasus yang dipaksakan
Presiden memprioritaskan pemberantasan makelar

kasus

dalam semua lembaga penegak hukum


Menuntaskan kasus terkait, seperti kasus Bank Century dan
kasus pengadaan SKRT Dephut
Presiden disarankan membentuk suatu komisi baru untuk
membenahi lembaga penegak hukum.8

7
8

Ibid.
Ibid.

Pada saat itu SBY tidak serta merta menanggapi rekomendasi ini. Ia
baru menyatakan sikapnya seminggu kemudian yaitu pada 23 November
2009. Dalam pidatonya secara tersirat SBY memerintahkan agar kasus ini
diselesaikan di luar pengadilan, yaitu dalam bentuk SP3, SKPP, ataupun
deponering.9 Tetapi pada akhirnya Kejaksaan Agung mengeluarkan
Deponeering
melakukan

terhadap
deponeering

Kasus
atau

BibitChandra.

Kejaksaan

mengesampingkan

perkara

Agung
demi

kepentingan umum terhadap penanganan kasus dugaan suap yang


menimpa dua orang pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit
Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah.10
Menurut Darmono, dengan putusan deponeering ini "Kejaksaan
Agung tidak dapat memuaskan semua kepentingan". Baik perkara ini
dilimpahkan ke pengadilan, katanya, atau kami mengesampingkan
perkara ini, tidak mungkin memuaskan semua kepentingan. Deponering
ini menanggapi keputusan Mahkamah Agung yang menolak peninjauan
kembali Kejaksaan Agung atas keputusan pembatalan surat penghentian
perkara Bibit-Chandra.11
B.

Gambaran Umum tentang Kejaksaan


1. Kejaksaan Republik Indonesia

Ibid.
Lihat di
<http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2010/10/101029_deponeering.shtml >,
diakses pertama kali pada anggal 6 Mei 2016 Pukul 12.03 WITA
11
Ibid.
10

10

Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga negara yang


melaksanakan kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan.
Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan,
Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung
jawab kepada Presiden.
Mengacu

pada

Undang-Undang

No.

16

Tahun

2004

yang

menggantikan UU No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan R.I., Kejaksaan


sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan
dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum,
penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN). Di dalam UU Kejaksaan yang baru ini, Kejaksaan RI
sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang
penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara
merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh
kekuasaan lainnya (Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2004).12
2. Tugas dan wewenang Kejaksaan
Adapun tugas dan wewenang Kejaksaan dalam UU No. 16 Tahun
2004 tentang Kejaksaan R.I. sebagaimana ditentukan dalam Pasal 30,
yaitu :
1) Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
Melakukan penuntutan;
Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana
bersyarat,

putusan

pidana

pengawasan,

dan

keputusan

bersyarat;
12

Lihat di <http://Kejaksaan.go.id/tentang_Kejaksaan.php?id=1>, diakses pertama kali


pada tanggal 2 5 April 2016, Pukul 02.57 WITA.

11

Melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu


berdasarkan undang-undang;
Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat
melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke
pengadilan yang

dalam *pelaksanaannya

dikoordinasikan

dengan penyidik.
2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan
kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan
untuk dan atas nama negara atau pemerintah
3) Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan:
Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
Pengamanan peredaran barang cetakan;
Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan
masyarakat dan negara;
Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
Penelitian dan pengembangan hukum statistik kriminal.
Selain itu, Pasal 31 UU No. 16 Tahun 2004 menegaskan bahwa
Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menetapkan seorang
terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa, atau tempat lain
yang layak karena bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau
disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahyakan orang lain, lingkungan
atau dirinya sendiri. Pasal 32 Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tersebut
menetapkan bahwa di samping tugas dan wewenang tersebut dalam
undang-undang ini, Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain
12

berdasarkan undang-undang. Selanjutnya Pasal 33 mengatur bahwa


dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan membina
hubungan kerjasama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta
badan negara atau instansi lainnya. Kemudian Pasal 34 menetapkan
bahwa Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum
kepada instalasi pemerintah lainnya.
Republik Indonesia, juga di dalam KUHAP diatur tugas dan
kewenangan tersebut. Berdasarkan hal tersebut menurut Djoko Prakoso
dapat diinventarisir kewenangan yang diatur dalam KUHAP yakni
menerima pemberitahuan dari penyidik dalam hal penyidik telah mulai
melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan Berdasarkan
ketentuan dalam Pasal 30 ayat (1) dapat kita lihat bahwa tugas dan
wewenang Kejaksaan memang sangat menentukan dalam membuktikan
apakah seseorang atau korporasi terbukti melakukan suatu tindak pidana
atau tidak. Selain tugas dan wewenang yang diatur dalam Pasal 30 ayat
(1), maka dimungkinkan pula Kejaksaan diberikan tugas dan wewenang
tertentu berdasarkan Undang-Undang yang lain selain Undang Nomor 16
Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia. 13 Hal ini diatur dalam
Pasal 32 Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik
Indonesia yang tertulis :
Di samping tugas dan wewenang tersebut dalam Undang-Undang
ini, Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan
undang-undang.
Dalam hal penuntutan pihak Kejaksaan sebagai Penuntut Umum
setelah menerima berkas atau hasil penyidikan dari penyidik segera
setelah menunjuk salah seorang jaksa untuk mempelajari dan menelitinya
yang kemudian hasil penelitiannya diajukan kepada Kepala Kejaksaan
Negeri (KAJARI). Menurut Leden Marpaung bahwa ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam proses penuntutan yaitu :

14

13

Djoko Prakoso, Hukum Penitensier di Indonesia, Liberty, Yogyakarta,1988, hlm. 23-25.


Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 1992,
hlm. 19-20.
14

13

1)

Mengembalikan berkas perkara kepada penyidik karena


ternyata belum lengkap disertai petunjuk-petunjuk yang akan
dilakukan penyidik (prapenuntutan)

2)

Melakukan penggabungan atau pemisahan berkas

3)

Hasil penyidikan telah lengkap tetapi tidak terdapat bukti cukup


atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan
selanjutnya disarankan agar penuntutan dihentikan. Jika saran
disetujui maka diterbitkan surat ketetapan. Atas surat ketetapan
dapat diajukan praperadilan.

