as@ 021_01.02.016
Cetakan pertama: 2016
ISBN 978-602-14145-7-6
MEMBUKA AKSES
KEADILAN MELALUI
CITIZEN LAW SUIT (CLS)
DI INDONESIA
Mas Achmad Santosa,
Margaretha Quina
dan Lakso Anindito
AWAL PENGAKUAN CLS DI INDONESIA : MENGAPA
DAN BAGAIMANA?
Penerimaan pertama CLS (gugatan warganegara) di Indonesia
dilakukan dalam kasus Nunukan yang diajukan oleh Munir, cs. mengenai
Penelantaran Negara terhadap TKI Migran yang dideportasi di Nunukan,
diputus oleh PN Jakpus dalam Putusan No: 28/PDT.G/2003/PN. Gugatan
perdata Munir, cs. merupakan gugatan pertama yang mendalilkan CLS
sebagai dasar kedudukan hukum para pihak dan menuntut diterimanya
dalil-dalil hukum mengenai gugatan warga Negara.
Pasal 28 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004, yaitu “Hakim wajib menggali,
mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup
dalam masyarakat”
MEMBUKA AKSES KEADILAN MELALUI CITIZEN LAW SUIT (CLS) DI INDONESIA 175
ayat (1) menyatakan bahwa,
Dimensi hak asasi manusia ini terlihat dalam Putusan CLS KPU, dimana
hakim menggarisbawahi kepentingan dan kedudukan hukum warga
Negara untuk memperjuangkan dan membela hak asasi manusia terhadap
penyelenggara Negara, yang karena kelalaian atau kesengajaannya telah
mengakibatkan hak untuk memilih dalam Pemilu. Ditegaskan pula bahwa
berdasarkan definisi CLS sebagaimana dikutip dari Putusan CLS terkait
UN maupun CLS terkait KPU (yang mendasarkan pada pendapat Michael
D. Axline), CLS mencakup kepentingan akan hak-hak asasi warga Negara.
Konsep lain yang dirujuk dalam pertimbangan hakim dalam perkara CLS
KPU adalah konsep ‘tanggung jawab Pemerintah’ yang berlandaskan Pasal
8 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyebutkan
bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi
manusia terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah. Ditegaskan
dalam pertimbangan Hakim, bahwa berdasarkan tanggung jawab Negara
tersebut, jika Negara atau Pemerintah ‘dianggap’ tidak melaksanakan
MEMBUKA AKSES KEADILAN MELALUI CITIZEN LAW SUIT (CLS) DI INDONESIA 177
tanggung jawab tersebut, setiap warga Negara berhak untuk mengajukan
gugatan atas kelalaian maupun kesengajaan Negara atau Pemerintah.
Konsep actio popularis yang diterima di Belanda juga terkait erat dengan
akses keadilan dalam hal lingkungan hidup, sebagaimana dinyatakan
dalam Introduction to Dutch Law,
MEMBUKA AKSES KEADILAN MELALUI CITIZEN LAW SUIT (CLS) DI INDONESIA 179
dari dampak yang mungkin terjadi.”3
Apabila ditelusuri lebih jauh, actio popularis berasal dari bahasa Latin
‘actio’ dan ‘populi’ yang jika diterjemahkan secara harafiah berarti “Action
at law of the people”.4 Oxford Guide to Latin in International Law
mendefinisikan actio popularis sebagai,
Hal tersebut didukung oleh penelitian para ahli. Menurut Lilla Farkas,
praktisi hukum dari Hongaria, menjelaskan bahwa berdasarkan racial
equality directive yang diadopsi tahun 2000 oleh Uni Eropa, NGO
Standing seharusnya diakui sebagai salah satu standing dari actio
popularis, sebagaimana dijabarkannya,
3 Jeroen M. J. Chorus, Piet-Hein Gerver, Ewoud Hondius, Ed., Introduction to Dutch Law,
4th Edition, (Alpen aan den Rijn, Nederlands: Kluwer Law International, 2006), hlm.
373
4 Jeroen M. J. Chorus, Piet-Hein Gerver, Ewoud Hondius, Ed., Introduction to Dutch Law,
4th Edition, (Alpen aan den Rijn, Nederlands: Kluwer Law International, 2006), hlm.
373
5 Ibid.
Bagan 1
Citizen
Law Suit
ACTIO POPULARIS
NGO
Standing
MEMBUKA AKSES KEADILAN MELALUI CITIZEN LAW SUIT (CLS) DI INDONESIA 181
DAMPAK CLS DALAM PENEGAKAN HUKUM DAN
KEADILAN DI INDONESIA
Untuk dapat memahami dampak dari penerapan CLS maka diperlukan
kajian atas penerapan CLS pada kasus-kasus di Indonesia. Walaupun
secara umum cukup sulit untuk mengukur efektivitas penerapan CLS
di Indonesia karena penerapan konsep tersebut relatif masih minim di
Indonesia. Selain itu, kasus-kasus yang diajukan dengan standing CLS
cenderung stagnan dan belum terlihat keseragaman dalam penerimaan.
