Anda di halaman 1dari 52

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

LAPORAN KASUS
CEPHALGIA DAN HNP LUMBAL

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Rumah Sakit Tentara Soedjono, Magelang

Pembimbing
Letkol CKM dr. Heriyanto, Sp.S

DisusunOleh :
Hana Fathia Ardi

1410221039

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA
RUMAH SAKIT TENTARA DR. SOEDJONO MAGELANG
PERIODE 19 OKTOBER 2015 20 NOVEMBER 2015

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
CEPHALGIA DAN HNP LUMBAL

Diajukan Sebagai Tugas untuk Memenuhi Syarat


Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Radiologi Rumah Sakit Tentara Tk. II dr.
Soedjono Magelang

Disusun Oleh:
Hana Fathia Ardi
1410221039

Telah Dipresentasikan dan Disahkan


Magelang, 11 Novmber 2015
Menyetujui,
Pembimbing

Letkol CKM dr. Heriyanto, Sp.S

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas segala karunia dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul Cephalgia dan HNP
Lumbal
Tujuan penulisan laporan kasus ini ialah untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti
Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf RST Tk II dr. Soedjono Magelang.
Dalam kesempatan ini perkenakanlah penulis untuk menyampaikan ucapan terima
kasih kepada :
1. Letkol CKM dr. Heriyanto, Sp.S selaku pembimbing yang telah memberikan arahan
dalam pengerjaan laporan kasus kami.
2. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan
kasusini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih jauh
dari kesempurnaan serta masih banyak terdapat kekurangan.Kami berharap semoga laporan
kasus ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca serta perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang kedokteran.

Magelang, 11 November 2015

Penulis

BAB I
LAPORAN KASUS

I. 1. IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis kelamin
Umur
Status
Agama
Suku Bangsa
Alamat
MRS

: Tn. DH
: Laki-laki
: 30 tahun
: Menikah
: Islam
: Jawa
: Magelang
: Selasa, 3 November 2015

I. 2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa pada hari Selasa, tanggal 3 November 2015.
Keluhan Utama

: Pusing

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pusing yang dirasakan sudah 4 hari SMRS, timbul secara tiba-tiba di seluruh
kepala, terasa seperti cekot-cekot. Pandangan yang dirasakan berbayang, tampak
terlihat ada cahaya, tengkuk tidak terasa sakit, dan pendengaran tidak berkurang.
Selain itu, pasien juga merasakan sakit dan nyeri pada tulang belakang, mulai dari
pinggang sampai pantat yang sudah dirasakan 3 hari SMRS. Pasien mengatakan
pernah jatuh duduk 2 tahun yang lalu. Semenjak saat itu dirasakan adanya nyeri, yang
dirasakan muncul secara tiba-tiba, bahkan untuk tidur terlentang dan telungkup pasien
merasakan nyeri yang sangat hebat pada tulang ekor dan lebih enak tidur dengan posisi
miring. Pasien mengatakan sakit dan nyeri yang dirasakan terasa menjalar sampai lutut.
Kemudian pasien juga merasakan sesak napas sejak 1 hari SMRS. Sesak yang
dirasakan lebih sering saat malam hari dan lebih enak tidur lebih dari 4 bantal. Pasien
juga mengatakan adanya demam (+), mual (+), muntah (+) sebanyak 4 kali, BAK
lancar, dan BAB (-) 5 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Riwayat alergi disangkal
b. Riwayat asma disangkal
c. Riwayat hipertensi disangkal

d.
e.
f.
g.

Riwayat DM disangkal
Riwayat penyakit stroke disangkal
Riwayat trauma (+) pernah jatuh duduk
Riwayat bronkhitis (+)

Riwayat Penyakit Keluarga :


a.
b.
c.
d.
e.
f.

Riwayat asma disangkal


Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat penyakit ginjal disangkal
Riwayat penyakit paru disangkal
Riwayat penyakit stroke disangkal

I. 3. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan pada hari Selasa 3 November 2015 pukul WIB
I. 3. 1. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran

BB

BMI

: 48 kg

Tanda vital

Kulit
Kepala
Wajah
Mata
Telinga

TB

: 160

: Tekanan darah

: CM (E4V5M6)

= 115/80 mmHg

Nadi

= 97 x/menit, equal, isi cukup, reguler

Respirasi

= 24 x/menit, reguler

Suhu

= 36,5 C

: kecoklatan, ikterik (-), lembab


: Normocephal, rambut hitam distribusi merata, tidak mudah dicabut
: Simetris, ekspresi baik
: Pupil bulat isokor +/+, edema palpebra -/-, conjungtiva anemis -/-,
sklera ikterik -/-, gerakan bola mata ke segala arah.
: Normotia, normosepta, gangguan pendengaran (-/-) bentuk telinga

normal
Hidung
Mulut
Leher
deviasi

simetris kanan dan kiri, lubang lapang, serumen-/: Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/- purulen -/: Bibir lembab, faring tidak hiperemis, tonsil tidak membesar (T1/T1),
Fetor hepaticus (-)
: Simetris,tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada

trakea, tidak teraba pembesaran KGB, JVP 5-2 cmH20, Retraksi


suprasternal (-).
Thoraks
Paru

:I
P
P
A
-/:I
P
P

Jantung

= Normochest, retraksi -/-, sela iga tidak melebar, jejas (-)


= Fremitus taktil dan fremitus vokal sama kanan dan kiri,
pengembangan paru yang tertinggal (-)
= Sonor pada kedua lapangan paru. Batas paru hati pada linea
midclvavicula dextra ICS VI
= Suara nafas utama vesikuler, ronkhi -/- di basal paru, wheezing
= Iktus cordis tidak tampak
= Iktus cordis teraba, tidak kuat angkat
= Batas atas ICS III linea parasternal sinistra
Batas kiri ICS V linea axila anterior sinistra
Batas kanan ICS IV linea parastemal dextra
= BJ I dan II reguler, gallop -/-, murmur -/-

A
Abdomen
:
I
= Datar, asites (-), sikatrik (-), distensi (-), massa (-), Cullen sign (-), Turner sign (-)
A
= Bising usus (+) normal
P
= Dinding perut supel, turgor kulit baik, nyeri tekan (-), tidak teraba pembesaran
hepar
P

dan lien (-),


= Timpani seluruh lapang abdomen, shifting dullnes (-), undulasi (-)

Ekstremitas

: capillary refill < 2, jari tabuh (-/-)

Atas

:
Regio kanan
Regio kiri
Bawah
:
Regio kanan
Regio kiri
5 5
5 5

: akral hangat (+), oedem (-), nyeri (-)


: akral hangat (+), oedem (-), nyeri (-)
: akral hangat (+), oedem (-), nyeri (-)
: akral hangat (+), oedem (-), nyeri (-)

Kekuatan Motorik

I. 3. 2. Status Neurologi
GCS : E4V5M6
Meningeal Sign :
Kaku Kuduk

: -

Kernig

: -

Brudzinski I-IV

: -

Nervus Cranialis :
1 N. Olfaktorius (N. I)
2

: tidak dilakukan

N. Optikus (N. II)


a Tajam Penglihatan
b Lapang pandang (visual field)
c Warna
d Funduskopi

: DBN
: DBN
: tidak dilakukan
: tidak dilakukan

N. okulomotorius, troklearis, abducen (N. III,IV,VI)


a Kedudukan bola mata saat diam
: DBN
b Gerakan bola mata
: DBN
c Pupil:
1)
Bentuk, lebar, perbedaan lebar
: DBN
2)
Reaksi cahaya langsung dan konsensuil : +/+
3)
Reaksi akomodasi dan konvergensi
: DBN

N. Trigeminus (N. V)
a Sensorik : DBN
b Motorik :
1)
Merapatkan gigi
2)
Buka mulut
3)
Menggigit tongue spatel kayu
4)
Menggerakkan rahang
c Refleks :
1)
Maseter /mandibular
2)
Kornea

N. Facialis (N. VII)


a. Sensorik
b. Motorik
Kondisi diam
Kondisi bergerak:
1) Musculus frontalis
2) Musculus korugator supersili
3) Musculus nasalis
4) Musculus orbicularis oculi
5) Musculus orbicularis oris
6) Musculus zigomaticus
7) Musculus risorius
8) Musculus bucinator
9) Musculus mentalis
10) Musculus plysma

: DBN
: DBN
: tidak dilakukan
: DBN
: (-)
: DBN
: sensorik raba DBN
: simetris
: DBN
: DBN
: DBN
: DBN
: DBN
: DBN
: DBN
: DBN
: DBN
: DBN

c. Sensorik khusus
1)
Lakrimasi
: tidak dilakukan
2)
Refleks stapedius
: tidak dilakukan
3)
Pengecapan 2/3 anterior lidah: tidak dilakukan
6

N. Statoakustikus (N. VIII)


a Suara bisik
: DBN
b Arloji
: DBN
c Garpu tala
: tidak dilakukan
d Nistagmus
: tidak dilakukan
e Tes Kalori
: tidak dilakukan

N. Glosopharingeus, Vagus (N.IX, X)


a Inspeksi oropharing keadaan istirahat
: uvula simetris
b Inspeksi oropharing saat berfonasi
: uvula simetris
c Sensorik khusus :
a. Pengecapan 1/3 belakang lidah
: tidak dilakukan
d Suara serak atau parau
: (-)
e Menelan :
a. Sulit menelan air atau cairan dibandingkan padat: (-)

