Anda di halaman 1dari 44

Kata Pengantar

Puji syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
penyertaan-Nya lah kami dapat menyelesaikan laporan ini. Laporan ini dibuat guna memenuhi
tugas kami pada scenario 7 blok 11 (Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 7) serta sebagai laporan hasil
diskusi kelompok kami (kelompok 3) pada skenario 7. Laporan ini dapat tersusun atas bantuan
berbagai pihak yang sangat membantu dalam proses diskusi dan penyusunan makalah. Ucapan
terima kasih kami ucapkan pada fasilitator kelompok 3, drg. Dwi Ariawan, MARS, Sp.BM,
seluruh staf pengajar blok 11, serta seluruh anggota kelompok 3 yang telah ikut serta dalam
penyusunan laporan ini, dan pihak-pihak lain yang ikut serta membantu penyusunan laporan ini.
Kami telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunan laporan ini. Namun sebagai
manusia yang tak luput dari kesalahan, laporan ini tentu masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,
kami tetap menerima kritik dan saran demi sempurnanya makalah ini.
Akhir kata, kami mengharapkan agar laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Jakarta, 29 Maret 2012

Kelompok 3

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................................1
Daftar Isi.........................................................................................................................................2
BAB I. Pendahuluan......................................................................................................................3
BAB II. ISI......................................................................................................................................5
Bedah Preprostetik..............................................................................................................5
1. Frenektomi....................................................................................................................5
2. Vestibuloplasti...............................................................................................................6
3. Alveoloplasti.................................................................................................................14
4. Tori Removal................................................................................................................23
Bedah Preorthodontik..........................................................................................................25
Kehamilan...........................................................................................................................29
Diabetes Melitus..................................................................................................................38
BAB III. Kesimpulan......................................................................................................................42
Daftar Pustaka.................................................................................................................................44

BAB I

2
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Ibu Laode, umur 35 tahun datang ke RSGMP-FKG UI dengan keluhan sulit makan ada gigi
yang tajam dan menusuk lidah. Melalui anamnesa ibu Laode menjelaskan bahwa ia sedang
hamil 3 bulan. Saudaranya Sisi, perempuan, umur 17 tahun yang ikut berobat gigi, ingin
meratakan giginya. Pada pemeriksaan klinis gigi 13 tidak tampak, tetapi terlihat benjolan pada
gusinya. Setelah dilakukan foto rontgen panoramic tampak gigi 13 tertanam dalam tulang
rahang dengan posisi vertical. Melalui anamnesa pasien mengatakan bahwa dua bulan terakhir
ini dia cepat lelah, sering sekali merasa lapar dan haus walaupun sudah makan, berat badan
juga turun.

I.2 Rumusan Masalah


1. Apa dampak dari gigi tajam yang menusuk lidah?
2. Apa perawatan yang tepat untuk Ibu Laode dengan mempertimbangkan kondisi yang
sedang hamil 3 bulan?
3. Apa dampak dari gigi 13 yang tertanam vertical dalam tulang yang secara klinis hanya
tampak sebagai benjolan pada gusi terhadap perawatan orthodonti yang akan
dilakukan?
4. Apa perawatan preortho yang tepat dengan mempertimbangkan kondisi sistemik OS?

I.3 Tujuan Penulisan


1. Memahami macam-macam tindakan bedah preprostetik beserta indikasi dan kontraindikasi
pelaksanaan, tatalaksananya, dan mekanisme rujukan serta pemeriksaan klinis dan
penunjang yang terkait
2. Memahami macam-macam tindakan bedah preorthodontik beserta indikasi dan
kontraindikasi pelaksanaan, tatalaksananya, dan mekanisme rujukan serta pemeriksaan
klinis dan penunjang yang terkait
3. Mengetahui manifestasi oral dan klinis dari penyakit Diabetes Mellitus dan kondisi saat
kehamilan beserta pemeriksaan klinis dan penunjang, pertimbangan medikasi yang
berkaitan dengan kondisi sistemik serta mekanisme rujukan yang sesuai dengan kasus
skenario.

3
I.4 Hipotesis

Ibu Laode, 35 tahun memerlukan perawatan bedah preprostetik untuk giginya yang akan
dilakukan pada trimester kedua setelah berkonsultasi dengan dokter spesialis kandungan.
Sisi, 17 tahun, memerlukan perawatan bedah preorthodontik untuk gigi 13 yang tertanam
dengan teknik windowing setelah dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam terkait peyakit
DM yang dideritanya.

4
BAB II
ISI

I. BEDAH PREPROSTETIK
Bedah Preprostetik adalah suatu operasi yang bertujuan untuk mengeliminasilesi atau
abnormalitas tertentu dari jaringan keras dan lunak dari rahang, sehingga peletakan piranti
prostetik dapat berhasil. (Bedrossian, 2007).
Preprosthetic operasi biasanya melibatkan mempersiapkan rongga mulut untuk
penempatan prosthetics dilepas (gigi tiruan penuh atau sebagian dilepas). Sering kali
rencana perawatan pasien melibatkan gigi tiruan lepasan sebagai restorasi sementara atau
akhir. Tergantung pada keadaan lisan pasien yang mendukung struktur, tulang dan jaringan
gusi, mungkin memerlukan prosedur bedah terlebih dahulu untuk memberikan fungsi, dan
kenyamanan yang dapat diterima gigi tiruan. (Oyama, 2009).

A. Bedah Preprostetik pada Jaringan Lunak


1. Frenektomi
- Frenum à jaringan lunak atau otot yang menghubungkan bibir, pipi atau lidah
ke tulang rahang.
- Frenektomi à pengangkatan frenum
- Pasien mungkin memerlukan frenektomi jika posisi dari frenumnya
mengganggu atau menyebabkan kedudukan dari protesanya menjadi tidak baik
- Prosedur orthodontic yang mengharuskan pembuangan labial frenum terutama
yang hiperplastik
- Pada mandibula lingual frenummenyebabkanankyloglossia
- Ada 2 macam frenektomi yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Lingual Frenektomi
Teknik :
 Infiltrasi local anestesidigunakan pada
pangkalperlekatanfrenal (biasanya pada bibir atas)
 Jepit frenal dengan menggunakan 2
hemostats. Hemostat pertama dijepit pada bagian mukobukal fold, sedangkan
yang kedua pada bagian bawahnya (jepitan membentuk arah vertical)

5
 Dengan menggunakan No. 11 BP blade,
potong bagian frenulum yang masih menyembul walaupun sudah dijepit oleh
hemostats sampai terpisah
 Jahit sesuai dengan arah eksisi
b. Labial Frenektomi
Teknik :
 Bisa dengan atau tanpa hemostat
 Setelah local anestesi, lidah diretraksi ke atas dan ke posterior dengan benang
jahit
 Bagian tengah frenum dari panjang vertical dipegang dengan hemostat
 Menggunakan scalpel, pertama potong bagian atas frenum (di atas hemostat)
lalu bagian bawahnya. Scalpel harus selalu menyentuh hemostat
 Woundmarginsdiperluasbagiandalamlapisannyalalu di jahit secara interrupted.
 Apabila tidak menggunakan hemostat, eksisi frenum dengan insisi convergen
menuju pangkal lidah

2. Vestibuloplasty
- Prosedur bedah di mana oral vestibulum dibuat lebih dalam dengan mengubah
perlekatan jaringan lunak.
- Dapat dilakukan pada sisi labial atau lingual.
- Tujuan : meningkatkan denture bearing area dan meningkatkan tinggi alveolar
ridge.
- Macam-macam vestibuloplasty :
1. Labiobuccal vestibuloplasty
a. Mucosal advancement vestibulolasty/submucosal vestibuloplasty
- Membran mukosa dari vestibulum
- Syarat : harus terdapat jumlah tulang dan mukosa sehat yang
memadai
- Ada 2 tipe :
Closed submucous vestibuloplasty
o Indikasi : terdapat tulang dan jaringan sehat yang mencukupi tetapi
dengan otot yang melekat terlalu dekat ke alveolar crest.
o Tujuan : untuk memperdalam vestibulum à menyediakan
tambahan tinggi ridge; untuk mencegah relapse dengan otot-otot ke
posisi yang lebih jauh dari crestal ridge.
o Teknik :

6
- Buat insisi vertikal di midline dari vestibulum memanjang
hingga mucogingival junction
- Pembedahan tumbul (blunt dissection) dilakukan untuk
memisahkan mukosa dari submukosa, untuk menciptakan
submucosal tunnel
- Tunnel memanjang hingga zygomatic buttress pada sisi yang
berlawanan
- Selanjutnya, lakukan insisi supraperiosteal à membebaskan
otot-otot dan jaringan penghubung di bawahnya dari periosteum
- Tutup insisi vertical dan stent ditempatkan selama 10-14 hari
setelah mengadaptasi mukosa ke vestibulum yang telah
didalamkan.