4)

Hasil penyidikan telah lengkap dan dapat diajukan ke


pengadilan Negeri. Dalam hal ini KAJARI menerbitkan surat
penunjukan Penuntutan Umum. Penuntut umum membuat
surat dakwaan dan setelah surat dakwaan rampung kemudian
dibuatkan surat pelimpahan perkara yang ditujukan kepada
Pengadilan Negeri.

3. Fungsi Kejaksaan
Fungsi daripada Kejaksaan , antara lain:15
a. Perumusan kebijaksanaan pelaksanaan dan kebijaksanaan
teknis pemberian bimbingan dan pembinaan serta pemberian
perijinan
peraturan

sesuai

dengan

bidang

perundang-undangan

tugasnya

dan

berdasarkan

kebijaksanaan

yang

ditetapkan oleh Jaksa Agung;


b. Penyelengaraan dan pelaksanaan pembangunan prasarana
dan sarana, pembinaan manajemen, administrasi, organisasi
dan tatalaksanaan serta pengelolaan atas milik negara menjadi
tanggung jawabnya;
c. Pelaksanaan penegakan hukum baik preventif maupun yang
berintikan keadilan di bidang pidana;.
d. Pelaksanaan pemberian bantuan di bidang intelijen yustisial,
dibidang

15

ketertiban

dan

ketentraman

umum,

pemberian

http://www.Kejaksaan.go.id/ diakses pada 25/4/2016 3.01 PM

14

bantuan,

pertimbangan,

pelayanan dan penegaakan

hukum di bidang perdata dan tata usaha negara serta tindakan


hukum dan tugas lain, untuk menjamin kepastian hukum,
kewibawaanm pemerintah dan penyelamatan
negara,

kekayaan

berdasarkan peraturan perundang-undangan dan

kebijaksanaan yang ditetapkan Jaksa Agung;


e. Penempatan seorang tersangka atau terdakwa di rumah sakit
atau tempat perawatan jiwa atau tempat lain yang layak
berdasarkan penetapan Hakim karena tidak mampu berdiri
sendiri atau disebabkan hal - hal yang dapat membahayakan
f.

orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri;


Pemberian pertimbangan hukum kepada instansi pemerintah,
penyusunan peraturan perundang-undangan serta peningkatan

kesadaran hukum masyarakat;


g. Koordinasi, pemberian bimbingan dan petunjuk teknis serta
pengawasan, baik di dalam maupun dengan instansi terkait
atas pelaksanaan tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh
Jaksa Agung.
4. Tugas dan Wewenang Jaksa
Memperhatikan kedudukan jaksa yang sangat strategis dalam
penegakan Hukum di Indonesia, Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang 16
tahun 2004 menegaskan bahwa : Jaksa adalah pejabat fungsional yang
diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk bertindak sebagai penuntut
umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
Mengacu pada UU tersebut, maka pelaksanaan kekuasaan negara
yang diemban oleh Kejaksaan, harus dilaksanakan secara merdeka.
Penegasan ini tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2004,
bahwa Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan
kekuasaan negara di bidang penuntutan secara merdeka. Artinya, bahwa

15

dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya terlepas dari


pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.
Ketentuan ini bertujuan melindungi profesi jaksa dalam melaksanakan
tugas profesionalnya.
UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I. Telah mengatur tugas
dan wewenang Kejaksaan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 30, yaitu:
(1)

Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:


Melakukan penuntutan;
Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana
bersyarat,

putusan

pidana

pengawasan,

dan

keputusan

bersyarat;
Melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu
berdasarkan undang-undang;
Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat
melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke
pengadilan

yang

dalam

pelaksanaannya

dikoordinasikan

dengan penyidik.
(2)

Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa


khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk

(3)

dan atas nama negara atau pemerintah;


Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan:
Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
Pengamanan peredaran barang cetakan;
Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan
masyarakat dan negara;

16

Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;


Penelitian dan pengembangan hukum statistik kriminal.
C.

Kepentingan Umum
Roscoe Pound (1870-1964) terkenal dengan teorinya bahwa hukum

adalah alat untuk memperbarui (merekayasa) masyarakat (law as a tool


os social engineering). Untuk dapat memenuhi peranannya sebagai alat
tersebut,

Pound

lalu

membuat

penggolongan

atas

kepentingan-

kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum sebagai berikut: 16


a. Kepentingan umum (public interest)
1. Kepentingan negara sebagai badan hukum
2. Kepentingan negara sebagai penjaga

kepentingan

masyarakat
b. Kepentingan masyarakat (social interest)
1. Kepentingan akan kedamaian dan ketertiban.
2. Perlindungan lembaga-lembaga sosial.
3. Pencegahan kemerosotan akhlak.
4. Pencegahan pelanggaran hak.
Dalam Penjelasan UU No. 16 Tahun 2004 pasal 35 huruf c
disebutkan: Yang

dimaksud

dengan

kepentingan

umum adalah

kepentingan bangsa dan Negara dan/atau kepentingan masyarakat luas.


Jadi, wujud kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara
atau kepentingan masyarakat luas atau kepentingan bangsa dan negara
serta kepentingan masyarakat luas sekaligus. Melihat betapa luasnya
pengertian yang terkandung dalam kepentingan umum itu sendiri maka
karena kepentingan umum merupakan kepentingan masyarakat luas,
lantas seberapa luaskah? Kepentigan adalah tuntutan perorangan atau
kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi dan pada hakekatnya
mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam
melaksanakannya.

Di

dalam

masyarakat

terdapat

banyak

sekali

kepentingan-kepentingan, baik perorangan maupun kelompok, yang tidak


terhitung jumlah maupun jenisnya yang harus dihormati dan dilindungi dan
16

Sukarno Aburaera, Muhadar, dan Maskun, Filsafat Hukum: Teori dan Praktik, Jakarta:
Kencana, Jakarta, 2013, hlm. 127.