N. Acesorius (N.XI)
a Kekuatan m. trapezius
b Kekuatan m. sternokleidomastoideus
9 N. hipoglosus (N. XII)
a Kondisi diam
b Kondisi bergerak
Motorik :
1 Observasi
: DBN
2 Palpasi
: konsistensi otot kenyal
3 Perkusi
: DBN
4 Tonus
: DBN
5
Kekuatan otot :
5 5
5 5

a. Extremitas atas :
1) M. deltoid
2) M. biceps brakii
3) M. triceps
4) M. Brakioradialis
5) M. pronator teres
6) Genggaman tangan

: +5 / +5
: +5 / +5
: +5 / +5
: +5 / +5
: +5 / +5
: +5 / +5

b. Extremitas bawah :
1) M. iliopsoas

: +5 / +5

: DBN
: DBN
: DBN
: DBN

2)
3)
4)
5)
6)

M. kwadricep femoris : +5 / +5
M. hamstring
: +5 / +5
M. tibialis anterior
: +5 / +5
M. gastrocnemius
: +5 / +5
M. soleus
: +5 / +5

Sensorik
1 Eksteroseptik / protopatik (nyeri/suhu, raba halus/kasar): DBN
2 Proprioseptik (gerak/posisi, getar dan tekan)
: DBN
3 Kombinasi :
a
Stereognosis
: tidak dilakukan
b
Barognosis
: tidak dilakukan
c
Graphestesia
: DBN
d
Two point tactile discrimination
: DBN
e
Sensory extinction
: DBN
f
Loss of body image
: (-)
Refleks Fisiologis
1 Refleks Superficial
a. Dinding perut /BHR : tidak dilakukan
b. Cremaster
: tidak dilakukan
2 Refleks tendon / periostenum :
a
BPR / Biceps
: +5 / +5
b
TPR / Triceps
: +5 / +5
c
KPR / Patella
: +5 / +5
d
APR / Achilles
: +5 / +5
e
Klonus :
Lutut / patella : - / Kaki / ankle
:-/Refleks Patologis
1 Babinski
:-/2 Chaddock
:-/3 Oppenheim
:-/4 Gordon
:-/5 Schaeffer
:-/6 Gonda
:-/7 Stransky
:-/8 Rossolimo
:-/9 Mendel-Bechtrew : - / 10 Hoffman
: -/ 11 Tromner
: -/ Refleks Primitf
1 Grasp refleks
2 Palmo-mental refleks

: -/: -/-

Pemeriksaan Serebellum
1 Koordinasi:
a. Asinergia /disinergia : (-)
b. Diadokinesia
: (-)
c. Metria
: (-)
d. Tes memelihara sikap
1)
Rebound phenomenon : sulit dievaluasi
2)
Tes lengan lurus
: DBN
e. Keseimbangan
1)
Sikap duduk
: DBN
2)
Sikap berdiri
Wide base / broad base stance : tidak dilakukan
Modifikasi Romberg
: tidak dilakukan
Dekomposisi sikap
: tidak dilakukan
3)
Berjalan / gait :
Tendem walking
: tidak dilakukan
Berjalan memutari kursi / meja
: tidak dilakukan
Berjalan maju-mundur
: tidak dilakukan
Lari ditempat
: tidak dilakukan
f. Tonus : DBN
g. Tremor: (-)
Pemeriksaan Fungsi Luhur
1 Aphasia
: (-)
2 Alexia
: (-)
3 Apraksia
: (-)
4 Agraphia
: (-)
5 Akalkulia
: (-)
6 Right-left disorientation : (-)
7 Fingeragnosia
: (-)
Tes Sendi Sacro-Iliaca
1 Patricks
: -/2 Contra patricks : -/Tes Provokasi Nervus Ischiadicus
1 Laseque
: -/+
2 Sicards
: -/+
3 Bragards
: -/+
4 Minors
: -/5 Neris
: -/6 Door bell sign
: -/+
7 Kemp test
: -/-

Pemeriksaan Disartria
1
2
3

Labial
Palatal
Lingual

: DBN
: DBN
: DBN

II. 4. Assesment
a. Klinis :
nyeri kepala, nyeri daerah lumbal sampai cocygeus, pemeriksaan nervus
ischiadikus (+) pada laseque, sicards, bragaards pada daerah kiri
b. Topis
Hemisphere serebri
Lumbal 5 sampai sacral 1

c. Etiologi
Cephalgia
DD/: TTH, migraine, cluster
HNP Lumbal
II. 5. Planning
a. Diagnosis
Darah Lengkap
G2PP
Albumin
CT-scan
Rontgen Thoraks
b. Terapi

Infus asering + tarontal 14 tpm

Inj Ketase 3 x 1 (dalam NS 100 cc 20 menit)

Inj Lapibal 2 x 1 ( dalam 8 cc aqua)

Inj Norages 3 x 1

Inj Extrace 2 x 500 mg

Oral

Provelyn 2 x 1

Myores 2 x 1

Patral 2 x 1

c. Monitoring
Monitoring keadaan umum
Monitoring tanda vital
d. Edukasi

Menjelaskan tentang penyakit yang di derita

II. 6. Follow Up
Rabu, 4 November 2015
S
-

Pusing

O
cenat

Vital Sign :

K : nyeri kepala,

Infus

asering

cenut (+)

TD : 110/80 mmHg

nyeri daerah lumbal

Nyeri

N : 60 kali/menit

sampai

pinggang (+)

Suhu : 36.7 C

pemeriksaan nervus

(dalam NS 100 cc

Muntah 1 kali

RR: 20 kali/menit

ischiadikus (+) pada

20 menit)

Sesak (-)

GCS : E4M6V5

laseque,

Makan (-)

Head to toe : dbn

bragaards

Minum (+)

NC : dbn

BAK lancar

Motorik : 5/5

daerah kiri
T : Hemisphere

BAB (-) 2 hari

serebri,

5/5
Sensorik : dbn

R. Fisiologis : dbn
R. Patologis : dbn
Tes

Provokasi

Ischiadicus :

Laseque

: -/-

Sicards

: -/+

Bragards

: -/+

N.

cocygeus,

sicards,

tarontal 14 tpm

sampai sacral 1
E:
Cephalgia
DD/: TTH,

3 x 1

Inj Lapibal 2 x 1
( dalam 8 cc aqua)

pada

Lumbal

Inj Ketase

Inj Norages 3 x 1

Inj Extrace 2 x 500


mg

Oral

Provelyn 2 x 1

migraine,

Myores 2 x 1

cluster

Patral 2 x 1

HNP Lumbal

Minors

: -/-

Neris

: -/-

Door

bell

sign

: -/+

Kemp test : -/-

Kamis, 5 November 2015


S
-

Nyeri kepala

Vital Sign :

hebat (+)

TD : 130/80 mmHg

daerah lumbal sampai

Nyeri

N : 60 kali/menit

cocygeus, pemeriksaan

pinggang (+)

Suhu : 37.1 C

nervus ischiadikus (+)

Muntah 1 kali

RR: 22 kali/menit

pada laseque, sicards,

Mual (+)

GCS : E4M6V5

bragaards pada daerah

Sesak (-)

Head to toe : dbn

Makan (-)

NC : dbn

kiri
T : Hemisphere serebri,

Minum (+)

Motorik : 5/5

BAK lancar

BAB (-)

hari

Sensorik : dbn
R. Fisiologis : dbn
R. Patologis : dbn
Tes

Provokasi

N.

Ischiadicus :

1
E:
Cephalgia
DD/:

asering

Inj Ketase

3 x 1

(stop)

Inj Lapibal 2 x 1
( dalam 8 cc aqua)

Inj Norages 3 x 1

Inj Extrace 2 x 500


mg

TTH,

Infus

tarontal 14 tpm

Lumbal 5 sampai sacral

5/5
3

K : nyeri kepala, nyeri

Inj Tarontal (stop)

Oral

migraine,

Provelyn 2 x 1

cluster

Myores 2 x 1

Patral 2 x 1

HNP Lumbal

Laseque

: -/-

Serolin

Sicards

: -/+

Q 10 DS 2 x 1

Bragards : -/+

Minors

: -/-

Neris

: -/-

Door bell sign


: -/+

2 x1

Kemp test
: -/-

Jumat, 6 November 2015


S
-

Nyeri

O
kepala

Vital Sign :

K : nyeri kepala,

Infus

asering

hebat (+)

TD : 110/70 mmHg

nyeri daerah lumbal

Nyeri

N : 80 kali/menit

sampai

pinggang (+)

Suhu : 36.4 C

pemeriksaan nervus

Muntah 1 kali

RR: 40 kali/menit

ischiadikus (+) pada

Mual (+)

GCS : E4M6V5

laseque,

Sesak (+)

Head to toe : dbn

bragaards

pada

Inj Norages 3 x 1

Makan (+)

NC : dbn

Inj Extrace 2 x 500

Minum (+)

Motorik : 5/5

daerah kiri
T : Hemisphere

BAK lancar

serebri,

BAB (+)

5/5
Sensorik : dbn

R. Fisiologis : dbn
R. Patologis : dbn
Tes

Provokasi

N.

Ischiadicus :

Laseque

: -/-

Sicards

: -/+

Bragards

: -/+

Minors

: -/-

Neris

: -/-

Door

bell

sign

: -/+

Kemp test : -/-

cocygeus,

tarontal 14 tpm

sampai sacral 1
E:
Cephalgia
DD/: TTH,

3 x 1

(stop)

Inj Lapibal 2 x 1
( dalam 8 cc aqua)

sicards,

Lumbal

Inj Ketase

mg
Inj Tarontal (stop)

Oral

Provelyn 2 x 1

migraine,

Myores 2 x 1

cluster

Patral 2 x 1

Serolin

Q 10 DS 2 x 1

HNP Lumbal

2 x1

Sabtu, 7 November 2015


S
-

Nyeri

O
kepala

Vital Sign :

K : nyeri kepala,

Infus

asering

berkurang

TD : 120/80 mmHg

nyeri daerah lumbal

Nyeri

N : 80 kali/menit

sampai

pinggang (-)

Suhu : 36.5 C

pemeriksaan nervus

Muntah (-)

RR: 20 kali/menit

ischiadikus (+) pada

Mual (-)

GCS : E4M6V5

laseque,

Sesak (-)

Head to toe : dbn

bragaards

pada

Inj Norages 3 x 1

Makan (+)

NC : dbn

Inj Extrace 2 x 500

Minum (+)

Motorik : 5/5

daerah kiri
T : Hemisphere

BAK l=ancar

serebri,

BAB (+)

5/5
Sensorik : dbn

R. Fisiologis : dbn
R. Patologis : dbn
Tes

Provokasi

N.

Ischiadicus :

Laseque

: -/-

Sicards

: -/+

Bragards : -/+

Minors

: -/-

Neris

: -/-

Door

bell

sign

: -/

Kemp test : -/-

cocygeus,

tarontal 14 tpm

sampai sacral 1
E:
Cephalgia
DD/: TTH,

3 x 1

(stop)

Inj Lapibal 2 x 1
( dalam 8 cc aqua)

sicards,

Lumbal

Inj Ketase

mg
Inj Tarontal (stop)

Oral

Provelyn 2 x 1

migraine,

Myores 2 x 1

cluster

Patral 2 x 1

Serolin

Q 10 DS 2 x 1

HNP Lumbal

2 x1

Minggu, 8 November 2015


S
-

Tidak ada

Vital Sign :

keluhan

TD : 130/80 mmHg

nyeri daerah lumbal

N : 60 kali/menit

sampai

Suhu : 36.1 C

pemeriksaan nervus

RR: 20 kali/menit

ischiadikus (+) pada

GCS : E4M6V5

laseque,

Head to toe : dbn

bragaards

pada

Inj Norages 3 x 1

NC : dbn

daerah kiri
T : Hemisphere

Inj Extrace 2 x 500

serebri,

Motorik : 5/5
5/5
Sensorik : dbn

R. Fisiologis : dbn
R. Patologis : dbn
Tes

Provokasi

N.

Ischiadicus :

Laseque

: -/-

Sicards

: -/+

Bragards

: -/+

Minors

: -/-

Neris

: -/-

Door

bell

sign

: -/

Kemp test : -/-

K : nyeri kepala,

Infus

Inj Ketase

3 x 1

(stop)

Inj Lapibal 2 x 1
( dalam 8 cc aqua)

sicards,

mg

sampai sacral 1
E:
Cephalgia
DD/: TTH,

Inj Tarontal (stop)

Oral

Provelyn 2 x 1

migraine,

Myores 2 x 1

cluster

Patral 2 x 1

Serolin

Q 10 DS 2 x 1

HNP Lumbal

tarontal 14 tpm

cocygeus,

Lumbal

asering

2 x1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Cephalgia
Cephalgia atau nyeri kepala termasuk keluhan yang umum dan dapat terjadi akibat
banyak sebab yang membuat pemeriksaan harus dilakukan dengan lengkap. Sakit kepala
kronik biasanya disebabkan oleh migraine, ketegangan, atau depresi, namun dapat juga
terkait dengan lesi intracranial, cedera kepala, dan spondilosis servikal, penyakit gigi atau
mata, disfungsi sendi temporomandibular, hipertensi, sinusitis, dan berbagai macam
gangguan medis umum lainnya.1
Sakit kepala biasa disebabkan gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin, umur,
pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik. Prevalensi sakit kepala
di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang menderita sakit kepala
kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah
tipe tension headache.
Nyeri kepala adalah perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak nyaman yang
menyerang daerah tengkorak (kepala) mulai dari kening kearah atas dan belakang kepala.
dan daerah wajah. IHS tahun 1988 menyatakan bahwa nyeri pada wajah termasuk juga dalam
sakit kepala. Kini penanganan akan sakit kepala sudah memiliki standarisasi dari IHS untuk
membedakan akan cluster headache, migrain, tension headache dan dengan nyeri kepala
lainnya.
II. 1. 1. Definisi Cephalgia
Cephalgia merupakan nyeri dikepala. Cepha berarti kepala dan ischialgia artinya nyeri.
Cephalgia atau nyeri kepala termasuk keluhan yang umum dan dapat terjadi akibat banyak
sebab. Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang
berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit. 1
II. 1. 2. Etiologi
Cephalgia atau nyeri kepala suatu gejala yang menjadi awal dari berbagai macam
penyakit. Cephalgia dapat disebabkan adanya kelainan organ-organ dikepala, jaringan sistem
persarafan dan pembuluh darah. Sakit kepala kronik biasanya disebabkan oleh migraine,
ketegangan, atau depresi, namun dapat juga terkait dengan lesi intracranial, cedera kepala,

dan spondilosis servikal, penyakit gigi atau mata, disfungsi sendi temporomandibular,
hipertensi, sinusitis, trauma, perubahan lokasi (cuaca, tekanan) dan berbagai macam
gangguan medis umum lainnya. 7
II. 1. 3. Epidemiologi
Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis
kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik.
Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang
menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75 % dari
jumlah di atas adalah tipe tension headache yang berdampak pada menurunnya konsentrasi
belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %. Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan
usia 12 tahun sedangkan pada wanita, migren sering terjadi pada usia lebih besar dari 12
tahun. IHS juga mengemukakan cluster headache 80 90 % terjadi pada pria dan prevalensi
sakit kepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.5

II. 1. 4. Klasifikasi Cephalgia


Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit kepala sekunder,
dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya. Sakit kepala primer dapat dibagi
menjadi

migraine,

tension

type

headache,

cluster

head

ache

dengan

sefalgia

trigeminal/autonomik, dan sakit kepala primer lainnya. Sakit kepala sekunder dapat dibagi
menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher, sakit kepala
akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, sakit kepala yang bukan disebabkan kelainan
vaskular intrakranial, sakit kepala akibat adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat
infeksi, sakit kepala akibat gangguan homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat
kelainan kranium, leher, telinga, hidung, dinud, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan
wajah, sakit kepala akibat kelainan psikiatri.7

II. 1. 5. Patofisiologi Cephalgia


Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri
kepala yaitu (Lance, 2000) peregangan atau pergeseran pembuluh darah; intrakranium atau
ekstrakranium, traksi pembuluh darah, kontraksi otot kepala dan leher (kerja berlebihan otot),

peregangan periosteum(nyeri lokal), degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada
akar nervus servikalis (misalnya, arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida
otak mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin).2
II. 1. 6. Cephalgia Primer
Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala itu sendiri yang merupakan penyakit utama
atau nyeri kepala tanpa disertai adanya penyebab struktural-organik. Menurut ICHD-2 nyeri
kepala primer dibagi ke dalam 4 kelompok besar yaitu :7
1) Migraine
2) Tension Type Headache
3) Cluster Headache dan Chronic Paroxysmal Hemicrania
4) Other primary headaches
II. 1. 6. 1. Migren
a. Definisi
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala
dengan serangan nyeri yang berlansung 4 72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya
berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan
dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.3

b. Etiologi dan Faktor Resiko Migren


Etiologi migren yaitu perubahan hormon (65,1%), penurunan konsentrasi
esterogen dan progesteron pada fase luteal siklus menstruasi, makanan (26,9%),
vasodilator (histamin seperti pada anggur merah, natriumnitrat), vasokonstriktor (tiramin
seperti pada keju, coklat, kafein), zat tambahan pada makanan (MSG), stress (79,7%),
rangsangan sensorik seperti sinar yang terang menyilaukan (38,1%) dan bau yang
menyengat baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, faktor fisik seperti aktifitas
fisik yang berlebihan (aktifitas seksual) dan perubahan pola tidur, perubahan lingkungan
(53,2%), alcohol (37,8%), merokok (35,7%).Faktor resiko migren adalah adanya riwayat
migren dalam keluarga, wanita, dan usia muda. 3
c. Epidemiologi Migren
Migren terjadi hampir pada 30 juta penduduk Amerika Serikat dan 75%
diantaranya adalah wanita. Migren dapat terjadi pada semua usia tetapi biasanya muncul

pada usia 10 40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelah usia 50 tahun. Migren
tanpa aura lebih sering dibandingkan migren yang disertai aura dengan persentasi 9 : 1.4
d. Klasifikasi Migren
Migren dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura, dan
migren kronik (transformed ). Migren dengan aura adalah migren dengan satu atau lebih
aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi
batang otak, paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur angsur lebih dari 4
menit, aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, dan sakit kepala mengikuti aura dalam
interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit. Migren tanpa aura adalah migren tanpa
disertai aura klasik, biasanya bilateral dan terkena pada periorbital. Migren kronik adalah
migren episodik yang tampilan klinisnya dapat berubah berbulan- bulan sampai bertahuntahun dan berkembang menjadi sindrom nyeri kepala kronik dengan nyeri setiap hari.4
e. Patofisiologi Migren
Terdapat berbagai teori yang menjelaskan terjadinya migren. Teori vaskular,
adanya gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh darah otak berkonstriksi sehingga
terjadi hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks visual dan menyebar ke depan.
Penyebaran frontal berlanjut dan menyebabkan fase nyeri kepala dimulai.
Teori cortical spread depression, dimana pada orang migrain nilai ambang saraf
menurun sehingga mudah terjadi eksitasi neuron lalu berlaku short-lasting wave
depolarization oleh pottasium-liberating depression (penurunan pelepasan kalium)
sehingga menyebabkan terjadinya periode depresi neuron yang memanjang. Selanjutnya,
akan terjadi penyebaran depresi yang akan menekan aktivitas neuron ketika melewati
korteks serebri. Teori Neovaskular (trigeminovascular), adanya vasodilatasi akibat
aktivitas NOS dan produksi NO akan merangsang ujung saraf trigeminus pada pembuluh
darah sehingga melepaskan CGRP (calcitonin gene related). CGRP akan berikatan pada
reseptornya di sel mast meningens dan akan merangsang pengeluaran mediator inflamasi
sehingga menimbulkan inflamasi neuron. CGRP juga bekerja pada arteri serebral dan otot
polos yang akan mengakibatkan peningkatan aliran darah. Selain itu, CGRP akan bekerja

pada post junctional site second order neuron yang bertindak sebagai transmisi impuls
nyeri.4
Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan lokus sereleus
sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin. Selain itu, sistem ini juga mengaktifkan
nukleus dorsal rafe sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin. Peningkatan kadar
epinefrin dan serotonin akan menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah lalu terjadi
penurunan aliran darah di otak. Penurunan aliran darah diotak akan merangsang serabut
saraf trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang maka dapat terjadi aura. Apabila
terjadi penurunan kadar serotonin maka akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah
intrakranial dan ekstrakranial yang akan menyebabkan nyeri kepala pada migrain.4
f. Diagnosa Migren
Anamnesa riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat tanda-tanda khas
migren. Kriteria diagnostik IHS untuk migren dengan aura mensyaratkan bahwa harus
terdapat paling tidak tiga dari empat karakteristik berikut, yaitu migren dengan satu atau
lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa
disfungsi batang otak, paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur-angsur lebih
dari 4 menit, aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, sakit kepala mengikuti aura dalam
interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit.5
Kriteria diagnostik IHS untuk migren tanpa aura mensyaratkan bahwa harus
terdapat paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang memenuhi
kriteria berikut :
a) Berlangsung 4 72 jam
b) Paling sedikit memenuhi dua dari:
1. unilateral
2. Sensasi berdenyut
3. Intensitas sedang berat
4. Diperburuk oleh aktifitas
5. Bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia.
Sedangkan menurut Konsensus nasional IV, Kelompok studi Nyeri Kepala ,
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSI) tahun 2013, ktriteria
diagnostic migrain tanpa aura :
A. Sekurang-kurangnya nyeri kepal berlangsung 4- 72 jam (belum diobati
atau tidak berhasil diobati)

B. Nyeri kepla memiliki sedikitnya dua diantar karakteristik berikut :


1. Lokasi Unilateral
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan diperberat oleh aktifitas fisik atau diluar kebiasaan aktivitas
rutin (seperti berjalan atau naik tangga)
C. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :
1. Nausea atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
D. Tidak berkaitan dengan penyakit lain10
g. Pemeriksaan Penunjang Migren
Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit lain (jika ada indikasi) adalah
pencitraan (CT scan dan MRI) dan punksi lumbal.
h. Diferensial diagnosa Migren
Diferensial diagnosa migren adalah malformasi arteriovenus, aneurismaserebri,
glioblastoma,

ensefalitis,

meningitis,

meningioma,

sindrom

lupuseritematosus,

poliarteritis nodosa, dan cluster headache.5


i. Terapi Migren
Tujuan terapi migren adalah membantu penyesuaian psikologis dan fisiologis,
mencegah berlanjutnya dilatasi ekstrakranial, menghambat aksi media humoral (misalnya
serotonin dan histamin), dan mencegah vasokonstriksi arteri intrakranial untuk
memperbaiki aliran darah otak. Terapi tahap akut adalah ergotamin tatrat, secara subkutan
atau IM diberikan sebanyak 0,25-0,5 mg. Dosis tidak boleh melewati 1mg/24 jam.
Secaraoral atau sublingual dapat diberikan 2 mg segera setelah nyeri timbul. Dosis tidak
boleh melewati 10 mg/minggu. Dosis untuk pemberian nasal adalah 0,5 mg (sekali
semprot). Dosis tidak boleh melewati 2 mg (4 semprotan).
Kontraindikasi adalah sepsis, penyakit pembuluh darah, trombofebilitis,
wanita haid, hamil atau sedang menggunakan pil anti hamil. Pada wanita hamil,
haid atau sedang menggunakan pil anti hamil berikan pethidin 50 mg IM. Pada
penderita penyakit jantung iskemik gunakan pizotifen 3 sampai 5 kali 0,5 mg
sehari. Selain ergotamin juga bisa obat obat lain (lihat tabel 6). Terapi

profilaksis menggunakan metilgliserid malead, siproheptidin hidroklorida,


pizotifen, dan propanolol (lihat tabel 7) Selain menggunakan obat obatan,
migren dapat diatasi dengan menghindari faktor penyebab, manajemen
lingkungan, memperkirakan siklus menstruasi, yoga, meditasi, dan hipnotis.5
j. Komplikasi Migren
Komplikasi Migren adalah rebound headache,nyeri kepala yang disebabkan oleh
penggunaan obat obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.5
k. Pencegahan Migren
Pencegahan migren adalah dengan mencegah kelelahan fisik, tidur cukup,
mengatasi hipertensi, menggunakan kacamata hitam untuk menghindari cahaya matahari,
mengurangi makanan (seperti keju, coklat, alkohol, dll.), makan teratur, dan menghindari
stress.5
II. 1. 6. 2. Tension Type Headche (TTH)
Tension type headache merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi
terus menerus otot- otot kepala dan tengkuk (M.splenius kapitis, M.temporalis, M.masseter,
M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M. levator scapula) 6
a. Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH)
Tension Type Headache(TTH) adalah stress, depresi, bekerja dalam posisi yang
menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang berlebihan,
berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin,
serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.6
b. Epidemiologi Tension Type Headache (TTH)
TTH terjadi 78% sepanjang hidup dimana Tension Type Headache episodik
terjadi 63% dan Tension Type Headache kronik terjadi 3%.Tension Type Headache
episodik lebih banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71% sedangkan pada pria
sebanyak 56%. Biasanya mengenai umur 20 40 tahun.7

c. Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)


Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan Tension Type
Headache kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan tidak
mencapai 15 hari setiap bulan.Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat
berlangsung selama 30 menit 7 hari. Tension Type Headache kronik (CTTH) apabila
frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.6
d. Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)
Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur dan hasil
penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya TTH
sebagai berikut, yaitu: (1) disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan dari pada
sistem saraf perifer dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH
sedangkan disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada CTTH, (2) disfungsi saraf
perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen tanpa disertai iskemia otot,
transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan
mensensitasi second order neuron.(3) Pada nukleus trigeminal dan kornu dorsalis
(aktivasi molekul NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif pada jaringan perikranial
dan miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer yang akan meningkatkan
aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter pada
jaringan miofasial, (4) hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus trigeminal,
talamus, dan korteks serebri yang diikuti hipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap
nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri (tekanan, elektrik, dan termal) akan menurun di
sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu, terdapat juga penurunan supraspinal decending
paininhibit activity, (5) kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan
kesalahan interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri, (6) terdapat hubungan
jalur serotonergik dan monoaminergik pada batang otak dan hipotalamus dengan
terjadinya TTH. Defisiens ikadar serotonin dan noradrenalin di otak, dan juga abnormal
serotonin platelet. penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot
temporal danmaseter, (7) faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological
motor stress pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer
dan aktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi dan

ansietas akan meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan sensitisasi sentral


pada jalur transmisi nyeri, (8) aktifasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada
kornu dorsalis. Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada
beberapa teori yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya stress fisik (kelelahan)
akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah menurun
yang akan mengganggu keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya alkalosis yang selanjutnya akan mengakibatkan ion kalsium
masuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi otot yang berlebihan sehingga terjadilah
nyeri kepala. (2) stress mengaktifasi saraf simpatis sehingga terjadi dilatasi pembuluh
darah otak selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu aktifasi aferen gamma
trigeminus yang akan menghasilkan neuropeptida (substansi P). Neuropeptida ini akan
merangsang ganglion trigeminus (pons). (3) stress dapat dibagi menjadi 3tahap yaitu
alarm reaction,stage of resistance, dan stage of exhausted.6
Alarm reaction dimana stress menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan
mengakibatkan kekurangan asupan oksigen lalu terjadilah metabolisme anaerob.
Metabolis meanaerob akan mengakibatkan penumpukan asam laktat sehingga
merangsang pengeluaran bradikinin dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan
menstimulasi jaras nyeri.
Stage of resistance, dimana sumber energi yang digunakan berasal dari glikogen
yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana aldosteron akan menjaga
simpanan ion kalium.
Stage of exhausted, dimana sumber energi yang digunakan berasal dari protein
dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi deplesi K+. Deplesi ion ini akan
menyebabkan disfungsi saraf.6
e. Diagnosa Tension Type Headache (TTH)
Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang-kurangnya dua
dari berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas ringan-sedang, (3)
lokasi bilateral, (4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah,
tidak ada salah satu dari fotofobia dan fonofobia. Gejala klinis dapat berupa nyeri ringansedang-berat, tumpul seperti ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih
hebat pada daerah kulit kepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk

oleh stress,insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo,


danrasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular.6
f. Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache (TTH)
Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan
pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak
memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.6
g. Diferensial Diagnosa Tension Type Headache (TTH)
Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis
deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal, migren
klasik, migren komplikata, cluster headache, sakit kepala pada arteritis temporalis, sakit
kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada penyakit kardiovasikular, dan sakit
kepala pada anemia.6
h. Terapi Tension Type Headache (TTH)
Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing untuk
mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest , massage, dan atau
latihan biofeedback. Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia dan atau
muclesrelaxants. Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat yang efektif untuk
kebanyakan orang. Jika pengobatan simpel analgesia(asetaminofen, aspirin, ibuprofen,
dll.) gagal maka dapat ditambah butalbital dan kafein (dalam bentuk kombinasi seperti
Fiorinal) yang akan menambah efektifitas pengobatan.6
Menurut consensus IX PERDOSSI , terapi farmakologis pada TTH 10
I.1 Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 minggu
1. Analgetik: Aspirin 1000 mg/hari, Acetaminofen 1000

mg/hari, NSAID

( Naproxen 660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari, Tolfenamic 200400 mg/hari, Asam mefenamat, Fenoprofen, Ibuprofen 800 mg/hari,
diklofenak 50-100 mg/hari) Pemberian analgetik dalam waktu lama dapat
menyebabkan iritasi Gastrointestinal, Penyakit ginjal dan hati, serta
gangguan fungsi platelet.
2. Kafein (Analgetik Adjuvant) 65 mg
3. Kombinasi 325 aspirin , acetaminophen + 40 mg kafein.

I.2 Pada type kronis


1. Antidepresan
Jenis trisiklik : amitryptilin , sebagai obat teurapetik maupun penceggahan
TTH.
2. Anti anxietas
Baik pada pengobatan kronis dan preventif terutama pada penderita
dengan komorbid anxietas. Golongan yang sering dipakai benzodiazepine
dan butalbutal , namun obat ini bersifat adikktif. 10
i. Prognosis dan Komplikasi Tension Type Headache (TTH)
TTH pada kondisi dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak
membahayakan. Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan
menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH berupa
pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa analgesia.
TTH biasanya mudah diobati sendiri. Progonis penyakit ini baik, dan dengan
penatalaksanaan yang baik maka >90% pasien dapat disembuhkan. Komplikasi TTH
adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obatobatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dan lain-lain yang berlebihan.6
j. Pencegahan Tension Type Headache (TTH)
Pencegahan TTH adalah dengan mencegah terjadinya stress dengan olahraga
teratur, istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching), meditasi, dan
biofeedback. Jika penyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka dapat dilakukan
behavioral therapy. Selain itu, TTH dapat dicegah dengan mengganti bantal atau
mengubah posisi tidur dan mengkonsumsi makanan yang sehat.6
I. 6. 1. 3. Cluster Headache
a. Definisi
Nyeri kepala klaster (cluster headache) merupakan nyeri kepala vaskular yang juga
dikenal sebagai nyeri kepala Horton, sfenopalatina neuralgia, nyeri kepala histamine,
sindrom Bing, erythrosophalgia, neuralgiamigrenosa, atau migren merah (red migraine)
karena pada waktu seranganakan tampak merah pada sisi wajah yang mengalami nyeri.6
b. Epidemiologi

Cluster headache adalah penyakit yang langka. Dibandingkan dengan migren,


cluster headache 100 kali lebih lebih jarang ditemui. Di Perancis prevalensinya tidak
diketahui dengan pasti, diperkirakan sekitar 1/10.000 penduduk, berdasarkan penelitian
yang dilakukan di negara lainnya. Serangan pertama muncul antara usia 10 sampai 30
tahun pada 2/3 total seluruh pasien. Namun kisaran usia 1 sampai 73 tahun pernah
dilaporkan. Cluster headache sering didapatkan terutama pada dewasa muda, laki-laki,
dengan rasio jenis kelamin laki-laki dan wanita 4:1. Serangan terjadi pada waktu-waktu
tertentu, biasanya dini hari menjelang pagi yang akan membangunkan penderita dari
tidurnya.6

c. Etiologi cluster headache


Etiologi cluster headache adalah sebagai berikut:
1. Penekanan pada nervus trigeminal (nervus V) akibat dilatasi pembuluh darah
2.
3.
4.
5.
6.

sekitar.
Pembengkakan dinding arteri carotis interna.
Pelepasan histamin
Letupan paroxysmal parasimpatis.
Abnormalitas hipotalamus.
Penurunan kadar oksigen.

Positron emision tomografi (PET) scanning dan Magnetic resonance imaging


(MRI) membantu untuk memperjelas penyebab cluster headache yang masih kurang
dipahami. Patofisiologi dasar dalam hipotalamus gray matter. Pada beberapa keluarga,
suatu gen autosom dominan mungkin terlibat, tipe alel-alel sensitif aktivitas kalsium
channel atau nitrit oksida masih belum teridentifikasi.
Vasodilatasi arteri karotis dan arteri oftalmika dan peningkatan sensitivitas
terhadap rangsangan vasodilator dapat dipicu oleh refleks parasimpatetik trigeminus.
Variasi abnormal denyut jantung dan peningkatan lipolisis nokturnal selama serangan dan
selama remisi memperkuat teori abnormalitas fungsi otonom dengan peningkatan fungsi
parasimpatis dan penurunan fungsi simpatis. Serangan sering dimulai saat tidur, yang
melibatkan gangguan irama sirkadian. Peningkatan insidensi sleep apneu pada pasien-

pasien dengan cluster headache menunjukan periode oksigenasi pada jaringan vital
berkurang yang dapat memicu suatu serangan.6
d. Patofisiologi
Patofisiologi cluster headache masih belum diketahui dengan jelas akan tetapi teori
yang masih banyak dianut sampai saat ini antara lain: Cluster headache, timbul karena
vasodilatasi pada salah satu cabang arteri karotis eksterna yang diperantarai oleh histamine
intrinsic (Teori Horton). Serangan cluster headache merupakan suatu gangguan kondisi
fisiologis otak dan struktur yang berkaitan dengannya, yang ditandai oleh disfungsi
hipotalamus yang menyebabkan kelainan kronobiologis dan fungsi otonom. Hal ini
menimbulkan defisiensi autoregulasi dari vasomotor dan gangguan respon kemoreseptor
pada korpus karotikus terhadap kadar oksigen yang turun. Pada kondisi ini, serangan dapat
dipicu oleh kadar oksigen yang terus menurun. Batang otak yang terlibat adalah setinggi
pons dan medulla oblongata serta nervus V, VII,IX, dan X. Perubahan pembuluh darah
diperantarai oleh beberapa macam neuropeptida (substansi P, dll) terutama pada sinus
kavernosus(teoriLee Kudrow)5
e. Diagnosis
Diagnosis nyeri kepala klaster menggunakan kriteria oleh International Headache
Society (IHS) adalah sebagai berikut:8,9,10
a. Paling sedikit 5 kali serangan dengan kriteria seperti di bawah
b. Berat atau sangat berat unilateral orbital, supraorbital, dan atau nyeri temporal selama
15-180 menit bila tidak di tatalaksana.
c. Sakit kepala disertai satu dari kriteria dibawah ini :
1. Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakriimasi
2. Kongesti nasal ipsilateral dan atau rhinorrhea
3. Edema kelopak mata ipsilateral
4. Berkeringat pada bagian dahi dan wajah ipsilateral
5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral
6. Kesadaran gelisah atau agitasi
d. Serangan mempunyai frekuensi 1 kali hingga 8 kali perhari
e. Tidak berhubungan dengan kelainan yang lain.
Pada tahun 2004 American Headache Society menerbitkan kriteria baru untuk
mendiagnosa cluster headache. Untuk memenuhi kriteria diagnosis tersebut, pasien

setidaknya harus mengalami sekurang-kurangnya lima serangan nyeri kepala yang terjadi
setiap hari selama delapan hari, yang bukandisebabkan oleh gangguan lainnya.
Selain itu, nyeri kepala yang terjadi parahatau sangat parah pada orbita unilateral,
supraorbital atau temporal, dan nyeri berlansung antara 18 sampai 150 menit jika tidak
diobati, dan disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut ini: injeksi konjungtiva atau
lakrimasi ipsilateral, hidung tersumbat atau rinore ipsilateral, edema kelopak mata
ipsilateral, wajah dan dahi berkeringat ipsilateral, ptosis atau miosis ipsilateral, atau
kesadaran gelisah atau agitasi.
Cluster headache episodik didefinisikan sebagai setidak-tidaknya terdapat dua
periode cluster yang berlangsung tujuh sampai 365 hari dan dipisahkan periode remisi
bebas nyeri selama satu bulan atau lebih.Sedangkan cluster headache kronis adalah
serangan yang kambuh lebih dari satu tahun periode remisi atau dengan periode remisi
yang berlangsung kurang dari satu bulan.6
f. Penatalaksanaan Cluster headache
Serangan cluster headache biasanya singkat, dari 30 sampai 180 menit sering
memberat secara cepat, sehingga membutuhkan pengobatan awal yang cepat. Berikan
oksigen inhalasi dengan kadar 100% sebanyak 10-12 liter/menit.
1

Triptan: Sumatriptan 20 mg intranasal efektif pada pengobatan akut cluster

headache.
Dihidroergotamin 1 mg intarmuskular efektif pada pengobatan akut cluster

headache.
Lidokain: tetes hidung topikal lidokain dapat digunakan untuk mengobati

serangan akut cluster headache.


Pasien tidur telentang dengan kepala dimiringkan ke belakang ke arah lantai

30 dan beralih ke sisi sakit kepala.


Tetes nasal dapat digunakan dan dosisnya 1 mllidokain 4% yang dapat diulang
setekah 15 menit.7,10

g. Pencegahan Cluster headache


Pilihan pengobatan pencegahan pada cluster headache ditentukan oleh lamanya
serangan, bukan oleh jenis episodik atau kronis. Preventif dianggap jangka pendek, atau
jangka panjang, berdasarkan pada seberapa cepat efeknya dan berapa lama dapat digunakan

dengan aman. Banyak ahli sekarang ini mengajukan verapamil sebagai pilihan pengobatan
lini pertama, walaupun pada beberapa pasien dengan serangan yang singkat hanya perlu
kortikosteroid oralatau injeksi nervus oksipital mungkin lebih tepat.
Verapamil lebih efektif dibandingkan dengan placebo dan lebih baik dibandingkan
dengan lithium. Praktek klinis jelas mendukung penggunaan dosis verapamil yang relatif
lebih tinggi pada cluster headache.
Kortikosteroid dalam bentuk prednison 1 mg/kg sampai 60 mg selama empat hari
yang diturunkan bertahap selama tiga minggu diterima sebagai pendekatan pengobatan
perventif jangka pendek. Pengobatan ini sering menghentikan periode cluster, dan
digunakan tidak lebih dari sekali setahun.
Topiramat digunakan untuk mencegah serangan cluster headache. Dosis biasanya
adalah 100-200 mg perhari, dengan efek samping yang sama seperti penggunaannya pada
migraine.
Melatonin dapat membantu cluster headache sebagai preventif dan salah satu
penelitian terkontrol menunjukan lebih baik dibandingkan placebo. Dosis biasa yang
digunakan adalah 9 mg perhari.Obat-obat pencegahan lainnya termasuk gabapentin
(sampai 3600 perhari).7

Gambar. Gambaran Karakteristik Cephalgia

Tabel 1. Karakteristik Cephalgia


Cephalgia
Migren

Sifat
Berdenyut

Lokasi

Lama

Frekuensi

Gejala ikutan

Unilateral/bilateral

nyeri
4-72

Sporadik, < 5

Mual

jam

serangan nyeri

fotofobia,fonofobia

Sporadik,

Gangguan

visual,

serangan

gangguan

sensorik,

didahului

gangguan bicara

tanpa aura
Migren

Berdenyut

Unilateral

<

dengan

60

menit

aura

muntah

gejala
neurologi

Possible 5-20
fokal

Red Flag

Consider

Tumpul,
SuddenTension
Onset Headache

Bilateral
30
SAH, Bleed into a mass

Tipe

tekan

Headache
Cluster

diikat
Tajam,

Unilateral

Headache

menusuk

supraorbital

Worsening Pattern Headache

Investigation

-7

menit
Terus
menerus Depresi
Neuroimaging

stress
AV Malformaion, hariMass
lesion
Lumbal Pucture
orbita,

15-180

Periodik 1 x

Lakrimasi

menit

tiap 2 hari

ipsilateral.,

8x perhari

rhinorrhoea

(especially posterior fossa)

Neuroimaging ipsilatral,

Mass Lesion, SDH

miosis/ptosis

Medical Overuse

ipsilatral,

Neuralgia
Ditusuksaraf
V
15-60
Headache
with systemic
illness Dermatom
Meningitis,
Encephalitis
trigeminus

tusuk

ansietas

detik

dahi

&

wajah berkeringat
Beberapa
kali
Neuroimaging Zona pemicu nyeri
sehari

Lyme Disease,Collagen

Lumbal Pucture

Vascular disease, systemic

Blood Test

Infection
Tabel
Focal Neurological signs other

Mass
Lesion,
Malformation

than typical visual or sensorial

Collagen Vascular Disease

Aura

Papiloedema

Red

AV
Neuroimaging
Collagen Vascular
Evaluation

Mass Lesion, Pseudotumor

Neuroimaging

Encephalitis, Meningitis

Lumbal Pucture

2.
Flag

Cephalgia

II. 2. HerniaNucleus Pulposus


II. 2. 1. Anatomi dan Fisiologi
Tulang punggung atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk
punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang punggung pada manusia yang dibagi
menjadi 7 tulang cervical (leher), 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang lumbal, 5
tulang bergabung membentuk bagian sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx).

Gambar 1. Anatomi tulang vertebre anterior, posterior, dan lateral.

Gambar 2. Lumbar vertebre

Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari
badan tulang atau corpus vertebrae, diskus intervertebralis (sebagai artikulasi), dan ditopang
oleh ligamentum longitudinale anterior dan posterior. dan bagian posterior yang terdiri dari
arcus vertebrae. Arcus vertebrae dibentuk oleh dua kaki atau pediculus dan dua lamina,
serta didukung oleh penonjolan atau procesus yakni procesus articularis, procesus
transversus, dan procesus spinosus. Procesus tersebut membentuk lubang yang disebut
foramen vertebrale. Ketika tulang punggung disusun, foramen ini akan membentuk saluran
sebagai tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Di antara dua tulang
punggung dapat ditemui celah yang disebut foramen intervertebrale.
Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan tulang
rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae yang dihubungkan
satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus invertebralis dan diperkuat oleh
ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum longitudinalis posterior.
Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna vertebralis. Diskus ini
paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak terjadi gerakan columna
vertebralis, dan berfungsi sebagai sendi dan shock absorber agar kolumna vertebralis tidak
cedera bila terjadi trauma.

Gambar 3. Ligamen-ligamen yang terdapat pada vertebre

Discus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage Plate),
nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari nukleus pulposus,
memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat mengjungkit kedepan dan
kebelakang diatas yang lain, seperti pada flexi dan ekstensi columna vertebralis.

Gambar 4. Nucleus Pulposus


Diskus intervertebralis, baik anulus fibrosus maupun nukleus pulposusnya adalah
bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang merupakan bagian peka nyeri adalah:

Lig. Longitudinale anterior

Articulatio zygoapophyseal

Lig. Longitudinale posterior

Lig. Supraspinosum

Corpus vertebra dan periosteumnya

Fasia dan otot.

II. 2. 2. Definisi
HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu keluarnya nukleus pulposus dari discus melalui
robekan annulus fibrosus hingga keluar ke belakang/dorsal menekan medulla spinalis atau
mengarah ke dorsolateral menekan radix spinalis sehingga menimbulkan gangguan.

Gambar 5. Herniated Nucleus Pulposus


II. 2. 3. Epidemiologi
Prevalensinya berkisar antara 1-2% dari populasi. HNP lumbalis paling sering (90%)
mengenai diskus intervetebralis L5-S1, L4-L5. Biasanya nyeri pinggang bawah (NPB) oleh
karena HNP lumbalis akan membaik dalam waktu kira-kira 6 minggu.
HNP paling sering terjadi pada pria dewasa, dengan insiden puncak pada dekade ke-4 dan
ke-5. HNP lebih banyak terjadi pada individu dengan pekerjaan yang banyak membungkuk dan
mengangkat. Karena ligamentum longitudinalis posterior pada daerah lumbal lebih kuat pada
bagian tengahnya, maka protrusi discus cenderung terjadi ke arah postero lateral, dengan
kompresi radiks saraf.
II. 2. 4. Etiologi
Hernia nukleus pulposus dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut :

Degenerasi diskus intervertebralis


Trauma minor pada pasien tua dengan degenerasi
Trauma berat atau terjatuh
Mengangkat atau menarik benda berat

Faktor resiko

1. Faktor Resiko yang tidak dapat dirubah yakni umur, jenis kelamin, dan riwayat trauma
sebelumnya
2. Faktor resiko yang dapat diubah diantaranya pekerjaan dan aktivitas, olah raga tidak
teratur, latihan berat dalam jangka waktu yang lama, merokok, berat badan berlebih,
batuk lama dan berulang.
II. 2. 5. Patogenesis
HNP atau herniasi diskus intervertebralis, yang sering pula disebut sebagai Lumbar Disc
Syndrome atau Lumbosacral radiculopathies adalah penyebab tersering nyeri pugggung bawah
akut, kronik atau berulang. Penonjolan, ruptur, pergeseran adalah istilah yang digunakan pada
nucleus yang terdorong keluar diskus. Apabila nucleus mendapat tekanan, sedangkan nucleus
berada diantara dua end plate dari korpus vertebra yang berahadapan dan dikelilingi oleh annulus
fibrosus maka tekanan tersebut menyebabkan nucleus terdesak keluar, yang disebut Hernia
Nucleus Pulposus.
Herniasi diskus dapat terjadi pada midline, tetapi lebih sering terjadi pada satu sisi.
Keluhan nyeri dapat unilateral, bilateral atau bilateral tetapi lebih berat ke satu sisi. Penyebabnya
sering oleh karena trauma fleksi, dan terutama trauma berulang dapat mengenai ligamentum
longitudinal posterior dan annulus fibrosus yang telah mengalami proses degenarasi. Sciatica,
yang ditandai dengan nyeri yang menjalar ke arah kaki sesuai dengan distribusi dermatof saraf
yang terkena, adalah gejala yang pada umumnya terjadi dan ditemukan pada 40% dari pasien
dengan HNP.

II. 2. 6. Gejala Klinis


a. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai beberapa
tahun). Nyeri menyebar sesuai dengan distribusi saraf skiatik.
b. Sifat nyeri berubah dari posisi berbaring ke duduk,nyeri mulai dari punggung dan terus
menjalar ke bagian belakang lalu kemudian ke tungkai bawah.

c. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang saat batuk atau
mengedan, berdiri, atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri berkurang saat
beristirehat atau berbaring.
d. Penderita sering mengeluh kesemutan (parostesia) atau baal bahkan kekuatan otot
menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat.
e. Nyeri bertambah bila daerah L5-S1 (garis antara dua krista iliaka) ditekan.
f. Jika dibiarkan maka lama kelamaan akan mengakibatkan kelemahan anggota badan
bawah/tungkai
g. Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi, miksi dan
fungsi seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan neurologis yang memerlukan tindakan
pembedahan untuk mencegah kerusakan fungsi permanen.
h. Kebiasaan penderita perlu diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk pada sisi yang
sehat.
II. 2. 7. Diagnosis
II. 2. 7. 1. Anamnesis
a. Awitan
Penyebab mekanis NPB menyebabkan nyeri mendadak yang timbul setelah posisi
mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot, peregangan fasia atau iritasi
permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain timbul bertahap.
b. Lama dan frekuensi serangan
NBP akibat sebab mekanik berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan. Herniasi
diskus bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya. Degenerasi diskus dapat
menyebabkan rasa tidak nyaman kronik dengan eksaserbasi selama 2-4 minggu.
c. Lokasi dan penyebaran
Kebanyakan NPB akibat gangguan mekanis atau medis terutama terjadi di daerah
lumbosakral. Nyeri yang menyebar ke tungkai bawah atau hanya di tungkai bawah
mengarah ke iritasi akar saraf. Nyeri yang menyebar ke tungkai juga dapat disebabkan
peradangan sendi sakroiliaka. Nyeri psikogenik tidak mempunyai pola penyebaran yang
tetap.
d. Faktor yang memperberat/memperingan

Pada lesi mekanis keluhan berkurang saat istirahat dan bertambah saat aktivitas. Pada
penderita HNP duduk agak bungkuk memperberat nyeri. Batuk, bersin atau manuver
valsava akan memperberat nyeri. Pada penderita tumor, nyeri lebih berat atau menetap
jika berbaring.
e. Kualitas/intensitas
Penderita perlu menggambarkan intensitas nyeri serta dapat membandingkannya
dengan berjalannya waktu. Harus dibedakan antara NPB dengan nyeri tungkai, mana
yang lebih dominan dan intensitas dari masing-masing nyerinya, yang biasanya
merupakan nyeri radikuler. Nyeri pada tungkai yang lebih banyak dari pada NPB dengan
rasio 80-20% menunjukkan adanya radikulopati dan mungkin memerlukan suatu
tindakan operasi. Bila nyeri NPB lebih banyak daripada nyeri tungkai, biasanya tidak
menunjukkan adanya suatu kompresi radiks dan juga biasanya tidak memerlukan
tindakan operatif. Gejala NPB yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh periode
tanpa gejala merupakan gejala khas dari suatu NPB yang terjadinya secara mekanis.
Harus

diketahui

pula

gerakan-gerakan

mana

yang

bisa

menyebabkan

bertambahnya nyeri NPB, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri biasanya
berkurang bila tiduran atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa menyebabkan
meningginya tekanan intra-abdominal akan dapat menambah nyeri, juga batuk, bersin
dan mengejan sewaktu defekasi.
II. 2. 7. 2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
-

Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat
nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya
skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh
spasme otot paravertebral.

Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.

Ekstensi ke belakang seringkali menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada stenosis
foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan ini akan

menyebabkan penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi pada


saraf spinal.
-

Fleksi kedepan secara khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada HNP,
karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi diatas suatu diskus
protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan
meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer
effect).

Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk ke
depan ke lateral kanan dan kiri.Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke lateral yang
meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral menandakan adanya HNP pada
sisi yang sama.

Nyeri NPB padaekstensi ke belakang pada seorang dewasa muda menunjukkan


kemungkinan adanya suatu spondilolisis atau spondilolistesis, namun ini tidak
patognomonik.

b. Palpasi
-

Adanya nyeri/tenderness pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu


keadaan psikologis di bawahnya.

Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan


menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan
ke kiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien. Pada spondilolistesis
yang berat dapat diraba adanya ketidak- rataan (step-off) pada palpasi di
tempat/level yang terkena. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis
dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra. Pemeriksaan fisik yang
lain memfokuskan pada kelainan neurologis.

Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu berguna pada
diagnosis NPB dan juga tidak dapat dipakai untuk melokalisasi level kelainan,
kecuali pada sindroma kauda ekuina atau adanya neuropati yang bersamaan.

Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari radiks L4 dan kurang
dari L2 dan L3. Refleks tumit predominan dari S1.
-

Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada
hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan UMN. Dari pemeriksaan
refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN atau LMN.

Pemeriksaan motoris harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan


kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang seringan mungkin
dengan memperhatikan miotom yang mempersarafinya.

Pemeriksaan sensorik pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena


membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti
diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom
yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam menunjukkan informasi
lokalisasi dibanding motoris.

Tanda-tanda perangsangan meningeal :


o Tanda Laseque menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal khususnya
L5 atau S1.Secara klinis tanda Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut
terlebih dahulu, lalu di panggul sampai 900 lalu dengan perlahan-lahan dan
graduil dilakukan ekstensi lutut dan gerakan ini akan menghasilkan nyeri pada
tungkai pasien terutama di betis dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam
keadaan fleksi. Terdapat modifikasi tes ini dengan mengangkat tungkai dengan
lutut dalam keadaan ekstensi (stright leg rising). Modifikasi-modifikasi tanda
laseque yang lain semua dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri
radikuler. Cara laseque yang menimbulkan nyeri pada tungkai kontra lateral
merupakan tanda kemungkinan herniasi diskus. Pada tanda laseque, makin
kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan nyeri makin besar kemungkinan
kompresi radiks sebagai penyebabnya. Demikian juga dengan tanda laseque
kontralateral. Tanda Laseque adalah tanda pre-operatif yang terbaik untuk suatu
HNP, yang terlihat pada 96,8% dari 2157 pasien yang secara operatif terbukti
menderita HNP dan pada hernia yang besar dan lengkap tanda ini malahan
positif pada 96,8% pasien. Harus diketahui bahwa tanda Laseque berhubungan

dengan usia dan tidak begitu sering dijumpai pada penderita yang tua
dibandingkan dengan yang muda (<30 tahun).
o Tanda Laseque kontralateral(contralateral Laseque sign) dilakukan dengan cara
yang sama, namun bila tungkai yang tidak nyeri diangkat akan menimbulkan
suatu respons yang positif pada tungkai kontralateral yang sakit dan
menunjukkan adanya suatu HNP.
o Tes Bragard modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama
seperti tes laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki.
o Tes Sicard sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki.
o

Tes valsava pasien diminta mengejan/batuk dan dikatakan tes positif bila
timbul nyeri

II. 2. .7. 3. Pemeriksaan Radiologi


1. Foto polos vertebre
Foto polos posisi AP dan lateral dari vertebra lumbal dan panggul (sendi sakroiliaka), Foto polos bertujuan untuk melihat adanya penyempitan diskus, penyakit
degeneratif, kelainan bawaan dan vertebra yang tidak stabil.
Pada kasus disk bulging, radiografi polos memperlihatkan gambaran tidak
langsung dari degenerasi diskus seperti kehilangan ketinggian diskus intervertebralis,
vacuum phenomen* dalam bentuk gas di disk, dan osteofit endplate

Gambar 6. *Gambaran vacuum phenomena

Dalam kebanyakan kasus hernia nucleus pulposus (HNP), foto polos tulang
belakang lumbosakral atau tulang belakang leher tidak diperlukan. Foto polos tidak dapat
memperlihatkan herniasi, tetapi digunakan untuk menyingkirkan kondisi lainnya
misalnya, fraktur, kanker, dan infeksi.

Gambar 7. Gambaran Rontgen Polos Lumbal

2. CT scan
adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis telah
jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.
3. Mielografi
berguna untuk melihat kelainan radiks spinal, terutama pada pasien yang
sebelumnyadilakukan operasi vertebra atau dengan alat fiksasi metal

Gambar 8. Myelografi pada rontgen

4. CT mielografi
dilakukan dengan suatu zat kontras berguna untuk melihat dengan lebih jelas ada
atau tidaknya kompresi nervus atau araknoiditis pada pasien yang menjalani
operasi vertebra multipel dan bila akan direncanakan tindakan operasi terhadap
stenosis foraminal dan kanal vertebralis.

Gambar 9. Potongan sagital myelogram CT menunjukkan, besar kalsifikasi, ekstrusi


diskus posterior menyebabkan kompresi spinal yang parah di tingkat T5-6
5 . M R I (akurasi 73-80%)
Merupakan pemeriksaan non-invasif, dapat memberikan gambaran secara
seksional pada lapisan melintang dan longitudinal. Biasanya sangat sensitif pada
HNP dan akan menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan
ahli bedah ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus
mana yang paling terkena. MRI sangat berguna bila: vertebra dan level
neurologis belum jelas ,kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau
jaringan lunak suntuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi,
kecurigaan karena infeksi atau neoplasma. Pada MRI, HNP muncul sebagai fokus,
tonjolan asimetris bahan diskus melampaui batas-batas dari anulus. HNP sendiri biasanya
hipointense. Selain itu, fragmen bebas dari diskus dengan mudah terdeteksi pada MRI.

Gambar 10. Potongan aksial T1


dengan kompresi neuron S1 kiri.

menunjukkan tonjolan dari diskus paracentral kiri

Gambar 11. Radikulopati L5. Potongan Sagital T1-T2 menunjukkan ekstrusi


diskus diekstrusi bermigrasi cranially, penekanan akar saraf L5.

Gambar 12. Potongan sagital T1 dan T2 dan aksial dan T1-T2 rata menunjukkan
perubahan degeneratif pada tingkat L1-2 dan L2-3, hipertrofi segi pada tingkat L4-5, dan
herniasi diskus menyebabkan ekstrusi dan mengompresi saraf kiri L5.

Mengenai keterbatasan MRI, pada beberapa individu dengan perangkat implan


(misalnya, alat pacu jantung) atau dengan logam dalam tubuh, mungkin tidak mampu
menjalani MRI karena disfungsi alat pacu jantung atau elektroda memanas yang mungkin
timbul dari MRI. Dokter dapat mengintruksikan pemeriksaan yang lain.

Menurut gradasinya, herniasi dari nukleus pulposus yang terjadi terbagi


atas:

P ro truded intervertebral disc, dimana nukleus terlihat menonjol ke suatu

arah tanpa kerusakan anulus fibrosus.


P ro lap sed intervertebral disc, dimana nukleus berpindah tetapi masih

tetap dalam lingkaran anulus fibrosus.


Ekstruded intervertebral disc, dimana nukleus keluar dari anulus fibrosus

dan berada di bawah ligamen longitudinalis posterior.


Sequestrated intervertebral disc, dimana nukleus telah menembus ligamen
longitudinalis posterior.

Gambar 13. Gradasi HNP


6. Mielografi atau CT mielografi dan/atau MRI adalah alat diagnostic yang sangat
berharga pada diagnosis LBP dan diperlukan oleh ahli bedah saraf/ortopedi untuk
menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan menentukan adakah adanya sekwester
diskus yang lepas dan mengeksklusi adanya suatu tumor.
7. Mumenthaler (1983) menyebutkan adanya 25% false negative diskus prolaps
pada mielografi dan 10% false positive dengan akurasi 67%
8. Diskography
Discography adalah pemeriksaan radiografi dari diskus intervertebralis dengan bantuan
sinar-x dan bahan media kontras positif yang diinjeksikan ke dalam nukleus pulposus

untuk menentukan adanya suatu annulus fibrosus yang rusak, dimana kontras
hanya bisa penetrasi/menembus bila ada suatu lesi dengan cara memasukkan jarum
ganda untuk menegakkan diagnosa. Dengan adanya MRI maka pemeriksaan ini
sudah tidak begitu populer lagi karena invasive.

Gambar 14. Diskografi

Gambar 15. MR diskography

II. 2. 8. Penatalaksanaan
a. Konservatif bila tidak dijumpai defisit neurologik :
-

Tidur selama 1 2 jam diatas kasur yang keras

Exercise digunakan untuk mengurangi tekanan atau kompresi saraf

Terapi obat-obatan : muscle relaxant, nonsteroid, anti inflamasi drug dan


analgetik.

Terapi panas dingin.

Imobilisasi atau brancing, dengan menggunakan lumbosacral brace atau


korset.

Terapi diet untuk mengurangi BB

Traksi lumbal, mungkin menolong, tetapi biasanya resides

Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS).

b. Pembedahan
-

Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri


menetap dan tidak dapat diatasi, terjadi gejala pada kedua sisi tubuh dan
adanya gangguan neurology utama seperti inkontinensia usus dan kandung
kemih serta foot droop.

Laminectomy adalah suatu tindakan pembedahan atau pengeluaran atau


pemotongan lamina tulang belakang dan biasanya dilakukan untuk
memperbaiki luka pada spinal.

II. 2. 9. Prognosis
a. Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi konservatif
b. Sebagian kecil akan berkembang menjadi kronik meskipun sudah diterapi.
c. Pada pasien yang dioperasi 90% akan membaik terutama nyeri tungkai,
kemungkinan terjadinya kekambuhan adalah 5%

DAFTAR PUSTAKA
1

Baehr, M dan M. Frostcher. Diagnosis Topik Neurologi Duus : Anatomi, Fisiologi, Tanda,
Gejala. EGC : Jakarta, 2010.

Bigal ME, Lipton R. Headache : classification in Section 6 :Headache and fascial pain
Chapter 54 McMahon ebook p.1-13.

Cephalalgia an international journal of headache, the international classification of


headache disorder 2nd edition. International Headache Society 2004, vol 24, sup 1. United
Kingdom: Blackwell Publishing 2004.

Chawla J. Migraine Headache: Differential Diagnoses & Workup. Diunduh dari :


http://emedicine.medscape.com/article/1142556-diagnosis.

Ginsberg, Lionel. Lectures notes Neurologi. Ed. Ke -8. Erlangga : Jakarta, 2008. Stephen
D, Silberstein. Wolffs headache and Other Head Ache.London : Oxford University
Press.2001

Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Ed. Ke-2. FKUGM : Yogyakarta, 2009.

ISH Classification ICHD II ( International Classification of Headache Disorders).


Diunduh dari http://hisclassification.org/_downloads/mixed/ICHD-IIR1final.doc

Lindsay, Kenneth W,dkk. Headache Neurology and Neurosurgery Illustrated. London:


Churchill

Livingstone.2004.66-72.ISH

Classification

of

Headache

Classification

Disorders)

ICHD

available

II
at

International
:

http://ihs-

classification.org/_downloads/mixed/ICHD-IIR1final.doc
9

Patestas, Maria A. dan Leslie P.Gartner.Cerebrum.A Textbook of Neuroanatomy. United


Kingdom: Blackwell.2006.69-70.Price, Sylvia dan Lorraine M

10 Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar, cetakan ke-14. PT Dian Rakyat. Jakarta. 2009
11 Sidharta, Priguna. Sakit Pinggang. In: Neurologi Klinis Dalam Praktik Umum. PT Dian
Rakyat. Jakarta.1999

12 Sidharta, Priguna. Sakit Neuromuskuloskeletal Dalam Praktek Umum. PT Dian Rakyat.


Jakarta 2002
13 Nuarta, Bagus. Ilmu Penyakit Saraf. In: Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius.
Jakarta. 2004
14 Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Gaya Baru.Jakarta. 2006
15 Purwanto ET. Hernia Nukleus Pulposus. Jakarta: Perdossi
16 http://emedicine.medscape.com/article/340014-imaging

diakses tanggal 30 November

2011
17 http://emedicine.medscape.com/article/1263961-overview diakses tanggal 30 November
2011
18 http://emedicine.medscape.com/article/340014-overview diakses tanggal 30 November
2011
19 http://www.dokterbedahtulang.com diakses tanggal 30 November 2011
20 http://ppni-klaten.com.HNP diakses tanggal 30 November 2011

Anda mungkin juga menyukai