Berikut adalah beberapa kasus yang diajukan dengan CLS sebagai bahan
pertimbangan.
a. Abstraksi Kasus
Perkara dengan Nomor Perkara Putusan PN SAMARINDA Nomor 55/
Pdt.G/2013/PN.Smda Tahun 2014 antara Komari dkk yang menggungat
Negara Republik Indonesia Cq. Pemerintah RI Cq. Pemerintah Propinsi
Kalimantan Timur Cq. Pemerintah Kota Samarinda Cq. Walikota
Samarinda atas kelalaian dalam melaksanakan kewajiban untuk
menciptakan lingkungan hidup yang baik dan sehat khususnya dengan
banyaknya tambang di Kalimantan Timur. Hal tersebut menyebabkan
kerugian bagi warga negara pada umumnya dan warga samarinda pada
khususnya. Gugatan tersebut dimulai pada 25 Juni 2013 dan diputuskan
pada hari Rabu, 16 Juli 2014 di Pengadilan Negeri Samarinda. Perkara ini
ditangani oleh Majelis Hakim Sugeng Hiyanto, SH., MH (Ketua Majelis),
Hongkun Otoh, SH., MH dan Yuli Effendi, SH., M.Hum (Anggota Majelis
Hakim) serta Mulyanto, SH sebagai panitera.
b. Legal Standing
Penggugat mendasarkan gugatan dengan kerugian yang dialami warga
negara atas lalainya pemerintah dalam menjaga lingkungan hidup dengan
memberikan izin dan membiarkan aktivitas pertambangan yang merusak
lingkugan. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim mempertimbangkan
baik penafsiran undang-undang, putusan dan Surat Keputusan Mahkamah
Agung.
MEMBUKA AKSES KEADILAN MELALUI CITIZEN LAW SUIT (CLS) DI INDONESIA 183
berupaya untuk memberikan contoh dampak yang diterima oleh warga
negara secara langsung. Hal tersebut ditunjukkan melalui meningkatnya
terjadinya banjir sejak 2008, kekeringan di 9 (Sembilan) daerah, banjir
lumpur di beberapa kawasan yang menyebabkan rusaknya sumber air,
sawah dan banjir, serta meninggalnya 9 (Sembilan) anak akibat lubang
pasca tambang yang tidak direklamasi (masing-masing disebutkan
lokasinya). Hal-hal tersebut didukung pula oleh ahli yang dihadirkan
penggugat.
d. Putusan
Berdasarkan putusan, dalam provisi Majelis Hakim menolak tuntutan
provisi Para Penggugat. Di sisi lain, Majelis Hakim menolak eksepsi Para
Tergugat III dan dalam pokok perkara:
a. Abstraksi Kasus
Perkara ini berkaitan dengan gugatan warga negara yang merasa
pemberlakuan Ujian Nasional (UN) merupakan kebijakan yang tidak tepat
dan mengganggap kebijakan tersebut merugikan warga negara. Warga
meminta agar negara dinyatakan lalai dalam menjamin perlindungan
hak pendidikan yang baik bagi warga negara. Gugatan ini diajukan oleh
Kristiono Dkk melawan Negara Republik Indonesia Cq. Presiden Republik
Indonesia Cq. Wakil Presiden Republik Indonesia Cq. Menteri Pendidikan
Cq. Badan Standarisasi Nasional. Kasus tersebut diputus pada tingkat
pengadilan negeri dengan putusan No.228/Pdt.G/2006/PN.JKT.PST
tanggal 21 Mei 2007 dan diputus pada tingkat banding yang menguatkan
putusan PN dengan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta dengan putusan
No.377/PDT/2007/PT.DKI tanggal 6 Desember 2007. Putusan tersebut
kembali diperkuat dengan Putusan pada tingkat Mahkamah Agung dengan
putusan Nomor No.2596 K/PDT/2008.
b. Legal Standing
Mahkamah Agung mempertimbangkan pertimbangan dari putusan baik
pengadilan tingkat pertama maupun tinggi yang mendasarkan hak gugat
warga negara pada beberapa pertimbangan. Pertimbangan putusan yang
sudah dilakukan sebelumnya maupun peraturan perundangan. Pertama
melalui pertimbangan Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (1) UU No. 4
tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu :
MEMBUKA AKSES KEADILAN MELALUI CITIZEN LAW SUIT (CLS) DI INDONESIA 185
mengakui CLS. Putusan gugatan Citizen Law Suit di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat dengan perkara No.28/Pdt.G/2003 /PN.JKT.PST yang
diputus tanggal 08 Desember 2003 oleh Andi Sansan Nganro. SH. selaku
Ketua Majelis Hakim, H. lskandar Tjake, SH. dan Ny. Andriani Nurdin, SH.