17

wajarlah kalau setiap orang atau kelompok mengharapkan atau menuntut


kepentingan-kepentingannya itu dilindungi dan dipenuhi, yang sudah tentu
tidak

mungkin

dipenuhi

semuanya

sekaligus,

mengingat

bahwa

kepentingan-kepentingan itu, kecuali banyak yang berbeda banyak pula


yang bertentangan satu sama lain. Jadi kepentingan umum adalah
kepentingan yang harus didahulukan dari kepentingan-kepentingan yang
lain dengan tetap memperhatikan proporsi pentingnya dan tetap
menghormati kepentingan-kepentingan lain. Dalam hal ini tidak berarti
bahwa ada kewerdaan atau hierarkhi yang tetap antara kepentingan yang
termasuk kepentingan umum dan kepentingan lainnya. Mengingat akan
perkembangan masyarakat atau hukum maka apa yang pada suatu saat
merupakan kepentingan umum pada saat lain bukan merupakan
kepentingan umum.17
Aristoteles asal Yunani menyebut kepentingan umum sebagai the
common interest, Aquinas the common good, John Locke the public good
of people, David Hume the public good, the public common or general
good oleh Madison serta the common good oleh Rousseau. Pandangan
filsafat

utilitarianisme

memakai

kepentingan

umum

berwujud

meningkatnya kesejahteraan sosial sementara filsafat kontraktarianisme


berpendapat bahwa wujud kepetingan umum adalah penerapan keadilan
distributif dalam rangka menghilangkan ketidaksetaraan sejak semul
Dalam perkembangannya kepentingan umum juga menjadi obyek
telah teori comunicative action dan menurut mereka kepentingan umum
adalah alat untuk mencapai masyarakat yang adil, meskipun mereka
memiliki pengertian yang berbeda tentang keadilan dan itu merupakan
persoalan lain. Kepentingan umum adalah hasil komunikasi rasional di
mana pihak-pihak di dalamnya membebaskan diri dari kepentingan pribadi
dan bertindak tanpa kekerasan. Dan, dari komunikasi yang rasional itu
17

Sudikno Mertokusumo, Kepentingan Umum, di lihat di


<http://sudiknoartikel.blogspot.co.id/2008/03/kepentingan-umum.html>, Pertama kali di
lihat pada tanggal 7/May/2016, pukul WITA.

18

dapat tercapai pemahaman dan kesepakatan tentang apa itu kepentingan


umum.
Kepentingan umum telah banyak dituangkan dalam undang-undang.
Menurut Leslie A. Pal dan Judith Maxwell mengakui tidak ada kejelasan
tentang apa sebenarnya kepetingan umum, hal ini diakui (2004) bahwa
regulatory authorities typically justify their decisionsin terms of the public
interest, but the term is difficult to define. Makna kepentingan umum akan
berbeda untuk tiap hal berbeda karena kepentingan umum sifatnya tidak
tunggal dan sering berubah (Ombudsman New South Wales, 2012).
Berasal Pemikiran tentang hukum sebagai alat pembaharuan, dalam
masyarakat berasal dari Roscoe Pound dalam bukunya yang terkenal An
Intreduction to the Philosophy of Law (1954). Disesuaikan dengan situasi
dan kondisi di Indonesia, konsepsi Law as a tool of social engineering
yang merupakan inti pemikiran dan aliran Pragmatic Legal Realism itu,
oleh Mochtar Kusumaatmadja kemudian dikembangkan di Indonesia .18
Menurut pendapat Mochtar Kusumaatmadja, konsepsi hukum
sebagai

sarana

pembaharuan

masyarakat

Indonesia

lebih

luas

pengakuan dari ruang lingkupnya daripada di Amerika Serikat tempat


kelahirannya. Alasannya oleh karena lebih menonjolnya perundangundangan dalam proses pembaharuan hukum di Indonesia (walau
yurisprudensi

memegang

peranan

pula)

dan

ditolaknya

aplikasi

mekanisme dari konsepsi tersebut digambarkan akan mengakibatkan


hasil yang sama dari penerapan faham legisme yang banyak ditentang di
Indonesia.
Sifat mekanisme itu tampak dengan digunakannya istilah tool oleh
Roscoe Pound. Itulah sebabnya mengapa Mochtar Kusumaatmadja
cenderung menggunakan istilah sarana daripada alat. Di samping
disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia konsepsi tersebut
18

Lili Rasjidi, dan Liza Sonia Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2012, hlm. 79.

19

dikaitkan pula dengan filsafat budaya dari Northrop 19 dan policy oriented
dari Laswell dan Mc Dougal. Hukum yang digunakan sebagai sarana
pembaruan itu dapat berupa undang-undang atau yurisprudensi atau
kombinasi keduanya. Seperti telah dikemukakan dimuka di Indonesia
yang paling menonjol adalah perundang-undangan.
Yurisprudensi juga berperan, `namun tidak seberapa. Lain halnya di
negara-negara yang menganut sistem preseden, sudah barang tentu
peranan yurisprudensi akan jauh lebih penting. Agar supaya dalam
pelaksanan perundang-undangan yang bertujuan untuk pembaharuan itu
dapat berjalan sebagaimana mestinya, hendaknya perundang-undangan
yang dibentuk sesuai dengan apa yang menjadi inti pemikiran aliran
Sosiological Jurisprudensi yaitu hukum yang baik hendaknya sesuai
dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat. Jadi mencermminkan
nilai-nilai yang hidup dimasyarakat. Sebab jika ternyata tidak, akibatnya
ketentuan tersebut akan tidak dapat dilaksanakan (bekerja) dan mendapat
tantangan-tantangan.
Beberapa contoh perundang-undangan yang berfungsi sebagai
sarana pembaharuan dalam arti merubah sikap mental masyarakat
tradisional kearah modern, misalnya larangan pengayauan di Kalimantan,
larangan penggunaan koteka di Irian Jaya, keharuan pembuatan sertifikat
tanah dan banyak lagi terutama di bidang penanamanmodal asing, hukum
dagang dan perdata lainnya bukan hukum perdata keluarga yang masih
dianggap sensitive sifatnya. 20
Setiap yang disebut manusia selalu terdiri dari dua kepentingan,
yaitu kepentingan individu yang termasuk kepentingan keluarga, kelompok
atau golongan dan kepentingan masyarakat yang termasuk kepentingan
rakyat .Dalam diri manusia, kedua kepentingan itu satu sama lain tidak
dapat dipisahkan. Apabila salah satu kepentingan tersebut hilang dari diri
19
20

Ibid.
Ibid., hlm. 80.

