Anda di halaman 1dari 233

…….

Ind
…..

PEDOMAN TEKNIS
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
TINGKAT PERTAMA

SEBAGAI SALAH SATU UPAYA


PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN DASAR
DAN KEWASPADAAN MENGHADAPI PENYAKIT INFEKSI EMERGING

DIREKTORAT MUTU DAN AKREDITASI PELAYANAN KESEHATAN


KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TAHUN 2020

PEDOMAN TEKNIS PPI DI FKTP, KEMKES 2020 ---DRAFT 01102 0


……. Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI
Ind
……. Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Mutu & Akreditasi
Pelayanan Kesehatan
Pedoman Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di FKTP,
Sebagai salah satu upaya peningkatan mutu pelayanan dasar dan
kewaspadaan menghadapi Penyakit Infeksi Emerging – Jakarta,
Kementerian Kesehatan RI 2020

ISBN …………………………….

I. Judul 1. Communicable Disease


2. Infection Prevention and Control (IPC)
3. Primary Health Care and Accreditation

PEDOMAN TEKNIS PPI DI FKTP, KEMKES 2020 ---DRAFT 01102 1


KATA PENGANTAR

Puji syukur patut kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Rahmat
dan Hidayat-Nya lah sehingga penulisan Pedoman Teknis Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) telah berhasil diselesaikan
sebagai salah satu upaya meningkatkan mutu pelayanan dan kewaspadaan menghadapi
Penyakit Infeksi Emerging. Merupakan momen yang tepat untuk meneguhkan kembali akan
pentingnya Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Infeksi (PPI) ditengah
merebaknya Pandemi Covid-19 yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk
Indonesia.
Sebagaimana diketahui bahwa Kementerian Kesehatan sudah mengeluarkan
Permenkes No. 27 tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang wajib dilaksanakan oleh semua fasilitas pelayanan
kesehatan. Permenkes tersebut meskipun sudah cukup detail menjelaskan tentang latar
belakang, konsep dan aspek teknis lainnya namun belum secara spesifik menjelaskan
bagaimana penerapannya di setiap jenjang fasillitas pelayanan kesehatan khususnya di
pelayanan dasar. Selanjutnya pada Pasal 3 ayat 4, ditegaskan bahwa Penerapan PPI
mencakup HAIs dan Infeksi yang bersumber dari Masyarakat.
Disadari bahwa perhatian kita selama ini dalam upaya Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi masih terfokus bagaimana mengatasi tingginya kasus infeksi tekait pelayanan
kesehatan atau Healthcare Associated Infections (HAIs) yang terjadi di rumah sakit.
Sementara penerapan PPI di FKTP belum banyak tersentuh. FKTP merupakan faslitas
kesehatan yang berada di garda terdepan yang pelayanannya mengutamakan upaya preventif
dan promotif (UKM) dengan tidak meninggalkan aspek kuratif (UKP). Oleh karena itu upaya
pencegahan dan pengendalian infeksi yang bersumber dari masyarakat sangat tepat
dilakukan secara dini di FKTP. Terdapat 27-ribuan FKTP yang tersebar ditanah air saat ini,
bisa dibayangkan betapa besar dampaknya baik dari sisi keselamatan pasien, petugas,
masyarakat bahkan berdampak sangat besar pada tatanan dan ekonomi bangsa jika PPI tidak
dilaksanakan dengan baik di FKTP. Pengalaman sangat berharga dari Pandemi Covid-19
yang melanda kurang lebih 220 negara yang hingga saat penyusunan pedoman teknis ini
masih terus berlangsung, menjadi catatan penting bahwa pelayanan yang bermutu tidak dapat
ditawar lagi, termasuk praktek PPI yang sesuai dengan standar harus dilaksanakan disetiap
unit pelayanan kesehatan.
Dengan terbitnya Pedoman Teknis PPI di FKTP ini diharapkan menjadi acuan teknis
bagi FKTP, jajaran pemangku kepentingan di tingkat provinsi, kabupaten/kota untuk
membantu, memfasilitasi, memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan PPI di setiap FKTP yang
ada di wilayahnya. Tatakelola secara administratif dan manajerial setiap unit pelayanan tetap
harus mengacu pada peraturan, perundang-undangan termasuk pedoman, standar dan
prosedur yang sudah dikeluarkan oleh masing-masing program di Kementerian Kesehatan.
Ucapan terima kasih kepada seluruh Tim Penyusun, dukungan dan peran aktif dari
lintas program terkait di lingkungan Kementerian Kesehatan, Komite Nasional PPI, Perdalin,
Organisasi Profesi, dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian Pedoman Teknis ini.

Jakarta, 5 Oktober 2020


Direktur Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan

Drg. Farichah Hanum, M.Kes


NIP 196406041989102001
SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN

Pandemi Covid-19 yang tengah melanda semua negara di dunia, telah memporak
porandakan berbagai sendi kehidupan, tatanan social, politik dan ekonomi bahkan
mengancam existensi dan ketahanan suatu negara. Kejadian tersebut seharusnya
memberikan pelajaran sangat berharga bagi siapa saja, bahwa Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) baik di fasilitas kesehatan maupun di masyarakat bukanlah hal
sepele, Bisa kita bayangkan bagaimana dahsyat dampaknya jika dalam kurun satu satuan
waktu, terjadi Pandemi dengan kasus lebih dari satu jenis penyakit infeksi secara bersamaan.
Itulah sebabnya di beberapa negara maju, Pengendalian Penyakit Infeksi merupakan bagian
dari Departemen Pertahanan dan Keamanan atau merupakan institusi tersendiri yang
dikontrol langsung oleh negara.
Penyediaan pelayanan kesehatan oleh suatu negara harus mengacu kepada
tercapainya Universal Health Coverage (UHC) sesuai Target SDGs di Tahun 2030. Yakni
cakupan pelayanan kesehatan bagi segala usia, ada jaminan terhadap risiko pembiayaan,
akses terhadap pelayanan esensial yang berkualitas, aman, efektif dan terjangkau. WHO,
OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) dan WB (World Bank)
telah mewanti wanti semua negara di dunia bahwa pelayanan bermutu merupakan kewajiban
global menuju tercapainya UHC sesuai tujuan SDGs tersebut. Pelayanan kesehatan yang
tidak berkualitas bahkan hanya akan menghabiskan waktu, sumber daya dan uang suatu
negara.
Karena pentingnya hal tersebut, Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian
Kesehatan mewajibkan semua fasilitas kesehatan untuk menerapkan PPI sebagaimana di
amanatkan dalam PMK 27 Tahun 2017 tentang PPI di Fasilitas Pelayanan Kesehatan baik
untuk rumah sakit maupun di Fasiltas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Penerapan PPI di
FKTP harus merupakan bagian prioritas dari program mutu layanan dan keselamatan pasien
maupun masyarakat disekitarnya. Termasuk memberikan edukasi kepada masyarakat dan
pengguna layanan dalam menerapkan kaidah-kaidah PPI untuk memutus mata rantai suatu
penyakit infeksi secara dini. WHO bahkan menyebut bahwa pelayanan primer merupakan “
the engine for UHC”.
Kementerian Kesehatan, melalui Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan berharap
dengan diterbitkannya Pedoman Teknis Pengendalian dan Pencegahan Infeksi di FKTP ini
dapat menjadi standar dan acuan secara teknis dalam menerapkan PPI di FKTP dan dasar
dalam pengambilan kebijakan baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Selanjutnya,
Direktorat Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan akan melakukan pemantauan,
monitoring, penilaian, evaluasi dan pembinaan terhadap terlaksananya pedoman ini secara
efektif dan efisien di FKTP.

Jakarta, 12 Oktober 2020


Plt. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan

Prof. dr. Abdul Kadir, Ph.D, Sp THT-KL (K), MARS


NIP 196205231989031001
DAFTAR ISI
COVER HAL
KATA PENGANTAR DIREKTUR MUTU DAN AKREDITASI PELAYANAN ii
KESEHATAN
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN iii
KEMENTERIAN KESEHATAN
Daftar Isi iiv
Dafar Singkatan vii
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang 9
B Dasar Hukum 13
C Maksud, Tujuan, Sasaran dan Ruang Lingkup 13
D Pengertian 15
BAB II KONSEP DASAR PENYAKIT INFEKSI, DAMPAK INFEKSI,
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)
A KONSEP DASAR DAN DAMPAK INFEKSI
1 Konsep Infeksi 18
2 Rantai Penularan Penyakit Infeksi 20
3 Dampak Infeksi Pada Pelayanan Kesehatan & di 22
Masyarakat.
B PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)
1 Tujuan PPI 23
2 Manfaat PPI 23
3 Strategi Implementasi PPI 24
BAB III RUANG LINGKUP PROGRAM PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI DI FKTP
A KEWASPADAAN ISOLASI 25
1 KEWASPADAAN STANDAR
a) Kebersihan Tangan 26
b) Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) 31
c) Pengendalian Lingkungan 45
d) Pengelolaan Limbah dan Benda Tajam 52
e) Pengelolaan Alat Medis (Instrumen) 56
f) Pengelolaan Linen 66
g) Penyuntikan Yang Aman 68
h) Kebersihan Pernapasan dan Etika Batuk 73
i) Penempatan dan Pemindahan Pasien 75
j) Perlindungan Kesehatan Karyawan 76
2 KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI
a) Kewaspadaan Transmisi Kontak 75
b) Kewaspadaan Transmisi Droplet 76
c) Kewaspadaan Transmisi Udara 77
B PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DENGAN
SISTEM BUNDLES DI FKTP
1 Penggunaan Alat Bantu Pernapasan (Oksigen) 80
2 Infeksi Daerah Operasi (IDO) 81
3 Penggunaan Alat Bantu Nebulezer (Terapi Inhalasi) 82
4 Pemakaian Kateter Intravena Perifer (infus) 83
5 Pemakaian Kateter Urine 84
6 Perawatan Luka 68
C PENGGUNAAN ANTIMIKROBA YANG BIJAK 61
D PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 89
E SURVEILANS 90
F AUDIT, MONITORING DAN EVALUASI
1 Audit 91
2 Monitoring 94
3 ICRA (Infection Control Risk Assessment) 95
BAB IV PENERAPAN PENCEGAHAN DAN PENEGENDALIAN INFEKSI
PADA UPAYA KESEHATAN PERSEORANGAN DAN UPAYA
KESEHATAN MASYARAKAT DI FKTP
A PRINSIP UMUM PENERAPAN PPI DI UNIT PELAYANAN 101
B PPI PADA UPAYA KESEHATAN PERSEORANGAN 102
1 PPI Pada Pelayanan Umum 102
2 PPI Pada Pelayanan Gigi dan Mulut 104
3 PPI Pada Tindakan Pelayanan Kegawatdaruratan 105
4 PPI Pada Pelayanan Kesehatan Keluarga Bersifat 106
UKP
5 PPI Pada Pelayanan Persalinan 109
6 PPI Pada Pelayanan Gizi yang Bersifat UKP 112
7 PPI Pada Pelayanan P2P yang Bersifat UKP 115
8 PPI Pada Pelayanan Kefarmasian 116
9 PPI Di Pelayanan Laboratorium 118
10 PPI Pada Pelayanan Rawat Inap 119
C PPI PADA UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT 120
1 PPI Pada Kegiatan Pendataan di UKM 145
2 PPI Pada Kegiatan Penjaringan (Skrening) 147
3 PPI Pada Kegiatan Kunjungan Rumah 149
4 PPI Pada Distribusi dan Pemberian Obat di UKM 151
5 PPI Pada Distribusi dan Pemberiaan PMT 152
6 PPI Pada Kegiatan Pelatihan, Penyuluhan dan 154
Konseling
7 PPI Pada Kegiatan Pemantauan, Pembinaan dan 157
Pemberdayaan Masyarakat.
BAB V PPI PADA PENYAKIT INFEKSI EMERGING DAN
PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
A Penerapan PPI Pada Penyakit Infeksi Emerging 159
B Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) 168
BAB VI MANAJEMEN SUMBERDAYA PPI DI FKTP
A KEBIJAKAN DAN PENGORGANISASIAN 171
1 Kebijakan 172
2 Pengorganisasian 174
3 Penetapan Indikator PPI 175
B PERENCANAAN PPI 176
D PELAKSANAAN PPI 178
1 Sumber Daya Manusia 178
2 Sarana, Prasarana 179
3 Pembiayaan 179
4 Sistem Informasi 180
C PEMANTAUAN, PELAPORAN DAN EVALUASI 181
1 Pengumpulan Data 181
2 Indikator Penilaian Risiko Infeksi 182
3 Pencatatan dan Pelaporan 183