masing-masing sebagai Hakim Anggota Majelis Hakim telah mengakui
adanya Gugatan Citizen Law Suit. Hal yang menarik adalah penggugat
menyertakan pula inovasi-inovasi lain yang ada dalam berbagai putusan
seperti class action dan NGO Standing.
d. Putusan
Hakim menguatkan putusan pengadilan negeri dan tinggi yang menolak
eksepsi, menolak Provisi Para Penggugat dan dalam pokok perkara:
2. Menyatakan :
MEMBUKA AKSES KEADILAN MELALUI CITIZEN LAW SUIT (CLS) DI INDONESIA 187
Tabel 1.1. Rekapitulasi Gugatan CLS
ISI PUTUSAN SIGNIFIKANSI
KASUS PUTUSAN
TERKAIT CLS PUTUSAN
Dikeluarkannya
UU No. 39 Tahun
2004 tentang
Menerima
PN Jakarta Pusat Penempatan dan
legal standing
(Putusan No: 28/ Perlindungan
Penggugat dengan
PDT.G/2003/PN) TKI (sesuai
Munir cs. CLS
dengan amar
(Kasus
putusan yang
Penelantaran
memerintahkan
Negara terhadap
TKI Migran yang
dideportasi di Gugatan para
Nunukan) penggugat ditolak
PT DKI Jakarta
seluruhnya karena
(Putusan No: 480/ -
para penggugat
PDT/2005/PT DKI
tidak terbukti telah
melakukan PMH;
Menguatkan
PT DKI Jakarta Putusan -
Pengadilan Negeri
Menguatkan
putusan di tingkat
Mahkamah Agung
sebelumnya.
(Putusan No: -
Putusan PT
2596K/PDT/2008)
berkekuatan
hukum tetap.
MEMBUKA AKSES KEADILAN MELALUI CITIZEN LAW SUIT (CLS) DI INDONESIA 189
kasus kenaikan BBM dan Operasi Yustisi, CLS dinyatakan tidak diterima.
Ketiga kasus ini sama-sama diputuskan di PN Jakarta Pusat.
MEMBUKA AKSES KEADILAN MELALUI CITIZEN LAW SUIT (CLS) DI INDONESIA 191
“Standing, or locus standi, is capacity of a party to bring suit in
court. State laws define standing. At the heart of these statutes
is the requirement that plaintiffs have sustained or will sustain
direct injury or harm and that this harm is redressable.”
MEMBUKA AKSES KEADILAN MELALUI CITIZEN LAW SUIT (CLS) DI INDONESIA 193
berkaitan dengan kepentingan untuk mempertahankan hak yang dimiliki
publik atas suatu ancaman perbuatan atau kelalaian yang berdampak
secara luas. Lebih lanjut, apabila kita lihat kembali pada putusan UN dan
Nunukan, dalam putusannya terdapat pertimbangan hakim bahwa pihak
yang mengajukan tuntutan tidak perlu membuktikan bahwa dia mewakili
seluruh kelompok yang dirugikan dan mengalami kerugian riil secara
langsung. Artinya terdapat sedikitnya tiga syarat sebagai dasar dari legal
standing, yaitu :
Oleh karena itu, definisi warga negara dalam hal ini bukanlah sama
dengan hanya orang yang secara resmi terdaftar sebagai penduduk. Akan
tetapi, orang yang secara hukum diakui sebagai warga negara berdasarkan
tempat kelahiran walaupun dia belum didata sebagai penduduk.
MEMBUKA AKSES KEADILAN MELALUI CITIZEN LAW SUIT (CLS) DI INDONESIA 195
a. Merupakan akses orang perorangan atau warga negara untuk
mengajukan gugatan di Pengadilan untuk dan atas nama
kepentingan keseluruhan warga negara atau kepentingan publik;
MEMBUKA AKSES KEADILAN MELALUI CITIZEN LAW SUIT (CLS) DI INDONESIA 197
lingkungan hidup atas kerusakan yang dilakukan dikawasan hutan
konservasi. Penggugat yang merupakan warga negara dan tidak
tinggal di dalam atau sekalian kawasan konservasi dapat mendalilkan
kerusakan hutan konservasi mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Hal tersebut menyebabkan hilangnya potensi keanekaragaman hayati
dan menyebabkan bencana alam seperti banjir sehingga merugikan hak
konstitusional penggugat. Hal tersebut sebagaimana praktek penerapan
CLS yang terdapat dalam Bab 7002 Resource Conservation and Recovery
Act (‘RCRA’ 1976) di Amerika Serikat. Sebagai contoh lain, seperti
kelalaian negara dalam membuat peraturan pelaksana yang diwajibkan
untuk ada oleh suatu undang-undang dan menyebabkan tidak optimalnya
pemenuhan hak konstitusi warga negara.
