Anda di halaman 1dari 5

MAGELANG Himpunan Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia (HMJPBSI) menggelar seminar bertajuk Bersastra di Era Industri


Kreatif, Kamis (12/05/2016) di Auditorium Universitas Tidar. Pada seminar ini
hadir dua sastrawan nasional yaitu Ahmad Tohari dan Triyanto Triwikromo
yang sekaligus didaulat menjadi pembicara inti.
Sastra itu tidak bisa dipandang sebelah mata. Gaya kepemimpinan
Soekarno maupun Bung Hatta tidak terlepas dari kebiasaan beliau membaca
novel atau karya sastra lainnya, tutur Ahmad Tohari.
Menurut penulis novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk ini, Soekarno dan Bung
Hatta merupakan pembaca sastra yang baik. Dimasa sekolah menengahnya
dahulu, mereka diwajibkan membaca 16-32 novel. Kebiasaan ini
mempengaruhi gaya kepemimpinan beliau yang tegas namun humanis, lebih
sensitif. Secara ilmiah, gemar membaca novel juga mengaktifkan kerja otak
kanan dan kiri secara seimbang. Dewasa ini banyak pemimpin cerdas
namun kurangsense jadinya korupsi, tambahnya.

Sastra juga tidak melulu soal novel, puisi atau cerpen. Cerpenis sekaligus
redaktur sastra Suara Merdeka, Triyanto Triwikromo menyampaikan bahwa
sastra mulai menyusup ke dalam berbagai subsektor industri kreatif.
Sastra tak implisit menjadi mata subsektor industri kreatif seperti
periklanan, video dan film, seni pertunjukan, musik. Televisi dan radio, serta
riset dan pengembangan, kata Dosen Fakultas Sastra, Universitas
Diponegoro ini.
Beberapa film box office Indonesia seperti Sang Penari, Laskar Pelangi, Ayat
Ayat Cinta,Dunia Tanpa Koma, Pendekar Tongkat Emas serta Ada Apa
dengan Cinta berawal dari karya sastra yang berwujud novel. Pemilihan kata
untuk tagline iklan seperti Terus Terang Philip Terang Terus dan My Life My
Adventure dari Djarum tidak dapat dilepaskan dari sastra,tuturnya.
Menurut Muhammad Zamroni, ketua
dan hadir melebihi target perkiraan
dari luar kota seperti Temanggung
atau guru bahasa Indonesia banyak
dari jurusan lain ikut serta dalam
semester 4 ini.

panitia seminar, peserta yang mendaftar


awal. Peserta bahkan beberapa datang
dan Kebumen. Tidak hanya mahasiswa
juga masyarakat umum dan mahasiswa
acara ini, kata mahasiswa FKIP PBSI

Dalam kesempatan ini, Bengkel Seni UNTIDAR berkesempatan menampilkan


mini teater. Kali mereka menampilkan cerita mengenai mainstream dan anti
mainstream. Orang-orang yang berpegang teguh pada pendirian atau
ideologinya sendiri sering dipandang menjadi orang aneh yang akhirnya
dikucilkan dan ditertawakan orang-orang sekitarnya, jelas Nurul Huda.

SHARE

Anda mungkin juga menyukai