BAB VII PENUTUP 183

Tim Penyusun 185


Daftar Pustaka 186
Lampiran -lampiran 187
DAFTAR SINGKATAN
ABHR : Alcohol Based Hand Rub
AC : Air Conditioner
ACH : Air Change per Hour
AKBK/AKDR : Alat Kontrasepsi Bawah Kulit/Alat Kotrasepsi Dalam Rahim
APD : Alat Pelindung Diri
B3 : Bahan Beracun Berbahaya
BMHP : Bahan Medis Habis Pakai
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BSI : Body Substance Isolation
CAUTI : Chateter Associated Urinary Tract Infections
CDC : Centre for Disease Control
CFU : Colony Forming Unit
Covid-19 : Corona Virus 2019
DTT : Desinfeksi Tingkat Tinggi
EPO : Evaluasi Penggunaan Obat
FIFO : First in First Out
FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
FKTL : Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan
GERMAS : Gerakan Masyarakat Sehat
HAIs : Healthcare Associated Infections
HSV : Herpes Simplex Virus
IAD : Infeksi Aliran Darah
ICRA : Infection Control and Risk Assessment
ICU : Intensive Care Unit
IDO : Infeksi Daerah Operasi
IPAL : Instalasi Pengolahan Air Limbah
IPCN/D : Infection Prevention Control Nurse/Doctors
ISK : Infeksi Saluran Kemih
KAN : Komisi Akreditasi Nasional
KIE : Komunikasi Informasi dan Edukasi
KEJAOR : Kesehatan Kerja dan Olah Raga
KIPI : Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
KLORIN : Natrium Hypochlorite
KPI : Key Performance Indicator
MDGs : Millennium Development Goals
MDR-TB : Multi Drug Resistant – Tuberculosis
MRSA : Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus
OECD : Organization for Economic Co-operation and Development
PBB : Persatuan Bangsa Bangsa
PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
PLABSI : Peripheral Line Associated Blood Stream Infection
PIO : Pelayanan Informasi Obat
P1 : Perencanaan
P2 : Pelaksanaan dan Pengorganisasian
P3 : Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian
PPDS : Program Pendidikan Dokter Spesialis
PPI : Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
PTO : Pemantauan Terapi Obat
SARS : Severe Acute Respiratory Syndrome
SDGs : Sustainable Development Goals
SDM : Sumber Daya Manusia
TPMD : Tempat Praktek Mandiri Dokter
TPMDG : Tempat Praktek Mandiri Dokter Gigi
TPS : Tempat Penampungan Sementara
UHC : Universal Health Coverage
UKM : Upaya Kesehatan Masyarakat
UKP : Upaya Kesehatan Perorangan
VAP : Ventilator Associated Pneumonia
VRE : Vancomycin Resistant Enterococci
WB : World Bank
WHO : World Health Organization
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada tanggal 21 Oktober 2015 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan


resolusi baru tentang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang disepakati oleh
193 negara untuk menjadi acuan pembangunan secara universal hingga tahun 2030.
SDGs dimaksudkan untuk menyikapi perubahan situasi dunia yang semakin kompleks dan
dinamis, menggantikan program Millennium Development Goals (MDGs) yang telah
berakhir di tahun 2015. Terdapat 17 tujuan dan 169 sasaran pembangunan yang
tercamtum dalam SDGs dimaksud. Pembangunan Kesehatan merupakan penjabaran
tujuan 3 dari SDGs, mengamanatkan bahwa untuk menjamin kehidupan yang sehat dan
mendorong kesejahteraan bagi semua di segala usia maka setiap negara harus
mewujudkan cakupan pelayanan kesehatan universal atau Universal Health Coverage
(UHC), ada jaminan terhadap risiko pembiayaan, tersedianya akses khususnya pelayanan
esensial yang berkualitas, aman, efektif, dan terjangkau termasuk untuk obat esensial dan
vaksin.
Namun, setelah 3 tahun pelaksanaannya, WHO, OECD (Organization for Economic
Co-operation and Development) dan WB (World Bank) dalam laporannya tahun 2018,
mengingtkan semua bangsa bahwa meskipun UHC mampu dicapai, tersedia jaminan
pembiayaan kesehatan tetapi jika pelayanan kesehatan yang diberikan tidak berkualitas
maka hasilnya tetap tidak akan mencapai tujuan SDGs. Bahkan, pelayanan kesehatan
yang tidak berkualitas hanya akan menghabiskan waktu, sumber daya dan uang suatu
negara. Oleh karena itu pelayanan kesehatan yang berkualitas merupakan kewajiban
global dalam mencapai UHC.
Berikut pernyataan berbagai lembaga dunia tersebut tentang pentingnya kualitas
pelayanan menuju UHC 2030, antara lain:
 Direktur jenderal WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus: “Kita sama-sama
berkomitmen untuk memastikan bahwa setiap orang dimana dan kapanpun dapat
memperoleh layanan kesehatan yang mereka butuhkan. Namun kita juga harus
berkomitmen bahwa layanan kesehatan tersebut berkualitas baik. Karena sejujurnya,,
tidak ada cakupan kesehatan universal tanpa pelayanan yang berkualitas”.
 Sekretaris jenderal OECD, Ángel Gurría: “Tanpa pelayaan kesehatan yang
berkualitas, UHC hanya janji kosong”.
 Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim: “Kesehatan yang baik adalah fondasi dari
sumber daya manusia suatu negara, dan tidak ada negara yang boleh menyediakan
layanan yang berkualitas rendah atau tidak aman. Layanan berkualitas rendah secara
tidak proporsional berdampak pada orang miskin, yang tidak hanya tercela secara
moral, tetapi juga secara ekonomi, tidak berkelanjutan untuk keluarga dan seluruh
negara”.

Selanjutnya, WHO dalam Primary Health Care on The Road to Universal Health
Coverage, 2019 Monitoring Report sesuai dengan data yang diperoleh dari berbagai
negara anggota menyimpulkan bahwa pelayanan kesehatan primer merupakan jalan atau
rute menuju UHC, bahkan merupakan “the eingine for UHC”.

Berikut ini berbagai informasi yang menggambarkan kondisi global maupun lokal
Indonesia sendiri berkaitan dengan pelayanan yang tidak berkualitas termasuk dalam
penerapan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), sbb:

Data di Dunia:
 Pelayanan sub-standard: WHO, OECD dan WB 2018, melaporkan bahwa 8 - 10 %
kemungkinan seseorang terinfeksi setelah mengalami perawatan di fasilitas kesehatan
akibat pelayanan yang sub-standar. Pelayanan sub-standar dapat menyebabkan
kerugian ekonomi hingga mencapai trilliunan dollars setiap tahun serta dapat
mengakibatkan kecatatan dan pelayanan ber-biaya tinggi.
 Angka kejadian HAIs (Healthcare Associated Infections):: rata-rata 1 dari 10
pasien terkena HAIs (Setiap 100 pasien ditemukan 7 kasus di negara maju dan 15
kasus di negara berkembang). HAIs di ICU di negara maju mencapai angka 30%
pasien sementara di negara berkembang bisa lebih tinggi 2-3 kalinya. Tercatat 4-6%
kematian neonatal yang dirawat di rumah sakit berkaitan dengan HAIs.
 Beban ekonomi dan kemanuasiaan: diperkirakan 15% belanja fasilitas kesehatan
habis terpakai oleh karena kesalahan penanganan atau akibat pasien terinfeksi saat
perawatan dirumah sakit. Beban pembiayaan meningkat disebabkan oleh waktu rawat
lebih panjang, kecacatan dan kemungkinan bertambahnya Risiko resisten anti
mikroba. Oleh sebab itu HAIs meningkatkan beban kemanusiaan dan ekonomi setiap
bangsa akibat kematian yang sebenarnya tidak seharusnya terjadi.
 Penggunaan alat suntik ulang: terdapat sekitar 16 milliar injeksi yang diberikan
setiap tahun diseluruh dunia, 70% diantaranya merupakan penggunaan ulang alat
suntik di negera berkembang yang sangat berisiko terhadap HAIs.
 Hand Hygine: secara global, rata-rata 61% petugas kesehatan tidak mematuhi praktek
kebersihan tangan yang direkomendasikan.
 Persalinan dan Tenaga Kesehatan Terlatih: walaupun angka kehadiran tenaga
kesehatan terlatih dalam persalinan meningkat dari 58% pada tahun 1990 menjadi
73%
pada tahun 2013, terutama disebabkan oleh bertambahnya jumlah persalinan di
fasilitas kesehatan, masih ada ibu dan bayi, yang bahkan setelah tiba di fasilitas
kesehatan, meninggal atau mengalami kecacatan seumur hidup akibat rendahnya
mutu layanan kesehatan. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa
sekitar 303.000 ibu dan 2.7 juta bayi meninggal tiap tahun karena terkait mutu layanan
saat persalinan dan lebih banyak lagi akibat penyakit yang seharusnya dapat dicegah.
Bahkan, 2.6 juta bayi terlahir dalam keadaan meninggal tiap tahunnya
 Dampak Luka Operasi pada kesehatan wanita: di Afrika, 20% wanita mendapatkan
infeksi luka pasca operasi caesar, yang selanjutnya berdampak pada kesehatan dan
kemampuan mereka untuk merawat bayinya.
 Resistensi anti-mikroba: pasien yang terinfeksi Staphylococcus Aureus (MRSA) yang
resistan terhadap metisilin meninggal 50% lebih tinggi jika dibandingkan dengan
mereka yang terinfeksi dengan jenis yang tidak resisten.

Data di Indonesia:
 Kejadian HAIs: kejadian HAIs mencapai 15,74% jauh lebih tinggi diatas negara maju
yang berkisar 4,8 – 15,5%. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah salah satu kejadian
infeksi yang paling sering terjadi yakni sekitar 40% dari seluruh kejadian infeksi yang
terjadi dirumah sakit setiap tahunnya (Arisandy, 2013).
 Penggunaan abtibiotik: kasus HAIs diperburuk oleh Peresepan antibiotik di Indonesia
yang cukup tinggi dan kurang bijak terutama pada ISPA dan Diare. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa telah muncul mikroba yang resisten untuk Methicillin Resitant
Staphylococcus Aureus (MRSA), resisten multi obat pada penyakit tuberculosis (MDR-
TB) dan lain-lain. Dampak dari resisten obat adalah meningkatnya morbiditas,
mortalitas dan biaya kesehatan termasuk saat dirawat di fasilitas kesehatan yang pada
akhirnya akan menjadi ancaman nasional bagi kesehatan,
 Germas: Riskesdas 2018 menunjukkan indikator Germas (aktifitas fisik, makan buah,
sayur, tidak merokok) tidak menunjukkan pebaikan sejak 5 tahun lalu. Proporsi perilaku
cuci tangan dengan sabun di masyarakat secara nasional 49, 5%. Sementara itu, hasil
penelitian di RSUD Badung – Bali, tahun 2013 menunjukkan bahwa tenaga kesehatan
yang memiliki disiplin baik dalam mencuci tangan sebanyak 58,1%.

Oleh karena itu pada tahun 2017 telah disusun Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi selanjutnya di singkat PPI di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, kemudian ditetapkan
sebagai Peraturan Menteri Kesehatan No. 27/2017. Pedoman ini ditujukan untuk seluruh
fasilitas kesehatan baik pelayanan dasar (FKTP) maupun untuk rumah sakit (FKTL), tanpa
kecuali milik pemerintah maupun swasta. Peraturan Menteri tersebut sekaligus merupakan
revisi dari peraturan sebelumnya yang hanya berfokus di rumah sakit. Sebagaimana
diketahui bahwa penerapan PPI di rumah sakit bukanlah sesuatu hal baru karena sudah
dilakukan sejak beberapa tahun sebelumnya. Namun untuk pelayanan dasar, penerapan
PPI dimaksud masih relatif baru atau belum dilakukan.

Selanjutnya dalam pasal 3 ayat 4 Permenkes tersebut, disebutkan bahwa Pencegahan


dan Pengendalian Infeksi mencakup infeksi terkait pelayanan kesehatan (HAIs) dan
infeksi yang bersumber dari masyarakat. Penjelasan tentang PPI terkait HAIs cukup
detail meskipun belum dibedakan antara RS dan FKTP. Sementara itu, PPI yang
bersumber dari masyarakat belum tersedia pembahasannya.

Seperti diketahui bahwa, prinsif penerapan PPI di fasiltas kesehatan berlaku sama, namun
karena adanya perbedaan ketersediaan sumber daya manusia, kompetensi dan
kewenangan, ketersediaan alat kesehatan, sarana, prasarana, lingkungan, sasaran
maupun tempat pelaksanaan kegiatan maka penatalaksanaannya perlu penyesuaian.
Oleh karena itu dalam Pedoman Teknis PPI ini, aspek tersebut akan dibahas secara detail
agar dapat menjadi acuan bagi FKTP, khususnya puskesmas yang pelayanannya bukan
hanya di fasiltas kesehatan (dalam Gedung) tetapi juga memberikan pelayanan diluar
fasilitas kesehatan (luar Gedung) atau langsung di masyarakat yang dikenal sebagai
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM).

