Anda di halaman 1dari 20

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

DINAS KESEHATAN
RUMAH SAKIT UMUM KECAMATAN CEMPAKA PUTIH

SURAT KEPUTUSAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM KECAMATAN CEMPAKA PUTIH

NOMOR 42 TAHUN 2016

TENTANG
PENERAPAN KEWASPADAAN ISOLASI
DI RUMAH SAKIT KECAMATAN CEMPAKA PUTIH

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM KECAMATAN CEMPAKA PUTIH

Menimbang : 1. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di


Rumah Sakit Umum Kecamatan Cempaka Putih, maka
diperlukan penyelenggaraan pelayanan yang profesional
dan bermutu tinggi dengan mengutamakan keselamatan
dan pelayanan yang berfokus kepada pasien;
2. bahwa pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi
merupakan salah satu bentuk pelayanan di Rumah Sakit
Umum Kecamatan Cempaka Putih yang mendukung
pelayanan yang aman dan bermutu tinggi yang
memberikan perlindungan dari resiko infeksi terkait dengan
pelayanan kesehatan;
3. bahwa penerapan kewaspadaan isolasi merupakan pilar
utama dalam pelayanan pencegahan dan pengendalian
infeksi guna memutus rantai penularan infeksi;
4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana huruf a, b,
dan c maka perlu membentuk Peraturan Direktur RUMAH
SAKIT UMUM Kecamatan Cempaka Putih tentang
Kebijakan Penerapan Kewaspadaan Isolasi di Rumah Sakit
Umum Kecamatan Cempaka Putih
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan
Rumah Sakit;
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204 / Menkes / SK / X/ 2004 tentang persyaratan
kesehatan lingkungan rumah sakit
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1087/Menkes/SK/VIII/2010 tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Rumah Sakit
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 270/Menkes/2007
tentang Pedoman Manajerial Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasiltas
Pelayanan Kesehatan Lainnya
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 382/Menkes/2007
tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya

MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM
PENERAPAN KEWASPADAAN ISOLASI DI RUMAH SAKIT
UMUM KECAMATAN CEMPAKA PUTIH,

KESATU : Penerapan Kewaspadaan Isolasi di Rumah Sakit Umum


Kecamatan Cempaka Putih sebagaimana yang dimaksud
tercantum dalam Lampiran Keputusan Direktur Rumah Sakit
Umum Kecamatan Cempaka Putih ini.

KEDUA : Penerapan Kewaspadaan Isolasi di Rumah Sakit Umum


Kecamatan Cempaka Putih sebagaimana yang dimaksud dalam
diktum kesatu merupakan pedoman bagi petugas, pasien, dan
masyarakat yang berada di lingkungan Rumah Sakit Umum
Kecamatan Cempaka Putih dalam melaksanakan upaya-upaya
meminimalisasi resiko infeksi terkait dengan pelayanan
kesehatan.

KETIGA : Direktur Rumah Sakit bertanggung jawab penuh terhadap


penerapan kewaspadaan isolasi di Rumah Sakit Umum
Kecamatan Cempaka Putih.

KEEMPAT : Pelaksanaan Penerapan Kewaspadaan Isolasi di Rumah Sakit


Umum Kecamatan Cempaka Putih harus dilakukan oleh seluruh
sumber daya manusia (SDM) yang memberikan pelayanan
kepada pasien di Rumah Sakit Umum Kecamatan Cempaka
Putih.

KELIMA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila


dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 29 April 2016
Direktur Rumah Sakit Umum
Kecamatan Cempaka Putih

dr. Dewi R. Anggraini, M.Kes


NIP. 196209091990032001
Lampiran : Keputusan Direktur
Nomor : 42 / SK / DIR / 04/2016
Tentang : KEBIJAKAN PENERAPAN
KEWASPADAAN ISOLASI

PENERAPAN KEWASPADAAN ISOLASI


DI RUMAH SAKIT UMUM KECAMATAN CEMPAKA PUTIH

I. KEBIJAKAN UMUM
A. Kewaspadaan isolasi diterapkan untuk mengurangi risiko infeksi penyakit
menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui
maupun yang tidak diketahui.
B. Dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit setiap petugas
harus menerapkan kewaspadaan isolasi yang terdiri dari dua lapis yaitu
kewaspadaan standar dan kewaspdaan berdasarkan transmisi.
C. Kewaspadaan Isolasi Kewaspadaan Isolasi merupakan kombinasi dari :
1. Standar Precaution/ Kewaspadaan Standar, gabungan dari: Universal
Precautions/ Kewaspadaan Universal dengan Body Substance
Isolation/ Isolasi substansi/ cairan tubuh. Berlaku untuk semua pasien,
kemungkinan atau terbukti infeksi, setiap waktu di semua unit
pelayanan kesehatan
2. Transmission-based precautions/ Kewaspadaan berbasis transmisi,
dipakai bila rute transmisi tidak dapat diputus sempurna hanya Standar
precautions.
D. Kewaspadaan standar harus diterapkan secara rutin dalam perawatan di
rumah sakit yang meliputi : kebersihan tangan, penggunaan APD,
pemrosesan peralatan perawatan pasien, pengendalian lingkungan,
penatalaksanaan linen, pengelolaan limbah, kesehatan karyawan,
penempatan pasien, hygiene respirasi (etika batuk), praktek menyuntik
yang aman dan praktek untuk lumbal punksi.
E. Kewaspadaan berdasarkan transmisi diterapkan sebagai tambahan
kewaspadaan standar pada kasus – kasus yang mempunyai risiko
penularan melalui kontak, droplet, airborne.