Open view submucous vestibuloplasty (Obwegeser)


o Untuk mengatasi relapse dari closed vestibulum
o Teknik :
- Buat insisi horizontal pada mucogingival junction
- Elevasi flap mukosa yang tipis dengan submucosal dissection
diikuti supraperiosteal dissection ke perpanjang yang diinginkan
- Eksisi otot-otot dan jaringan subcutaneous
- Stay suture à untuk memperbaiki flap ke kedalaman
periosteum pada vestibulum
- Free flap dikembalikan ke posisi semula dan dijahit

b. Secondary epithelization vestibuloplasty

7
- Indikasi: terdapat tulang yang mencukupi tetapi mukosa tidak
memadai atau berkualitas buruk (cth : inflammatory hyperplasia,
ulceration, atau pembentukan jaringan parut.
- Ada 5 teknik, yaitu :

Labial approach
o Buat insisi yang dalam pada sulkus
o Lakukan supraperiosteal dissection hingga kedalaman yang ditetapkan
sebelumnya
o Permukaan yang kasar akan pulih dengan secondary epithelization
o Kerugian : proses penyembuhan sulkus cenderung untuk tidak terjadi
terkait dengan scar contracture

Kazanjian’s method
o Insisi dibuat di mukosa bibir
o Flap labial dan vestibular mucosa yang besar diretraksi
o Otot mentalis dipisahkan dan periousteum hingga kedalaman yang
dibutuhkan
o Vestibulum didalamkan memlalui supreperiosteal dissection
o Flap mukosa diarahkan ke bawah dari perlekatan alveolar ridge dan
ditempatkan berlawanan dengan periosteum dimana dilakukan
penjahitan
o Rubber catheter stent (membantu menahan flap pada posisi barunya dan
mempertahankan kedalaman vestibulum) dapat diletakkan ke sulkus
yang telah didalamkan dan dilindungi oleh jahitan ercutaneous
o Catheter diangkat setelah 7 hari

8
o Labial donor site dilapisi dengan tincture of benzoin compound dan
permukaannya akan sembuh dengan grabulasi dan secondary
epithelization. Contracture pada tepi luka akan terjadi

c. Grafting vestibuloplasty
Digunakan ketika:
- Tulang yang ada inadekuat untuk mengkompensasi relapse dari
vestibuloplasti.
- Sudah pernah dilakukan bone graft pada tempat yang akan dibedah.
- Ada defek operasi yang besar.
Grafting adalah usaha untuk mempertinggi alveolar ridge sehingga
secara tidak langsung vestibulum juga akan menjadi lebih dalam.
Terdapat 3 sifat graft yaitu:
- Osteogenesis : bahan graft akan menjadi satu dengan tulang
disekitarnya
- Osteoinduksi : bahan graft berfungsi sebagai sel penanda yang
merangsang osteoblast untuk membentuk tulang baru
- Osteokonduksi : bahan graft ini hanya berfungsi sebagai
rangka/network bagi tulang-tulang yang nanti akan terbentuk
Terdapat 4 jenis graft yaitu:
a. Autogenus : graft yang berasal dari tulang pasien itu sendiri. Graft
ini paling baik dari graft lainnya karna tidak akan menimbulkan
penolakan tubuh. Namun kerugiannya yaitu dibutuhkan tindakan

9
bedah kedua untuk mengambil tulang graft tsb sehingga pasien
tidak merasa nyaman. Graft ini biasa diambil dari tulang panggul,
ribs, dagu, ramus, dll. Graft ini memiliki ketiga sifat graft diatas.
b. Allograft : graft yang berasal dari tulang orang lain. Tulang dapat
diambil dari cadaver maupun orang yang masih hidup (kasus
amputasi yan mendonorkan tulangnya). Kekurangannya adalah
dikhawatirkan adany penularan penyakit dari pendonor ke pasien.
Graft ini memiliki sifat osteoinduksi dan osteokonduksi.
c. Xenograft: graft yang berasal dari hewan, biasanya boffin (sapi).
Kekurangannya berupa kehawatiran penularan penyakit dari hewan
ke pasien. Graft ini memiliki sifat osteokonduksi.
d. Alloplastic : graft sintetis yang dapat dibuat dari komposit, kalsium
karbonat, kalsium fosfat, pilomer, ceramic, dll. Graft ini harus
biokompatibel, tidak alergen, tidak carcinogenic, dan harus dapat
diserap (biodegradable). Graft ini bersifat osteokonduksi.
Keuntungan grafting:
 Kemungkinan relapse yang disebabkan kontraksi margin luka lebih
sedikit.
 Luka operasi lebih cepat sembuh, ketidaknyamanan pasien
berkurang.
Kelemahan grafting:
 Tergantung dari tipe graft, akan ada luka di tempat donor.
 Penggantian vestibula setelah operasi.

Obwegeser’s Technique (1959)


Sangat mirip dengan teknik Clark. Perbedaannya, di sini permukaan
yang terbuka (raw) ridge dengan attachment periosteal-nya ditutupi
oleh ketebalan skin graft yang berbeda untuk menjaga kedalaman
vestibulum pada level yang diinginkan. Mukosal graft juga dapat
digunakan.
Pada berbagai kasus di atas, protesa dibuat setelah 4-5 minggu. Sayap
proteas baru tidak boleh melukai permukaan periosteal. Kortikosteroid
boleh disuntikan sesekali untuk mengurangi kontraksi bekas luka. Ada

10
kemungkinan 50% terjadi relapse. Dibutuhkan overcorrection untuk
menanganinya. Bila residual ridge terlalu kecil untuk overcorrection,
graft epitel bebas bisa digunakan untuk menutupi lukanya.

Maxillary Pocket inlay vestibuloplasty


Digunakan untuk memperpanjang ridge pada maksila yang atropik.
Poket dibuat pada masing-masing sisi pyriform aperture dan sayap
protesa diperpanjang ke pocket ini untuk stabilitas.
Teknik :
- Insisi dibuat sepanjang vestibulum dari salah satu zigomatik
buttress ke satunya lagi.
- Buat diseksi supraperiosteal dan 2 pocket pada masing-masing
pyriform aperture sampai ke level anguli oris.
- Pada midline diseksi dibuat ke atas pyriform aperture
- Jangan sampai mencederai nasal cavity
- Buat cetakan pocket sebelum meletakan graft
- Sayap labial prefabricated protesa dilapisi dengan gutta percha dan
ditutupi dengan graft, lalu dimasukan ke pocket.
- Protesa difiksasi pada posisi ini dengan kawat circumzygomatic dan
etpi luka dijahit ke graft. Kawat dibiarkan sampai 1 minggu.
- Protesa yang baru dibuat setelah 6 minggu.
- Untuk mencegah kontraksi pocket, proetsa harus digunakan setiap
pagi dan malam selama 1 tahun.
Keuntungan :
 Retensi protesa lebih baik.
 Membantu memperbaiki kekurangan kontur pada regio nasolabial
fold.

2. Lingual vestibuloplasty
o Untuk pasien dengan resorpsi mandibula ekstensif
o Otot mylohyoid dan genioglossus → melekat di lingual mandibula →
mengganggu stabilitas protesa→ memperdalam sulkus lingual (dasar
mulut) → meningkatkan retensi dan stabilitas dentures
Trauner’s Technique

11
1. Insisi dibuat di dasar mulut, memanjang dari sisi m3 ke sisi M3 lainnya.
2. Mukosa dibuka ke lingual dan lakukan diseksi supraperiosteum
3. Jika sudah terlihat otot mylohyoid, haemostat dilalui di otot mylohyoid
dan serat otot di regio caninus untuk menghindari luka pada periosteum
dan syaraf lingualis.
4. Lakukan suturasi antara mukosa dan otot mylohyoid dengan batas
bawah mandibula.
5. Skin graft bisa digunakan untuk menutupi permukaan periosteum.

Caldwell’s technique
1. Insisi puncak ridge posterior mandibula, memanjang dari regio molar ke
rgio molar lainnya
2. Lakukan diseksi subperiosteum, lalu buka flap mucoperiosteum ke
medial
3. Lepaskan perlekatan otot mylohyoid dan kurangi ridge mylohyoid
4. Diseksi subperiosteum dilakukan sampai kedalaman yang diinginkan
5. Catheter karet diletakkan di dasar lingual sulkus dan dijahit.
6. Catheter dibiarkan selama 7-10 hari

3. Kombinasivestibuloplasty bukal dan lingual (Obwegeser’s technique)


Teknik :
- Sulkus lingual diperdalam dengan teknik Trauner
- Serat genioglossal dilepaskan sehingga hanya tertinggal serat medial
dan inferior yang mengontrol gerakan otot lidah.
- Lepaskan perlekatan otot mylohyoid
- Vestibulum labiobukal diperdalam
- Tepi flap bukal dan lingual, juga mylohyoid disuturasi menjadi satu, di
bawah batas inferior mandibula dengan awl (=benda untuk membuat
lubang kecil)
- Lapisi alveolar ridge dengan skin graft dan stent lalu ligasikan dengan
mandibula menggunakan suturasi.
- Stent diangkat setelah 7-10 hari.

4. Deepening Sulcus
Deepening sulcus adalah usaha untuk memperdalam vestibulum untuk
mempersiapkan rongga mulut dalam menerima gigi tiruan sehingga gigi
tiruan tsb retentif. Cara melakukan deepening sulcus yaitu:
- Vestibulum diinsisi pada bagian mukobukal fold

12
- Retraksi mukosa tanpa melibatkan periosteum, dimana periosteum tetap
menempel pada tulang
- Pada bagian permukaan periosteum dan tulang tsb lalu ditutup dengan
gigi tiruan yang telah disiapkan sebelumnya dimana sayat gigi tiruan tsb
telah diperpanjang
- Proses healing berupa pembentukan secondary epithelization akan
berlangsung disekeliling gigi tiruan mengikuti bentuk dan kedalaman
gigi tiruan tersebut

B. Bedah Preprostetik pada Jaringan Keras


Abnormalitas berkaitan dengan jaringan keras dan diklasifikasikan menjadi 2 kategori
yaitu:
 Yang dihaluskan dengan alveoloplasty segera setelah ekstraksi gigi (dilakukan
pada sharp spicules, bone edges) atau rekontur bagian tajam yang terdeteksi pada
edentulous alveolar ridge
 Abnormalitas congenital seperti adanya torus palatinus, torus mandibularis, atau
multiple exostoses

1. Alveoloplasti
Definisi
Menurut Archer ada beberapa istilah yang dapat didefinisikan sebagai berikut:
 Alveoplasti
adalah suatu tindakan bedah untuk membentuk prosesus alveolaris sehingga dapat
memberikan dukungan yang baik bagi gigi tiruan immediate maupun gigi tiruan
yang akan dipasang beberapa minggu setelah operasi dilakukan.
 Alveolektomi
adalah suatu tindakan bedah untuk membuang prosesus alveolaris, baik sebagian
maupun seluruhnya. Adapun pembuangan seluruh prosesus alveolaris yang lebih
dikenal sebagai alveolektomi diindikasikan pada rahang yang diradiasi sehubungan
dengan perawatan neoplasma yang ganas. Karena itu penggunaan istilah
alveolektomi yang biasa digunakan tidak benar, tetapi karena sering digunakan
maka istilah ini dapat diterima. Alveolektomi sebagian bertujuan untuk
mempersiapkan alveolar ridge sehingga dapat menerima gigi tiruan. Tindakan ini

13
meliputi pembuangan undercut atau cortical plate yang tajam; mengurangi
ketidakteraturan puncak ridge atau elongasi; dan menghilangkan eksostosis.
 Alveolotomi
adalah suatu tindakan membuka prosesus alveolaris yang bertujuan untuk
mempermudah pengambilan gigi impaksi atau sisa akar yang terbenam, kista atau
tumor, atau untuk melakukan tindakan apikoektomi.

Indresano dan Laskin mendefinisikan istilah alveoloplasti sebagai suatu prosedur


untuk membentuk prosesus alveolaris, dan alveolektomi adalah suatu prosedur
pembuangan prosesus alveolaris.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa alveoloplasti
adalah suatu tindakan pembuangan sebagian prosesus alveolaris untuk
mempersiapkan bentuk yang dapat memberikan dukungan yang baik bagi gigi
tiruan.

Tujuan Tindakan Alveoloplasti


Alveoloplasti dilakukan dengan tujuan untuk membentuk prosesus alveolaris
setelah tindakan pencabutan gigi; memperbaiki abnormalitas dan deformitas
alveolar ridge yang berpengaruh dalam adaptasi gigi tiruan; membuang bagian
ridge prosesus alveolaris yang tajam atau menonjol; membuang tulang interseptal
yang terinfeksi pada saat dilakukannya gingivektomi; mengurangi tuberositas agar
mendapatkan basis gigi tiruan yang baik, atau untuk menghilangkan undercut-
undercut; serta memperbaiki prognatisme maksila sehingga didapatkan estetik yang
baik pada pemakaian gigi tiruan

Indikasi Alveoloplasti
Dalam melakukan alveoloplasti ada beberapa keadaan yang harus dipertimbangkan
oleh seorang dokter gigi. Keadaan-keadaan tersebut antara lain :
(i) Pada rahang di mana dijumpai neoplasma yang ganas, dan untuk
penanggulangannya akan dilakukan terapi radiasi
(ii) Pada prosesus alveolaris yang dijumpai adanya undercut; cortical plate
yang tajam; puncak ridge yang tidak teratur; tuberositas tulang; dan
elongasi, sehingga mengganggu dalam proses pembuatan dan adaptasi gigi
tiruan

14
(iii) Jika terdapat gigi yang impaksi, atau sisa akar yang terbenam dalam tulang;
maka alveoloplasti dapat mempermudah pengeluarannya
(iv) Pada prosesus alveolaris yang dijumpai adanya kista atau tumor
(v) Akan dilakukan tindakan apikoektomi
(vi) Jika terdapat ridge prosesus alveolaris yang tajam atau menonjol sehingga
dapat menyebabkan facial neuralgia maupun rasa sakit setempat
(vii) Pada tulang interseptal yang terinfeksi; di mana tulang ini dapat dibuang
pada waktu dilakukan gingivektomi
(viii) Pada kasus prognatisme maksila, dapat juga dilakukan alveoloplasti yang
bertujuan untuk memperbaiki hubungan antero-posterior antara maksila dan
mandibula

Kontra Indikasi Alveoloplasti


Adapun kontra indikasi dilakukannya tindakan alveoloplasti adalah :
(i) Pada pasien yang masih muda, karena sifat tulangnya masih sangat elastis
maka proses resorbsi tulang lebih cepat dibandingkan dengan pasien tua.
Hal ini harus diingat karena jangka waktu pemakaian gigi tiruan pada
pasien muda lebih lama dibandingkan pasien tua.
(ii) Pada pasien wanita atau pria yang jarang melepaskan gigi tiruannya karena
rasa malu, sehingga jaringan pendukung gigi tiruan menjadi kurang sehat,
karena selalu dalam keadaan tertekan dan jarang dibersihkan. Hal ini
mengakibatkan proses resorbsi tulang dan proliferasi jaringan terhambat.
(iii) Jika bentuk prosesus alveolaris tidak rata tetapi tidak mengganggu adaptasi
gigi tiruan baik dalam hal pemasangan, retensi maupun stabilitas.

Faktor-faktor yang Harus Dipertimbangkan dalam Melakukan Alveoloplasti


Dalam melakukan tindakan alveoloplasti terdapat beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan oleh seorang dokter gigi, yaitu :
1. Bentuk Prosesus Alveolaris
Pada pembuatan gigi tiruan dibutuhkan bentuk prosesus alveolaris yang dapat
memberikan kontak serta dukungan yang maksimal. Karena itu selain
menghilangkan undercut yang dapat mengganggu pemasangan gigi tiruan, maka
dalam melakukan alveolo-plasti harus diperhatikan juga bentuk prosesus alveolaris
yang baik. Yaitu bentuk U yang seluas mungkin, sehingga dapat menyebarkan
tekanan mastikasi pada permukaan yang cukup luas.
2. Sifat Tulang Yang Diambil

15
Untuk mendapatkan suatu hasil terbaik maka suatu gigi tiruan harus terletak pada
tulang kompakta, bukan tulang spongiosa. Karena itu pada waktu melakukan
alveoloplasti dengan pembuangan tulang yang banyak harus diusahakan untuk
mempertahankan korteks tulang pada saat membuang tulang medular yang lunak.
Hal ini disebabkan karena tulang spongiosa lebih cepat dan lebih banyak
mengalami resorbsi dibandingkan dengan tulang kompakta.
3. Usia Pasien
Dalam melakukan alveoloplasti usia pasien juga harus dipertimbangkan, karena
semakin muda pasien maka jangka waktu pemakaian gigi tiruan semakin lama.
Tulang pada pasien muda lebih plastis dan lebih cenderung mengalami resorbsi
dibandingkan atrofi, serta pemakaian tulang alveolar lebih lama daripada pasien
tua. Jadi pem-buangan tulang pada pasien muda dianjurkan lebih sedikit dan
mungkin tidak perlu dilakukan trimming tulang.
4. Penambahan Free Graft
Jika pada waktu pencabutan gigi atau alveoloplasti dilakukan ada tulang yang
secara tidak sengaja terbuang atau terlalu banyak diambil, maka harus diusahakan
untuk mengembalikan pecahan tulang ini ke daerah operasi. Pecahan tulang ini
disebut free graft. Replantasi free graft ini dapat mempercepat proses pembentukan
tulang baru serta mengurangi resorbsi tulang.

5. Proses Resorbsi Tulang


Pada periodontitis tingkat lanjut yang ditandai dengan resorbsi tulang
interradikular, maka alveoloplasti harus ditunda sampai soket terisi oleh tulangbaru.
Penundaan selama 4 - 8 minggu inidapat menghasilkan bentuk sisa ridgeyang lebih
baik. Selain itu harus diingatjuga bahwa pada setiap pembe-dahanselalu terjadi
resorbsi tulang, maka harusdihindari terjadinya kerusakan tulang yangberlebih
akibat suatu tindakan bedah,karena keadaan ini dapat mempengaruhihasil
perawatan.

Alveoloplasty setelah ekstraksi satu gigi


Biasanya dilakukan pada kasus gigi yang hypererupted akibat gigi antagonisnya
yang sudah hilang. Setelah ekstraksi gigi ini, biasanya akan disertai dengan adanya
iregularitas dari tulang alveolar sehingga dapat mengganggu dalam aplikasi

16
restorasi prosthetic yang direncanakan. Oleh karena itu dibutuhkan rekonturing
tulang dengan prosedur: Setelah ekstraksi gigi, dibuat flap kemudian memotong
bagian yang menonjol pada soket gigi dengan menggunakan rongeur forcep
kemudian tulang dihaluskan dengan bur dan bone file lalu kelebihan gingival
dibuang dengan menggunakan gunting jaringan. Setelah itu area tersebut diirigasi
dengan saline solution dan luka dijahit dengan metode interrupted

Alveoloplasty setelah ekstraksi dua atau tiga gigi


Prosedur yang dilakukan hampir sama dengan alveoloplasty yang dilakukan setelah
ekstraksi satu gigi namun perbedaannya pada ekstraksi dua atau tiga gigi, jika ada
banyak iregularitas tepi alveolar atau jika alveolar ridge tinggi, pertama kali pada
bagian mukosanya dilakukan insisi bagian mesial distal soket pascaekstraksi.
Setelah itu tulang direkontur dengan rongeur atau bur tulang lalu dihaluskan
dengan bone file. Setelah halus diirigasi dengan saline solution dan kemudian
dilakukan penjahitan

Alveoloplasty setelah ekstraksi multipel


Anestesi local diaplikasikan kemudian dilakukan ekstraksi pada seluruh gigi
kemudian insisi dibuat pada alveolar ridge untuk memotong interdental papilla dan
kemudian gingival direfleksikan dari prosesus alveolaris. Setelah itu ujung tulang
yang tajam di potong dengan rongeur forcep dan permukaan tulang dihaluskan
dengan bone file. Margin flap juga dihilangkan menggunakan gunting jaringan

17
kemudian diirigasi dengan saline solution. Setelah itu dilakukan penjahitan pada
luka.

Rekontur edentulous alveolar ridge


Pada kasus ini proses pencabutan gigi telah lama dilakukan dan proses
penyembuhan juga telah selesai. Biasanya seiring dengan berjalannya waktu, pada
residual ridge akan terjadi iregularitas yang dapat mengganggu GTP yang akan
dibuat oleh karena itu perlu dilakukan rekonturing.
Insisi dibuat sepanjang puncak alveolar ridge kemudian dilakukan refleksi
mukoperiosteum lalu permukaan tulang tersebut dihaluskan dengan menggunakan
bone file. Setelah halus diirigasi dengan saline solution dan dilakukan penjahitan.
Selama refleksi dan penggunaan bone file jari telunjuk dari tangan yang
nondominan diposisikan pada bagian lingual flap untuk melindungi bila instrument
tergelincir

18
Koreksi deformitas Keterangan
jaringan keras

19
Alveoloplasti  Well-contoured smooth ridge
 Ketika mengkonturing ridge à semakin banyak eksisi tulang maka
resultan resorpsi juga akan semakin besar.
 Alveoloplasty à memotong (trim) dan memindahkan tulang
alveolar labiobuccal dan tulang interdental dan interradikular, yang
terjadi pada ekstraksi gigi.
Indikasi :
 Pasien dengan tulang alveolar yang menonjol dan padat setelah
ekstraksi.
 prosedur untuk konstruksi immediate denture.

Tujuan :
 mendapatkan kontur ridge yang optimal dengan cepat
 Alveolar ridge harus selebar mungkin untuk menahan distribusi
maksimum dari tekanan kunyah
 Ridge tidak perlu terlalu halus sempurna namun ketajaman yang
irregular harus dihilangkan, dan ujungnya harus membulat.
 Mukosa yang melapisi ridge harus memiliki ketebalan, densitas dan
compressibility yang seragam untuk mentransmisikan tekanan
kunyah ke tulang.
 Pada pasien yang masih muda à pengambilan tulang lebih sedikit
à karena proses resorpsi akan berjalan lebih panjang dibanding
orang yang lebih tua

Teknik :
 Membuat cetakan ridge (impression) à tandai daerah yang
membutuhkan reduksi ridge à mock surgery pada impression :
bentuk ideal à template dari clear acrylic

20
Surgery  Ketika operasi dilakukan bersamaan dengan ekstraksi à insisi
perform dilakukan sepanjang gingival bebas dan flap full thickness
ed at the mukoperiosteal yang melebar diantara gigi dari bone surgery.
time of  Gigi diekstraksi dan Sharp cutting rongeur forceps dimasukan
extractio dengan satu beak di bawah bony rim dari soket dan yang lainnya
n pada puncak ridge.
 Serpihan tulang dibersihkan dan gunakan bone file à menghaluskan
tulang
 Membrane mukosa dijahit melewati interradikular bony septa.
 Cek dengan template yang telah dibuat sebelumnya à jika terlihat
ada pressure points (mukosal di bawah template memucat) à trim
lagi

21
Surgery  insisi dibuat pada crest alveolar ridge
perform  Biasanya kemudian dibuat envelope flap, tetapi insisi dapat dibuat
ed on pada sisi labial atau bukal untuk mendapatkan broad base flap.
the  Mengkontur tulang à dengan menggunakan bone files, rongeurs,
edentulo atau bur
us ridge  Ridge harus bebas dari ketajaman yang irregular (tidak harus halus
sempurna)
 Cek keseragaman ridge à palpas dengan jari
 Ketika hasil yang diharapkan telah tercapai à irigasi dengan salin
à tutup kembali flap.
 Cek kembali dengan template

22
Dean’s  Prosedur ini à eliminasi undercut pada anterior maksila
Intrasept  Prosedur ini melibatkan separasi 6 gigi anterior dan terkadang
al Premolar juga
alveolop  Keuntungan : masih banyak tulang kompak yang masih ada à
lasty mengurangi resorpsi post operatif
 Kerugian : Tulang menjadi tipis à jika terlalu tipis à harus digraft
 Prosedur ini hanya dilakukan pada saat ekstraksi
 Dean’s Intraseptal alveoloplasty didasarkan pada beberapa prinsip
biologis :
- prominence pada margin alveolar labial dan bukal direduksi
untuk mefasilitasi pemakaian denture
- perlekatan otot tidak terganggu
- periosteum tetap intact
- lempeng kortikal tetap terjaga (blood supply intact)
- karena tulang kortikal masih ada à resorpsi pasca operasi dapat
diminimalisir
 Menurut Dean àgigi posterior harus dicabut terlebih dahulu à
untuk menjaga integritas lempeng kortikal labial dan menghindari
adanya gangguan pada blood supply. Misal : C dicabut dulu sebelum
I à menghindari fraktur dan kehilangan perlekatan korteks labial
pada gigi C

Teknik
 Lokal anestesi dan insisi sepanjang margin gingival dengan
perlekatan epithelial dan interdental papilla yang ada pada gigi.
 Lakukan Flap envelope
 Ekstraksi mulai dari gigi Caninus – insisif
 Setelah pencabutan gigi àinterradikular septa dibuang dengan tang
rongeur à masuk ke dalam soket à memisahkan lempeng kortikal
palatal dan labial
 Eksisi V-shaped pada tulang di lempeng kortikal labial bagian distal
dan posterior dari canine eminence sedekat mungkin dengan
alveolus.
 Sehingga 3 sisi dari korteks labial menjadi bebas à korteks labial
23
2. Pengangkatan Tori (Tori Removal)
Torus pada rahang atas dan bawah (eksostosis) akan menyebabkan gangguan pada
pembuatan dan pemakaian protesa. Torus biasanya diambil melalui prosedur
tersendiri, terpisah dari pencabutan atau alveoplasti.
a. Torus palatinus
Torus palatinus mempunyai ukuran dan bentuk sangat bervariasi, bisa berupa
tonjolan kecil tunggal atau berupa tonjolan multilobuler yang luas. Pembedahan
untuk menghilangkan torus ini pada dasarnya sama tanpa memperhatikan
bentuknya. Dibuat insisi sagital tunggal pada pertengahan palatal dimulai 1cm di
depan garis vibrasi dan dilanjutkan ke depan tepat di belakang papila insisiva,
dilanjutkan ke anterior sebagai dua insisi yang serong, sehingga keduanya
membentuk huruf “V”
Apabila diperlukan jalan masuk tambahan, insisi pembebas yang serupa dibuat
pada bagian posterior, perlu diperhatikan jangan sampai memotong a. palatina
mayor. Kemudian flap mukoperiosteal tersebut disingkapkan ke arah bukal
(lateral). Untuk memungkinkan retraksi dan jalan masuk yang aman, flap ini dijahit
sememtara pada puncak lingir residual. Tulang kemudian diukur ketingggiannya
dengan menggunakan bur fisur disertai irigasi salin steril. Kemudian potongan-
potongan torus diambil dengan osteotom, dengan menggunakan mallet atau ditekan
dengan tangan Penghalusan akhir dilakukan dengan bur besar bulat atau bur akrilik
yang berbentuk buah pir dan kikir tulang. Pertimbangan utama dalam pengambilan
torus palatum adalah menghindari terjadinya lubang pada dasar rongga hidung.
Sesudah irigasi dan inspeksi, dilakukan penjajagan penutupan flap. Apabila ada
jaringan lunak yang berlebihan maka dilakukan pemotongan seperlunya. Penutupan
dimulai dari posterior dan dengan beberapa jahitan matres horizontal terputus.
Penempatan jahitan dimungkinkan jika jahitan tidak disimpul (namun hanya
ditahan dengan hemostat) sampai semua jahitan sudah terpasang. Hematom yang
terjadi dibawah flap palatal merupakan hal yang biasa terjadi. Kejadian ini bisa
dihindari atau diperkecil dengan menggunakan stent bedah akrilik atau dengan
pengikatan sponge pada palatum sehingga membantu menekan flap ke arah
palatum.

24
b. Torus mandibula
Torus mandibula terlatak di atas perlekatan otot milohioid, dan biasanya bilateral.
Pengambilan dilakukan dengan membuat flap envelope yang relatif panjang di
lingual tanpa insisi tambahan . Suatu insisi dengan ketebalan penuh (menyertakan
mukosa dan periosteum) dibuat di atas puncak lingir residual atau pada kreviks
gingival bagian lingual, apabila giginya masih ada. Flap mukoperiosteal tersebut
kemudian disingkapkan dari permukaan superior dan permukaan lingual dari lingir
dan torus dengan hati-hati untuk menghindari sobeknya flap. Dengan menggunakan
bur bulat atau fisur dilakukan pengeburan dengan kedalaman 3-4 mm sepanjang
garis pertemuan antara torus dengan permukaan kortikal mandibula dari posterior
ke anterior. Pengeboran ini dibuat sejajar atau sedikit miring terhadap permukaan

25
medial mandibula. Sekali lagi pengambilan torus bisa dilakukan dengan
menggunakan osteotom.
Karena biasanya terdapat celah alami di antara torus dengan lamina mandibularis
lingual, maka untuk melepas torus hanya memerlukan kekuatan tarikan yang
sedikit saja. Sesudah dilakukan penghalusan akhir dengan menggunakan bur dan
kikir tulang, bagian tersebut diirigasi dengan salin steril dan diinspeksi. Penutupan
dilakukan dengan jahitan kontinyu dari posterior ke anterior. Pembentukan
hematom lebih jarang terjadi dibanding dengan pengambilan torus palatinus.

II. BEDAH PREORTHODONTIK


1. Bedah Orthodontik
Bedah orthodontik dilakukan saat terjadi abnormalitas dari basis skeletal yang cukup
parah dimana treatment orthodontik biasa tidak dapat mengkoreksi abnormalitas yang
terjadi tersebut. Seperti pada kasus crowding, failed eruption, spacing dan ankylosis.
Selain itu bedah orthodontik juga mungkin dilakukan sebelum dilakukannya perawatan
orthodontik. Ada beberapa pilihan treatment untuk mengatasi masalah orthodontik:
 Non-surgical extractions
Ekstraksi (tanpa bedah) merupakan pilihan perawatan yang paling umum untuk
mengatasi masalah crowding.

 Surgical removal of teeth


Pengangkatan gigi dengan pembedahan diindikasikan untuk gig yang tidak tererupsi.
Selain itu juga diindikasikan bila ada gigi yang menghalangi pergerakan orthodontik
gigi lainnya atau kondisi patologis seperti kista dan resorpsi.
 Surgical exposure of teeth
Tindakan ini berguna untuk memacu gigi untuk erupsi dan membuka akses untuk
orthodontic traction (traksi orthodontik). Pada tindakan ini diangkat jaringan lunak dan
tulang yang menutupi gigi yang unerupted.
 Frenectomy
Frenectomy dapat dilakukan apabila ditemukan diastema ata terjadi masalah lokal pada
periodontal.
 Tooth transplantation
Transplantasi gigi dapat dipertimbangkan apabila pergerakan orthodontik yang
diinginkan tidak terjadi, walaupun tindakan ini memiliki tingkat kesuskesan yang
rendah.

2. Exposure of Impacted Canine for Orthodontic Treatment

26
Beberapa gigi permanen mengalami impaksi di dalam tulang yang menyebabkan
terhambatnya perawatan orthodontik. Gigi tersebut mengalami impaksi bisa disebabkan
oleh beberapa factor, diantaranya masalah endokrin (hypothiroidsm), supernumerary teeth,
odontoma dan gigi crowding. Pada keadaan seperti ini dibutuhkanlah suatu tindakan
kombinasi antara bedah dan orthodontik untuk memfasilitasi supaya gigi yang impaksi
tersebut dapat bererupsi.
Indikasi
- Terasa gigi saat mempalpasi bagian bukal/palatal tulang alveolar.
- Posisi dan inklinasi gigi yang impaksi memungkinkan untuk dilakukan
tindakan/memberi suatu guidance (biasanya gigi dengan inklinasi vertical)
- Saat space untuk gigi tersebut erupsi siap tersedia.
Kontraindikasi
- Gigi kaninus yang impaksi ektopik terletak berdekatan dengan gigi permanen lainnya,
dekat angulus mandibular, di dalam ramus, dekat mandibular notch, di prosesus
koronoideus, di tuberositas maksilaris dan di dinding sinus maksilaris.
- Tidak tersedia space yang cukup
- Inklinasi gigi horizontal.

3. Bedah Pre-Orthodontik (Windowing)


Tahapan Perawatan
Tahapan yang harus dilakukan pada kasus gigi tidak erupsi dibagi menjadi 3 kategori :
1) surgical exposure, 2) attachment to the tooth, 3) orthodontic mechanics to bring the
tooth into the arch.
1. Surgical Exposure
 Radiograf panoramic biasanya digunakan sebagai screening tool, tetapi radiograf
oklusal dan periapikal lebih membantu untuk menentukkan posisi gigi yang tidak
erupsi dengan benar dan mungkin overlap / tumpang tindih dengan akar dari gigi
yang erupsi.
 Gigi akan erupsi melalui attached gingival, bukan melalui mukosa alveolar.
 Jika gigi yang tidak erupsi berada pada rahang bawah di bagian labial dari prosesus
alveolaris maksila, flap dilakukan dari puncak alveolar dan dijahit sehingga
attached gingiva dapat ditrasfer ke regio dimana mahkota terekspos.
 Jika hal ini tidak dilakukan, gigi akan berada di alveolar mukosa, dan jaringan akan
lepas / Strip dari mahkota.

27
 Terkadang, gigi akan erpusi oblik menuju posisinya yang benar setelah hambatan
erupsi dihilangkan dengan surgical exposure, tetapi kasus ini sangat jarang terjadi
setelah formasi akar selesai. Pada stage tersebut, meskipun gigi menuju arah yang
benar, tetap perlu dilakukan gaya ortodontik.

2. Metode Perlekatan
 Cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan perlekatan adalah adalah dokter
bedah menempatkan wire ligature di sekeliling mahkota dari gigi yang impaksi.
 Dampak yang tidak terhindarkan adalah kehilangan perlekatan periodontal, karena
tulang yang rusak ketika wire / kawat mengelilingi gigi tidak mengalami regenerasi
ketika kawat dihilangkan.

3. Pendekatan Mekanis untukmenyesuaikan posisi gigi


 Traksi ortodontik (orthodontic traction) untuk menarik gigi yang tidak erupsi ke
dalam lengkung rahang harus segera dilakukan / dimulai secepat mungkin setelah
operasi
 Jika tidak memungkinkan untuk dilakukan, pergerakan ortodontik harus dilakukan
tidak lebih dari 2-3 minggu setelah operasi.
 Perawatan ortodontik bertujuan untuk memberikan ruang untuk gigi yang tidak
erupsi (unerupted) dan menghasilkan stabilisasi lengkung rahang yang harus
dilakukan dengan baik sebelum surgical exposure.
 Tujuan dari presurgical orthodontic treatment adalah untuk menghasilkan space
yang cukup jika space tidak tersedia, dan untuk mengatur gigi lain, sehingga heavy
stabilizing archwire dapat diposisikan pada saat surgery.

Gigi Kaninus Impaksi di palatal


 Pencabutan gigi sulung (jika terjadi persistensi gigi sulung)
 Pembuatan flap palatal dengan pisau scalpel no 15
 Pembuangan tulang dengan round bur untuk mengelspos mahkota gigi yang
impaksi
 Penempatan alat orthodontic untuk mentraksi gigi ke posisi normal

28
 Lakukan irigasi denganlarutan saline
 Penutupan flap dengan metode interrupted sutures

Gigi Kaninus Impaksi di Labial


Untuk mengekspos gigi dapat dilakukan dengan 2 cara :
1. Digunakan bila area gigi impaksi memiliki bagian yang menonjol dan hanya
ditutupi jaringan lunak; dilakukan insisi di sekitar mahkota gigi dengan

29
electrosurgical blade kemudian jaringan lunak dieksisi dengan gunting jaringan dan
elevator periosteal kemudian ditutupdengan pek periodontal hingga hari
pemasangan alat orthodonti pda gigi tersebut
2. Mahkota diekspos dengan pembuatan flap yang didahului dengan insisi berbentuk
huruf L. Setelah itu gigi dikeringkan dan dilakukan pemasangan brackets kemudian
dilakukan penjahitan

III. KEHAMILAN
Dental Manajemen untuk Ibu Hamil dan Menyusui
Lama kehamilan rata-rata terhitung mulai hari pertama menstruasi terakhir untuk wanita
yang sehat kurang lebih 280 hari atau 40 minggu. Sudah menjadi hal yang lazim untuk membagi
kehamilan dalam tiga bagian yang sama atau trimester atau masing- masing 13 minggu atau 3
bulan kalender.
Dalam kehamilan terjadi perubahan-perubahan fisiologis di dalam tubuli, seperti
perubahan sistem kardiovaskular, hematologi, respirasi dan endokrin. Kadang-kadang disertai
dengan perubahan sikap, keadaan jiwa ataupun tingkah laku.
Pada trimester pertama, wanita hamil biasanya merasa lesu, mual dan kadang- kadang
mengalami muntah-muntah. Selama trimester kedua pembesaran perut mulai terlihat dari gerakan
janin sudah dapat dirasakan oleh ibu. Rasa lesu,mual dan muntah-muntah biasanya menghilang.
Akhir trimester ini detak jantung janin dapat didengar dengan menggunakan stetoskop. Selain itu,
pada trimester ini merupakan saat terjadinya perubahan hormonal yang dapat mempengaruhi
rongga mulut. Pada trimester ketiga, pembesaran perut, pergerakan janin dan detak jantung janin
menjadi lebih jelas.
Perubahan vaskular pada masa kehamilan ditandai dengan meningkatnya volume darah
sekitar 30% dan kardiac output sekitar 20 -40%. Terjadi sedikit penurunan tekanan darah dengan
kemungkinan terjadinya kehilangan kesadaran dan postural hipotension pada trimester pertama.
Pada akhir kehamilan 1.0% wanita hamil mengalami syndrom supine hypotension yang
diakibatkan karena janin menekan vena cava inferior dan terhalangnya venous return ke jantung
pada waktu posisi terlentang. Keadaan ini menyebabkan penurunan tekanan darah dan kehilangan
kesadaran.
Perkembangan janin selama tiga bulan pertama dari kehamilan merupakan suatu proses
yang kompleks dari organogenesis. Pada masa ini semua sistem utama organ terbentuk dan janin
sangat sensitif terhadap injuri. Pada trimester ini pemberian obat dan radiograph harus
dipertimbangkan dan sebaiknya konsultasi ke dokter ahli untuk menghindari terjadinya kecacatan.

30
Trimester kedua dan ketiga adalah untuk pertumbuhan selanjutnya dan kematangan janin, tetapi
masih dapat dipengaruhi oleh obat-obatan seperti tetrasiklin.

Prinsip Pengelolaan
Untuk menghindari kemungkinan terjadinya resiko fatal pada perawatan gigi dan mulut
pada masa kehamilan, dalam melaksanakan pengelolaan dokter gigi harus berpegang teguh pada
prinsip kerja rutin dengan melaksanakan prosedur diagnosa yang sistematis melalui pemeriksaan
yang lengkap.
Dokter gigi harus menyadari bahwa pasien yang dihadapi bukanlah pasien yang selalu
berada dalam kondisi kesehatan yang optimal. Untuk itu ada kalanya dokter gigi harus menunda
perawatan gigi dari mulut terutama pada trimester pertama dan di akhir trimester ketiga. Hal ini
berhubungan dengan keadaan medis dari ibu hamil.

Prosedur Perawatan Gigi dan Mulut


Dalam melakukan perawatan gigi dan mulut pada masa kehamilan, dokter gigi harus
berhati-hati dengan mempertimbangkan perlindungan bagi ibu hamil dari calon bayi yang sedang
berkembang, khususnya pada trimester pertama. Adakalanya dokter gigi menghindari perawatan
gigi dan mulut pada trimester pertama dengan berdasarkan pertimbangan riwayat medis pasien,
misalnya pada pasien yang mengalami rasa lesu, pusing, mual dari muntah-muntah. Waktu
perawatan yang terbaik adalah pada trimester kedua.
Pada umumnya perawatan yang dilakukan terhadap pasien hamil dibatasi pada prosedur-
prosedur operative yang sederhana, seperti penambalan karies gigi, pencabutan gigi yang tidak
menimbulkan komplikasi dari tindakan skeling/root planing. Perawatan terutama ditujukan untuk
mengontrol penyakit yang sedang terjadi dan menyingkirkan faktor-faktor yang dapat
memperburuk keadaan rongga mulut pada akhir kehamilan dan setelah melahirkan.
Prosedur endodontik standart dapat dilakukan selama masa kehamilan, dilakukan dengan
menggunakan tehnik yang asepsis dan menghindari keadaan yang dapat menimbulkan stress bagi
pasien. Prosedur-prosedur yang dapat menimbulkan stress atau yang melelahkan bagi pasien,
seperti pengambilan gigi terpendam sebaiknya dihindari atau ditunda dulu.
Prenancy tumor apabila menimbulkan gangguan,perdarahan yang berlebihan, dokter gigi
dapat melakukan perawatan dengan pembedahan pada masa kehamilan. Perawatan yang
dilakukan yaitu dengan melakukan eksisi, kauterisasi atau gingivektomi di bawah anestesi lokal.

31
Radiografi gigi
Penggunaan radiograf sebaiknya dihindari terutama pada trimester pertama dari
kehamilan. Pada saat ini perkembangan janin sangat peka terhadap radiasi. Bila wanita hamil
terkena radiasi akan mengakibatkan keguguran, perubahan bentuk atau kelainan pertumbuhan
pada janin dan kematian pada janin yang sedang dikandung.
Apabila radiograf diperlukan sekali, terutama untuk membantu menegakkan diagnosa
yang tepat, pada pasien hamil harus diberikan pengamanan untuk menghindari terjadinya
pengaruh negatif radiasi pada janin. Baju timah atau apron dapat digunakan sebagai perlindungan
yang adekuat.

Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada masa kehamilan merupakan hal yang penting untuk
diperhatikan. Seperti kita ketahui, dalam kedokteran gigi obat-obatan berfungsi untuk
menyempurnakan hasil perawatan gigi yang dilakukan. Tetapi pada pasien hamil sebaiknya
pemberian obat-obatan sedapat mungkin dihindari, terutama pada trimester pertama. Hal ini
bertujuan untuk menghindari kemungkinan terjadinya pengaruh teratogenik obat pada janin.
Penganuh teratogenik yaitu terjadinya gangguan pertumbuhan janin, merupakan kejadian yang
sungguh penting karena dapat menyebabkan kematian janin dalam rahim, keguguran dan cacat
bawaan yang sementara ataupun menetap. Faktor penentu terjadinya pengaruh teratogenik pada
penggunaan obat bagi wanita hamil yaitu status fisiologi ibu, status patologi ibu, usia kehamilan
saat pemberian obat, kemudahan filtrasi obat melalui plasenta, dosis dan lama terapi obat dan
daya teratogenik obat.
Beberapa obat-obatan yang biasa digunakan di kedokteran gigi belum menunjukkan
pengaruh yang buruk pada janin. Tetapi ada obat-obatan yang dengan cepat dapat melalui
plasenta, dan setiap dokter gigi harus sadar akan kemungkinan pengaruh negatif yang mengenai
janin.

Program Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut


Keperluan akan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pada masa kehamilan untuk
diperhatikan. Adanya kerusakan gigi atau pendarahan dan pembengkakan gusi atau gejala lainnya
di rongga mulut akan menimbulkan berbagai gangguan terutama pada waktu makan.

32
Untuk mencegah timbulnya ganguan di rongga mulut selama masa kehamilan, perlu
diciptakan tingkat kebersihan mulut yang optimal. Pelaksanaan program kontrol plak penting
dilakukan untuk mencegah peradangan pada gingiva akibat iritasi lokal, gangguan keseimbangan
hormonal dan kelainan-kelainan di rongga mulut selama masa kehamilan.
Ada beberapa hal yang perlu ditekankan kepada ibu hamil dalam pemeliharaan kesehatan
gigi dan mulut agar terhindar dari penyakit gigi dan mulut selama masa kehamilan, yaitu :
- Bila ibu hamil mengalami muntah-muntah, setelah ini segera bersihkan mulut dengan
berkumur-kumur atau menyikat gigi.
- Mengatur pola makanan dan menghindari makanan yang bersifat kariogenik.
- Menyikat gigi secara teratur.
- Memeriksakan keadaan rongga mulut ke dokter gigi. Kunjungan ke dokter gigi pada masa
kehamilan bukanlah merupakan hal yang kontraindikasi.

Manifestasi Kehamilan pada Rongga Mulut


Kehamilan menyebabkan perubahan fisiologis pada tubuh dan termasuk juga di rongga
mulut. Hal ini terutama terlihat pada gingiva. Perubahan ini dipengaruhi oleh perubahan pada
sistem hormonal dan vaskular bersamaan dengan faktor iritasi lokal dalam rongga mulut.
1. Gingivitis kehamilan (pregnancy gingivitis).
Istilah gingivitis kehamilan dibuat untuk menggambarkan keadaan klinis
peradangan gingiva yang terjadi pada kebanyakan wanita hamil. Keadaan ini terjadi kira-
kira 5 -25 % dari wanita hamil. Perubahan gingiva ini biasanya mulai terlihat sejak bulan
kedua dari kehamilan dan mencapai puncaknya pada bulan kedelapan. Keadaan ini
disebabkan karena meningkatnya hormon sex wanita dan vaskularisasi gingiva sehingga
memberikan respon yang berlebihan terhadap faktor iritasi lokal. Dalam hal ini faktor
iritasi lokal dapat berupa rangsangan lunak, yaitu plak bakteri dan sisa-sisa makanan,
maupun berupa rangsang keras seperti kalkulus, tepi restorasi yang tidak baik, gigi palsu
dan permukaan akar yang kasar. Hal ini menunjukkan bahwa kehamilan bukanlah menjadi
penyebab langsung dari Tingivitas kehamilan, tetapi juga tergantung pada tingkat
kebiasaan kebersihan mulut pasien.
Kenaikan jumlah estrogen dan progesteron pada masa kehamilan mempengaruhi
rongga mulut (gingiva) yang secara mikroskopis terlihat adanya peningkatan proliferasi
kapiler, dilatasi pembuluh darah, kenaikan permiabilitas vaskular, edema, infiltrasi ,
lekosit, degenerasi jaringan ikat sekitar serta proliferaso dan degenerasi sel-sel epitelitum.

33
Secara klinis, gingivitis kehamilan ditandai dengan warna merah pada tepi gingiva
dan papilla interdental. Pada waktu yang sama, ginggiva membesar, disertai
pembengkakan yang terutama memyerang papilla interdental . Gingiva memperlihatkan
kecenderungan yang meningkat terhadap pendarahan terutama pada saat menyikat gigi.
Kadang-kadang penderita mengalami sedikit rasa sakit. Jika sedang hamil, gigi dan gusi
seringkali terasa sakit. Gusi mudah berdarah di beberapa tempat dan bentuknya berbenjol-
benjol. Demikian keluhan ibu hamil ketika mengunjungi dokter gigi. Pada saat ini ibu
hamil betul-betul harus menjaga kondisi kesehatan dengan baik, mengonsumsi berbagai
jenis makanan dan vitamin demi kesehatan ibu dan bayinya. Kehamilan adalah suatu
proses fisiologis yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada tubuh wanita, baik
fisik maupun psikis.
Keadaan ini disebabkan adanya perubahan hormon estrogen dan progesteron. Saat
kehamilan disertai berbagai keluhan lain seperti ngidam, mual, muntah termasuk keluhan
sakit gigi dan mulut. Kondisi gigi dan mulut ibu hamil seringkali ditandai dengan adanya
pembesaran gusi yang mudah berdarah karena jaringan gusi merespons secara berlebihan
terhadap iritasi lokal. Bentuk iritasi lokal ini berupa karang gigi, gigi berlubang, susunan
gigi tidak rata atau adanya sisa akar gigi yang tidak dicabut. Hal ini sangat berbeda dengan
keadaan ibu pada saat tidak hamil.
Pembesaran gusi ibu hamil biasa dimulai pada trisemester pertama sampai ketiga
masa kehamilan. Keadaan ini disebabkan aktivitas hormonal yaitu hormon estrogen dan
progesteron. Hormon progesteron pengaruhnya lebih besar terhadap proses
inflamasi/peradangan. Pembesaran gusi akan mengalami penurunan pada kehamilan bulan
ke-9 dan beberapa hari setelah melahirkan. Keadaannya akan kembali normal seperti
sebelum hamil.
Pembesaran gusi ini dapat mengenai/menyerang pada semua tempat atau beberapa
tempat (single/multiple) bentuk membulat, permukaan licin mengilat, berwarna merah
menyala, konsistensi lunak, mudah berdarah bila kena sentuhan.
Pembesaran gusi ini di dunia kedokteran gigi disebut gingivitis
gravidarum/pregnancy gravidarum/hyperplasia gravidarum sering muncul pada trisemester
pertama kehamilan. Keadaan di atas tidaklah harus sama bagi setiap ibu hamil.
Faktor penyebab timbulnya gingivitis pada masa kehamilan dapat dibagi 2 bagian,
yaitu penyebab primer dan sekunder.
1. Penyebab primer

34
Iritasi lokal seperti plak merupakan penyebab primer gingivitis masa kehamilan
sama halnya seperti pada ibu yang tidak hamil, tetapi perubahan hormonal yang menyertai
kehamilan dapat memperberat reaksi peradangan pada gusi oleh iritasi lokal. Iritasi lokal
tersebut adalah kalkulus/plak yang telah mengalami pengapuran, sisa-sisa makanan,
tambalan kurang baik, gigi tiruan yang kurang baik.
Saat kehamilan terjadi perubahan dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut
yang bisa disebabkan oleh timbulnya perasaan mual, muntah, perasaan takut ketika
menggosok gigi karena timbul perdarahan gusi atau ibu terlalu lelah dengan kehamilannya
sehingga ibu malas menggosok gigi. Keadaan ini dengan sendirinya akan menambah
penumpukan plak sehingga memperburuk keadaan.
1. Penyebab sekunder
Kehamilan merupakan keadan fisiologis yang menyebabkan perubahan
keseimbangan hormonal, terutama perubahan hormon estrogen dan progesteron.
Peningkatan konsentrasi hormon estrogen dan progesteron pada masa kehamilan
mempunyai efek bervariasi pada jaringan, di antaranya pelebaran pembuluh darah yang
mengakibatkan bertambahnya aliran darah sehingga gusi menjadi lebih merah, bengkak
dan mudah mengalami perdarahan.
Akan tetapi, jika kebersihan mulut terpelihara dengan baik selama kehamilan,
perubahan mencolok pada jaringan gusi jarang terjadi. Keadaan klinis jaringan gusi selama
kehamilan tidak berbeda jauh dengan jaringan gusi wanita yang tidak hamil, di antaranya:
a. Warna gusi, jaringan gusi yang mengalami peradangan berwarna merah terang sampai
kebiruan, kadang-kadang berwarna merah tua.
b. Kontur gusi, reaksi peradangan lebih banyak terlihat di daerah sela-sela gigi dan
pinggiran gusi terlihat membulat.
c. Konsistensi, daerah sela gigi dan pinggiran gusi terlihat bengkak, halus dan mengkilat.
Bagian gusi yang membengkak akan melekuk bila ditekan, lunak, dan lentur.
d. Risiko perdarahan, warna merah tua menandakan bertambahnya aliran darah, keadaan
ini akan meningkatkan risiko perdarahan gusi.
e. Luas peradangan, radang gusi pada masa kehamilan dapat terjadi secara lokal maupun
menyeluruh. Proses peradangan dapat meluas sampai di bawah jaringan periodontal dan
menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada struktur tersebut.
Tindakan penanggulangan/perawatan radang gusi pada ibu hamil dibagi dalam 4 tahap,
yaitu:

35
- Tahap jaringan lunak, iritasi lokal merupakan penyebab timbulnya gingivitis. Oleh
karena itu, tujuan dari penanggulangan gingivitis selama kehamilan adalah
menghilangkan semua jenis iritasi lokal yang ada seperti plak, kalkulus, sisa
makanan, perbaikan tambalan, dan perbaikan gigi tiruan yang kurng baik.
- Tahap fungsional, tahap ini melakukan perbaikan fungsi gigi dan mulut seperti
pembuatan tambalan pada gigi yang berlubang, pembuatan gigi tiruan, dll.
- Tahap sistemik, tahap ini sangat diperhatikan sekali kesehatan ibu hamil secara
menyeluruh, melakukan perawatan dan pencegahan gingivitis selama kehamilan.
Keadaan ini penting diketahui karena sangat menentukan perawatan yang akan
dilakukan.
- Tahap pemeliharaan, tahap ini dilakukan untuk mencegah kambuhnya penyakit
periodontal setelah perawatan. Tindakan yang dilakukan adalah pemeliharaan
kebersihan mulut di rumah dan pemeriksaan secara periodik kesehatan jaringan
periodontal.
Sebagai tindakan pencegahan agar gingivitis selama masa kehamilan tidak terjadi, setiap
ibu hamil harus memperhatikan kebersihan mulut di rumah atau pemeriksaan secara
berkala oleh dokter gigi sehingga semua iritasi lokal selama kehamilan dapat terdeteksi
lebih dini dan dapat dihilangkan secepat mungkin.
2. Tumor kehamilan (pregnancy tumor).
Kehamilan dapat pula menimbulkan suatu pembentukan pertumbuhan pada gingiva
yang seperti tumor. Istilah yang digunakan untuk keadaan ini adalah pregnancy tumor atau
tumor kehamilan, epulis gravidarum ataupun granuloma kehamilan.
Tumor kehamilan biasanya berkembang di sekitar daerah papilla interdental dan
pada daerah-daerah yang terdapat iritasi lokal, seperti tepi restorasi yang tidak baik, tepi
dari gigi yang mengalami karies atau pada paket periodontal. Tampilan klinis terlihat
warna gingiva merah keunguan sampai merah kebiruan. Lesi ini lebih sering terjadi pada
rahang atas terutama disisi vestibtuar pada daerah anterior dan dapat membesar sampai
menutupi mahkota gigi. Tumor kehamilan mudah berdarah terutama apabila terkena injuri.
3. Karies Gigi
Kehamilan tidaklah langsung menyebabkan karies gigi. Meningkatnya karies gigi
atau menjadi lebih cepatnya proses karies yang sudah ada pada rnasa kehamilan lebih
disebabkan karena perubahan lingkungan di sekitar gigi dan kebersihan mulut yang
kurang.

36
Faktor-faktor yang dapat mendukung lebih cepatnya proses karies yang sudah ada
pada wanita hamil seperti pH saliva wanita hamil lebih asam jika dibandingkan dengan
yang tidak hamil. Kemudian waktu hamil biasanya sering memakan-makanan kecil yang
banyak mengandung gula. Adanya rasa mual dan muntah membuat wanita hamil malas
memelihara kebersihan rongga mulutnya, akibatnya serangan asam pada plak yang
dipercepat dengan adanya asam dari mulut karena mual atau muntah tadi dapat
mempercepat proses terjadinya karies gigi.

Penanganan Tindakan Minor pada Pasien di Masa Kehamilan


Pertimbangan utama saat memberikan pelayan pada pasien hamil adalah mencegah
kerusakan genetik pada fetus. Dua area dari tindakan bedah mulut yang dapat menyebabkan
kerusakan pada janin adalah dental radiografi dan pemberian obat.
Selain pertimbangan utama diatas, perlu juga diperhatikan pertimbangan dental pasien pada masa
kehamilan, yakni:
1. Strategi perawatan dan batas-batasnya
2. Pemaparan radiografis
3. Trisemester teraman untuk perawatan dental
4. Batas-batas peresepan obat oleh dokter gigi
5. Potensial tingginya resiko untuk penyakit periodontal pada masa kehamilan
6. Potensial tingginya resiko pada janin akibat penyakit periodontal selama kehamilan.
Sangat tidak mungkin untuk melakukan prosedur bedah mulut dengan baik tanpa radiografi
ataupun penggunaan obat-obatan, oleh karena itu, hal-hal yang dapat dilakukan untuk penanganan
tindakan minor pada pasien hamil, antara lain:
1. Menunda prosedur bedah sampai kelahiran jika memungkinkan
2. Konsultasi pada dokter kandungan pasien jika prosedur bedah tidak dapat dihindari
3. Hindari radiografi dental kecuali jika informasi tentang akar gigi dan tulang sangat
diperlukan untuk perawatan gigi. Jika radiografi harus dilakukan gunakanlah perlindungan
yang baik
4. Hindari penggunaan obat-obatan dengan potential teratogenik. Gunakan anaestesi lokal
jika anaestesi diperlukan
5. Gunakan paling sedikit 50% oksigen jika sedasi nitrogen oksida digunakan
6. Hindari membiarkan pasien dalam keadaan terlentang terlalu lama, untuk menghindari
tekanan pada vena cava
7. Izinkan pasien untuk berulang kali pergi kekamar kecil.

37
Tetapi, jika prosedur bedah tidak dapat dihindari pada saat hamil, usaha harus dilakukan
untuk menghindari terpaparnya fetus terhadap faktor teratogenik. Pada kasus dengan penyinaran,
penggunaan apron dan pengambilan foto periapikal pada daerah yang akan dilakukan prosedur
bedah dapat menghindari resiko pada fetus.
Daftar obat-obatan yang menyebabkan resiko minimal pada fetus sangatlah sedikit. Untuk
keperluan bedah mulut, obat-obatan berikut diyakini paling sedikit membahayakan fetus saat
digunakan dalam dosis sedang, yaitu: lidocaine, bupivacaine, acetamonophen, codeine, penicillin,
cephalosporins, dan erythromycin. Walaupun aspirin aman digunakan, tetapi tidak boleh
digunakan pada akhir trisemester ketiga karena aspirin bersifat antikoagulan.
Semua obat-obatan sedasi sebaiknya dihindari pada pasien hamil. Nitrogen oksida tidak
boleh digunakan pada trimester pertama tetapi jika diperlukan dapat digunakan pada trimester
kedua dan ketiga selama diberikan dengan oksigen paling rendah 50%. Sedangkan daftar obat-
obatan yang harus dihindari pada pasien hamil adalah Carbamazepine, Chloral hydrate (jika
digunakan dalam jangka waktu panjang), Chlordiazepoxide, Corticosteroids, Diazepam (jika
diberikan pada trisemester pertama kehamilan akan meningkatkan insiden celah bibir/palatum
empat kali lipat) dan Benzodiazepines lainnya, Diphenhydramine hydrochloride (jika digunakan
dalam jangka waktu panjang), Morphine, Nitrous oxide (jika penggunaan lebih besar dari
9jam/minggu atau kadar oksigen lebih rendah dari 50%), Pentazocine hydrochloride,
Phenobarbital, Promethazine hydrochloride, Propoxyphene, dan Tetracyclines.
Kehamilan dapat menyebabkan tekanan secara emosional dan fisiologis, oleh karena itu
protokol pengurangan kecemasan dianjurkan. Tanda-tanda vital pasien harus diperhatikan, dengan
perhatian khusus pada peningkatan tekanan darah (merupakan tanda dari preeclampsia). Pasien
yang mendekati masa kelahiran memerlukan posisi khusus pada dental unit pada saat perawatan,
karena jika posisi pasien mendekati terlentang, kandungan uterin dapat menyebabkan penekanan
pada vena cava anterior, mengganggu kembalinya darah vena ke jantung dan demikian cardiac
output. Posisi pasien perlu lebih tegak lurus atau dengan tubuhnya berputar pada satu sisi pada
saat prosedur bedah. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk buang air sangat diperlukan
pada kehamilan karena tekanan fetus pada kantung kemih. Sebelum melakukan prosedur bedah
mulut pada pasien hamil, perlu dilakukan konsultasi pada dokter kandungannya.

IV. DIABETES MELLITUS

38
Diabetes mellitus adalah peningkatan level gula darah (hyperglikemia), yang disebabka
kurangnya sekresi insulin oleh pancreas, perubahan aktivitas insulin atau keduanya. Komplikasi
dapat terjadi pada organ mata, syaraf ginjal dan pembuluh darah.
Pada kondisi normal, saat mengkonsumsi makanan karbohidrat akan dipecah menjadi
molekul glukosa, kemudian glukosa diserap dalam darah sehingga terjadi peningkatan gula darah.
Insulin diperlukan bagi sel agar glukosa dapat masuk ke dalam sel sehingga dapat digunakkan
sebagai energi. Karena kadar glukosa dalam darah meningkat, terjadi peningkatan sekresi insulin
oleh pancreas dan penggunaan glukosa oleh sel menghasilkan penurunan gula darah. Jika kadar
gula dalam darah menurun maka sekresi insulin juga akan menurun.
Jika produksi insulin menurun atau insulin yang diproduksi oleh pancreas tidak dapat digunakan
oleh sel, glukosa akan terhambat masuk ke dalam sel sehingga terjadi penumpukan glukosa dalam
darah (hyperglikemia). Jika produksi insulin meningkat, level gula darah menjadi rendah karena
glukosa dalam jumlah besar masuk ke dalam sel dan hanya tersisa sedikit dalam darah
(hypoglikemia).

Terdapat 2 macam Tipe Diabetes, yaitu:


1. Diabetes Tipe 1 : Insulin Dependen
Diabetes tipe 1 merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan destruksi beta sel
penghasil insulin oleh pancreas. Sehingga terjadi defisiensi insulin karena insulin tidak
dapat diproduksi. Biasanya berat badan normal, namun karena pancreas tidak lagi
memproduksi insulin maka pasien tergantung pada intake insulin untuk bertahan hidup.
Patogenesis:
Pankreas tidak dapat memproduksi insulin sehingga glukosa tidak dapat masuk dalam sel
dan tertinggal dalam darah. Agar sel mendapatkan energy, maka lemak dipecal menjadi
gliserol dan asam lemak bebas melalui proses lipolisis. Gliserol diubah menjadi glukosa
untuk digunakan oleh sel. Asam lemak diubah menjadi keton sehingga menyebabkan
peningkatan level keton dalam cairan tubuh dan menyebabkan penurunan pH. Keton
dieksresi menjadi urin bersama dengan sejumlah besar air. Akumulasi keton dalam cairan
tubuh, penurunan pH, hilangnya elektrolit dan dehidrasi yang disebabkan oleh urinasi
yang berlebihan dan perubahan bikarbonat pada system buffer menyebabkan ketoasidosis.

2. Diabetes Tipe 2 : Not Insulin Dependen


Biasanya terdiagnosis pada saat dewasa dan dengan berat badan berlebih. Factor resiko
yang dapat menyebabkan diabetes tipe 2 seperti obesitas, genetic, umur, dan gaya hidup
Terdapat 3 karakterisitik DM tipe 2:

39
a. Resistensi perifer terhadap insulin
b. Peningkatan produksi glukosa oleh hati
c. Gangguan sekresi insulin oleh pancreas
Peningkatan resistensi jaringan terhadap insulin biasanya diikuiti dengan sekresi
insulin yang tidak sesuai (hiperinsulinemia)
Patogenesis :
Pankreas memproduksi insulin namun insulin yang diproduksi aktivitasnya menurun
atau terjadi resistensi reseptor terhadap insulin atau keduannya sehingga glukosa
terakumulasi di darah (hiperglikemi)

Gejala Klinis DM :
- Polydipsia
- Polyuria
- Polyphagia
- Kehilangan berat badan
- Perubahan pada penglihatan
- Lemah
- Iritabilitas
- Nausea
- Mulut kering
- Nausea
- Ketoasidosis (pada tipe 1)
Efek penyakit diabetes mellitus dalam perawatan dental:
- Kelemahan dan mudah terinfeksi, khususnya candidosis
- Hypoglycemic coma
- Diabetic coma
- Ischaemic coma
- Mulut kering, polyuria dan dehidrasi
- Reaksi oral lichenoid dikarenakan obat hypolglicemic
- Sialadenosis
- Jaringan periodontal
Pasien diabetes memiliki prevalensi dan tingkat keparahan lebih tinggi terhadap penyakit
periodontal, seperti:
 Besarnya perlekatan yang hilang
 Meningkatnya perdarahan saat probing
 Meningkatnya mobilitas gigi
 Kemungkinan pebesaran gingival
 Gingival polyp
 Proliferasi gingival
 Pembentukan abses
 Periodontitis
 Gigi goyang
Pedoman dalam menangani perawatan dental bagi pasien Diabetes Mellitus:

40
1. Screening Test. Sebaiknya pasien diminta untuk membawa glucometer ke tempat praktek
dokter gigi setiap kungjungan. Glukosa darah sebaiknya dicek sebelum prosedur yang
panjang. Pasien dengan kadar glukosa di bawah normal dapat mengalami hipoglikemia
dalam proses operatif.
2. Schedule time of Surgery. Untuk menghindari resiko hipoglikemik(insulin shock) maka
sebaiknya tindakan operasi dilakukan pagi hari, 1-1,5 jam setelah sarapan.
3. Diet. Pasien harus diinstruksi kan untuk makan sebelum perawatan. Pasien yang
menggunakan insulin harus membagi dosis pagi normal jika perawatan dental mengubah
jadwal makan. Setengah dosis yang kedua dari insulin harus diadministrasikan ketika
siklus makan sudah kembali normal.
4. Presence of infection before surgery. Semua infeksi terutama yang disertai demam dan
supurasi, menstimulasi pelepasan catecholamines dan glikago, merupakan factor resiko
untuk hiperglikemi, harus ditangani secepatnya.
5. Local Anesthetic. Local anestesi harus diberikan dengan hati-hati, dengan konsentrasi
vasokonstriktor yang minimal. Noradrenalin memiliki efek glucogenolytic lebih sedikit
dari pada adrenalin sehingga lebih sering digunakan pada penderita diabetes.
6. Obat-obatan. Yang biasa digunakan adalah analgesic dan sedative yang mengandung
acetaminophen (Tylenol). Kortikisteroid harus dihindari karena efek glycenolisis, begitu
juga dengan aspirin karena berpetnsia hypoglycemic pada antidiabetic tablet. Penggunaan
anxiolytic direkomendasikan pada malam dan pagi hari sebelum operasi.
7. Kadar Glukosa saat Operasi. Operasi sebaiknya ditunda bila gula darah tidak terkontrol,
kecuali diperlukan emergency dental procedur.
8. Dental Office Supplies. Untuk penangan emergency seperti hiperglikemia dan
hipoglikemia, di dental office harus disediakan insulin, larutan gula atau glukosa, saline
solution dll.

Diabetes mellitus dapat di diagnosis melalui beberapa tes:


1. Gula darah sewaktu ( 200mg/dL)

2. Gula darah puasa selama ±8 jam ( 126 mg/dL)


3. Pemeriksaan HbA1 (normal : sekitar 8%) dan HbA1c (normal : 6-6.5% dan pada pasien
diabetes harus < 7%)

BAB III

41
PENUTUP

Kesimpulan
1. Ibu Laode, 35 tahun, sulit makan
karena terdapat tulang yang tajam dan menusuk lidah. Tulang yang tajam ini bisa
dihilangkan dengan dilakukan pembedahan namun terlebih dahulu perlu dilakukan
pemeriksaan lengkap untuk mengetahui lokasi, bentuk, dan sejauh mana perluasan tulang
yang tajam tadi agar dapat menegakkan diagnosa dan menentukan rencana perawatan
yang tepat untuk Ibu Laode. Selain itu, perlu dipertimbangkan juga bahwa pasien baru
akan masuk trimester kedua kehamilan, sehingga untuk mendapatkan perawatan gigi harus
dikonsultasikan dengan dr.SPOG (dokter spesialis kandungan) terlebih dahulu, karena
kehamilan bisa jadi kontraindikasi pembedahan (bahkan bedah minor sekalipun) jika
memang kondisi kehamilan tidak mendukung. Ada beberapa obat yang kontraindikasi
untuk diberikan kepada pasien yang sedang hamil, di antaranya adalah Carbamazepine,
Chloral hydrate (jika digunakan dalam jangka waktu panjang), Chlordiazepoxide,
Corticosteroids, Diazepam (jika diberikan pada trisemester pertama kehamilan akan
meningkatkan insiden celah bibir/palatum empat kali lipat) dan Benzodiazepines lainnya.
Beberapa teknik pembedahan preprostetik antara lain frenectomy, vestibuloplasty,
alveoloplasty, dan tori removal. Jika pembedahan tersebut mengakibatkan ada sebagian
tulang yang resorb/hilang maka bisa diberikan perawatan tambahan bone graft.

2. Sisi, 17 tahun, ingin meratakan giginya. Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan
radiografis menunjukkan bahwa gigi 13 impaksi, sehingga sebelum dilakukan perawatan
ortho terlebih dahulu harus dilakukan pembedahan preortho yaitu dengan teknik
windowing. Namun dari hasil anamnesa, pasien cepat lelah, sering merasa lapar dan haus
walau sudah makan, berat badan turun, dan usia pasien yang masih muda, menunjukkan
adanya dugaan bahwa pasien menderita DM tipe 1. Oleh karena itu, diperlukan
pemeriksaan lebih lanjut dan dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam. Jika memang
terdiagnosis bahwa pasien menderita DM tipe 1, maka ada beberapa pertimbangan yang
harus diperhatikan selama perawatan dental, misalnya dalam pemilihan obat. Ada bebrapa
obat yang kontraindikasi diberikan kepada pasien yang menderita DM, antara lain
kortikosteroid dan aspirin. Umumnya obat yang digunakan adalah analgesic dan sedative

42
yang mengandung acetaminophen (Tylenol). Selain itu, local anestesi harus diberikan
dengan hati-hati, dengan konsentrasi vasokonstriktor yang minimal. Noradrenalin
memiliki efek glucogenolytic lebih sedikit dari pada adrenalin sehingga lebih sering
digunakan pada penderita diabetes. Kadar glukosa saat operasi juga perlu diperhatikan.
Operasi sebaiknya ditunda bila gula darah tidak terkontrol, kecuali diperlukan emergency
dental procedur.

43
DAFTAR PUSTAKA

Archer, W. H. Oral and MaxillofacialSurgery. 5th ed. Vol. I. Philadelphia:Saunders, 1975: 135,
179-187.
Balaji, SM. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. Elsevier, 2007
Fragiskos F.D. Oral Surgery. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 2007
Indresano, A. T. and Laskin, D. M. Procedures to Improve the Bony Alveolar Ridge. In:
Laskin, D. M., editor. Oral and Maxillofacial Surgery. St. Louis: Mosby, 1985: 293-305.

44

Anda mungkin juga menyukai