Atas dasar berbagai pertimbangan tersebut diatas maka Direktorat Mutu Pelayanan
Kesehatan Kementerian Kesehatan memfasilitasi penyusunan Pedoman Teknis
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di FKTP bersama lintas program terkait di
Kementerian Kesehatan dan institusi terkait. Oleh karena itu pedoman teknis ini
diharapkan menjadi acuan bagi semua FKTP dalam memberikan pelayanan yang
bermutu, sesuai standar, mengutamakan keselamatan pasien, petugas dan masyarakat
menuju terwujudnya UHC yang berkualitas di 2030 sebagaimana yang diharapkan oleh
WHO.

Akreditasi FKTP adalah salah satu pendekatan untuk mengukur sejauh mana setiap
fasilitas kesehatan melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan, pedoman, panduan
dan standar yang berlaku di Indonesia. Dengan disusunnya Pedoman Teknis Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di FKTP ini yang merupakan penjabaran secara teknis dari
Permenkes 27/2017 Tentang PPI di Fasilitas Kesehatan, Permenkes 43/2019 tentang
Puskesmas, serta Permenkes lainnya yang relevan dengan PPI, maka dengan sendirinya
akan menjadi salah satu dasar dalam persiapan, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian
mutu layanan di FKTP.
B. DASAR HUKUM

Landasan hukum yang dijadikan acuan dalam penyusunan buku Pedoman Teknis
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ini, sbb:
1. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
2. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2016 tentang
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 tahun 2017 tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 tahun 2015 tentang Program
Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 tahun 2015 tentang Standar Akreditasi
Puskesmas, Klinik Pratama, TPMD dan TPMDG
10. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 56 tahun 2015
tentang Tatacara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

C. TUJUAN, SASARAN DAN RUANG LINGKUP

1. TUJUAN
Umum:

Tersedianya Pedoman Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas


Kesehatan Tingkat Pertama, agar sumber daya manusia kesehatan, pasien dan
masyarakat terlindungi keselamatannya sebagai bagian dari upaya peningkatan
mutu pelayanan kesehatan di pelayanan kesehatan dasar.

Khusus:
a) Mengetahui konsep dasar, pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)
b) Memahami dan mampu melaksanakan PPI sesuai standar termasuk edukasi
ke pengguna layanan atau masyarakat di FKTP.
c) Tersedianya kebijakan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk penerapan
PPI di FKTP.
d) Terlaksananya pencatatan, pelaporan, monitoring, audit atau evaluasi,
pengembangan serta tindaklanjut yang dibutuhkan dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan dasar di FKTP.

2. SASARAN
Sasaran Pedoman Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di FKTP ini,
adalah para pelaku kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama,
yakni:
a. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
b. Klinik pratama.
c. Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi
d. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai Pembina FKTP.

3. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup Pedoman Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di FKTP
ini meliputi :

 Kewaspadaan isolasi (kewaspadaan standar dan kewaspadaan


transmisi)
 Pencegahan dan pengendalian infeksi dengan sistem bundles.
 Penerapan PPI di unit pelayanan UKP dan UKM.
 Pendidikan dan pelatihan
 Penggunaan antimikroba yang bijak
 Surveilans
 Manajemen dan tatakelola PPI di FKTP

Materi-materi tersebut merupakan pengetahuan dasar yang harus dipahami oleh


pengelola maupun petugas sebelum menerapkan PPI di FKTP.

Mengingat disparitas kemampuan setiap FKTP cukup beragam maka dalam


pedoman ini juga diuraikan secara detail bagaimana penerapan PPI di setiap unit
pelayanan yang disediakan oleh FKTP termasuk pada kondisi minimal.
Sebagaimana disebutkan dalam Permenkes 27/2017 bahwa PPI mencakup Infeksi
yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan (HAIs) serta infeksi yang bersumber
dari masyarakat. Di puskesmas, pelayanan yang diberikan tidak hanya mencakup
pelayanan Perseorangan (UKP) yang disediakan difasilitas kesehatan namun
terdapat banyak kegiatan atau pelayanan yang langsung di masyarakat atau diluar
fasilitas kesehatan yang selama ini dikenal sebagai Upaya Kesehatan Masyarakat
(UKM).

Untuk mencegah atau memutus mata rantai penularan suatu penyakit infeksi tidak
cukup hanya dari sisi petugas, tetapi harus melibatkan pasien atau masyarakat
yang dilayani. Masyarakat atau sasaran pelayanan perlu diberikan edukasi tentang
apa yang harus dilakukan sebelum atau saat bertemu dengan petugas kesehatan
baik di fasilitas kesehatan maupun saat dilapangan termasuk saat kembali ke
rumah.

Penerapan PPI di FKTP harus mampu laksana oleh sebab itu dibutuhkan
perencanaan berkaitan dengan penyediaan sumber daya (SDM, Sarpras, Alat dan
biaya) yang tentu sangat membutuhkan dukungan dari stakeholders terkait seperti
Pemerinrah Daerah, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, atau pemilik FKTP, dll.

D. PENGERTIAN

1. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah


upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas,
pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Healthcare Associated Infections) yang
selanjutnya disingkat HAIs adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama
perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika
masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam
rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada
petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah sarana (tempat dan/atau alat) yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat.
4. Bundles adalah merupakan sekumpulan praktik berbasis bukti sahih yang
menghasilkan perbaikan keluaran poses pelayanan kesehatan bila dilakukan
secara kolektif dan konsisten.
5. Kolonisasi adalah suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi, dimana
organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak tetapi tanpa disertai
adanya respon imun atau gejala klinik.
6. Infeksi adalah suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme)
terdapat respon imun tetapi tidak disertai gejala klinik.
7. Penyakit infeksi adalah suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi yang
disertai adanya respons imun dan gejala klinik.
8. Penyakit menular adalah penyakit (infeksi) tertentu yang dapat berpindah dari satu
orang ke orang lain baik langsung maupun tidak langsung.
9. Disinfektan adalah senyawa kimia yang bersifat toksik dan memiliki kemampuan
membunuh mikroorganisme yang terpapar secara langsung namun tidak memiliki
penetrasi sehingga tidak mampu membunuh mirkoorganisme yang terdapat di
dalam celah atau cemaran mineral.
10. Antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang hidup seperti pada
permukaan kulit dan membran mukosa.
11. Surveilans adalah Suatu proses pelaksanaan kegiatan yang dilakukan secara terus
menerus, komprehensif dan dinamis berupa perencanaan, pengumpulan data,
analisis, interprestasi, komunikasi dan evaluasi dari data kejadian infeksi yang
dilaporkan secara berkala kepada pihak yang berkepentingan berfokus pada
strategi pencegahan & pengendalian infeksi
12. Infection Control Risk Assesment (ICRA) adalah Penilaian Risiko Pengendalian
Infeksi adalah proses multidisiplin yang berfokus pada pengurangan risiko dari
infeksi ke pasien, dg perencanaan fasilitas, desain, dan konstruksi kegiatan
13. Audit adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka
mengumpulkan data, informasi secara objektive terhadap suatu masalah.
14. Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) adalah berbagai upaya pelayanan
kesehatan yang diberikan secara Perseorangan yang pada umunnya bersifat
kuratif.
15. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) adalah berbagai upaya pelayanan kesehatan
yang diberikan di masyarakat yang pada umumnya bersifat promotif dan preventif.
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT INFEKSI, PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI

A. KONSEP DASAR DAN DAMPAK INFEKSI

1. Konsep Infeksi

Penyakit infeksi yang didapat di rumah sakit sebelumnya disebut sebagai Infeksi
Nosokomial (Hospital Acquired Infection), selanjutnya dalam PMK 27/2017 diubah
menjadi Infeksi Terkait Layanan Kesehatan atau Healthcare Associated Infections
(HAIs) dengan pengertian yang lebih luas, yaitu kejadian infeksi tidak hanya berasal
dari rumah sakit, tetapi juga yang diperoleh di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Tidak terbatas infeksi kepada pasien namun dapat juga kepada petugas kesehatan
dan pengunjung yang tertular pada saat berada di dalam lingkungan fasilitas
pelayanan kesehatan.
Dalam Permenkes tersebut Infeksi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang
disebabkan oleh mikroorganisme patogen, dengan/tanpa disertai gejala klinik. Infeksi
yang terkait pelayanan kesehatan atau Healthcare Associated Infections selanjutnya
disIngkat HAIs merupakan infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di
rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan
tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tetapi muncul setelah
pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga
kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan difasilitas pelayanan. Sumber
infeksi dapat berasal dari
masyarakat/komunitas (Community Acquired Infection) atau dari
fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan kesehatan Lainnya termasuk di FKTP.
Untuk memahami bagaimana infeksi terkait layanan kesehatan (HAIs) terjadi serta
mampu menyusun strategi pencegahan dan pengendalian infeksi dibutuhkan
pengetahuan yang baik bagi petugas mulai penyebab infeksi, rantai penularan
penyakit infeksi, faktor risiko dan dampaknya.

Penyebab Penyakit Infeksi, sbb:


a) Infeksi Virus
Virus adalah merupakan salah satu penyebab penyakit infeksi yang paling
sering ditemui. Virus tIdak dapat diamati dengan mikroskop biasa karena
ukurannya yang sangat kecil (+1/50 bakteri). Virus mengandung sejumlah kecil
asam nukleat (DNA atau RNA) tetapi tidak kombinasi keduanya. Virus
diselubungi semacam
bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi
ketiganya. Virus bersifat parasit obligat, hal tersebut disebabkan karena virus
hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan
memanfaatkan sel makhluk hidup. Dengan kata lain Virus tidak bisa hidup di
alam bebas, hanya bisa hidup sebagai parasit dalam inangnya baik hewan,
tumbuhan, atau manusia. Namun tiap-tiap virus hanya menyerang sel-sel
tertentu dari inangnya. Jika tubuh inang tidak mampu mengatasi atau
mengendalikannya maka sel inang akan rusak atau sakit.
Virus berkembangbiak dalam sel inangnya dengan cara memasukkan asam
nukleat ke inti sel inang. Replikasi terjadi melalui penggandaan materi genetik
sel inang dan mengambil alih metabolisme sel inang untuk membentuk materi
genetik virus itu sendiri. Itulah sebabnya virus dapat berkembang biak dengan
sangat cepat menjadi epidemi bahkan pandemi.
Beberapa penyakit akibat infeksi virus yang banyak ditemukan di Indonesia,
antara lain:
 Influenza,
 Campak,
 Hepatitis,
 Demam Berdarah (DBD),
 HIV/AIDS,.
 Flu Burung, SARS, Novel Coronavirus (Covid-19), dll.

b) Infeksi Bakteri

Bakteri adalah kelompok mikroorganisme yang tidak memiliki membran inti sel,
dan berukuran sangat kecil, namun lebih besar dari virus. Bakteri memiliki peran
besar dalam kehidupan manusia karena dapat memberikan manfaat dibidang
pangan, pengobatan, dan industri. Namun kelompok bakteri yang patogen justru
sangat merugikan manusia.

Bakteri dapat ditemukan di hampir semua tempat: di tanah, air, udara, dalam
simbiosis dengan organisme lain maupun sebagai agen parasit (patogen), bahkan
dalam tubuh manusia. Pada umumnya, bakteri berukuran 0,5-5 μm, tetapi ada
bakteri tertentu yang dapat berdiameter hingga 700 μm

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri pathogen yang banyak ditemukan
di Indonesia, adalah sbb:
 Demam Tifoid.
 Tuberkulosis (TB).
 Pneumonia.
 Infeksi saluran kemih.
 Difteri, Batuk Rejan (pertusis), Sepsis, dll.

c) Infeksi Jamur
Di Indonesia, Jamur merupakan salah satu penyebab infeksi yang cukup
banyak. Jamur mudah tumbuh di daerah beriklim tropis, hangat, kelembaban
tinggi, dan tidak higianes. Jamur adalah organisme yang dapat hidup secara
alami di tanah atau tumbuhan. Bahkan jamur bisa hidup di kulit manusia.
Meskipun normalnya tidak berbahaya, namun beberapa jamur dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan serius.
Beberapa contoh penyakit jamur yang sering terjadi antara lain:
 Infeksi jamur kaki (Athlete’s foot)
 Infeksi jamur kulit (panau), pada kuku, dan infeksi jamur pada vagina,
Histoplasmosis, Blastomycosis, Candidiasis, dan Aspergillosis.
 Sebagian jenis jamur juga dapat menyebabkan Meningitis dan
Pneumonia.

d) Infeksi parasit
Parasit adalah organisme yang hidup pada atau di dalam makhluk hidup lain
(inang) dengan menyerap nutrisi, tanpa memberi bantuan atau manfaat lain
padanya.
Parasit dapat menyerang manusia dan hewan. Parasit penyebab infeksi yang
banyak ditemui, antara lain:
 Cacing,
 Amuba,
 Malaria,
 Giardiasis,
 Amebiasis,
 Toksoplasmosis, dll.
2. Rantai Penularan Penyakit Infeksi

Rantai Infeksi (chain of infection) merupakan rangkaian yang dibutuhkan untuk


terjadinya infeksi. Dalam melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi
dengan efektif, perlu dipahami secara cermat rantai infeksi. Kejadian infeksi di fasilitas
pelayanan kesehatan dapat disebabkan oleh 6 komponen rantai penularan, apabila
satu mata rantai diputus atau dihilangkan, maka penularan infeksi dapat dicegah atau
dihentikan.