II. KEBIJAKAN KHUSUS


A. Pengkajian Pasien
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan perawat melakukan
pengkajian terhadap pasien mulai masuk pasien masuk dan setiap hari
selama pasien dirawat untuk menentukan tempat perawatan atau teknik
isolasi yang dibutuhkan pasien. Kewaspadaan isolasi yang benar harus
sesegera mungkin diterapkan jika diketahui bahwa pasien adalah
penderita atau suspek penderita penyakit menular.
B. Penempatan pasien
1. Keputusan penempatan pasien dapat ditentukan oleh Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan case manager, atau atas
rekomendasi Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
(PPIRS).
2. Pasien dengan penyakit non infeksius dapat ditempatkan secara
langsung ke ruangan perawatan sesuai dengan kelas perawatan dan
jenis penyakit pasien tersebut dengan penerapan kewaspadaan
standar diikuti kewaspadaan berbasis transmisi kontak dan droplet
sementara menunggu hasil uji skrining MRSA untuk memastikan status
infeksi/kolonisasi MRSA pada pasien tersebut:
a. Bagi pasien yang tidak memiliki fasilitas perawatan kamar sendiri
terutama pasien Kelas 1, 2 dan 3, maka pasien bisa ditempatkan
satu ruangan dengan pasien lainnya dengan jarak antara tempat
tidur minimal 1,5 meter dengan tempat tidur pasien lainnya diberi
sekat/tabir pembatas dan jika hanya ada satu kamar mandi maka
setiap pasien tersebut menggunakan kamar mandi segera
didisinfeksi setelah digunakan.
b. Terapkan 5 momen kebersihan tangan selama merawat pasien,
gunakan sabun dan air atau handrub berbasis alkohol sesuai
dengan tingkat noda/paparan pada tangan.
c. Lakukan dekontaminasi/disinfeksi peralatan perawatan pasien
antara penggunaan dengan pasien lain misalnya tensimeter,
termometer, stetoskop, dan oksimetri nadi menggunakan larutan
klorin 0,5%.
d. Bagi pengunjung tidak disediakan APD tetapi dianjurkan untuk
melakukan cuci tangan setelah mengunjungi pasien
3. Bila didapatkan hasil MRSA positif maka pemberlakukan kewaspadaan
standar diikuti dengan peberlakuan kewaspadaan berdasarkan
transmisi kontak dan droplet tetap dipertahankan, dan pasien diberikan
terapi MRSA sampai didapatkan hasil pemeriksaan MRSA negatif.
Sedangkan bila didapatkan hasil uji MRSA negatif dan pasien bukan
penderita penyakit infeksius maka cukup dengan pemberlakukan
kewaspadaan standar saja.
4. Terhadap pasien yang diduga atau diketahui menderita penyakit
infeksius maka pemberlakuan teknik isolasi dilaksanakan melalui
penerapan kewaspadaan standar diikuti dengan kewaspadaan
berbasis transimisi menurut pola transmisi penyakit infeksi pasien
tersebut (kewaspadaan kontak, kewaspadaan droplet dan
kewaspadaan airborne).
5. Pemisahan pasien pada Ruangan Isolasi Khusus diberlakukan
terhadap pasien dengan airborne disease, pasien dengan New
Emerging dan Re-emerging Disease, SARS, flu burung, flu babi,
MERS, dan sebagainya, pasien dengan penyakit tropik infeksi dan
pasien dengan imunocompromised. Untuk itu RUMAH SAKIT UMUM
Kecamatan Cempaka Putih telah menyediakan Ruangan Isolasi di
beberapa lokasi untuk keperluan penempatan pasien yang
membutuhkan perlakukan pemisahan (isolasi) sebagai berikut:
a. Ruangan Isolasi Tuberkulosis Paru di Irna Non Bedah II Ruangan
Rawat Inap Paru
b. Ruangan Isolasi Penyakit Airborne bukan tuberkulosis di Irna Non
Bedah Penyakit Dalam (Dewasa) dan Irna Kebidanan dan Anak
(Pediatrik)
c. Ruangan Rawat Inap PETRI bagi pasien dengan penyakit tropik
infeksi
d. Ruangan Isolasi Penyakit Rabies bagi pasien dengan penyakit
rabies yang berlokasi di gedung rawat inap PETRI.
e. Ruangan Isolasi Protektif bagi pasien dengan
immunocompromised. Ruangan bertekanan udara tekanan udara
positif di Irna Non Bedah Penyakit Dalam (Dewasa) dan Irna
Kebidanan dan Anak (Pediatrik).
f. Ruangan Perinatologi level I, II, dan III bagi pasien neonatus atau
bayi yang rentan.
6. Sebelum pasien ditransportasi ke ruangan isolasi khusus, DPJP harus
mengkomunikasikan kepada petugas ruangan isolasi terlebih dahulu
untuk kesiapan ruangan isolasi untuk menerima pasien baru.
C. Keputusan Isolasi
1. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan case manager,
serta perawat pencegahan dan pengendalian infeksi (IPCN) memiliki
kewenangan dalam menentukan pemberlakuan isolasi terhadap
pasien.
2. Setiap petugas kesehatan yang bekerja di ruangan perawatan pasien
berkewajiban mematuhi ketentuan isolasi dan melaporkan adanya
pelanggaran yang ditemukan. Pelanggaran yang dilakukan
berulangkali harus dilaporkan kepada kepala ruangan perawatan.
3. Pasien, keluarga dan pengunjung pasien harus mematuhi ketentuan
isolasi. Dokter, perawat dan petugas kesehatan yang bekerja di
ruangan perawatan pasien berkewajiban mendidik pasien, keluarga
dan pengunjung pasien untuk mematuhi ketentuan isolasi. Kegiatan
pendidikan kesehatan tersebut dapat menggunakan media
komunikasi dan informasi audio dan visual dari Instalasi Promkes dan
Pemasaran, atau melalui media leaflet/brosur. Kegiatan pendidikan
harus didokumentasikan dengan seksama.
D. Jenis Kewaspadaan Isolasi
1. Kewaspadaan Standar
Semua pasien harus diberlakukan kewaspadaan standar, baik
kemungkinan atau terbukti infeksi, setiap waktu dan menjadi rutinitas di
semua unit pelayanan kesehatan. Hal ini karena segala bentuk darah,
cairan tubuh, sekresi dan ekskresi (kecuali keringat), perlukaan kulit,
dan membran mukosa merupakan sarana pembawa kuman penyebab
penyakit. Kewaspadaan standar ini diterapkan dengan asumsi bahwa
setiap pasien berpotensi terinfeksi atau memiliki kolonisasi organisme
yang dapat ditularkan.
Kewaspadaan standar ini meliputi:
a. Kebersihan tangan (Hand hygiene) dan Alat Pelindung: Gunakan
sarung tangan, gaun pelindung, masker, pelindung mata, atau
pelindung wajah sesuai dengan jenis paparan yang akan dihadapi
dan lakukan praktek penyuntikan yang aman.
b. Hygiene Pernapasan/Etika Batuk: Pasien dan pengunjung harus
diajarkan untuk menutup mulut dan hidung dengan tissu pada saat
batuk atau bersin, membuang tissu bekas pakai tersebut pada
tempat sampah dan melakukan cuci tangan. Jika tak ada tissu
gunakan lengan atas bagian dalam sebagai penutup hidung dan
mulut ketika batuk/bersin.
Selanjutnya, pasien yang mempunyai gejala batuk atau gejala
penyakit pernapasan lainnya diinstruksikan untuk memakai masker
bedah sampai dinyatakan sembuh secara medis. Pasien harus
diberi jarak minimal 1 meter dengan pasien lainnya, termasuk di
ruang tunggu pemeriksaan atau ruang rawat jalan.
c. Penyuntikan yang Aman:
1) Gunakan teknik aseptik untuk mencegah kontaminasi pada alat
injeksi yang steril.
2) Gunakan alat injeksi steril sekali pakai (single used). Jangan
memberikan obat dengan satu alat suntik yang dipakai bersama
untuk beberapa pasien, walaupun jarum suntik (needle) sudah
diganti dengan yang baru atau bahkan jika pemberian melalui
injection port atau melalui selang/botol infus.
3) Kateter Intra Vena (IV Cateter), cairan infus, Three Way
Stopcock, Extension Tube, Selang Infus, dan Konektor hanya
untuk satu orang pasien, tidak dapat dipakai ulang dan harus
segera dibuang ke tempat sampah infeksius setelah digunakan.
Alat suntik, jarum suntik (needle) atau kateter dinyatakan
terkontaminasi jika sudah pernah tersambung atau ditusukkan
pada injection port, selang infus atau botol infus.
4) Utamakan pemberian obat injeksi dalam vial dosis sekali pakai.
5) Jangan gunakan obat vial/ampul sekali pakai untuk beberapa
pasien secara bersama-sama.
6) Sisa obat dalam vial/ampul sekali pakai tidak boleh digunakan
lagi.
7) Pencampuran obat-obatan injeksi dalam satu alat suntik harus
dihindari.
8) Pemberian beberapa macam obat injeksi untuk satu pasien,
gunakan satu alat suntik steril yang baru untuk satu macam obat
yang akan diberikan.
9) Jika memang ada kebutuhan bahwa satu vial obat untuk
beberapa kali pemberian terhadap satu pasien, gunakan alat
suntik yang baru dalam setiap pengambilan obat.
10)Obat-obat dalam vial multi dosis harus disimpan sesuai dengan
ketentuan yang direkomendasikan pada kemasan oleh pabrik
pembuat obat.
11) Obat-batan harus segera dibuang jika terjadi perubahan
fisik/warna obat atau sterilitas-nya diragukan.
12)Cairan infus bekas pakai tidak boleh digunakan untuk pasien
lainnya.
2. Kewaspadaan berdasarkan transmisi
Jika dengan kewaspadaan standar saja diperkirakan tak cukup untuk
memutus rute transmisi infeksi maka diperlukan penerapan
kewaspadaan berdasarkan transmisi, yang terdiri dari: kewaspadaan
kontak, kewaspadaan droplet, dan/atau kewaspadaan airborne,
sebagai kombinasi kewaspadaan standar.
Kewaspadaan berbasis transmisi dilaksanakan bila dijumpai pasien
mengalami gejala atau tanda penyakit infeksi menular. Walaupun untuk
mendapatkan hasil tes laboratorium membutuhkan waktu sedikitnya 2
sampai 3 hari, kewaspadaan berdasarkan transmisi sudah harus
diterapkan jika dijumpai riwayat gejala klinis dan patogenesis penyakit
mengarah kepada penyakit infeksi menular. Tidak mungkin dalam
waktu singkat untuk mengidentifikasi semua pasien yang
membutuhkan Kewaspadaan Berbasis Transmisi sehingga melalui
gejala klinis tertentu dan kondisi pasien yang berpotensi membawa
risiko penyebaran infeksi sudah cukup untuk menjamin secara empiris
keputusan penerapan kewaspadaan berbasis transmisi sementara
menunggu didapatkannya hasil tes untuk konfirmasi.
Semua hasil laboratorium mikrobiologi telah disertai dengan cap
rekomendasi Tim PPIRS mengenai penerapan Kewaspadaan Berbasis
Transmisi yang harus dilaksanakan oleh unit kerja tempat perawatan
pasien. Petugas kesehatan yang merawat pasien harus melaksanakan
teknik isolasi berdasarkan pola transmisi kuman sesuai dengan
rekomendasi Tim PPIRS tersebut.
a. Kewaspadaan kontak
Kewaspadaan kontak diterapkan bila mikroorganisme berpotensi
untuk menular melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan
pasien lainnya atau lingkungan. Kewaspadaan kontak juga
diterapkan pada pasien yang menderita luka dengan drainase
cairan luka berlebihan, inkontinensia fekal, atau pengeluaran cairan
tubuh lain yang dapat meningkatkan kontaminasi dan resiko
penyebaran penyakit.
1) Diutamakan pasien ditempatkan pada kamar tersendiri. Bila
tidak memungkinkan kamar tersendiri dimana pada kondisi
pasien satu ruangan bersama dengan pasien lain, maka jarak
antar tempat tidur harus minimal 1 meter (3 kaki) dan diberi
sekat/skerm pembatas.
2) Bila pasien pada ruangan tersendiri pasang peringatan
“Kewaspadaan Kontak” pada pintu masuk kamar, sedangkan
bila pasien satu ruangan bersama dengan pasien lain maka
peringatan “Kewaspadaan Kontak” digantungkan pada sisi
tempat tidur bagian kaki pasien. Peringatan “Kewaspadaan
Kontak” juga ditempelkan pada catatan medik pasien.
3) Petugas yang merawat pasien harus menggunakan gaun
pelindung kedap air/apron plastik dan sarung tangan bila
melakukan kegiatan yang bersentuhan langsung dengan pasien
atau dengan benda atau lingkungan yang terkontaminasi. Gaun
dan sarung tangan dipakai saat memasuki ruangan dan
dilepaskan sebelum meninggalkan ruangan pasien dekat pintu
keluar atau di ante room. Lakukan kebersihan tangan pada saat
masuk dan keluar kamar pasien dan setelah melepaskan APD,
mengikuti 5 momen kebersihan tangan.
4) Petugas maupun pengunjung tidak perlu memakai gaun
pelindung dan sarung tangan bila memasuki ruangan pasien
hanya untuk interaksi secara verbal.
5) Jaga pintu kamar agar selalu tertutup dan pasien selalu di
dalam kamar kecuali jika pasien harus ditransportasi ke tempat
lain untuk kepentingan prosedur atau tes diagnostik yang
dipandang perlu dan tidak dapat dilakukan di dalam ruangan
pasien.

b. Kewaspadaan Droplet
Kewaspadaan droplet diterapkan bila mikroorganisme berpotensi
menular melalui kontak jarak dekat antara saluran pernapasan atau
membran mukosa dengan sekresi saluran napas pasien. Beberapa
agen infeksius yang dapat menular melalui droplet adalah B.
Pertussis, influenza, adenovirus, rhinovirus, N. meningitides, dan
streptococcus Group A.
1) Diutamakan pasien ditempatkan pada kamar tersendiri. Bila
tidak memungkinkan kamar tersendiri dimana pada kondisi
pasien satu ruangan bersama dengan pasien lain, maka
jarak antar tempat tidur harus minimal 1,5 dan diberi sekat
pembatas.
2) Tidak diperlukan ruangan bertekanan negatif.
3) Bila pasien pada ruangan tersendiri pasang peringatan
“Kewaspadaan Droplet” pada pintu masuk kamar,
sedangkan bila pasien satu ruangan bersama dengan
pasien lain maka peringatan “Kewaspadaan Droplet”
digantungkan pada sisi tempat tidur bagian kaki pasien.
Peringatan “Kewaspadaan Droplet” juga ditempelkan pada
catatan medik pasien.
4) Petugas dan pengunjung harus menggunakan masker untuk
segala kegiatan pelayanan kepada pasien. Lakukan
kebersihan tangan pada saat masuk dan keluar kamar
pasien dan setelah melepaskan APD, mengikuti 5 momen
kebersihan tangan.
5) Jaga pintu kamar agar selalu tertutup dan pasien selalu di
dalam kamar dan jika pasien harus ditransportasi ke tempat
lain untuk kepentingan prosedur atau tes diagnostik maka
pasien dipakaikan masker bedah bila memungkinkan dan
mematuhi standar etika batuk.
c. Kewaspadaan Airborne
Kewaspadaan airborne digunakan terhadap mikroorganisme yang
dapat menyebarkan infeksi dalam jarak yang jauh terbawa oleh
udara. Terhadap pasien dengan airborne disease diberlakukan
teknik pemisahan dengan penempatan pada ruangan isolasi
bertekanan negatif:
 Memiliki sistem ventilasi udara sendiri terpisah dengan
sistem air conditioner sentral.
 Ruangan bertekanan udara negatif, memiliki sistem ventilasi
campuran dilengkapi dengan exhaust fan yang menjamin
pertukaran udara 6 sampai 12 kali per jam.
 Memiliki saluran pengeluaran udara ke lingkungan yang
memadai atau memiliki sistem penyaringan udara yang
efisien sebelum udara disirkulasikan ke ruangan lain dengan
exhauster.
 Ventilasi tidak mengarah secara langsung ke ruangan
perawatan lainnya, tetapi mengarah ke area bebas yang
mendapatkan cahaya matahari dan berjarak minimal 5 meter
dibatasi oleh area terbuka yang cukup mendapatkan sinar
matahari dengan unit perawatan pasien lainnya.
 Pintu harus selalu tertutup dan pasien harus selalu berada di
dalam ruangan.
 Harus dilakukan pemantauan tekanan udara secara berkala
dan terdokumentasi.
Dalam Ruangan Isolasi Airborne bertekanan udara negatif
diutamakan pasien ditempatkan pada kamar tersendiri atau
memenuhi persyaratan berikut:
1) Pasien dengan penyakit airborne dalam kategori New Emerging
dan Re-emerging Disease, seperti SARS, Flu Burung, Flu Babi
dan MERS ditempatkan di Ruangan Isolasi Airborne Non TB di
Irna Non Bedah bagi pasien dewasa dan Ruangan Isolasi
Airborne non TB di Irna Kebidanan dan Anak bagi pasien
pediatrik.
a) Pasien dalam status suspect harus ditempatkan dalam
kamar tersendiri sampai diagnosa definitif didapatkan dari
pemeriksaan laboratorium
b) Bila terbukti positif, pasien dapat ditempatkan di dalam satu
kamar bersama pasien lain dengan kasus yang sama di
ruangan isolasi airborne.
2) Pasien rubeola virus [measles], dan varicella virus [chickenpox]
ditempatkan di Ruangan Isolasi Airborne Non TB di Irna Non
Bedah bagi pasien dewasa dan Ruangan Isolasi Airborne non
TB di Irna Kebidanan dan Anak bagi pasien pediatrik.
Diutamakan pasien dalam kamar sendiri-sendiri dan bila tidak
memungkinan kamar tersendiri, pasien dapat ditempatkan
bersama pasien lain yang memiliki kasus yang sama.
3) Pasien TB Paru di tempatkan secara terpisah dalam 4 kategori
di Ruangan Isolasi TB Paru di Irna Non Bedah II Penyakit Paru:
a) Ruangan isolasi suspek tuberkulosis bagi pasien yang
diduga menderita tuberkulosis paru (Suspevt TB Paru)
dengan fasilitas masing-masing pasien ditempatkan pada
kamar tersendiri sampai didapatkan hasil pemeriksaan BTA
3 kali berturut-turut. Bila BTA negatif pasien bisa ditempatkan
sesuai dengan kelas perawatannya atau bergabung
bersama pasien lainnya dengan BTA negatif. Bila BTA positif
maka pasien ditempatkan di ruangan isolasi BTA positif.
Ruangan isolasi ini memiliki sistem ventilasi udara sendiri
terpisah dengan sistem air conditioner sentral. Ruangan
bertekanan udara negatif, memiliki sistem ventilasi campuran
dilengkapi dengan exhaust fan yang menjamin pertukaran
udara 12 kali perjam. Ventilasi tidak mengarah secara
langsung ke ruangan perawatan lainnya, tetapi mengarah ke
area bebas yang mendapatkan cahaya matahari dan
berjarak minimal 5 meter dengan unit perawatan pasien
lainnya. Pasien ditempatkan pada
b) Ruangan isolasi BTA positif bagi pasien tuberkulosis paru
dengan hasil pemeriksaan BTA positif. Diutamakan pasien
dalam kamar tersendiri atau bila tak memungkinkan maka
pasien dapat di tempatkan satu kamar bersama dengan
penderita TB BTA positif lainnya. Ruangan Memiliki sistem
ventilasi udara sendiri terpisah dengan sistem air conditioner
sentral. Memiliki tekanan udara negatif dengan sistem
ventilasi campuran dilengkapi dengan exhaust fan yang
menjamin pertukaran udara 12 kali per jam. Ventilasi tidak
mengarah secara langsung ke ruangan perawatan lainnya,
tetapi mengarah ke area bebas yang mendapatkan cahaya
matahari dan berjarak minimal 5 meter dengan unit
perawatan pasien lainnya.
c) Ruangan Isolasi Tuberkulosis Resistent Multi Obat/MDR TB
bagi penderita tuberkulosis dengan MDR. Diutamakan
pasien dalam kamar tersendiri atau bila tak memungkinkan
maka pasien dapat di tempatkan satu kamar bersama
dengan penderita TB dengan MDR lainnya. Ruangan
Memiliki sistem ventilasi udara sendiri terpisah dengan
sistem air conditioner sentral. Memiliki tekanan udara negatif
dengan sistem ventilasi campuran dilengkapi dengan
exhaust fan yang menjamin pertukaran udara 12 kali perjam.
Ventilasi tidak mengarah secara langsung ke ruangan
perawatan lainnya, tetapi mengarah ke area bebas yang
mendapatkan cahaya matahari dan berjarak minimal 5 meter
dengan unit perawatan pasien lainnya.
d) Ruangan perawatan penderita TB Paru BTA negatif sesuai
dengan kelas jaminan/paket perawatan pasien. Diberlakukan
terhadap pasien TB yang sudah dinyatakan tidak infeksius
(sudah mendapat pengobatan Obat Anti TB secara efektif
minimal 2 minggu dengan gejala klinis (seperti: batuk)
membaik dan hasil pemeriksaan BTA sputum negatif pada 2
kali pemeriksaan di hari yang berbeda).
4) Untuk semua kasus yang dirawat di Ruangan Isolasi Airborne,
pada pintu masuk ruangan isolasi airborne perawatan pasien
ditempelkan peringatan “Kewaspadaan Airborne” Peringatan
“Kewaspadaan Airborne” juga ditempelkan pada catatan medik
pasien.
5) Petugas kesehatan dan pengunjung harus memakai masker N-
95, sarung tangan, penutup kepala dan gaun lengan panjang
ketika memasuki ruangan perawatan pasien dan
melepaskannya setelah keluar ruangan di ruangan ganti/ante
room. Khusus pada ruangan isolasi airborne yang merawat
pasien infeksi saluran pernapasan akut dalam kategori New
Emerging dan Re-emerging Disease diberlakukan Isolasi Ketat
dimana setiap petugas yang memasuki ruangan isolasi harus
menggunakan APD lengkap. Pengunjung tidak diperkenankan
memasuki ruangan perawatan pasien.
6) Untuk semua pasien dengan airborne disease, jika pasien harus
ditransportasi ke tempat lain/dibawa ke luar ruangan maka
pasien dipasangkan masker bedah bila memungkinkan dan
mematuhi standar etika batuk.
7) Jaga pintu kamar agar selalu tertutup dan pasien selalu di
dalam kamar kecuali jika harus dibawa ke tempat lain untuk
prosedur atau tes diagnostik dipandang perlu dan tidak dapat
dilakukan di dalam ruangan pasien.
E. Keputusan mengakhiri perlakuan isolasi
Pemberlakuan kewaspadaan isolasi dengan kewaspadaa berbasis
transmisi dapat dihentikan atau pasien dapat dikembalikan ke tempat
perawatan umum jika:
 Telah didapatkan bukti melalui hasil laboratorium bahwa pasien tidak
mengalami kolonisasi ataupun infeksi penyakit menular. Untuk pasien
suspek TB Paru harus didapatkan hasil negatif pada pemeriksaan BTA
sputum 3 kali berturut-turut (Sewaktu–Pagi-Sewaktu)
 Pasien dinyatakan sembuh secara klinis oleh Dokter Penanggung
Jawab Pelayanan (DPJP)
Walaupun telah ada keputusan untuk mengakhiri perlakuan kewaspadaan
isolasi, kewaspadaan standar tetap diberlakukan.
F. Perawatan paska terinfeksi dan kolonisasi penyakit menular
Jika seorang pasien dengan riwayat infeksi atau kolonisasi penyakit
menular yang sudah keluar dari Rumah Sakit Umum Kecamatan
Cempaka Putih masuk kembali untuk mendapatkan perawatan
(readmission) maka terhadap pasien tersebut tetap diberlakukan
penerapan kewaspadaan isolasi yang sesuai dengan resiko penyebaran
infeksi yang dialaminya sampai didapatkan bukti-bukti secara klinis atau
laboratorium yang cukup untuk keputusan mengakhiri perlakuan
kewaspadaan isolasi
G. Isolasi Protektif
Penerapan isolasi protektif membutuhkan fasilitas gedung/ ruangan
khusus yang didesain dengan sistem tekanan udara positif (+). Tidak
diperkenankan adanya bunga-bungaan atau tanaman dalam pot, baik
tanaman hidup maupun replika. Tidak diperkenankan adanya buah-
buahan atau sayuran ditempatkan atau disimpan dalam ruangan
perawatan pasien. Ruangan pasien dengan imunitas menurun harus
memiliki fasilitas :
1. Ruang Ante-Room.
2. Tersedia fasilitas wastafel cuci tangan minimal 1 setiap ruangan
3. Tersedia handrub di setiap tempat tidur.
4. Menggunakan laminary air flow dan bertekanan positif (AC dengan
HEPA filter), dibersihkan secara periodik minimal tiap 3 bulan.
5. Mempunyai fasilitas komunikasi yang menghubungkan orang yang
berada di dalam dan di luar ruangan.
6. Tersedia kamar mandi dengan shower dan tanpa bak mandi.
Pemberlakukan isolasi protektif diutamakan terhadap pasien dengan
kekurangan sistem imunitas (imunocompromissed) akibat penyakit-
penyakit atau keganasan pada sistem hematopoetik, seperti: pasien
dengan neutropenia (neutrofil < 1000 sel/mm, Leukemia, Hemofilia,
hematopoietic stem cell transplant (HSCT) dan lain-lain:
1. Petugas memakai Pakaian kerja khusus dan APD seperti topi, masker,
gaun, sarung tangan dan sandal khusus sebelum masuk ke ruang
ante-room, dan tidak diperkenankan memakai perhiasan seperti cincin,
gelang dan jam tangan. Petugas yang sedang sakit tidak boleh masuk
ke ruangan pasien.
2. Pakaian pasien setelah masuk ke kamar perawatan diganti dengan
baju khusus yang disediakan rumah sakit.
3. Pengunjung dilarang masuk ruangan perawatan pasien kecuali satu
orang penunggu pasien bila dibutuhkan untuk mendampingi pasien
dan tetap berada dalam ruangan perawatan, keluar atau masuk
dibenarkan hanya untuk keperluan khusus atas seizin petugas.
4. Tidak diperkenankan siapapun baik petugas atau pengunjung yang
sedang menderita gejala demam atau infeksi lainnya masuk ke
ruangan perawatan pasien.
5. Pasien yang mendapatkan perlakuan isolasi protektif harus
menggunakan masker, diutamakan masker N95 bila mampu
mentoleransi ketika pasien di transportasi/dibawa keluar ruangan.
6. Pada keadaan pasien yang memerlukan isolasi protektif dan diketahui
bahwa pasien ternyata menderita atau suspek infeksi penyakit
airborne, petugas yang merawat harus berkonsultasi dengan Tim PPI
dan mendapatkan rekomendasi Tim PPI terlebih dahulu.
7. Semua petugas dan penunggu pasien harus menggunakan APD yang
sesuai dengan persyaratan (masker bedah, gaun/apron dan sandal
khusus) yang disediakan rumah sakit. APD dipakai saat memasuki
ruangan dan dilepaskan sebelum meninggalkan ruangan pasien dekat
pintu keluar atau ante room.
8. Semua petugas dan penunggu pasien harus mematuhi 5 momen
kebersihan tangan selama merawat pasien.
9. Semua peralatan yang digunakan dan masuk ke ruangan pasien harus
melewati proses dekontaminasi dengan larutan disinfektan atau UV.
10. Alat-alat tulis (pulpen, dokumen medik, surat konsul dan lain-lain) tidak
diperkenankan keluar masuk dari ruang ante-room.
H. Mengelola pengunjung pasien di Kamar Isolasi
1. Lakukan skrining terhadap pengunjung:
a. Pasang peringatan bahwa keluarga dan pengunjung yang memiliki
tanda dan gejala penyakit menular tidak diperkenankan masuk ke
ruangan perawatan isolasi pasien.
b. Petugas ruangan isolasi secara aktif melakukan pemeriksaan
terhadap pengunjung yang memiliki tanda dan gejala penyakit
infeksi menular.
c. Pengunjung dengan penyakit infeksi yang berpotensi menyebarkan
infeksi dilarang mengunjungi pasien sampai menjalankan
pemeriksaan, diagnosis dan pengobatan yang tepat dan secara
medis dinyatakan tidak berpotensi menularkan infeksi.
d. Dalam keadaan yang tidak memungkinkan membatasi
kunjungan/kehadiran anggota keluarga pasien terutama keluarga
inti pada pasien dengan kondisi kritis atau penyakit terminal, maka
jika keluarga tersebut memiliki tanda dan gejala penyakit infeksi
harus diinstruksikan menggunakan APD yang sesuai untuk
mencegah potensi pemaparan.
2. Gunakan teknik pengamanan “Barrier Precautions” terhadap
pengunjung
Pengunjung pasien harus memakai Alat Pelindung Diri (APD) yang
sama dengan yang perlakuan kewaspadaan isolasi.
I. Pembatasan personil (Area Personil Terbatas)
1. Petugas kesehatan yang rentan dan tidak memiliki imunisasi sebaiknya
tidak ikut merawat pasien yang diketahui atau diduga menderita
measles (rubeola)/gondongan, varicella (chickenpox)/cacar air, herpes
zoster, atau smallpox jika, ada petugas kesehatan lain yang telah
mendapatkan vaksinasi atau telah memiliki kekebalan aktif terhadap
penyakit tersebut di atas.
2. Dalam kondisi petugas kesehatan yang rentan harus memasuki
ruangan perawatan pasien, maka petugas kesehatan tersebut harus
memakai masker APD lainnya yang sesuai panduan penggunaan APD.
3. Petugas kesehatan yang dianggap telah memiliki kekebalan terhadap
penyakit measles (rubeola), rubella, influenza, atau varicella zoster
harus menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD) yang sesuai dengan potensi penularan, termasuk Masker,
Sarung Tangan, dan Gaun Panjang ketika merawat pasien yang
diketahui atau diduga menderita measles, chickenpox, mumps, atau
herpes zoster.
J. Transportasi pasien isolasi
1. Pasien yang dirawat di ruangan isolasi tidak boleh meninggalkan
kamar isolasi kecuali untuk kepentingan medis (pemeriksaan atau
pengobatan yang tidak memungkinkan dilakukan di ruangan
perawatannya).
2. Saat melakukan transportasi pada pasien dengan isolasi droplet atau
airborne, pasien harus dipasangkan masker bila pasien mentoleransi
dan menganjurkan higienis pernapasan dan etika batuk.
3. Pasien dengan luka terbuka dan lesi pada kulit harus dalam kondisi
tertutup saat transportasi.
4. Segala kantong/botol penampung cairan tubuh: NGT, drainase, urine
bag, WSD dan sebagainya harus dalam kondisi tertutup dengan baik
saat transportasi.
5. Sebelum dilakukan transportasi pada pasien yang mendapat
perlakukan isolasi terlebih dahulu unit kerja tempat perawatan pasien
menghubungi unit kerja penerima agar dapat menyiapkan segala
sesuatu keperluan.
K. Fasilitas dan peralatan
1. Barang-barang atau peralatan hanya dibawa ke ruangan perawatan
pasien ketika hendak digunakan saja.
2. Kertas blangko/formulir yang umumnya juga dipakai untuk semua
pasien tidak boleh disimpan dalam ruangan perawatan pasien. Untuk
meminimalisasi terjadinya infeksi silang maka patuhi 5 momen
kebersihan tangan.
3. IV pump/ syringe pump dan peralatan elektronik lainnya harus
dibersihkan dan didisinfeksi dengan menggunakan klorin 0,05% atau
Miliseptol setelah digunakan.
4. Benda tajam bekas pakai dibuang ke dalam Safety Box.
5. Kursi roda atau kereta dorong sesudah dipakai untuk psien yang
mendapatkan perlakuan isolasi harus segera dibersihkan oleh petugas
cleaner dengan larutan disinfektan (klorin 0,05%) sebelum disimpan
atau digunakan kembali.
L. Linen and Laundry
Semua linen yang telah digunakan oleh pasien dinyatakan telah
terkontaminasi. Linen tidak boleh dikibaskan. Linen yang telah dipakai