20

manusia, akan terdapat satu manusia yang tidak bisa membedakan suatu
kepentingan, jika kepentingan individu yang hilang dia menjadi lupa pada
keluarganya, jika kepentingan masyarakat yang dihilangkan dari diri
manusia banyak timbul masalah kemasyarakatan contohnya korupsi.
Kepentingan masyarakat yang termasuk kepentingan rakyat .Dalam
diri manusia, kedua kepentingan itu satu sama lain tidak dapat dipisahkan.
Apabila salah satu kepentingan tersebut hilang dari diri manusia, akan
terdapat satu manusia yang tidak bisa membedakan suatu kepentingan,
jika kepentingan individu yang hilang dia menjadi lupa pada keluarganya,
jika kepentingan masyarakat yang dihilangkan dari diri manusia banyak
timbul masalah kemasyarakatan contohnya korupsi.
Inilah yang menyebabkan kebingungan atau dilema manusia jika
mereka tidak bisa membagi kepentingan individu dan kepentingan
masyarakat. Dilema anatara kepentingan individu dan kepentingan
masyarakat adalah pada pertanyaan mana yang harus diutamakan,
kepentingan manusia selaku individu atau kepentingan masyarakat
tempat saya hidup bersama? Persoalan pengutamaan kepentingan
individu atau masyarakat ini memunculkan dua pandangan yang
berkembang menjadi paham/aliran bahkan ideologi yang dipegang oleh
suatu kelompok masyarakat.
Berikutnya, Kebebasan dalam rangka pemenuhan kebutuhan diri
bisa menimbulkan persaingan dan dinamika kebebasan antar individu.
Menurut paham liberalisme, kebebasan antar individu tersebut bisa diatur
melalui penerapan hukum. Jadi, negara yang menjamin keadilan dan
kepastian hukum mutlak diperlukan dalam rangka mengelola kebebasan
agar tetap menciptakan tertibnya penyelenggaraan hidup bersama.
Dilema antar kepentingan individu dan kepentingan masyarakat
adalah pada pertanyaan yang dihadapi oleh setiap orang, yaitu
kepentingan manakah yang harus saya utamakan? Kepentingan saya

21

selaku individu atau kepentingan masyarakat tempat saya hidup


bersama? Persoalan pengutamaan kepentingan apakah individu atau
masyarakat ini memunculkan dua pandangan yang saling bertolak
belakang.
Menurut

Jurgen

Habermas,

masyarakat

memiliki

tiga

jenis

kepentingan yang memiliki pendekatan rasio yang berbeda yaitu:

Kepentingan Teknis (Objective Welt). Hal ini sangat kuat


berhubungan dengan penyediaan sumber daya natural dan

juga kerja (instrumentalis).


Kepentingan Interaksi (Social

Welt)

Ini

merupakan

kepentingan praktis yang sesuai dengan hakikat manusia

sebagai makhluk sosial.


Kepentingan Kekuasaan Disatu sisi, hal ini berhubungan erat
dengan distribusi kekuasaan dalam masyarakat. Disisi lain,
adanya

sebuah

membebaskan

diri

kebutuhan
dari

dasariah

segala

bentuk

manusia
dominasi

untuk
atau

kebebasan.
Dari pandangan ini justru berkembang menjadi paham atau aliran
bahkan ideologi yang dipegang oleh suatu kelompok masyarakat yaitu:
(1) Pandangan Individualisme
Individualisme berpangkal dari konsep dasar bahwa manusia pada
hakikatnya adalah makhluk individu yang bebas. Paham ini memandang
manusia sebagai makhluk pribadi yang utuh dan lengkap terlepas dari
manusia yang lain.
Manusia sebagai individu adalah bebas, karena itu ia memiliki hakhak yang tidak boleh dihalangi oleh siapapun. Apabila hak-hak itu
terpenuhi maka kehidupan manusia akan terjamin dan sejahtera.
Masyarakat hanyalah sekumpulan individu-individu. Jika individu-individu
itu hidupnya sejahtera, maka masyarakatnya pun akan sejahtera.
Pandangan individualisme berpendapat bahwa kepentingan individulah
yang harus diutamakan. Kesejahteraan individu merupakan nilai kebaikan
22

tertinggi yang harus diperjuangkan melalui persamaan dan kebebasan.


Jadi, yang menjadi sentral individualisme adalah kebebasan seorang
individu untuk merealisasikan dirinya.
Paham individualisme menghasilkan ideologi liberalisme. Paham ini
bisa disebut juga ideologi liberalisme. Liberalisme adalah suatu paham
yang menegakkan kebebasan setiap individu serta memandang setiap
individu berada pada posisi yang sederajat dalam kemerdekaan dan hakhak miliknya. Liberalisme menolak segala pengekangan terhadap individu.
Liberalisme memberi kebebasan manusia untuk beraktivitas dalam rangka
pemenuhan kebutuhan hidup, baik dalam bidang politik, ekonomi, dan
sosial budaya. Beberapa prinsip yang dikembangkan ideologi liberalisme
adalah:
1) Penjaminan hak milik perorangan
2) Mementingkan diri sendiri atau kepentingan individu yang
bersangkutan
3) Pemberian kebebasan penuh pada individu
4) Persaingan bebas untuk mencapai kepentingannya masingmasing Liberalisme dalam bidang politik menghasilkan
demokrasi

politik,

kebebasn

berbicara,

berpendapat,

berserikat, dan perlunya jaminan hak asasi manusia.


Menurut paham liberalisme, kebebasan antarindividu tersebut bisa
diatur melalui penerapan hukum. Jadi, Negara yang menjamin keadilan
dan kepastian hukum mutlak diperlukan dalam rangka mengelola
kebebasan agar tetap menciptakan tertibnya penyelenggaraan hidup
bersama.
(2) Pandangan Sosialisme
Pandangan ini menyatakan bahwa kepentingan masyarakatklah
yang diutamakan. Masyarakat tidak sekedar kumpulan dari individu.
Masyarakat merupakan entitas yang besar dan berdiri sendiri dimana
individu-individu itu berada. Individu dan kepribadiannya dianggap sebagai
alat dari mesin raksasa masyarakat. Kedudukan individu hanyalah objek
dari masyarakat. Menurut pandangan sosialis, hak-hak individu sebagai
23

hak dasar hilang. Individu terikat pada komitmen suatu kelompok. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa pandangan sosialisme bertolak
belakang dengan pandangan Individualisme. Sosialisme mementingkan
masyarakat secara keseluruhan. Bahwa kepentingan masyarakatlah yang
utama bukan individu.
D.