Gambar 1. Enam komponen rantai penularan infeksi

Berdasarkan gambar diatas, rantai penularan infeksi dapat dijelaskan sbb:

a) Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme penyebab infeksi


sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya berupa bakteri, virus, jamur dan
parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya
infeksi yaitu: patogenitas, virulensi dan jumlah (dosis, atau “load”). Makin cepat
diketahui agen infeksi dengan pemeriksaan klinis atau laboratorium mikrobiologi,
semakin cepat pula upaya pencegahan dan penanggulangannya bisa
dilaksanakan
b) Reservoir atau wadah tempat/sumber agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang biak dan siap ditularkan kepada pejamu atau manusia. Berdasarkan
penelitian, reservoir terbanyak adalah pada manusia, alat medis, binatang,
tumbuh-tumbuhan, tanah, air, lingkungan dan bahan-bahan organik lainnya.
Dapat juga ditemui pada orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir mulut,
saluran napas atas, usus dan vagina juga merupakan reservoir.
c) Tempat keluar (portal of exit): adalah tempat agen infeksi meninggalkan
reservoir misalnya melalui saluran napas, saluran cerna, kemih, luka pada kulit
atau transplasenta.
d) Cara penularan: Cara penularan atau metode transmisi adalah metode transport
mikroorganisme dari wadah/reservoir ke pejamu yang rentan melaui kontak
(langsung dan tidak langsung), droplet, airborne, melalui vehikulum (makanan,
air/minuman, darah) dan melalui vektor (biasanya serangga dan binatang
pengerat).
e) Tempat masuk (portal of entry): adalah tempat agen infeksi memasuki host,
misalnya saluran napas, saluran cerna, kemih, mata, kelamin atau kulit yang
tidak utuh.
f) Pejamu rentan adalah seseorang dengan kekebalan tubuh menurun sehingga
tidak mampu melawan agen infeksi. Faktor yang dapat mempengaruhi kekebalan
adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas,
trauma, pasca pembedahan dan pengobatan dengan imunosupresan.

Pencegahan suatu penyakit infeksi adalah dengan menghilangkan atau memutus


salah satu komponen diatas. Keberhasilan fasilitas kesehatan memutus rantai infeksi
tersebut sangat bergantung kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan standar
prosedur yang telah ditetapkan baik saat memberikan pelayanan dalam fasiltas
kesehatan maupun diluar fasilitas kesehatan (dilapangan). Selain itu perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS) pengguna layanan dan masyarakat juga sangat
berpengaruh terhadap kejadian infeksi khususnya yang bersumber dari masyarakat.

Tindakan pencegahan ini dalam PPI dikenal sebagai Kewaspadaan Isolasi atau
Isolation Precautions yang terdiri dari dua pilar, tingkatan atau lapis yaitu
Kewaspadaan Standar (Standard Precautions) dan Kewaspadaan Transmisi
(Transmission based Precautions) yang merupakan prinsip dalam Pencegahan dan
pengendalian infeksi. Tindakan Kewaspadaan Isolasi dimaksud akan menjadi pokok
bahasan pedoman teknis PPI ini pada bab berikutnya.

3. Dampak Infeksi Pada Pelayanan Kesehatan

Infeksi yang didapat di fasilitas pelayanan kesehatan dapat berkembang dan


menciptakan serangkaian masalah baru bagi pasien sehingga menjadi risiko dan
ancaman pada kelangsungan hidup mereka. Menurut CDC, sekitar satu dari 25
pasien memiliki infeksi yang didapat di peayanan kesehatan. Ada berbagai jenis
infeksi yang
berhubungan dengan fasilitas pelayanan kesehatan, seperti infeksi aliran darah akibat
pemasangan intra vena kateter, infeksi saluran kemih terkait pemasangan urine
kateter, infeksi di lokasi pembedahan dan infeksi pneumonia terkait pemasangan
ventilator.

Di FKTP (Puskesmas, klinik, praktek pratama), tindakan medis/invasif sederhana


biasa dilakukan kepada pasien sebagai salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang
tentunya akan berisiko terjadinya infeksi jika standar prosedur pelayanan kesehatan
diabaikan. Dalam beberapa kasus infeksi dapat ditularkan dari pasien ke pasien atau
dari petugas ke pasien atau sebaliknya pada saat pelayanan umum berjalan
disebabkan antrian yang panjang karena menunggu pelayanan atau pada saat
tindakan pelayanan persalinan serta tindakan medis sederhana lainnya.

Beberapa dampak terjadinya infeksi pada pelayanan kesehatan yang dilaksanakan


tidak sesuai standar antara lain:
a) Meningkatkan morbiditas: lama hari rawat meningkat pada orang yang
mengalami HAIs. Masa tinggal yang lebih lama menyebabkan potensi tertular
dan menularkan lebih tinggi, serta mengurangi hak pengguna lain.
b) Meningkatkan motalitas: dalam beberapa kasus, infeksi yang didapat di fasilitas
kesehatan bisa berakibat fatal menyebabkan komplikasi dan kematian.
c) Menurunnya produktifitas pasien atau masyarakat: HAIs memperpanjang waktu
pemulihan dan menghilangkan produktifitas (pasien tidak bisa segera kembali
bekerja, yang berakibat hilangnya upah).
d) Karena waktu rawat yang lama menyebabkan penggunaan sumber daya
menjadi tidak efisien sehingga mengganggu kemampuan pembiayaan fasilitas
kesehatan.
e) Memicu munculnya ketidakpuasan pelanggan dan citra buruk bagi fasilitas
pelayanan kesehatan. Sehingga potensi meningkatnya tuntutan hukum
semakin besar yang dapat menimbulkan kerugian material dan immaterial bagi
fasilitas kesehatan.
B. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)

1. Tujuan PPI
Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi bertujuan untuk melindungi
pasien, petugas kesehatan, pengunjung yang menerima pelayanan kesehatan
termasuk masyarakat dalam lingkungannya dengan cara memutus mata rantai
penularan penyakit infeksi melalui penerapan PPI yang meliputi kewaspadaan Isolasi,
pencegahan dan pengendalian infeksi dengan bundles, pendidikan dan pelatihan,
surveilans HAIs, dan penggunaan anti mikroba yang bijak.

2. Manfaat PPI
a) Mencegah dan melindungi pasien, petugas, pengunjung serta masyarakat
sekitar fasilitas pelayanan kesehatan dapat terhindar dari risiko dan paparan
terjadinya penularan infeksi baik yang terjadi saat pelayanan di fasilitas
kesehatan (dalam Gedung) maupun pelayanan di masayarakat diluar fasilitas
kesehatan.
b) Menurunkan atau meminimalkan kejadian infeksi berhubungan dengan
pelayanan kesehatan pada pasien, petugas dan pengunjung serta masyarakat
sekitar fasilitas kesehatan, dengan mempertimbangkan cost effectiveness.
c) Dapat memberikan gambaran atau informasi tentang kualitas pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh FKTP sesuai standar yang berlaku.
d) Pengelolaan sumberdaya dapat lebih efektif dan efesien melalui manajemen
PPI sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pembinaan, monintoring
dan evaluasi (audit) serta pelaporan kejadian infeksi.

3. Strategi Implementasi PPI


Penerapan PPI di FKTP diharapkan mampu laksana, efesien, efektif namun harus
tetap mengikuti kebijakan dan standar yang sudah ditetapkan. Untuk itu setiap FKTP
perlu menerapkan strategi berikut ini:
a) Membuat kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan
kesehatan (membuat kebijakan, menetapkan komite/Tim/Penanggungjawab
PPI, menyediakan pedoman/panduan/SOP pelaksanaan PPI) mengacu pada
peraturan dan perundangan undangan yang berlaku.
b) Merencanakan dan memenuhi sarana, prasarana dan anggaran untuk
pelaksanaan PPI di lapangan sesuai kemampuan dan skala prioritas yang
ditetapkan oleh FKTP.
c) Menerapkan PPI secara konsisten dan berkelanjutan dalam pelayanan
kesehatan di FKTP baik didalam fasilitas kesehatan maupun yang dilaksanakan
diluar fasilitas kesehatan (luar gedung) yang tercermin dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, pengawasan, evaluasi dan pembinaan.
d) Pelaporan kejadian infeksi, melakukan Infection Control Risk Assessment
(ICRA) sebagai bentuk tindak lanjut perbaikan mutu pelayanan yang
berkesinambungan.
BAB III
RUANG LINGKUP PROGRAM
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

Fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, klinik kesehatan


menjadi salah satu sumber infeksi terbesar dalam dunia kesehatan, dimana infeksi dapat
berasal dari pasien, petugas, maupun pengunjung melalui obyek yang terkontaminasi berupa
darah, saliva, sputum, cairan nasal, cairan dari luka, urin dan eksresi lainnya.

PPI di FKTP harus dapat mencakup pencegahan dan pengendalian infeksi yang terjadi
berkaitan dengan pelayanan yang diberikan didalam fasilitas kesehatan (HAIs), maupun
infeksi yang bersumber dari masyarakat melalui pelayanan yang diberikan diluar fasilitas
kesehatan. Infeksi terkait pelayanan di fasilitas kesehatan (HAIs) relatif lebih mudah
diidentifikasi sumber penularannya sehingga pencegahan dan pengendaliannya juga relatif
lebih mudah dibandingkan dengan infeksi yang bersumber dari masyarakat.

Upaya pencegahan dan pemutusan rantai penularan penyakit infeksi, baik untuk
pelayanan yang diberikan didalam fasilitas kesehatan maupun diluar fasilitas kesehatan
seharusnya dilakukan secara parallel. Penyesuaian mungkin diperlukan karena pelayanan
yang dilaksanakan diluar fasilitas kesehatan pada umumnya terkendala oleh ketesediaan
sarana, prasarana, alat kesehatan, obat dan sumberdaya lainnya yang terbatas namun harus
tetap memenuhi prinsif dasar PPI (secara detail akan dibahas pada Bab IV).

Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di FKTP meliputi penerapan


Kewaspadaan Isolasi (kewaspadaan standar dan transmisi), sistem bundles, pendidikan
dan pelatihan, penggunaan Antimikroba yang bijak, surveilance serta monitoring dan
evaluasi.

A. KEWASPADAAN ISOLASI

Kewaspadaan isolasi adalah tindakan pencegahan atau pengendalian infeksi yang harus
diterapkan difasilitas pelayanan kesehatan, dimaksudkan untuk menurunkan risiko trasmisi
penyakit dari pasien ke pasien lain, pasien ke petugas kesehatan/pengunjung/masyarakat
atau sebaliknya. Kewaspadaan isolasi dibagi menjadi dua (2) pilar atau tingkatan, yaitu
Kewaspadaan Standar (Standard precautions) dan Kewaspadaan Transmisi atau
berdasarkan cara penularan (Transmission based precautions)
1. Kewaspadaan Standar (standard precautions)
Pengertian: kewaspadaan Standar adalah praktek pencegahan infeksi minimum yang
berlaku untuk semua prosedur atau perawatan pasien, terlepas dari status infeksi pasien
yang dicurigai atau konfirmasi yang dilaksanakan dalam standar apapun perawatan
kesehatan diberikan. Kewaspadaan standar harus dilaksanakan secara rutin dan
berkelanjutan di semua fasilitas pelayanan kesehatan terutama saat memberikan
pelayanan kepada pasien atau di masyarakat. Kewaspadaan Standar yang merupakan
dasar PPI sangat penting dalam pencegahan penularan infeksi kepada pasien, petugas,
atau pengguna layanan. Bila dilakukan dengan benar, akan mencegah risiko kontaminasi
melalui cairan tubuh, darah, sekret, ekskresi, kulit yang tidak utuh.
Kewaspadaan Standar meliputi kebersihan tangan, penggunaan APD, Pengendalian
lingkungan, pengelolaan alat medis yang telah digunakan, pengelolaan linen, penyuntikan
yang aman, pengelolaan limbah dan benda tajam, kebersihan pernapasan, etika batuk,
jaminan kesehatan karyawan.

a) Kebersihan Tangan (Hand Hygiene)

(1) Pengertian: Kebersihan tangan adalah cara membersihkan tangan dengan


menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan terlihat kotor atau terkena cairan
tubuh, atau menggunakan cairan yang berbasis alkohol (alcohol – base handrubs)
bila tangan tidak tampak kotor. Kebersihan tangan dianggap sebagai salah satu
elemen terpenting dari PPI. Infeksi sebagian besar dapat dicegah melalui
kebersihan tangan dengan cara yang benar dan dengan waktu yang tepat (WHO,
2019). Sebagaimana diketahui bahwa tangan petugas kesehatan sering terpapar
dengan bakteri patogen dari pasien dan permukaan lingkungan kerja. Bakteri
patogen dipindahkan dari tangan petugas ke pasien, atau sebaliknya atau dari
lingkungan yang terkontaminasi. Tangan yang terkontaminasi merupakan salah
satu media penyebab penularan infeksi di fasiltas pelayanan kesehatan.
(2) Tujuan untuk mencegah terjadi kontaminasi silang dari tangan petugas saat
melakukan tindakan aseptik atau saat memberikan pelayanan kesehatan.
(3) Manfaat mencegah agar tidak terjadi infeksi, kolonisasi pada pasien dan
mencegah kontaminasi dari pasien ke lingkungan kerja petugas.
(4) Prinsip Kebersihan Tangan
(a) Pastikan semua petugas kesehatan sudah memahami 5 momen (waktu) serta
6 (enam) langkah kebersihan tangan dan melaksanakan dengan benar,
melakukan cuci tangan dengan air mengalir dan sabun jika tangan kotor
serta menggunakan cairan berbasis alkohol jika tangan tampak bersih.
Ratakan cairan dikedua Gosok pungung tangan dan Gosok telapak tangan dan sela
telapak tangan sela sela jari kiri dan kanan sela jari

Punggung jari jari dengan Gosok ibu jari kiri dan Gosok ujung jari jari dengan
kedua tangan saling mengunci kanan berputar dalam gerakan memutar di tengah
genggaman tangan telapak tangan

Gambar 2. Enam langkah kebersihan tangan

(b) Kebersihan tangan dilakukan pada 5 (lima) momen yaitu sebelum menyentuh
pasien, setelah menyentuh pasien, sebelum tindakan aseptik, setelah
terkontaminasi cairan tubuh pasien atau benda yang sudah terkontaminasi
atau kotor.

Gambar.3 Lima momen untuk kebersihan tangan (Sumber, WHO 2009)

(c) Mematuhi langkah langkah kebersihan tangan secara berurutan dengan baik
dan benar.
(d) Tersedia sarana kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun serta
cairan berbasis alkohol dalam dispenser tertutup.
(e) Dilakukan audit kepatuhan kebersihan tangan secara berkala serta upaya
peningkatan kepatuhan dalam memenuhi target pencapaian kepatuhan
petugas.
(f) Sebelum melakukan kebersihan tangan, jaga kebersihan tangan individu
dengan memastikan kuku tetap pendek, bersih dan bebas dari perwarnaan
kuku dan tidak menggunakan kuku palsu, hindari pemakaian asesoris tangan
(jam tangan, perhiasan di tangan), tutupi luka atau lecet dengan pembalut
anti air.
(g) Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir bila jelas terlihat kotor atau
terkontaminasi oleh bahan yang mengandung protein dan lemak.
(h) Bebaskan area tangan sampai pergelangan tangan jika menggunakan baju
lengan Panjang (digulung keatas).
(i) Gunakan bahan yang mengandung alkohol untuk mendekontaminasi tangan
secara rutin, bila tangan TIDAK jelas terlihat kotor.
(j) JANGAN gunakan antiseptik berbasis alkohol bila tangan jelas terlihat kotor.
(k) Sabun cair dianjurkan didalam botol ber dispenser, jika menggunakan sabun
batangan maka sabun di potong kecil untuk sekali pakai.
(l) Kertas tisu sekali pakai sebagai pengering tangan, jika tidak memungkinkan
dapat menggunakan handuk sekali pakai lalu dicuci kembali.
(5) Jenis-Jenis Kebersihan Tangan
(a) Membersihkan tangan dengan sabun dan air mengalir.
(b) Menggosok tangan menggunakan cairan berbasis alkohol.

(6) Indikasi dan Prosedur Kebersihan Tangan


(a) Membersihkan Tangan dengan Sabun dan Air Mengalir
 Indikasi: Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir harus dilakukan
ketika tangan terlihat kotor atau ketika akan menggunakan sarung tangan
yang dipakai dalam perawatan pasien.
 Prosedur:
 Pastikan semua assesoris yang menempel di tangan (Cincin, jam
tangan) tidak terpakai dan kuku harus pendek serta tidak menngunakan
pewarna kuku (Kuteks dll).
 Jika lengan baju sampai ke pergelangan tangan maka sisihkan terlebih
dahulu dengan menaikan lengan baju sampai ke 2/3 tangan ke arah
siku tangan.
 Atur aliran air mengalir dan temperatur (jika ada).
 Basahi tangan dan ambil cairan sabun/sabun antiseptik + 2 cc ke
telapak tangan.
 Lakukan langkah kebersihan tangan dengan langkah berikut

Gambar 4. Langkah cuci tangan dengan air mengalir

(b) Membersihkan tangan dengan cairan berbasis alkohol/handrubs


 Indikasi: handrub berbasis alkohol digunakan sebagai alternatif untuk
membersihkan tangan bila terlihat tidak kotor atau terkontaminasi dan
bila cuci tangan dengan air mengalir sulit untuk di akses (mis.
ambulans, home care, imunisasi di luar gedung, pasokan air yang
terputus).
 Prosedur:
 Siapkan Handrub (kemasan siap pakai dari pabrik atau campuran
97 ml alkohol 70% dalam 3 ml gliserin, jika dibuat secara masal
tidak lebih dari 50 liter persekali pembuatan). Jika sudah tersedia
dalam produk siap pakai pakai maka ikuti instruksi pabrik cara
penggunaannya.
 Lakukan kebersihan tangan dengan cairan berbasis alkohol dengan
waktu 20 – 40 detik.

Gambar 5. Langkah kebersihan tangan dengan hundrub

(7) Sarana Kebersihan Tangan


(a) Wastafel dengan air mengalir menggunakan keran bertangkai, sabun cair
dalam dispenser, pengering tangan (tisu atau handuk sekali pakai) dan tempat
sampah non infeksius atau Penampung air (ember) yang diberi keran air dan
penampung air limbah cuci tangan sabun dalam dispenser, tisu atau handuk
sekali pakai, tempat limbah non infeksius.
Gambar 6. Contoh wastafel atau penampung air yang dipasangi keran

(b) Handrub kemasan pabrik yang banyak tersedia dalam produk siap pakai pakai
(jika demikian, ikuti instruksi pabrik untuk digunakan) atau siapkan alkohol
tangan dengan mencampurkan 97 ml alkohol 70% dalam 3 ml gliserin. Ini
dapat disiapkan secara massal (tidak lebih dari 50 Liter dibuat sekali waktu

Campurkan: 97 ml alkohol 70%


dalam 3 ml gliserin
=
ATAU
100 ml handrub

Gambar 7. Hundrub dan alternatif pembuatan hundrubs

b) Alat Pelindung Diri (APD)

(1) Pengertian: Alat pelindung diri (APD) adalah perangkat alat yang dirancang
sebagai penghalang terhadap penetrasi zat, partikel padat, cair, atau udara untuk
melindungi pemakainya dari cedera atau penyebaran infeksi atau penyakit.
Apabila digunakan dengan benar, APD bertindak sebagai penghalang antara
bahan infeksius (misalnya virus dan bakteri) dan kulit, mulut, hidung, atau mata
(selaput lendir) tenaga kesehatan dan pasien. Penghalang memiliki potensi untuk
memblokir penularan kontaminan dari darah, cairan tubuh, atau sekresi
pernapasan. Penggunaan APD yang efektif perlu mengidentifikasi potensial
paparan penularan yang ditimbulkan serta memahami dasar kerja setiap jenis
APD yang akan
digunakan di tempat kerja dimana potensial bahaya tersebut mengancam pada
petugas kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan, dan semua APD yang
digunakan harus mengikuti standar konsensus yang berlaku.

(2) Prinsip Penggunaan APD

Penggunaan APD perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini:

(a) Alat Pelindung Diri (APD) harus digunakan sesuai dengan risikonya paparan.
Petugas kesehatan harus menilai apakah mereka benar atau tidak berisiko
terkena darah, cairan tubuh, ekskresi atau sekresi dan gunakan alat
pelindung diri sesuai dengan risiko.
(b) Hindari kontak antara APD yang terkontaminasi (bekas) dan permukaan,
pakaian atau lingkungan pelayanan kesehatan. Buang APD bekas pakai
yang sesuai tempat limbah, dan standar yang ditetapkan.
(c) Jangan berbagi APD yang sama antara dua petugas/ individu.
(d) Ganti APD secara keseluruhan jika tidak digunakan lagi.
(e) Cuci tangan setiap kali melepas APD ketika meninggalkan pasien untuk
merawat pasien lain atau tugas lain.

(3) Jenis, Tujuan dan Indikasi Penggunaan APD

(a) Pelindung Kepala (Topi)


 Tujuan: sebagai pelindung kepala dan rambut tenaga kesehatan dari
percikan cairan infeksius pasien selama melakukan perawatan, terbuat
dari bahan tahan cairan, tidak mudah robek dan ukuran nya pas di kepala
tenaga kesehatan. Penutup kepala ini digunakan sekali pakai dan yang
terbuat dari bahan kain dapat dilakukan pencucian .

Gambar 8. Topi atau penutup kepala

Apabila petugas menggunakan hijab pada prosedur medis maka gunakan


jilbab yang menutupi kepala dan dimasukan kedalam baju kerja atau diikat
kebagian belakang leher dan jika jilbab akan digunakan pada prosedur
berikutnya maka jilbab ditutup Kembali dengan penutup kepala (topi).

Gambar 9 Penutup kepala bagi yang berhijab

 Indikasi Penggunaan Topi atau Penutup Kepala:


 Tindakan operasi
 Pertolongan dan tindakan persalinan
 Tindakan insersi CVL
 Intubasi Trachea
 Penghisapan lender massive
 Pembersihan alat kesehatan

(b) Kacamata dan Pelindung Wajah

 Tujuan: untuk melindungi selaput mukosa mata, hidung, atau mulut


petugas kesehatan dari risiko kontak dengan sekret pernapasan atau
percikan darah, cairan tubuh, sekresi, atau ekskresi pasien. Pelindung
wajah dapat dipergunakan sebagai masker bedah bila ketersediaan
masker bedah kurang.
 Indikasi: Pelindung wajah (masker bedah dan pelindung mata) harus
digunakan oleh petugas kesehatan sesuai dengan indikasi bila kegiatan
yang dilakukan dapat menimbulkan percikan atau semburan darah, cairan
tubuh, sekret, dan ekskresi ke mukosa mata, hidung, atau mulut.
Transmisi airborne misalnya pada tindakan : tindakan gigi (scaler
ultrasonic dan high speed air driven), swab hidung/tenggorakan, RJP,
intubasi ETT, ventilasi , trakeostomi, pada saat tindakan operasi, tindakan
persalinan, pencampuran B 3 cair, pemulasaraan jenazah, penanganan
linen terkontaminasi di laundry, di ruang dekontaminasi atau CSSD.
Tabel 1. Jenis dan kegunaan pelindung wajah

1. Safety Glasses/Spectacles googles


Deskripsi:
Melindungi mata, rongga mata dan area
wajah yang mengelilingi mata dari bahaya
seperti benda-benda dan atau partikel yang
berterbangan.
Indikasi:
 Digunakan saat membutuhkan
perlindungan dari percikan-percikan
darah, sekret yang biasa digunakan di
laboratorium.

2. Full Face Shield


Deskripsi:
Full face shield ini memberikan
perlindungan dari aerosol maupun cairan
tubuh dan biasanya di gunakan sebagai
alternatif kacamata karena mem- berikan
perlindungan pada area wajah yang lebih
luas.
Indikasi:
 Pengunaan alat respiratoir sangat di
butuhkan (misal,N95) saat
menggunakan full face shield ini.

3. Full face shield respirator


Deskripsi:
Face shield ini memberikan perlindungan
yang lebih baik daripada full face maupun
short face shield dan memberikan
perlindungan pada mata.
Dalam kondisi panas menyebabkan beberapa
kesulitan dan ketidaknyamanan.

Indikasi:
 Pengunaan face shield ini dikaitkan
dengan peningkatan suhu wajah.
(c) Masker

 Tujuan: untuk melindungi wajah dan membrane mukosa mulut dan


hidung dari cipratan darah dan cairan tubuh dari pasien atau permukaan
lingkungan yang kotor dan melindungi pasien atau permukaan lingkungan
udara dari petugas pada saat batuk atau bersin, masker yang digunakan
harus menutupi hidung dan mulut serta penggunaan masker N95 harus
dilakukan Fit Test (penekanan di bagian hidung dan penilaian kerapatan
penggunaan masker).
 Indikasi:
 Kenakan masker untuk melindungi selaput lendir mulut dan hidung
saat melakukan prosedur yang cenderung menghasilkan cipratan
darah, tubuh cairan, sekresi atau ekskresi atau jika petugas berisiko
menghasilkan cipratan cairah dari selaput lendir mulut dan hidung.
 Masker N95 digunakan pada risiko paparan penularan infeksi melalui
udara (airborne disease) dan diganti setiap 8 jam supaya fungsinya
tetap effektif dan aman dan dapat didaur ulang sesuai ketentuan.
 Transmisi droplet dan kontak, transmisi airborne pada tindakan yang
menghasilkan aerosol.

Tabel 2 Jenis dan kegunaan masker

Masker Masker Masker


N95 KN95 Bedah

KEGUNAAN

 Pelindung
pernapasan yang
dirancang dengan
segel ketat di sekitar
hidung dan mulut
untuk menyaring
hampir 95 % partikel
yang lebih kecil < 0,3
mikron dan
kontaminasi melalui
airborne.
 Penghalang fisik
antara mulut dan
hidung,
pengguna
dengan kontaminan
potensial (percikan
atau droplet selaput
mukosa mulut dan
hidung serta debu)
 Mencegah
percikan pada saat
batuk, bersin atau
debu.
 Reusable atau
Penggunaan
kembali

 Cara Menggunakan

 Masker Bedah

Gambar 10. Cara menggunakan masker bedah

 Masker N95 dan KN95

Gambar 11. Cara menggunakan Masker N95 dan KN95

(d) Gaun

 Tujuan: untuk melindungi baju petugas dari kemungkinan paparan atau


percikan darah atau cairan tubuh, sekresi, eksresi atau melindungi pasien
dari paparan pakian petugas pada tindakan steril.
 Indikasi
 Transmisi kontak misal saat adanya wabah dan transmisi droplet, saat
pencegahan infeksi sebelum operasi atau pra bedah.
 Membersihkan luka, tindakan drainase, menuangkan cairan kontaminasi
ke pembuangan atau WC/toilet.
 Menangani pasien perdarahan masif, tindakan bedah dan perawatan gigi.

 Jenis Gaun dan Kegunaanya

Tabel 3. jenis gaun dan kegunaannya

Gaun yang Celemek


dapat Gaun Bedah Gaun proteksi
digunakan atau
Disposable Disposable
kembali (Kain) Apron

Gaun steril yang Gaun anti air Gaun steril yang Peralatan
digunakan untuk untuk digunakan pada pelindung sekali
menutupi melindungi tindakan bedah untuk pakai yang
pakaian kerja tubuh/baju mencegah paparan dikenakan oleh
bersih (baju dan pemakai dari cairan tubuh, darah, stafklinis ketika
celana) saat percikan dan sekresi, eskresi dan terpapar dengan
melakukan kontaminasi bahan kontaminan pasien penyakit
kegiatan mikroorganisme lainnya selama menular
prosedur bedah. Airborne, droplet

(e) Sarung tangan

 Tujuan: melindungi tangan dari paparan cairan tubuh, darah, sekresi,


eksresi dan bahan infeksius lainya. Menggunakan sarung tangan sesuai
dengan ukuran tangan dan digunakan di kedua belah tangan dan hanya
digunakan untuk satu kali prosedur pada satu pasien, jika rusak atau
robek maka mengganti dengan sarung tangan yang baru.

 Indikasi
 Digunakan pada saat tindakan aseptik, tindakan steril untuk
mencegah Risiko penularan mikroorganisme (tindakan bedah)
Tabel 4. Macam dan indikasi sarung tangan

Sarung tangan Sarung Sarung tangan


bersih tangan steril rumah tangga
Mencegah
kontaminasi darah,
cairan tubuh,
sekresi dan eksresi,

Tindakan steril
untuk Mencegah
Risiko penularan
mikroorganisme
(tindakan bedah)
Mencegah
kontaminasi dari
kotoran atau bahan
terkontaminasi
Re Usesable
/penggunaan
kembali

 Langkah langkah penggunaan atau pemasangan sarung tangan steril

Gambar. 12. Langkah langkah penggunaan sarung tangan steril


 Langkah – Langkah Pelepasan Sarung tangan steril

Gambar. 13. Langkah langkah pelepasan sarung tangan steril

(f) Sepatu

 Tujuan: sepatu untuk melindungi kaki petugas dari tumpahan/percikan


darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan
benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan yang berisiko melukai kulit .
Sepatu atau sendal yang dipergunakan harus tertutup dan tahan air serta
tahan tusukan. Segera lepaskan sepatu jika terkontaminisasi darah atau
cairan tubuh untuk dilakukan proses pembersihan/dekontaminasi sesuai
ketentuan dan ersihkan dan disinfeksi sepatu bot yang dapat digunakan
kembali.

 Indikasi
 Penanganan pemulasaraan jenazah
 Penganganan limbah
 Tindakan operasi
 Pertolongan dan tindakan persalinan
 Penanganan linen
 Pencucian peralatan di ruang gizi
 Ruang dekontaminasi atau CSSD

 Jenis Sepatu dan Kegunaannya.


Berikut ini dijelaskan jenis sepatu serta perbedaan dalam penggunaannya.
Tabel 5. Jenis sepatu dan kegunaannya

Sendal Tertutup Sepatu Boot Sepatu Kerja


Melindungi kaki dari
Risiko kontaminasi
darah, cairan tubuh
dan benda tajam
Melindungi kaki dari
kontaminasi darah,
cairan tubuh dengan
percikan jumlah
banyak
Mencegah kaki dari
kenyamanan bekerja
dan Risiko
kontaminasi benda
infeksius dan benda
tajam

(4) Penggunaan APD di Pelayanan

(a) Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang di pakai
petugas untuk memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia, biologi/bahan
infeksius. APD terdiri dari sarung tangan, masker/Respirator Partikulat,
pelindung mata (goggle), perisai/pelindung wajah, kap penutup kepala, gaun
pelindung/apron, sandal/sepatu tertutup (Sepatu Boot).
(b) Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membran mukosa dari
risiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan
selaput lendir dari pasien ke petugas dan sebaliknya.
(c) Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang
memungkinkan tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik darah
atau cairan tubuh atau kemungkinan pasien terkontaminasi dari petugas.
(d) Melepas APD segera dilakukan jika tindakan sudah selesai di lakukan.
(e) Tidak dibenarkan menggantung masker di leher, memakai sarung tangan
sambil menulis dan menyentuh permukaan lingkungan.

Dalam Matriks berikut ini diuraikan penggunaan APD di unit pelayanan dalam
keadaan normal (tidak ada outbreak), sbb: Lihat lampiran (Tabel 7. Jenis APD untk
setiap unit pelayanan)
Tabel 6. Gambar cara penggunaan APD

Memakai APD Gambar

 Lakukan kebersihan tangan sebelum


mengenakan APD menggunakan
sabun dan air atau pembersih non-
air

 Gunakan gaun untuk seluruh tubuh


dan tangan dengan belahan ikatan
berada dibelakang tubuh.
 Kencangkan di belakang leher dan
pinggang.

 Gunakan masker dengan tali


kebagian belakang kepala dengan
aman dan nyaman.
 Pasang penjempit fleksibel ke atas
tulang hidung. Menutupi hidung,
wajah dan dibawah dagu (fit test).

 Tempatkan kacamata atau


pelindung wajah dan mata
sesuaikan agar pas dan nyaman

 Pasang sarung tangan dengan


menutup ujung pergelangan tangan
gaun
Tabel 7. Gambar Cara Pelepasan APD

Melepaskan APD Gambar

 Bagian luar sarung tangan adalah bagian


terkontaminasi!
 Pegang bagian luar sarung tangan dengan
tangan yang memakai sarung tangan
berlawanan; jepit dan. Pegang sarung tangan
tarik kebawah tangan dilepas untuk menyatu
dalam genggaman tangan
 Geser jari-jari tangan yang tidak bersarung
tangan di bawah sarung tangan yang tersisa
di pergelangan tangan.Lepaskan sarung
tangan dari sarung tangan pertama.
 Buang sarung tangan dalam wadah limbah.

 Lakukan kebersihan tangan setelah sarung


tangan menggunakan sabun dan air
mengalir atau handrub

 Bagian luar kacamata atau pelindung


wajah adalah terkontaminasi!
 Jika tangan Anda terkontaminasi selama
pelepasan goggle atau pelindung wajah,
segera cuci tangan Anda atau gunakan
pembersih tangan berbahan dasar
alkohol
 Lepaskan kacamata atau pelindung wajah
dari belakang dengan mengangkat pita kepala
dan tanpa menyentuh bagian depan
kacamata atau pelindung wajah
 Jika item dapat digunakan kembali, letakkan
di wadah yang ditunjuk untuk diproses ulang.
Jika tidak, buang dalam wadah limbah

 Gaun bagian depan dan lengan serta bagian


luar sarung tangan terkontaminasi!
 Jika tangan Anda terkontaminasi selama
pelepasan gaun atau sarung tangan, segera
cuci tangan Anda atau gunakan pembersih
tangan berbahan dasar alkohol
 Pegang gaun di bagian depan dan tarik keluar
dari tubuh Anda sehingga ikatannya putus,
menyentuh bagian luar gaun hanya dengan
tangan bersarung
 Saat melepaskan gaun, lipat atau gulir gaun
itu ke dalam-ke
 sebuah bundel D E
 Saat Anda melepas gaun itu, lepaskan

 Bagian depan masker terkontaminasi! -


JANGAN SENTUH!
 Lepaskan dengan menyentuh tali atau ikatan
dari bagian belakang kepala ke arah depan
 Buang dalam tempat limbah yang ditunjuk

 Lakukan kebersihan tangan kembali


 Segera setelah melepaskan semua
 APD menggunakan sabun dan air atau
handrub
c) Pengendalian Lingkungan

Pengendalian lingkungan adalah upaya perbaikan kualitas air, udara dan permukaan
lingkungan, serta desain dan konstruksi bangunan dilakukan untuk mencegah
transmisi mikroorganisme kepada pasien, petugas dan pengunjung.

(1) Air
(a) Sistim air bersih
 Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem pengalirannya.
 Sumber air bersih dapat diperoleh langsung dari sumber air berlangganan
dan/atau sumber air lainnya dengan baku mutu yang memenuhi dan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 Memiliki risiko tinggi terjadinya pencemaran/ kontaminasi, meliputi: tangki
utama, kamar bersalin, dapur gizi, laundry, laboratorium, poliklinik gigi.
(b) Persyaratan kesehatan air
 Sistem air bersih untuk keperluan fasilitas pelayanan kesehatan dapat
diperoleh dari Perusahaan air minum, sumber air tanah, air hujan atau
sumber lain yang telah diolah sehingga memenuhi persyaratan
kesehatan.
 Memenuhi persyaratan kualitas air bersih, memenuhi syarat fisik, kimia,
bakteriologis yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 Distribusi air ke ruang-ruang menggunakan sarana perpipaan dengan
tekanan positif.
 Sumber air bersih dan sarana distribusinya harus bebas dari pencemaran
fisik, kimia dan bakteriologis .
 Tersedia air dalam jumlah yang cukup.
(c) Sistem pengelolaan limbah cair baik medis dan non medis
 Tersedia sistem pengolahan air limbah yang memenuhi persyaratan
kesehatan.
 Saluran air limbah harus kedap air, bersih dari sampah dan dilengkapi
penutup dengan bak kontrol untuk menjaga kemiringan saluran minimal
1%.
 Di dalam sistem penyaluran air kotor dan/atau air limbah dari ruang
penyelenggaraan makanan disediakan penangkap lemak untuk
memisahkan dan/atau menyaring kotoran/lemak.
 Sistem penyaluran air kotor dan/atau air limbah dari pengelolaan
sterilisasi termasuk linen harus memenuhi persyaratan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
 Ketentuan mengenai pengelolaan limbah cair mengacu pada peraturan
perundang-undangan mengenai pengelolaan limbah.

(2) Ventilasi Ruangan


Sistem ventilasi. Sistem ventilasi di puskesmas harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
(a) Bangunan fasilitas pelayanan Kesehatan (fasilitas pelayanan kesehatan)
harus mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/buatan yang
optimal apabila diperlukan.
 Sistem ventilasi yang menggunakan peralatan mekanik untuk mengalirkan
dan mensirkulasi udara di dalam ruangan secara paksa untuk
menyalurkan/menyedot udara ke arah tertentu sehingga terjadi tekanan
udara positif dan negatif termasuk exhaust fan, kipas angin berdiri
(standing fan) atau duduk. Penggunaan exhaust fan sebaiknya udara
pembuangannya tidak diarahkan ke ruang tunggu pasien atau tempat lalu
lalang orang.
 Sistem ventilasi alami adalah yang mengandalkan pada pintu dan jendela
terbuka, serta skylight (bagian atas ruangan yang bisa dibuka/terbuka)
untuk mengalirkan udara dari luar kedalam gedung dan sebaliknya.
Sebaiknya menggunakan ventilasi alami dengan menciptakan aliran udara
silang (cross ventilation) dan perlu dipastikan arah angin yang tidak
membahayakan petugas/pasien lain . ventilasi alami yang effektif antara
lain.
 Ventilasi gabungan memadukan penggunaan ventilasi mekanis dan alami.
Jenis ventilasi ini dibuat dengan pemasangan exhaust fan untuk
meningkatkan tingkat pergantian udara di dalam kamar.
(b) Bangunan Fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai pintu bukaan
permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang
dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami. Bukaan minimal 15% dari luas
total lantai.
(c) Ventilasi Ruang pada bangunan di fasilitas pelayanan kesehatan, dapat
berupa ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanis. Jumlah bukaan ventilasi
alami tidak kurang dari 15% terhadap luas lantai ruang yang membutuhkan
ventilasi.
Sedangkan sistem ventilasi mekanis diberikan jika ventilasi alami yang
memenuhi syarat tidak memadai.
(d) Besarnya pertukaran udara yang disarankan untuk berbagai fungsi ruang di
bangunan Puskesmas minimal 12x pertukaran udara per jam dan untuk
KM/WC 10x pertukaran udara per jam.
(e) Penghawaan/ventilasi dalam ruang perlu memperhatikan 3 (tiga) elemen
dasar, yaitu:
 Jumlah udara luar berkualitas baik yang Ventilasi harus dapat mengatur
pertukaran udara (air change) sehingga ruangan tidak terasa panas,
tidak terjadi kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding, atau
langit- langit. masuk dalam ruang pada waktu tertentu;
 Arah umum aliran udara dalam gedung yang seharusnya dari area bersih
ke area terkontaminasi serta distribusi udara luar ke setiap bagian dari
ruang dengan cara yang efisien dan kontaminan airborne yang ada
dalam ruang dialirkan ke luar dengan cara yang efisien
 Setiap ruang diupayakan proses udara di dalam ruang bergerak dan
terjadi pertukaran antara udara didalam ruang dengan udara dari luar.
(f) Pemilihan sistem ventilasi yang alami, mekanik atau campuran, perlu
memperhatikan kondisi lokal, seperti struktur bangunan, cuaca, biaya dan
kualitas udara.
(g) Tersedia toilet yang terpisah antara laki-laki dan perempuan.

(3) Konstruksi Bangunan


(a) Design Bangunan
 Bentuk denah bangunan simetris dan sederhana untuk mengantisipasi
kerusakan apabila terjadi gempa.
 Massa bangunan harus mempertimbangkan sirkulasi udara dan
pencahayaan.
 Tata letak bangunan-bangunan (siteplan) dan tata ruang dalam
bangunan harus mempertimbangkan zonasi berdasarkan tingkat risiko
penularan penyakit, zonasi berdasarkan privasi, dan zonasi berdasarkan
kedekatan hubungan fungsi antar ruang pelayanan.
 Tinggi rendah bangunan harus dibuat tetap menjaga keserasian
lingkungan dan peil banjir.
 Aksesibilitas di luar dan di dalam bangunan harus mempertimbangkan
kemudahan bagi semua orang termasuk penyandang cacat dan lansia.
 Bangunan rumah sakit harus menyediakan area parkir kendaraan
dengan jumlah area yang proporsional disesuaikan dengan peraturan
daerah setempat.
 Perancangan pemanfaatan tata ruang dalam bangunan harus efektif
sesuai dengan fungsi-fungsi pelayanan.
 Permukaan lantai terbuat dari bahan yang kuat,halus, kedap air mudah
dibersihkan, tidak licin, permukaan rata, tidak bergelombang dan tidak
menimbulkan genangan air dan dianjurkan berwarna terang dan
pertemuan antara dinding dan lantai berbentuk melengkung supaya
mudah dibersihkan serta dianjurkan menggunakan vinyl terutama di
ruangan IGD, ruang perawatan intensif dan ruang penyimpanan
peralatan steril.
 Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca tidak mudah berjamur
dan tidak berpori dan pertemuan dinding tidak bersiku yang dapat
menyimpan debu.
 Permukaan dinding sebaiknya tidak dipasang assesoris yang akan
menjadi tempat akumulasi debu dan sulit untuk dibersihkan, jika
diperlukan maka sebaiknya dilapisi oleh bahan yang datar, mudah
dibersihkan (misalnya dilapisi kaca pada lukisan atau media informasi)
dan tidak menempelkan kertas kertas informasi pada dinding.
 Komponen langit langit berawrna terang, mudah dibersihkan dan tidak
memiliki lekukan atau berpori yang dapat menyimpan debu.

(b) Persyaratan Kehandalan Bangunan, meliputi :


 Persyaratan keselamatan struktur bangunan, kemampuan bangunan
menanggulangi bahaya kebakaran, bahaya petir, bahaya kelistrikan,
persyaratan instalasi gas medik, instalasi uap dan instalasi bahan bakar
gas.
 Persyaratan sistem ventilasi, pencahayaan, instalasi air, instalasi
pengolahan limbah, dan bahan bangunan.
 Persyaratan kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang,
kenyamanan termal, kenyamanan terhadap tingkat getaran dan
kebisingan.
 Persyaratan tanda arah (signage), koridor, tangga, ram, lift, toilet dan
sarana evakuasi yang aman bagi semua orang termasuk penyandang
cacat dan lansia.
(c) Sistem pencahayaan.
 Bangunan fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai
pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan.
 Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan.

Tabel 8. Tingkat pencahayaan ruangan


Tingkat pencahayaan min.
Jenis dan Fungsi ruangan
(lux)
Ruang administrasi dan ruang rapat 200
Laboratorium, Ruang Tindakan, Ruang 300
Gawat Darurat dan ruang persalinan
Ruang pantry/dapur, Koridor 100

(d) Penataan Lingkungan


 Pastikan semua benda atau barang tertata dengan baik dan tersimpan
pada tempatnya.
 Penyimpanan barang atau benda tersusun sesuai jenis barang misalnya
susunan linen, penyimpanan alkes, peyimpanan dokumen dan tidak
menempatkan barang steril bersatu dengan barang kotor dalam satu
area
 Berikan jarak antara tempat tempat tidur atau tempat pemeriksaan
pasien lebih dari satu orang dalam waktu bersamaan minimal < 1 meter
misalnya: penempatan Kursi pemeriksaan di Poli Gigi, dll.
 Tidak menempelkan benda yang dapat menjadi tempat akumulasi debu
di dinding dan jika diperlukan sebagai bahan edukasi atau informasi
maka sebaiknya dilapisi bahan yang mudah dibersihkan misal nya
dilapisi kaca
 Pastikan bahwa area bersih dan area kotor terpisah dan berbatas tegas
sehingga tidak menimbulkan kontaminasi dan ketidak nyamanan atau
Risiko kecelakaan kerja.
 Penempatan tempat limbah di ruangan pelayanan pasien pada tempat
yang aman dan tidak berada di dekat pasien atau dibawah meja
tindakan atau tempat tidur pasien kecuali pada tindakan sedang
berlangsung (selesai tindakan segera dibersihkan).
 Tidak dianjurkan menggunakan karpet atau menempatkan bunga hidup
atau bunga plastik atau aquarium di ruang pelayanan pasien kecuali
mampu membersihkan nya setiap hari untuk menghidari akumulasi debu
atau penyebab kontaminasi lingkungan.
 Penggunaan tirai atau hordeng pembatas pasien atau penutup jendela
disarankan menggunakan bahan yang kuat dan tidak tembus air,
penggunaan tirai jendela jika memungkinkan dapat menggunakan
penghalang yang dilapisi dengan kaca film supaya mudah dibersihkan
dan terlihat rapi.
 Pastikan tidak ada tempat masuk atau kumpulan dari binatang, binatang
pengerat atau serangga berada di ruangan pelayanan pasien.
 Petugas kesehatan yang tinggal dlingkungan fasilitas kesehatan agar
tidak memelihara hewan peliharaan, untuk menghindari masuk ke
fasilitas kesehatan.
(e) Pembersihan Lingkungan
 Pastikan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan membuat dan
melaksanakan prosedur rutin untuk pembersihan, disinfeksi permukaan
lingkungan, tempat tidur, peralatan disamping tempat tidur dan
pinggirannya, permukaan yang sering tersentuh dan pastikan kegiatan
ini dimonitor (kategori IB).
 Fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai disinfektan standar
untuk menghalau patogen dan menurunkannya secara signifikan di
permukaan terkontaminasi sehingga memutuskan rantai penularan
penyakit. Disinfeksi adalah membunuh secara fisikal dan kimiawi
mikroorganisme tidak termasuk spora. Pembersihan harus mengawali
disinfeksi. Benda dan permukaan tidak dapat didisinfeksi sebelum
dibersihkandari bahan organik (ekskresi, sekresi pasien, kotoran).
Pembersihan ditujukan untuk mencegah aerosolisasi, menurunkan
pencemaran lingkungan. Ikuti aturan pakai pabrik cairan disinfektan,
waktu kontak, dan cara pengencerannyaPembersihan permukaan
lingkungan harus dilakukan sebelum proses disinfeksi terutama pada
area yang sering disentuh oleh petugas kesehatan.
 Cairan disinfektan adalah senyawa kimia yang bersifat toksik dan
memiliki kemampuan membunuh mikroorganisme yang terpapar secara
langsung pada benda mati (dinding, lantai, permukaan meja dll)
misalnya Klorin 0,5
% untuk pembersihan tumpahan darah atau cairan tubuh atau klorin
pengenceran 0.05 % untuk pembersihan rutin permukaan, Detergent
atau cairan pemutih (1:99 cc Air) atau Hidrogen peroksida 8 % untuk
pembersihan rutin.
 Pembersihan lingkungan pelayanan Kesehatan menggunakan trolly
khusus, minimal menggunakan 2 (dua) buah ember yang memiliki alat
pemerasan kain lap pel secara otomasti tampa bersentuhan langsung
dengan tangan dan selalu dicuci dengan kondisi bersih.

Gambar 14. Contoh Troley Kebersihan

 Petugas kesehatan dalam melakukan pembersihan lingkungan harus


mengenakan APD untuk melindungi dari risiko terpajan benda-benda
infeksius atau benda tajam atau cairan atau benda yang infeksius antara
lain:
 Sarung tangan karet (rumah tangga);
 Gaun pelindung dan celemek karet; dan
 Sepatu yang rapat dan kuat, seperti sepatu bot.

 Prinsip dasar pembersihan lingkungan


 Semua permukaan horizontal di tempat pelayanan yang disediakan
untuk pasien harus dibersihkan setiap hari dan bila terlihat kotor.
Permukaan tersebut juga harus dibersihkan bila pasien sudah keluar
dan sebelum pasien baru masuk.
 Permukaan meja pemeriksaan pasien, atau peralatan lainnya
bersentuhan langsung dengan pasien segera dibersihkan dan
didisinfeksi di antara pemeriksaan pasien yang berbeda.
 Semua kain lap yang digunakan harus dibasahi sebelum digunakan
untuk membersihkan debu jangan menggunakan kain kering atau
dengan sapu dapat menimbulkan aerosolisasi debu dan harus
dihindari dan larutan, kain lap, dan kain pel harus diganti secara
berkala atau jika kotor.
 Pengunjung yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan
sepatu atau sendal nya kotor (bercampur tanah atau lumpur) harus
membersihkan terlebih dahulu sebelum masuk.
 Semua peralatan pembersih harus dibersihkan dan dikeringkan
setelah digunakan.
 Kain pel yang dapat digunakan kembali harus dicuci dan dikeringkan
setelah digunakan dan sebelum disimpan.
 Tempat-tempat di sekitar pasien harus bersih dari peralatan serta
perlengkapan yang tidak perlu, sehingga memudahkan pembersihan
menyeluruh setiap hari.
 Meja pemeriksaan dan peralatan di sekitarnya yang telah digunakan
pasien yang diketahui atau suspek terinfeksi ISPA yang dapat
menimbulkan kekhawatiran harus dibersihkan dengan disinfektan
segera setelah digunakan.

Tabel 9. Ringkasan prinsip pembersihan lingkungan

 Pembersihan tumpahan dan percikan


Jika ada cairan tubuh, darah, muntahan, percikan ludah, darah atau
eksudat Iuka pada permukaan (lantai, dinding atau tirai pembatas)
dibersihkan menggunakan spill kit, isinya sbb:
 Spiil Kit Infekisus (Topi, sarung tangan, kacamata, masker, sepatu
boot, serok dan sapu kecil, cairan detergent, cairan klorin 0,5 % dan
kain perca/tisu/koran bekas), plastik warna kuning.
 Spill Kit B3 (Topi, sarung tangan, kacamata, masker, sepatu boot,
gaun, serok dan sapu kecil, detergent, larutan tertentu berdasarkan
bahan kimianya, dan kain perca/tisu/koran bekas), plastik warna
coklat.