dimasukkan ke dalam kantong linen kotor dengan terlebih dahulu
dimasukkan ke dalam plastik linen berwarna kuning dan bagian mulut
plastik diikat dengan kuat untuk selanjutnya diantar ke Instalasi Binatu.
Gunakan sarung tangan dan APD lainnya sesuai dengan standar dalam
mengeloloa linen kotor.
M. Urine dan Feses
Urine dan feses pasien yang mendapatkan perlakuan isolasi dapat
dibuang langsung ke toilet. Pasien harus menggunakan urinal dan bedpan
masing-masing dan tidak boleh tertukar dengan milik pasien lain. Bila
pasien telah bebas dari infeksi atau kolonisasi maka urinal dan bedpan
diganti dengan yang baru. Pada pasien dengan kewaspadaan kontak,
urinal, bedpan dan urine bag bekas pakai dibuang ke tempat sampah
infeksius.
N. Pembuangan Darah dan Cairan Tubuh selain Urine dan Feses
Gunakan APD yang sesuai (apron/gaun, sarung tangan, masker, dan/atau
google) saat pembuangan darah dan cairan tubuh.
O. Penanganan spesimen laboratorium
Hati-hati dalam mengambil spesimen agar tidak mengkontaminasi bagian
luar wadah penampung spesimen. Jika bagian luar wadah terkontaminasi
segera dibuang ke tempat sampah infeksius dan usahakan untuk
mengambil spesmen yang baru. Bila pengambilan spesimen baru tak
memungkinkan, tutup rapat wadah penampung spesimen agar tidak bocor
dan lakukan disinfeksi bagian luar wadah penampung dengan klorin
0,05%. Selanjutnya spesimen dibawa ke laboratorium menggunakan
kontainer spesimen. Spesimen dalam vacutainer boleh dikirim langsung
dengan sistem pneumatic tube.
P. Penanganan Kontaminasi Pakaian
1. Linen yang terkontaminasi oleh cairan tubuh pasien harus dikemas
dalam kantong linen kotor dengan terlebih dahulu dibungkus dengan
katong plastik warna kuning yang tertutup rapat dan diberi label
peringatan pola transmisi kuman untuk selanjutnya diproses di Instalasi
Binatu.
2. Pakaian pasien yang memiliki kutu dimasukkan ke dalam kantong
plastik warna kuning dan ditutup rapat selama 48 jam agar kutu yang
ada di linen mati.
Q. Penanganan sampah
Sampah yang berasal dari kamar isolasi tidak dianggap sebagai sampah
infeksius kecuali terkontaminasi oleh cairan tubuh pasien. Sampah yang
berasal dari kamar isolasi penderita Multi-Drug Resistant Organism
(MDRO) dapat disalin ke tempat sampah pada ruangan ante room atau di
ruangan perawatan pasien.
R. Isolasi pada Pasien Pediatrik
Pada beberapa kasus pediatrik memerlukan modifikasi penerapan teknik
isolasi, namun prinsip kewaspadaan standar tetap diterapkan kepada
semua pasien tanpa terkecuali.
Anak (umum)
a. Anak dengan penyakit non infeksius dapat ditempatkan secara
langsung ke ruangan perawatan sesuai dengan kelas perawatan
dan jenis penyakit pasien tersebut dengan penerapan
kewaspadaan standar disertai dengan kewaspadaan berdasarkan
transmisi kontak dan droplet pada awal masa perawatan sementara
menunggu hasil uji skrining MRSA untuk memastikan status
infeksi/kolonisasi MRSA pada anak tersebut.
b. Bagi pasien yang tidak memiliki fasilitas perawatan kamar sendiri
terutama pasien Kelas 1, 2 dan 3, maka pasien bisa ditempatkan
satu ruangan dengan pasien lainnya dengan jarak antara tempat
tidur minimal 1 meter dengan tempat tidur pasien lainnya diberi
sekat/tabir pembatas dan jika hanya ada satu kamar mandi maka
setiap pasien tersebut menggunakan kamar mandi segera
didisinfeksi setelah digunakan.
c. Bila didapatkan hasil MRSA positif maka pemberlakukan
kewaspadaan standar disertai dengan kewaspadaan berdasarkan
transmisi kontak dan droplet dilanjutkan sampai didapatkan hasil
pemeriksaan MRSA negatif. Sedangkan bila didapatkan hasil uji
MRSA negatif dan anak bukan penderita penyakit infeksius maka
pemberlakukan kewaspadaan berbasis transmisi kontak dan
droplet dapat dihentikan, tetapi tetap menerapkan kewaspadaan
standar.
d. Pemberlakuan teknik isolasi disesuaikan dengan pola transmisi
penyakit infeksi anak(kewaspadaan kontak, kewaspadaan droplet
dan kewaspadaan airborne).
e. Anak yang memiliki resiko transmisi airborne yang membutuhkan
ruangan bertekanan negatif dapat ditempatkan di Ruangan Isolasi
Penyakit Airborne yang memiliki sistem ventilasi HEPA filter dan
pertukaran udara 12 kali perjam.
f. Peringatan kewaspadaan isolasi berdasarkan pola transmisi infeksi
yang sesuai ditempelkan/ digantungkan pada pintu kamar, sisi
tempat tidur bagian kaki, dan pada rekam medik pasien
S. Routine and Terminal Cleaning
Ruangan dan segala peralatan pasien di ruangan isolasi harus selalu
dibersihkan menurut Standar Prosedur Kebersihan Rutin. Pembersihan
ruangan dilakukan dua kali sehari atau bila tampak kotor dengan cairan
desinfektan. Air dan kain pembersih untuk pel dan moping/ lap harus
diganti dengan yang baru untuk setiap kali pembersihan satu ruangan.
Petugas Cleaner harus menggunakan APD yang sesuai.
Setelah pasien meninggalkan ruangan perawatan maka dilakukan
prosedur terminal cleaning agar ruangan bisa dipakai untuk pasien
berikutnya.
Lakukan pemeriksaan kultur (udara, air, dan peralatan) minimal setiap 6
bulan.
T. Penanganan Post Mortem
Gunakan kewaspadaan standar bagi setiap personil yang merawat
jenasah pasien. Jika pasien diketahui memiliki penyakit infeksi (Hepatitis
B, C, HIV, dan sebagainya), maka pasien diberi label penanda sebagai
pedoman dalam penerapan Kewaspadaan Berbasis Transmisi selama dan
sesudah pemulasaran jenazah.

U. Sumber Daya
1. Perawat Pencegahan dan Pengendalian Infeksi/Infection Prevention
and Control Nurse (IPCN)
 Mengawasi semua aspek Prosedur ini;
 Memantau kinerja petugas RUMAH SAKIT UMUM Kecamatan
Cempaka Putih dalam Prosedur ini;
2. Petugas diwajibkan untuk:
 Memastikan mereka mematuhi persyaratan Prosedur ini;
 Mematuhi semua Kebijakan dan Prosedur Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Umum Kecamatan Cempaka
Putih;
 Mematuhi semua Kebijakan dan Prosedur Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Kecamatan
Cempaka Putih.
V. Sarana dan Peralatan
 Kantong plastik kedap air warna putih dan kuning untuk
pembungkus linen kotor
 Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan potensial hazard yang
akan dihadapi
 Fasilitas Gel/Handrub alkohol kebersihan tangan
 Gedung/Ruangan Isolasi bertekanan udara negatif dan bertekanan
udara positif bagi isolasi protektif dengan kamar single dan
mandi/toilet pribadi untuk perawatan pasien
 Ruangan Anteroom/Kamar ganti dengan Lemari Alat Pelindung Diri
sebelum masuk ruangan
 Alat-alat khusus bagi pasien isolasi misalnya: manset tekanan
darah, stetoskop, dan oximeter nadi yang selalu didekontaminasi
setelah pemakaian
 Fasilitas bahan disinfektan untuk dekontaminasi
W. Pembinaan dan Pengawasan
Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang.
Pembinaan dan pengawasan tertinggi dilakukan oleh Dewan Direksi
Rumah Sakit Umum Kecamatan Cempaka Putih melalui Tim Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS). Pembinaan dapat
dilaksanakan antara lain melalui pelatihan, penyuluhan, bimbingan teknis
dan temu konsultasi dan lain-lain.
Pengawasan dilaksanakan dua macam, yakni pengawasan internal, yang
dilakukan oleh atasan langsung unit kerja/bagian/instalasi di lingkungan
Rumah Sakit Umum Kecamatan Cempaka Putih, dan pengawasan
eksternal, yang dilakukan oleh Tim dan Tim Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi dan tugas
masing-masing.

III.PENUTUP
Demikianlah kebijakan ini dibuat untuk dilaksanakan semestinya.

Anda mungkin juga menyukai