Asas-asas Hukum Acara Pidana


1. Asas Hukum
Ilmu Hukum adalah suatu ilmu Sui Generis, yang tidak dapat
dibandingkan (diukur, dinilai) dengan bentuk ilmu lain yang mana
pun. Ia memiliki berbagai ciri, yang salah satu diantaranya ialah
bahwa Ilmu Hukum itu memiliki suatu sifat empirik analitikal, yang
berarti bahwa ia memberikan suatu pemaparan dan analisis tentang
isi (dan struktur) dari hukum yang berlaku. Untuk memikirkan
berbagai pengertian dalam pertautan antara yang satu dengan yang
lain (isi dan struktur), harus dianalisis dan terutama dicoba dengan
berlatar belakang asas-asas (hukum) yang melandasi mereka. 21
Berdasarkan hal tersebut, maka jelaslah bahwa Asas Hukum
merupakan suatu hal yang sangat fundamental dalam pembicaraan
tentang ilmu hukum. Alasan lain Asas Hukum menjadi hal yang
sangat fundamental dalam hukum ialah karena dia termasuk ke
dalam salah satu bagian atau objek dari dogmatika Hukum (selain
Peraturan hukum kongkret, sistem hukum dan hermeneutika
hukum).22
Dalam Kamus Hukum karya Sudarsono dijelaskan bahwa Asas
Hukum ialah :23 (1) Hukum dasar; (2) Dasar (Sesuatu yang menjadi
tumpuan berpikir atau berpendapat); dan (3) Dasar cita-cita

21

Meuwissen, Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum, dan Filsafat
Hukum, dialihbahasakan oleh B. Arief Sidharta, Cetakan ke-4, Bandung: PT Refika
Aditama, 2013, hlm. 55.
22
Sudikno Mertokusumo, Op.Cit., hlm. 44.
23
Sudarsono, Kamus Hukum Edisi Baru, Cetakan ke-5, Jakarta: Rineka Cipta, 2007, hlm.
37.

24

(perkumpulan atau organisasi). Berikutnya, jika kita merujuk dari


pendapat para ahli terkemuka, maka gambaran tentang Asas Hukum
akan jauh lebih jelas lagi. Adapun menurut Paul Scholten yang
menyatakan bahwa Asas Hukum ialah kecenderungan yang
ditetapkan oleh moral pada hukum.24 Hal ini pun telah diamini oleh
Prof. Mochtar Koesoemaatmadja yang menyatakan bahwa asas
hukum berkaitan dengan nilai-nilai moral tertinggi, yaitu Keadilan. 25
Asas Hukum juga dapat ditafsir sebagai prinsip-prinsip yang
dianggap dasar atau fundamen hukum. Asas-asas tersebut juga
dapat disebut pengertian-pengertian dan nilai-nilai yang menjadi
tolak berpikir tentang hukum. Asas-asas hukum tersebut merupakan
titik tolak juga bagi pembentukan undang-undang dan interpretasi
undang-undang tersebut. Bahkan menurut Bellefroid bahwa asas
hukum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan
yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan
yang lebih umum.26 Berikutnya, klau kita merujuk pada pendapat
Kraan, maka asas hukum dapat didefinisikan sebagai bagian dari
hukum yang lebih merupakan sweeping statements, jalan keluar
yang

dirumuskan

secara

mutlak

untuk

pemecahan

suatu

permasalahan hukum.27
Dari beberapa pengertian awal tentang Asas Hukum diatas,
maka kita dapat mengerucutkan bahwa sesungguhnya asas hukum
itu tidak dapat dianggap sebagai norma-norma hukum yang kongkrit,
melainkan harus dipandang sebagai dasar-dasar umum terhadap
berlakunya suatu aturan-aturan hukum yang dibentuk berdasarkan
tingkatan tertinggi dari hukum (Moralitas). Oleh sebab itu setiap

24

Sudikno Mertokusumo, Op.Cit., hlm. 46.


Mochtar Koesoemaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Cetakan
ke-2, Bandung: Alumni, 2006, hlm. vi.
26
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum: Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Liberty,
2009, hlm. 5.
27
Sudikno Mertokusumo, Loc.Cit.
25

25

pembentukan hukum praktis perlu berorientasi pada asas-asas


hukum tersebut.
Asas Hukum juga menjadi penting dalam hukum dikarenakan
Asas Hukum-lah yang membuat sistem hukum menjadi luwes,
fleksibel dan supel. Tanpa adanya asas hukum, sistem hukum
menjadi kaku, tidak luwes, tidak fleksibel. Karena sifatnya umum,
maka asas hukum tidak dapat diterapkan secara langsung pada
peristiwa kongkret. Asas Hukumnya harus disesuaikan, dicocokkan,
dengan peristiwa kongkret lebih dulu. Sebagaimana hukum itu
sendiri merupakan cita-cita manusia; merupakan harapan. Dengan
demikian Asas Hukum member dimensi etis pada hukum.28 Asas
hukum juga dianggap sebagai sesuatu yang melahirkan (sumber,
inspirasi, filosofis, materiil dan formiil) dari peraturan hukum. Dengan
demikian, asas hukum menjadi rasio-logis peraturan-peraturan
hukum.29 Lanjut pula, jika kita merujuk pada pendapat Van der
Velden, bahwa sesungguhnya Asas Hukum adalah tipe putusan
tertentu yang dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk menilai
situasi atau digunakan sebagai pedoman berperilaku. 30
Lanjut pula, Asas-asas hukum mempunyai arti penting bagi
pembentukan hukum, penerapan hukum dan perkembangan hukum.
Bagi Pembentukan hukum, asas-asas hukum memberikan landasan
secara garis besar mengenai ketentuan-ketentuan yang perlu
dituangkan dalam aturan hukum. Dalam Penerapan Hukum, Asasasas hukum sangat membantu bagi digunakannya penafsiran dan
penemuan hukum maupun analogi. Sedangkan bagi perkembangan
ilmu hukum, asas-asas hukum dapat ditunjukkan berbagai aturan
hukum yang pada tingkat yang lebih tinggi sebenarnya merupakan
suatu kesatuan. Oleh karena itulah peneitian terhadap asas-asas
28

Ibid., hlm. 47-48.


Abdullah Marlang, Irwansyah, dan Kaisaruddin Kamaruddin, Pengantar Hukum
Indonesia, Makassar: Yayasan Aminuddin Salle (A.S. Center), 2009, hlm. 35.
30
Sudikno Mertokusumo, Loc.Cit.
29

26

hukum mempunyai nilai yang sangat penting baik bagi dunia


akademis, pembuatan undang-undang, maupun praktik peradilan. 31
Berikutnya, Asas Hukum itu berakar di dalam kenyataan
masyarakat (factor riil) dan di dalam nilai-nilai yang dipilih sebagai
pedoman oleh suatu kehidupan bersama (factor idiil). Dimana fungsi
asas hukum pada umumnya adalah menyatukan faktor riil dan factor
idiil

tersebut.

Fungsi

asas

hukum

dalam

hukum

bersifat

mengesahkan dan mempunyai pengaruh yang normatif dan


mengikat para pihak. Bersifat mengesahkan karena mendasarkan
eksistensinya pada rumusan oleh pembentuk undang-undang dan
hakim. Fungsi lain asas hukum di dalam ilmu hukum bersifat
mengatur

dan

bersifat

eksplikatif.32

Tambah

pula,

bahwa

sesungguhnya Asas hukum mengandung nilai-nilai etis yang


berfungsi menghilangkan dan menetralisir kemungkinan terjadinya
suatu konflik dalam tataran sistem hukum yang berlaku. Oleh karena
asas hukum merupakan rasio-logis dari peraturan hukum, maka
menurut Paton asas hukum tidak akan pernah habis kekuatannya
hanya karena telah melahirkan peraturan hukum. Asas hukum tetap
saja ada dan akan terus mampu melahirkan peraturan hukum secara
berkesinambungan

sesuai

dengan

kebutuhan.

Asas

hukum

mengandung nilai-nilai dan tuntutan estetis. Hukum sebagai suatu


sistem, tidak menghendaki adanya suatu konflik. Seandainya timbul
dan terjadi konflik dalam sistem hukum itu, maka asas-asas
hukumlah yang berfungsi untuk menyelesaikan konflik itu. 33
Asas-asas hukum juga dapat mengalami perubahan. Akan
tetapi mengingat asas nhukum merupakan sesuatu yang bersifat
abstrak,

perubahan

dibandingkan

dengan

asas

hukum

perubahan

tersebut
peraturan

amatlah

lambat

hukum.

Dengan

31

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana, 2008, hlm. 79.
Sudikno Mertokusumo, Op.Cit. (Note 1), hlm. 49.
33
Abdullah Marlang, dkk., Loc.Cit.
32

27

berpegang kepada pandangan bahwa asas hukum yang berlaku di


suatu

negara

dapat dipergunakan

di

daerah

lain,

dapatlah

dikemukakan bahwa asas hukum yang lama yang asli yang dimiliki
oleh suatu negara mungkin dapat diganti oleh asas hukum yang
dimiliki oleh bangsa lain karena asas hukum yang asli tersebut tidak
lagi sesuai dengan situasi yang ada. 34
2. Asas-asas dalam Hukum Acara Pidana
a. Asas Peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan
Sebenarnya hal ini bukan merupakan barang baru dengan
lahirnya KUHAP. Dari dahulu, sjak adanya HIR, sudah tersirat asas
ini dengan kata-kata yang lebih konkret daripada yang dipakai dalam
KUHAP. Untuk menunjukkkan system peradilan cepat, banyak
ketentuan dalam KUHAP yang memakai kataSEGERA. Sedangkan
dalam HIR lebih konkret lagi dengan menggunakan penjelasan
waktu satu kali 24 jam.
Peradilan cepat (terutama untuk menhindari penahanan yang
lama sebelum adanya putusan hakim) merupakan bagian dari hakhak asasi manusia. Begitu pula dengan peradilan bebas, jujur dan
tidak memihak yang ditonjolkan dalam undang-undang tersebut 35.
Untuk lebih jelasnya, penjelasan umum yang dijabarkan dalam
banyak pasal dalam KUHAP antara lain:
-

Pada pasal 24 ayat (4), 25 ayat (4), 26 ayat (4), 27 ayat


(4), dan 28 ayat (4). Umumnya dalam pasal-pasal
tersebut dimuatkan ketentuan jika telah lewat waktu
penahanan seperti tercantum dalam ayat sebelumnya,
maka penyidik, penuntut umum, dan hakim harus segera
mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari tahanan
demi hukum. Dengan sendirinya, hal ini mendorong

34
35

Peter Mahmud Marzuki, Loc.Cit.


Hamzah.S.H,Dr.A, Hukum Acara Pidana,Arikha Media Cipta, Jakarta,1996, hal.12

28

penyidik, penuntut umum dan hakim untuk mempercepat


-

penyelesaian perkara ersebut


Pasal 50 mengatur tentang hak tersangka dan terdakwa
untuk segera diberitahukan dengan jelas dalam Bahasa
yang mudah untuk dimengerti olehnya tentang apa yang
disangkakan

kepadanya

pada

waktu

dimulainya

pemeriksaan, ayat (1) segera perkaranya diajukan ke


pengadilan oleh penuntut umum, ayat (2) segera diadili
-

oleh pengadilan ,ayat (3).


Pasal 102 ayat (1) yang mengatakan bahwa penyelidik
yang

menerima

laporan

atau

pengaduan

tentang

terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan


tindak

pidana

wajib

segera

melakukan

tindakan

penyelidikan yang diperlukan


Pasal 106 mengatakan hal tersebut diatas sama bagi

penyidik
Pasal 107 ayat (3) mengatakan bahwa dalam hal tindak
pidana selesai disidik oleh penyidik tersebut pada pasal 6
ayat

(1)

huruf

b,

segera

menyerahkan

hasil

penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik


-

tersebut dalam pasal 6 ayat (1) huruf a.


Pasal 110 mengatur tentang hubungan penuntut umum
dan penyidik yang semuanya disertai dengan kata

segera. Begitu pula pasal 138


Pasal 140 ayat (1) dikatakan Dalam hal penuntut umum
berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan
penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat

dakwaan.
b. Praduga Tidak Bersalah
Asas ini disebut dalam undang-undang nomor 14 tahun 1970
tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman dan juga
dalam penjelasan umum butir 3c KUHAP yang berbunyi: Setiap
orang yang disangka, ditangkap, ditahan, ditunut, dan atau
29

dihadapkan dimuka siding pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah


sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya
dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

36

c. Asas Oportunitas
Dalam hukum acara pidana dikenal suatu badan yang
khusus diberi wewenang untuk melakukan penuntutan ke tingkat
pengadilan yang disebut penuntut umum. Di Indonesia, penuntut
umum disebut juga jaksa (Pasal 1 butir a dan b serta pasal 137 dan
seterusnya KUHAP).

Wewenang penuntutan dipegang oleh

penuntut umum sebagai monopoli, artinya tiada badan lain yang


boleh melakukan itu. Hal ini disebut dominus litis di tangan
penuntut umum atau jaksa. Dalam hal hubungan dengan hak
penuntutan dikenal dua asas, yaitu asas legalitas dan asas
opurtunitas. A.Z Abidin Farid, memberi perumusan tentang asas
opurtunitas sebagai berikut:
Asas hukum yang memberikan wewenagn kepada penuntut
umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa
syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi
kepentingan bersama37
Asas opurtunitas secara praktek sudah dianut oleh hukum
acara pidana. Dalam hal ini Lemaire mengatakan bahwa pada
dewasa ini , asas opurtunitas lazim dianggap sebagai suatu asas
yang berlaku di negeri ini, sekalipun sebagai hukum tak tertulis
yang berlaku.
Di Indonesia sendiri, dalam hal schikking perkara-perkara
penyelundupan

yang

dalam

undang-undang

tindak

pidana

ekonomi, dipakai dasar hukum asas opurtunitas dan dilekatkan


syarat-syarat pensponeran yang pembayaran denda damai yang
36
37

Ibid. hal.13
A.Z.Abidin,Op.Cit, hal 17

30

disetujui antara pihak kejaksaan dan tersangka. 38 Satu hal lagi yang
perlu dijelaskan bahwa apa yang dimaksud dengan kepentingan
umum dijelaskan dalam pedoman pelaksanaan KUHAP yang
dimana berbunyi:
.Dengan demikian kriteria demi kepentingan umum
dalam penerapan asas opurtunitasdi negara kita adalah didasarkan
untuk kepentingan negara dan masyarakat dan bukan untuk
kepentinganpribadi.
d. Asas Legalitas
Dalam praktek hak penuntutan selain asas opurtunitas, ada
juga asas legalitas. Menurut asas ini, bahwa penuntut umum wajib
menuntut suatu delik. Asas legalitas dalam hukum acara pidana
berbeda dengan pengertian asas legalitas dalam hukum pidana
materil yang sebagaimana tercantum dalam pasal 1 ayat (1) KUHP.
39

e. Pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum


Pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum dapat dilihat
dalam pasal 153 ayar (3) dan (4) KUHAP yang berbunyi sebgaia
berikut:
Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua siding membuka
siding dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara
mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak ayat (3).
Tidak dipenunhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3)
mengakibatkan batalnya putusan demi hukum ayat (4). Pada
penjelasan ayat (3) dikatakan cukup jelas, dan untuk ayat (4) lebih
di pertegas lagi:

38
39

Dr.A. Hamzah,S.H, Op.Cit, hal 20


Ibid, hlm. 16.

31

Jaminan yang diatur dalam ayat (3) diatas diperkuat


berlakunya, terbukti dengan timbulnya akibat hukum jika asas
peradilan tersebut tidak terpenuhi.
Yang

menjadi

pertanyaan

bagaimana

kalua

hakim

menyatakan sidang tertutup demi menjaga militer atau ketentuan


umum?

Menurut

undang-undang

ketentuan-ketentuan

pokok

kekuasaaan kehakiman hal ini boleh karena pasal 17 yang


mengatur hal ini tidak menyebut secara limitative pengecualian
seperti KUHAP. Tetapi dengan KUHAP ini, hal seperti itu
mdnjadikan putusan batal demi hukum.
Sebenarnya hakim dapat menetapkan apakah suau siding
dinyatakan sluruhnya atau sebagiannya tertutup untuk kepentingan
umum. Yang artinya persidangan dilakukan dibelakang pintu
tertutup. Pertimbangan itu diserahkan kepada hakim. Walaupun
sidsng dinyatakan tertutup untuk umum, namun keputusan hakim
dinyatakan dalam siding terbuka untuk umum. Hal ini diatur dalam
pasal 195 KUHAP dan pasal 18 UU ketentuan-ketentuan pokok
kekuasaan kehakiman.40
f.

Semua orang diperlakukan sama didepan hakim


Asas ini dicantumkan dalam pasal 5 ayat (1) UU ketentuan
pokok kekuasaan kehakiman dan dalam KUHAP yang tertera
dalam penjelasan umum butir 3a. Pasal 5 ayat (1) tersebut
berbunyi: pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak
membeda-bedakan orang.

g. Peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan tetap


Hal ini berarti bahwa pengambilan keputusan salah tidaknya
terdakwa dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan bersifat
tetap. Untuk jabatan ini diangkat hakim-hakim yang tetap oleh
40

Ibid.,,hlm. 22.

32

kepala negara. Hal ini disebutkan dalam UU ketentua-ketentuan


pokok kekuasaan kehakiman pasal 31.
h. Tersangka atau Terdakwa mendapat bantuan hukum
Hal ini menjadi ketentuan universal di negara-negara
demokratis yang beradap. Dalam pasal 69 sampai pasal 74 KUHAP
diatur tentang bantuan hukum tersebut dimana tersangka/terdakwa
mendapat kebebasan-kebebasan yang sangat luas. Kebebasankebebasan tersebut antara lain:
1) Bantuan hukum dapat diberikan sejak saat tersangka
ditangkap atau ditahan
2) Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat
pemeriksaan
3) Penasehat hukum dapat menghubungi tersangka/terdakwa
pada semua tingkat pemeriksaan pada setiap waktu
4) Pembicaraan antara penasehat hukum dan tersangka tidak
didengar oleh penyidik dan penuntut umum kecuali pada
delik yang menyangkut keamanan negara
5) Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau
penasehat hukum guna kepentingan pembelaan
6) Penasehat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari
tersangka/terdakwa.
Pembatasan-pembatasan hanya dikenakan jika penasehat
hukum

menyalahgunakan

hak-hak

tersebut.

Kebebasan-

kebebasan dan kelonggaran itu hanya dari segi yuridis semata.


Bukan dari segi politik, social, dan ekonomi.
i. Asas accusatoir
Kebebasan memberi dan mendapatkan nasihat hukum
menunjukkan bahwa dengan KUHAP telah dianut asas accusatoir.
Ini berarti perbedaan antara pemeriksaan pendahuluan dan
pemeriksaan siding pengadilan pada asasnya elah dihilangkan.

33

j. Pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan


Pemeriksaan disidang pengadilan dilakukan oleh hakim
secara langsung artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi.
Pemeriksaan hakim juga dilakukan secara lisan, artinya bukan
tertulis antara hakim dan terdakwa. Ketentuan mengenai hal itu
diatur dalam pasal 154, 155 dan seterusnya dalam KUHAP.
Yang dipandang sebagai pengecualian dari asas langsung ialah
kemungkinan putusan dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa, yaitu putusan
verstek atau in absentia. Tetapi hal ini hanya merupakan pengecualian,
yaitu dalam acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu-lintas jalan 41.
Pasal 213 KUHAP berbunyi: Terdakwa dapat menunjuk seseorang
dengan suruat untuk mewakilinya di siding. Begitu pula ketentuan dalam
pasal 214 yang mengatur tentang acara pemeriksaan verstek tersebut.
Dalam hukum acara pidana khusus seperti UU no 7 tahun 1955 tentang
tindak pidana ekonomi, UU no 11 (PNPS) tahun 1963 tentang
pemberantasan kegiatan subversi, dan dalam UU no 3 tahun 1971
tentang pemberantasan tindak pidana

korupsi, dikenal pemeriksaan

pengadilan secara in absentia atau tanpa hadirnya terdakwa.

41

Ibid, hlm. 27

34

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.

Lokasi Penelitian
Dalam melakukan penelitian penulis memilih lokasi penelitian di Kota

Makassar

Provinsi Sulawesi Selatan, dengan lokasi penelitian di

beberapa perpustakaan terlebih Perpustakaan di Universitas Hasanuddin


dan Taman Baca Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
B. Jenis dan Sumber Data/Bahan Hukum
Adapun jenis bahan hukum dan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Bahan Hukum Primer, adalah data yang diperoleh melalui
penelitian

lapangan

dengan

pihak-pihak

yang

terkait

sehubungan dengan penelitian ini. Adapun cara memilih yang


dilakukan oleh penulis yaitu dengan melihat keseharian dan
kepakaran pihak.
2. Bahan Hukum Sekunder, adalah data yang diperoleh melalui
studi kepustakaan, yaitu dengan menelaah literatur, artikel,
serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian

Pustaka

(literature

research),

yaitu

menelaah

berbagai buku kepustakaan, koran dan karya ilmiah yang ada


hubunganya dengan objek penelitian.
2. Penelitian lapangan (field research), yaitu pengumpulan data
dengan mengamati secara sistematis terhadap fenomenafenomena yang diselidiki dan melakukan wawancara dan
C.

diskusi dengan akademisi, praktisi, dan masyarakat.


Teknik Pengumpulan Data

35

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini


adalah:
1.

Studi Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan


cara mencatat

2.

dokumen-dokumen (arsip) yang berkaitan

dengan permasalahan yang akan dikaji.


Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dangan cara tanya
jawab baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
Akademisi, Praktisi, dan masyarakat kaitanya dengan judul

D.

yang akan penulis teliti.


Analisis Data
Data yang diperoleh dari data primer dan data sekunder akan

diolah dan dianalisis berdasarkan rumusan masalah yang telah diterapkan


sehingga diharapkan dapat diperoleh gambaran yang jelas. Analisis data
yang digunakan adalah analisis data yang berupaya memberikan
gambaran secara jelas dan konkrit terhadap objek yang dibahas secara
kualitatif dan selanjutnya data tersebut disajikan secara deskriptif yaitu
menjelaskan,

menguraikan,

dan

menggambarkan

sesuai

dengan

permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Aburaera, Sukarno. Muhadar, dan Maskun, Filsafat Hukum: Teori dan
Praktik, Jakarta: Kencana, Jakarta, 2013.
Hamzah.S.H,Dr.A,

Hukum

Acara

Pidana,Arikha

Media

Cipta,

Jakarta,1996.

36

Kaligis, O.C. S.H., M.H., Deponeering Teori dan Praktik , Bandung: PT.
ALUMNI, 2011, UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Pasal 35
huruf b
Koesoemaatmadja,

Mochtar.

Konsep-konsep

Hukum

dalam

Pembangunan, Cetakan ke-2, Bandung: Alumni, 2006.


Mahmud, Peter Marzuki,

Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana,

2008.
Marlang, Abdullah. Irwansyah, dan Kaisaruddin Kamaruddin, Pengantar
Hukum Indonesia, Makassar: Yayasan Aminuddin Salle (A.S. Center),
2009.
Marpaung, Leden. Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika,
Jakarta, 1992.
Mertokusumo, Mertokusumo, Penemuan Hukum:

Sebuah Pengantar,

Yogyakarta: Liberty, 2009.


Meuwissen, Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum,
dan Filsafat Hukum, dialihbahasakan oleh B. Arief Sidharta, Cetakan ke-4,
Bandung: PT Refika Aditama, 2013.
Prakoso, Djoko. Hukum Penitensier di Indonesia, Liberty, Yogyakarta,198
Rasjidi, Lili. dan Liza Sonia Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori
Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012.
Sudarsono, Kamus Hukum Edisi Baru, Cetakan ke-5, Jakarta: Rineka
Cipta, 2007.
http://www.Kejaksaan.go.id/ diakses pada 25/4/2016 3.01 PM

37

BBC.<http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2010/10/101029_de
poneering.shtml>, diakses pertama kali pada anggal 6 Mei 2016 Pukul
12.03 WITA
Kejaksaan.

<http://Kejaksaan.go.id/tentang_Kejaksaan.php?id=1>,

diakses pertama kali pada tanggal 2 5 April 2016, Pukul 02.57 WITA.
Pratama,

Eko

<https://ekhopratama.wordpress.com/2013/05/30/repost-

jalan-cerita-kasus-bibit-chandra/>, diakses pertama kali pada tanggal 6


Mei 2016 Pukul 11.45 WITA
Sudikno

Mertokusumo,

Kepentingan

Umum,

di

lihat

di

<http://sudiknoartikel.blogspot.co.id/2008/03/kepentingan-umum.html>,
Pertama kali di lihat pada tanggal 7/May/2016, pukul WITA.

38

Anda mungkin juga menyukai