Kedua, perihal kapan CLS dapat diajukan terkait dengan terjadinya suatu
pelanggaran atau pembiaran. Tidak satupun gugatan mendalilkan, dan
dengan demikian tidak satupun putusan hakim telah mempertimbangkan
secara seksama apakah penggugat warga Negara dapat menggugat untuk
pelanggaran yang telah terjadi sepenuhnya di masa lalu. Jika pun warga
Negara tidak dapat menggugat pelanggaran yang telah selesai dan perkara
di muka pengadilan merupakan perkara yang layak dengan pelanggaran
/pembiaran yang masih atau terus terjadi, apakah Tergugat dapat
MEMBUKA AKSES KEADILAN MELALUI CITIZEN LAW SUIT (CLS) DI INDONESIA 199
melakukan tindakan korektif dalam masa tunggu atau masa persidangan
perkara? Di AS, perihal ini dikenal sebagai Gwaltney doctrine,
sebagaimana diputus dalam kasus landmark Gwaltney v. Cheapsake Bay
Found oleh Mahkamah Agung AS. Inti dari Gwaltney doctrine adalah tidak
diperbolehkannya CLS dalam hal pelanggaran / pembiaran telah selesai.
Pelanggaran / pembiaran yang dapat diajukan dengan CLS haruslah masih
terjadi, yang termasuk sedang terjadi, terus-menerus ataupun terputus-
putus. Hal ini terkait erat dengan logika CLS di AS, yang sebagian besar
menargetkan injunction atau dihentikannya pelanggaran, dan dengan
demikian tidak akan berguna jika pelanggaran telah selesai. Sementara
itu, mengenai pelanggaran yang terputus-putus, terdapat presumsi bahwa
pelanggaran jenis ini akan tetap terputus-putus hingga sumbernya diatasi.
Dengan demikian, tindakan yang diambil untuk mengatasi pelanggaran
terputus-putus ini harus bersifat permanen, jangka panjang, dan sangat
jelas bahwa pelanggaran tidak akan terulang di masa depan. Misalnya,
dengan meningkatkan teknologi kontrol limbah, menutup bagian tertentu
dari pabrik, dan lain-lain.
MEMBUKA AKSES KEADILAN MELALUI CITIZEN LAW SUIT (CLS) DI INDONESIA 201
Mertokusumo merupakan salah satu akademisi yang berpendapat bahwa
penerobosan hukum yang dilakukan dalam pengakuan CLS di Indonesia
tanpa adanya legeslasi yang mengatur adalah kurang tepat secara prinsip,
dengan pertimbangan bahwa sifat hukum perdata formil seharusnya
adalah tidak dapat disimpangi,
Terdapat 2 (dua) asas yang menjadi titik perhatian Sudikno, yaitu: (1)
Point d’interest point d’action yang merupakan asas dasar utama hukum
acara perdata, yang berarti bahwa hanya orang yang berkepentingan
hukum secara langsung lah yang dapat mengajukan gugatan perdata;
dan (2) Actori incumbit probatio, yang merupakan asas mengenai beban
pembuktian, menyatakan bahwa barang siapa mempunyai sesuatu hak
atau mengemukakan suatu peristiwa harus membuktikan adanya hak atau
peristiwa itu. Lebih lanjut, Sudikno berpendapat bahwa dengan demikian
CLS seharusnya tidak dapat diterima oleh para Hakim, kecuali apabila
telah diatur dahulu dalam Undang-undang.
Selain itu, CLS juga merupakan gagasan yang konsisten dengan asas
kedua, yang membebankan pembuktian kepada pihak yang mendalilkan.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, pihak yang mendalilkan kerugian
masih harus membuktikan kerugian warga Negara tersebut, pembiaran
yang dilakukan oleh Negara, serta kausalitasnya. Yang tidak harus
dibuktikan hanyalah detil dan kerugian materiil orang perseorangan
sebagaimana diharuskan dalam kasus perdata umum.
MEMBUKA AKSES KEADILAN MELALUI CITIZEN LAW SUIT (CLS) DI INDONESIA 203
(UU mengenai partisipasi masyarakat dalam kebijakan lingkungan) dan
CERCLA (UU mengenai pemulihan lingkungan tercemar B3). Hal ini
dapat menjadi panduan Indonesia dalam menentukan area substantif
dalam bidang lingkungan hidup dan manajemen sumber daya alam yang
mengizinkan intervensi yudisial melalui CLS.
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan :