Kebijakan Penerapan Kewaspadaan Isolasi
Kebijakan Penerapan Kewaspadaan Isolasi
KEPUTUSAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
NOMOR :
/TU.K/
/
/2015
TENTANG
PENERAPAN KEWASPADAAN ISOLASI
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MEURAXA
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MEURAXA KOTA BANDA ACEH,
Menimbang
Mengingat
Kesatu
Kedua
Ketiga
Keempat
Kelima
terhadap penerapan
LAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR
RSUD MEURAXA
NOMOR :
TENTANG
KEBIJAKAN PENERAPAN
KEWASPADAAN ISOLASI
PENERAPAN KEWASPADAAN ISOLASI
DI RSUD MEURAXA
I.
KEBIJAKAN UMUM
A. Kewaspadaan isolasi diterapkan untuk mengurangi risiko infeksi penyakit menular pada
petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui.
B. Dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit setiap petugas harus menerapkan
kewaspadaan isolasi yang terdiri dari dua lapis yaitu kewaspadaan standar dan kewaspdaan
berdasarkan transmisi.
C. Kewaspadaan Isolasi Kewaspadaan Isolasi merupakan kombinasi dari :
KEBIJAKAN KHUSUS
A. Pengkajian Pasien
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan perawat melakukan pengkajian terhadap
pasien mulai masuk pasien masuk dan setiap hari selama pasien dirawat untuk menentukan
tempat perawatan atau teknik isolasi yang dibutuhkan pasien. Kewaspadaan isolasi yang
benar harus sesegera mungkin diterapkan jika diketahui bahwa pasien adalah penderita atau
suspek penderita penyakit menular.
B. Penempatan pasien
1. Keputusan penempatan pasien dapat ditentukan oleh Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan (DPJP) dan case manager, atau atas rekomendasi Tim Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS).
2. Pasien dengan penyakit non infeksius dapat ditempatkan secara langsung ke ruangan
perawatan sesuai dengan kelas perawatan dan jenis penyakit pasien tersebut dengan
penerapan kewaspadaan standar diikuti kewaspadaan berbasis transmisi kontak dan
droplet sementara menunggu hasil uji skrining MRSA untuk memastikan status
infeksi/kolonisasi MRSA pada pasien tersebut:
a. Bagi pasien yang tidak memiliki fasilitas perawatan kamar sendiri terutama pasien
Kelas 1, 2 dan 3, maka pasien bisa ditempatkan satu ruangan dengan pasien lainnya
dengan jarak antara tempat tidur minimal 1,5 meter dengan tempat tidur pasien
lainnya diberi sekat/tabir pembatas dan jika hanya ada satu kamar mandi maka setiap
pasien tersebut menggunakan kamar mandi segera didisinfeksi setelah digunakan.
b. Terapkan 5 momen kebersihan tangan selama merawat pasien, gunakan sabun dan
air atau handrub berbasis alkohol sesuai dengan tingkat noda/paparan pada tangan.
d. Bagi pengunjung tidak disediakan APD tetapi dianjurkan untuk melakukan cuci tangan
setelah mengunjungi pasien
3. Bila didapatkan hasil MRSA positif maka pemberlakukan kewaspadaan standar diikuti
dengan peberlakuan kewaspadaan berdasarkan transmisi kontak dan droplet tetap
dipertahankan, dan pasien diberikan terapi MRSA sampai didapatkan hasil pemeriksaan
MRSA negatif. Sedangkan bila didapatkan hasil uji MRSA negatif dan pasien bukan
penderita penyakit infeksius maka cukup dengan pemberlakukan kewaspadaan standar
saja.
4. Terhadap pasien yang diduga atau diketahui menderita penyakit infeksius maka
pemberlakuan teknik isolasi dilaksanakan melalui penerapan kewaspadaan standar diikuti
dengan kewaspadaan berbasis transimisi menurut pola transmisi penyakit infeksi pasien
tersebut (kewaspadaan kontak, kewaspadaan droplet dan kewaspadaan airborne).
5. Pemisahan pasien pada Ruangan Isolasi Khusus diberlakukan terhadap pasien dengan
airborne disease, pasien dengan New Emerging dan Re-emerging Disease, SARS, flu
burung, flu babi, MERS, dan sebagainya, pasien dengan penyakit tropik infeksi dan
pasien dengan imunocompromised. Untuk itu RSUD Meuraxa telah menyediakan
Ruangan Isolasi di beberapa lokasi untuk keperluan penempatan pasien yang
membutuhkan perlakukan pemisahan (isolasi) sebagai berikut:
a. Ruangan Isolasi Tuberkulosis Paru di Irna Non Bedah II Ruangan Rawat Inap Paru
b. Ruangan Isolasi Penyakit Airborne bukan tuberkulosis di Irna Non Bedah Penyakit
Dalam (Dewasa) dan Irna Kebidanan dan Anak (Pediatrik)
c. Ruangan Rawat Inap PETRI bagi pasien dengan penyakit tropik infeksi
d. Ruangan Isolasi Penyakit Rabies bagi pasien dengan penyakit rabies yang berlokasi
di gedung rawat inap PETRI.
e. Ruangan Isolasi Protektif bagi pasien dengan immunocompromised. Ruangan
bertekanan udara tekanan udara positif di Irna Non Bedah Penyakit Dalam (Dewasa)
dan Irna Kebidanan dan Anak (Pediatrik).
f.
Ruangan Perinatologi level I, II, dan III bagi pasien neonatus atau bayi yang rentan.
C. Keputusan Isolasi
1. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan case manager, serta perawat
pencegahan dan pengendalian infeksi (IPCN) memiliki kewenangan dalam menentukan
pemberlakuan isolasi terhadap pasien.
2. Setiap petugas kesehatan yang bekerja di ruangan perawatan pasien berkewajiban
mematuhi ketentuan isolasi dan melaporkan adanya pelanggaran yang ditemukan.
Pelanggaran yang dilakukan berulangkali harus dilaporkan kepada kepala ruangan
perawatan.
3. Pasien, keluarga dan pengunjung pasien harus mematuhi ketentuan isolasi. Dokter,
perawat dan petugas kesehatan yang bekerja di ruangan perawatan pasien berkewajiban
mendidik pasien, keluarga dan pengunjung pasien untuk mematuhi ketentuan isolasi.
Kegiatan pendidikan kesehatan tersebut dapat menggunakan media komunikasi dan
informasi audio dan visual dari Instalasi Promkes dan Pemasaran, atau melalui media
leaflet/brosur. Kegiatan pendidikan harus didokumentasikan dengan seksama.
1) Gunakan teknik aseptik untuk mencegah kontaminasi pada alat injeksi yang steril.
2) Gunakan alat injeksi steril sekali pakai (single used). Jangan memberikan obat
dengan satu alat suntik yang dipakai bersama untuk beberapa pasien, walaupun
jarum suntik (needle) sudah diganti dengan yang baru atau bahkan jika pemberian
melalui injection port atau melalui selang/botol infus.
3) Kateter Intra Vena (IV Cateter), cairan infus, Three Way Stopcock, Extension
Tube, Selang Infus, dan Konektor hanya untuk satu orang pasien, tidak dapat
dipakai ulang dan harus segera dibuang ke tempat sampah infeksius setelah
digunakan. Alat suntik, jarum suntik (needle) atau kateter dinyatakan
terkontaminasi jika sudah pernah tersambung atau ditusukkan pada injection port,
selang infus atau botol infus.
6) Sisa obat dalam vial/ampul sekali pakai tidak boleh digunakan lagi.
7) Pencampuran obat-obatan injeksi dalam satu alat suntik harus dihindari.
8) Pemberian beberapa macam obat injeksi untuk satu pasien, gunakan satu alat
suntik steril yang baru untuk satu macam obat yang akan diberikan.
9) Jika memang ada kebutuhan bahwa satu vial obat untuk beberapa kali pemberian
terhadap satu pasien, gunakan alat suntik yang baru dalam setiap pengambilan
obat.
10) Obat-obat dalam vial multi dosis harus disimpan sesuai dengan ketentuan yang
direkomendasikan pada kemasan oleh pabrik pembuat obat.
11) Obat-batan harus segera dibuang jika terjadi perubahan fisik/warna obat atau
sterilitas-nya diragukan.
12) Cairan infus bekas pakai tidak boleh digunakan untuk pasien lainnya.
2. Kewaspadaan berdasarkan transmisi
Jika dengan kewaspadaan standar saja diperkirakan tak cukup untuk memutus rute
transmisi infeksi maka diperlukan penerapan kewaspadaan berdasarkan transmisi, yang
terdiri dari: kewaspadaan kontak, kewaspadaan droplet, dan/atau kewaspadaan airborne,
sebagai kombinasi kewaspadaan standar.
Kewaspadaan berbasis transmisi dilaksanakan bila dijumpai pasien mengalami gejala
atau tanda penyakit infeksi menular. Walaupun untuk mendapatkan hasil tes laboratorium
membutuhkan waktu sedikitnya 2 sampai 3 hari, kewaspadaan berdasarkan transmisi
sudah harus diterapkan jika dijumpai riwayat gejala klinis dan patogenesis penyakit
mengarah kepada penyakit infeksi menular. Tidak mungkin dalam waktu singkat untuk
mengidentifikasi semua pasien yang membutuhkan Kewaspadaan Berbasis Transmisi
sehingga melalui gejala klinis tertentu dan kondisi pasien yang berpotensi membawa
risiko penyebaran infeksi sudah cukup untuk menjamin secara empiris keputusan
penerapan kewaspadaan berbasis transmisi sementara menunggu didapatkannya hasil
tes untuk konfirmasi.
Semua hasil laboratorium mikrobiologi telah disertai dengan cap rekomendasi Komite/Tim
PPIRS mengenai penerapan Kewaspadaan Berbasis Transmisi yang harus dilaksanakan
oleh unit kerja tempat perawatan pasien. Petugas kesehatan yang merawat pasien harus
melaksanakan teknik isolasi berdasarkan pola transmisi kuman sesuai dengan
rekomendasi Komite/Tim PPIRS tersebut.
a. Kewaspadaan kontak
Kewaspadaan kontak diterapkan bila mikroorganisme berpotensi untuk menular
melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan pasien lainnya atau lingkungan.
Kewaspadaan kontak juga diterapkan pada pasien yang menderita luka dengan
drainase cairan luka berlebihan, inkontinensia fekal, atau pengeluaran cairan tubuh
lain yang dapat meningkatkan kontaminasi dan resiko penyebaran penyakit.
4) Petugas maupun pengunjung tidak perlu memakai gaun pelindung dan sarung
tangan bila memasuki ruangan pasien hanya untuk interaksi secara verbal.
5) Jaga pintu kamar agar selalu tertutup dan pasien selalu di dalam kamar kecuali
jika pasien harus ditransportasi ke tempat lain untuk kepentingan prosedur atau
tes diagnostik yang dipandang perlu dan tidak dapat dilakukan di dalam ruangan
pasien.
b. Kewaspadaan Droplet
Kewaspadaan droplet diterapkan bila mikroorganisme berpotensi menular melalui
kontak jarak dekat antara saluran pernapasan atau membran mukosa dengan sekresi
saluran napas pasien. Beberapa agen infeksius yang dapat menular melalui droplet
adalah B. Pertussis, influenza, adenovirus, rhinovirus, N. meningitides, dan
streptococcus Group A.
1)
2)
3)
4)
5)
Jaga pintu kamar agar selalu tertutup dan pasien selalu di dalam kamar dan
jika pasien harus ditransportasi ke tempat lain untuk kepentingan prosedur
atau tes diagnostik maka pasien dipakaikan masker bedah bila memungkinkan
dan mematuhi standar etika batuk.
c. Kewaspadaan Airborne
Kewaspadaan airborne digunakan terhadap mikroorganisme yang dapat
menyebarkan infeksi dalam jarak yang jauh terbawa oleh udara. Terhadap pasien
dengan airborne disease diberlakukan teknik pemisahan dengan penempatan pada
ruangan isolasi bertekanan negatif:
Memiliki sistem ventilasi udara sendiri terpisah dengan sistem air conditioner
sentral.
Pintu harus selalu tertutup dan pasien harus selalu berada di dalam ruangan.
1) Pasien dengan penyakit airborne dalam kategori New Emerging dan Re-emerging
Disease, seperti SARS, Flu Burung, Flu Babi dan MERS ditempatkan di Ruangan
Isolasi Airborne Non TB di Irna Non Bedah bagi pasien dewasa dan Ruangan
Isolasi Airborne non TB di Irna Kebidanan dan Anak bagi pasien pediatrik.
a) Pasien dalam status suspect harus ditempatkan dalam kamar tersendiri
sampai diagnosa definitif didapatkan dari pemeriksaan laboratorium
b) Bila terbukti positif, pasien dapat ditempatkan di dalam satu kamar bersama
pasien lain dengan kasus yang sama di ruangan isolasi airborne.
4) Untuk semua kasus yang dirawat di Ruangan Isolasi Airborne, pada pintu masuk
ruangan isolasi airborne perawatan pasien ditempelkan peringatan Kewaspadaan
Airborne Peringatan Kewaspadaan Airborne juga ditempelkan pada catatan
medik pasien.
5) Petugas kesehatan dan pengunjung harus memakai masker N-95, sarung tangan,
penutup kepala dan gaun lengan panjang ketika memasuki ruangan perawatan
pasien dan melepaskannya setelah keluar ruangan di ruangan ganti/ante room.
Khusus pada ruangan isolasi airborne yang merawat pasien infeksi saluran
pernapasan akut dalam kategori New Emerging dan Re-emerging Disease
diberlakukan Isolasi Ketat dimana setiap petugas yang memasuki ruangan isolasi
harus menggunakan APD lengkap. Pengunjung tidak diperkenankan memasuki
ruangan perawatan pasien.
6) Untuk semua pasien dengan airborne disease, jika pasien harus ditransportasi ke
tempat lain/dibawa ke luar ruangan maka pasien dipasangkan masker bedah bila
memungkinkan dan mematuhi standar etika batuk.
7) Jaga pintu kamar agar selalu tertutup dan pasien selalu di dalam kamar kecuali
jika harus dibawa ke tempat lain untuk prosedur atau tes diagnostik dipandang
perlu dan tidak dapat dilakukan di dalam ruangan pasien.
Telah didapatkan bukti melalui hasil laboratorium bahwa pasien tidak mengalami
kolonisasi ataupun infeksi penyakit menular. Untuk pasien suspek TB Paru harus
didapatkan hasil negatif pada pemeriksaan BTA sputum 3 kali berturut-turut (Sewaktu
Pagi-Sewaktu)
Pasien dinyatakan sembuh secara klinis oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
(DPJP)
secara klinis atau laboratorium yang cukup untuk keputusan mengakhiri perlakuan
kewaspadaan isolasi
G. Isolasi Protektif
Penerapan isolasi protektif membutuhkan fasilitas gedung/ ruangan khusus yang didesain
dengan sistem tekanan udara positif (+). Tidak diperkenankan adanya bunga-bungaan atau
tanaman dalam pot, baik tanaman hidup maupun replika. Tidak diperkenankan adanya buahbuahan atau sayuran ditempatkan atau disimpan dalam ruangan perawatan pasien. Ruangan
pasien dengan imunitas menurun harus memiliki fasilitas :
1. Ruang Ante-Room.
2. Tersedia fasilitas wastafel cuci tangan minimal 1 setiap ruangan
3. Tersedia handrub di setiap tempat tidur.
4. Menggunakan laminary air flow dan bertekanan positif (AC dengan HEPA filter),
dibersihkan secara periodik minimal tiap 3 bulan.
5. Mempunyai fasilitas komunikasi yang menghubungkan orang yang berada di dalam dan
di luar ruangan.
1. Petugas memakai Pakaian kerja khusus dan APD seperti topi, masker, gaun, sarung
tangan dan sandal khusus sebelum masuk ke ruang ante-room, dan tidak diperkenankan
memakai perhiasan seperti cincin, gelang dan jam tangan. Petugas yang sedang sakit
tidak boleh masuk ke ruangan pasien.
2. Pakaian pasien setelah masuk ke kamar perawatan diganti dengan baju khusus yang
disediakan rumah sakit.
3. Pengunjung dilarang masuk ruangan perawatan pasien kecuali satu orang penunggu
pasien bila dibutuhkan untuk mendampingi pasien dan tetap berada dalam ruangan
perawatan, keluar atau masuk dibenarkan hanya untuk keperluan khusus atas seizin
petugas.
4. Tidak diperkenankan siapapun baik petugas atau pengunjung yang sedang menderita
gejala demam atau infeksi lainnya masuk ke ruangan perawatan pasien.
6. Pada keadaan pasien yang memerlukan isolasi protektif dan diketahui bahwa pasien
ternyata menderita atau suspek infeksi penyakit airborne, petugas yang merawat harus
berkonsultasi dengan Tim PPI dan mendapatkan rekomendasi Komite PPI terlebih
dahulu.
7. Semua petugas dan penunggu pasien harus menggunakan APD yang sesuai dengan
persyaratan (masker bedah, gaun/apron dan sandal khusus) yang disediakan rumah
sakit. APD dipakai saat memasuki ruangan dan dilepaskan sebelum meninggalkan
ruangan pasien dekat pintu keluar atau ante room.
8. Semua petugas dan penunggu pasien harus mematuhi 5 momen kebersihan tangan
selama merawat pasien.
9. Semua peralatan yang digunakan dan masuk ke ruangan pasien harus melewati proses
dekontaminasi dengan larutan disinfektan atau UV.
10. Alat-alat tulis (pulpen, dokumen medik, surat konsul dan lain-lain) tidak diperkenankan
keluar masuk dari ruang ante-room.
Semua linen yang telah digunakan oleh pasien dinyatakan telah terkontaminasi. Linen tidak
boleh dikibaskan. Linen yang telah dipakai dimasukkan ke dalam kantong linen kotor dengan
terlebih dahulu dimasukkan ke dalam plastik linen berwarna kuning dan bagian mulut plastik
diikat dengan kuat untuk selanjutnya diantar ke Instalasi Binatu.
Gunakan sarung tangan dan APD lainnya sesuai dengan standar dalam mengeloloa linen
kotor.
2. Pakaian pasien yang memiliki kutu dimasukkan ke dalam kantong plastik warna kuning
dan ditutup rapat selama 48 jam agar kutu yang ada di linen mati.
Q. Penanganan sampah
Sampah yang berasal dari kamar isolasi tidak dianggap sebagai sampah infeksius kecuali
terkontaminasi oleh cairan tubuh pasien. Sampah yang berasal dari kamar isolasi penderita
Multi-Drug Resistant Organism (MDRO) dapat disalin ke tempat sampah pada ruangan ante
room atau di ruangan perawatan pasien.
2. Anak (umum)
a. Anak dengan penyakit non infeksius dapat ditempatkan secara langsung ke ruangan
perawatan sesuai dengan kelas perawatan dan jenis penyakit pasien tersebut dengan
penerapan kewaspadaan standar disertai dengan kewaspadaan berdasarkan
transmisi kontak dan droplet pada awal masa perawatan sementara menunggu hasil
uji skrining MRSA untuk memastikan status infeksi/kolonisasi MRSA pada anak
tersebut.
b. Bagi pasien yang tidak memiliki fasilitas perawatan kamar sendiri terutama pasien
Kelas 1, 2 dan 3, maka pasien bisa ditempatkan satu ruangan dengan pasien lainnya
dengan jarak antara tempat tidur minimal 1 meter dengan tempat tidur pasien lainnya
diberi sekat/tabir pembatas dan jika hanya ada satu kamar mandi maka setiap pasien
tersebut menggunakan kamar mandi segera didisinfeksi setelah digunakan.
e. Anak yang memiliki resiko transmisi airborne yang membutuhkan ruangan bertekanan
negatif dapat ditempatkan di Ruangan Isolasi Penyakit Airborne yang memiliki sistem
ventilasi HEPA filter dan pertukaran udara 12 kali perjam.
U. Sumber Daya
1. Perawat Pencegahan dan Pengendalian Infeksi/Infection Prevention and Control Nurse
(IPCN)
Mematuhi semua Kebijakan dan Prosedur Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah
Sakit di RSUD Meuraxa.
Kantong plastik kedap air warna putih dan kuning untuk pembungkus linen kotor
Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan potensial hazard yang akan dihadapi
Gedung/Ruangan Isolasi bertekanan udara negatif dan bertekanan udara positif bagi
isolasi protektif dengan kamar single dan mandi/toilet pribadi untuk perawatan pasien
Ruangan Anteroom/Kamar ganti dengan Lemari Alat Pelindung Diri sebelum masuk
ruangan
Alat-alat khusus bagi pasien isolasi misalnya: manset tekanan darah, stetoskop, dan
oximeter nadi yang selalu didekontaminasi setelah pemakaian
Ditetapkan di
: Banda Aceh
Pada tanggal
:
-------------------------------------------------Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa
Kota Banda Aceh
Direktur,