Gambar 15. Contoh Spill Kit

 Pembersihan tumpahan cairan Infeksius


 Petugas menggunakan APD.
 Beri tanda untuk menunjukan area adanya tumpahan.
 Serap cairan yang tumpah dengan kain perca/handuk/tisu/koran
bekas penyerap bersih yang dapat menyerap sampai bersih
kemudian buang ke kantong warna kuning,
 Tuangkan cairan detergent kemudian serap dengan kain
perca/handuk/tisu/koran bekas masukan ke kantong warna kuning.
 Lanjutkan dengan cairan klorin 0.5 % kemudian serap dan buang
ke kantong warna kuning kategori II.
 Pembersihan tumpahan cairan B3
 Petugas menggunakan APD.
 Beri tanda untuk menunjukan area adanya tumpahan.
 Tumpahan bahan kimia: tuangkan air bersih pada tumpahan, lalu
keringkan dengan kertas/koran/kain perca kemudian masukan ke
kantong warna coklat, tuangkan detergent dan serap/keringkan
dengan kertas/koran/kain perca buang ke kantong warna coklat.
Berikan label B3 pada plastik warna coklat tumpahan kimia.
 Tumpahan reagen: lokalisir area tumpahan dengan menaburkan
Natrium Bicarbonat (Bicnat) sekitar area tumpahan, kumpulkan
bekas resapan kedalam plastic hitam/coklat, kemudian bersihkan
lantai dengan detergen serap dan buang ke kantong warna
hitam/coklat.
 Buang plastik sampah infeksius ke tempat penampungan sampah
infeksius dan kumpulkan limbah tumpahan B3 dalam ruang
penyimpanan limbah B3.

 Dekontaminasi Ambulans
 Ambulans dibersihkan dan didesinfeksi seluruh permukaannya
secara berkala dan setiap setelah digunakan.
 Setiap selesai digunakan biarkan pintu belakang kendaraan
terbuka untuk memudahkan pembuangan partikel infeksius.
 Pintu harus tetap terbuka saat proses pembersihan dengan bahan
kimia untuk memberikan ventilasi yang cukup.
 Petugas kebersihan menggunakan APD (Masker bedah, gaun,
sarung tangan, pelindung mata), jika berisiko terkena percikan dari
bahan organik/bahan kimia gunakan sepatu boots/sepatu tertutup.
 Perhatikan pembersihan pada area yang bersentuhan dengan
pasien, semua benda/alat yang terkontaminasi selama membawa
pasien seperti: stretcher, rails, dinding, lantai & alat lainnya.
 Pembersihan menggunakan desinfektan yang mengandung 0,5%
natrium hipoklorit (yaitu setara dengan 5000 ppm) dengan
perbandingan 1 bagian disinfektan untuk 9 bagian air.
 Bersihkan dan disinfeksi semua peralatan yang digunakan ulang
(reusable) sebelum digunakan untuk pasien lain.
 Lakukan kebersihan tangan sebelum dan setelah menggunakan
sarung tangan.
 Ikuti prosedur membuang APD yang digunakan saat pembersihan.

Gambar 16. Pembersihan Ambulans


d) Pengelolaan Limbah Hasil Pelayanan Kesehatan

(1) Tujuan: melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat


sekitar fasilitas pelayanan kesehatan dari penyebaran infeksi akibat limbah yang
tidak dikendalikan, termasuk dari risiko Cedera.
(2) Jenis dan pengertian Limbah:
(a) Berdasarkan jenisnya, limbah di fasilitas pelayanan kesehatan dibagi atas
limbah padat domestik, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), limbah
cair, dan limbah gas.

(b) Limbah B3 pelayanan medis dan penunjang medis terdiri atas iimbah
infeksius dan benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis dan limbah
bahan kimia.

(c) Limbah infeksius adalah limbah yang dihasilkan dari pelayanan pasien
yang terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi pasien atau
limbah yang berasal dari ruang isolasi pasien dengan penyakit.

(d) Limbah non infeksius adalah semua limbah yang tidak terkontaminasi
darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi. Limbah ini meliputi kertas-kertas
pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkontak dengan cairan
tubuh atau bahan infeksius.

(e) Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,
ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit
seperti jarum suntik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas,
pisau bedah.

(3) Pengelolaan limbah pelayanan kesehatan, didasarkan pada jenis limbah, sbb:

(a) Pengelolaan Limbah infeksius


 Limbah infeksius dimasukan kedalam wadah yang kuat, tahan air dan
mudah dibersihkan dengan kode infeksius/medis dengan didalamnya
terdapat kantong berwarna kuning atau jika tidak memungkin maka diberi
label infeksius.
Gambar 17. Contoh wadah limbah infeksius
 Penempatan limbah infeksius diletakan dekat dengan area tindakan atau
prosedur tindakan yang akan dikerjakan.

 Limbah infeksius jika sudah menempati ¾ kantong sampah segera


diangkat dan diikat kuat agar tidak dibongkar untuk mengeluarkan isinya
untuk menghindari risiko penularan infeksi, selanjutnya dibawah ke
tempat penampungan sementara. Tempat limbah dibersihkan dan
dipasangi kembali kantong plastik yang baru.

 Limbah infeksius, patologis, benda tajam harus disimpan pada TPS


dengan suhu dan lama penyimpanan, sbb:

 Pada suhu lebih kecil atau sama dengan 0 °C (nol derajat celsius)
dalam waktu sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari.

 Jika suhu 3 - 8 °C dapat disimpan sampai dengan 7 (tujuh) hari.

 Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen


infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan panas
dan basah seperti dalam Auntoclave sebelum dilakukan pengolahan.

 Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada


distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak memungkinkan
dikembalikan, dapat dimusnahkan menggunakan insenerator atau
dikelola oleh perusahaan pengolahan limbah B3.

 Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan dilarang dibuang dengan cara


penimbunan (landfill) atau dibuang ke saluran limbah umum. Pengolahan
dilaksanakan dengan cara dikembalikan keperusahaan atau
distributornya, atau dilakukan pengolahan dengan insinerator pada suhu
tinggi 1.000 oC s/d 1.200 °C untuk menghancurkan semua bahan
sitotoksiknya.

 Pengolahan limbah kimia biasa dalam jumlah kecil maupun besar harus
diolah ke perusahaan pengolahan limbah B3. Bahan kimia dalam bentuk
cair sebaiknya tidak dibuang ke jaringan pipa pembuangan air limbah,
karena sifat toksiknya dapat mengganggu proses biologi yang ada dalam
unit pengolah air limbah (IPAL).

 Pembuangan akhir limbah infeksius, dapat dimusnahkan dengan


insenerator atau bekerjasama dengan pihak ketiga. Jika bekerjasama
dengan pihak ketiga maka pastikan mereka memiliki fasilitas pengelolaan
limbah sesuai dengan perturan dan perundang undangan.

(b) Pengelolaan Limbah Non Infeksius


 Limbah non infeksius (Medis) di tempatkan dalam wadah yang kuat,
mudah dibersihkan pada tempat sampah berlabel limbah non infeksius.

 Tempatkan kantong plastik berwarna hitam atau kantong plastik dengan


lebel non infeksius.

Gambar 18. Contoh wadah limpah non infeksius

 Limbah non infeksius harus diangkat dan dikosongkan setelah ¾ kantong


kemudian diikat untuk dibawa ke tempat penampungan sementara dan
tempat limbah tersebut dibersihkan dan dipasangkan kantong palstik yang
baru.

 Limbah non infekisus seperti botol botol obat dapat dilakukan recycle
dengan melakukan pembersihan untuk dipergunakan kembali atau
dilakukan kerjasama dengan pihak ketiga secara resmi dari fasilitas
pelayanan kesehatan dalam bentuk kerjasama.

 Pembuangan akhir limbah non infeksius dibuang di Tempat Pembuangan


Akhir (TPA) yang sudah ditentukan oleh pihak pemerintah daerah
setempat.
(c) Pengelolaan limbah benda tajam

 Semua limbah benda tajam dimasukan kedalam kotak benda tajam


(safety box) yang kuat, tahan air, tahan tusukan, berwarna kuning atau
kotak benda tajam yang diberi label limbah benda tajam.

Gambar 19. Safety box wadah limbah benda tajam

 Persyaratan penempatan safety box ditempatkan pada area yang aman


dan mudah dijangkau atau pada trolly tindakan dengan digantung atau
ditempatkan dengan aman (tidak menempatkan safety box di lantai).

 Pembuangan safety box setelah kotak terisi 2/3 dengan menutup rapat
permukaan lobang box sehingga jarum tidak dapat keluar, jika
pembuangannya memerlukan waktu yang lama makan pertimbangkan
penggunaan safety box sesuai ukuran atau membuat kebijakan tersendiri
waktu pembuangan berdasarkan peraturan perundang undangan.

 Pembuangan akhir limbah benda tajam dapat dilakukan melalui


pembakaran di insenerator atau dikelola sama dengan limbah B3 lainnya.

(d) Pengelolaan limbah cair

 Limbah cair yang berasal dari seluruh sumber bangunan atau kegiatan
fasilitas pelayanan kesehatan harus diolah melalui Unit Pengolah Limbah
Cair (IPAL). Kualitas limbah cair efluennya harus memenuhi baku mutu
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum
dibuang ke perairan umum.

 Limbah cair seperti feces, urin, darah dibuang atau ditampung pada
pembuangan/pojok limbah (spoelhoek).

 Pastikan terdapat tempat penampungan limbah sementara di fasilitas


pelayanan kesehatan, yang terpisah atau terletak diluar area pelayanan
dengan ruangan tertutup. Penyimpanan limbah tidak menempel di lantai
(diberi jarak menggunakan valey) dan dilakukan pembersihan secara rutin
serta dikelola sesuai peraturan perundang undangan.

 Pastikan pembuangan akhir limbah sesuai dengan peraturan


perundangan undangan dan jika bekerjasama dengan pihak ketiga maka
pastikan bahwa pengelolaan yang dilakukan oleh pihak ketiga sesuai
peraturan perundangan ungangan yang berlaku .

e) Pengelolaan Alat Medis (Instrumen) Yang Sudah Dipergunakan

(1) Tahapan Pengelolan: pemrosesan alat dimulai dari pre cleaning di point of use
dengan flushing/penyemprotan menggunakan air mengalir atau direndam dengan
larutan detergen, dilanjutkan cleaning/pembersihan dan pengeringan, secara rinci
dijelaskan sbb:

(a) Pre-Cleanning
Pengertian: tindakan pada pengelolaan alat medis habis pakai pertama kali
dilakukan pembersihan awal (pre-cleaning) yaitu proses yang membuat
benda mati lebih aman untuk ditangani oleh petugas sebelum di bersihkan
tujuannya untuk menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV dan mengurangi risiko,
akan tetapi tidak menghilangkan. Mikroorganisme yang mengkontaminasi
alat medis dapat dihilangkan dengan melakukan perendaman, termasuk
pada alat medis bekas pakai untuk menghilangkan noda darah, cairan
tubuh. dan Perendaman menggunakan enzyimatik atau detergen dilakukan
dengan merendam semua peralatan sampai seluruh permukaan alat.

(b) Pembersihan/pencucian
Pengertian: suatu proses yang secara fisik membuang semua kotoran,
darah, atau cairan tubuh lainnya dari permukaan benda mati ataupun
membuang mikroorganisme untuk mengurangi risiko infeksi bagi mereka
yang tersentuh kulitnya atau saat menangani objek tersebut. Proses
pencucian dengan sabun atau detergen dan air atau menggunakan enzim,
membilas dengan air bersih, dan mengeringkan.

(c) Proses Pengemasan


Pengertian: pengemasan yang dimaksud dalam hal ini mencakup semua
peralatan yang tersedia difasilitas kesehatan mulai dari membungkus,
mengemas dan menampung alat-alat yang akan dipakai ulang untuk tujuan
sterilisasi, penyimpaan atau pemakaian kembali.
Tujuan: untuk menjaga keamanan, sterilitas dan ketersediaan alat saat akan
digunakan kembali. Proses pengemasan merupakan tanggungjawab bagian
sterilisasi.
Persyaratan: bahan kemasan atau pembungkus harus memenuhi
persyaratan antara lain dapat menahan mikroorganisme, kuat, tahan lama,
mudah digunakan, tidak mengandung bahan beracun, segelnya baik, saat
dibuka mudah dan aman serta tersedia masa kadaluarsanya. Beberapa bahan
kemasan yang sering digunakan saat ini terbuat dari kertas, film plastic, kain
(linen), dan kain campuran. Berikut ini alur dekontaminasi peralatan yang ada
di fasilitas kesehatan.

Gambar 20. Skema Alur Dekontaminasi Peralatan di FKTP

Pre-Cleaning ( Pembersihan Awal) menggunakan detergen atau enzymatic, spons (petugas dengan APD yang sesuai

PEMBERSIHAN

STERILISASI DESINFEKSI
(Peralatan Kritis) masuk dalam pembuluh darah dan jaringan tubuh)

Autoclave Pemanasan Kering


Disinfeksi Tingkat Tinggi (peralatan yang masuk dalam mukosa tubuh (ETT)
Disinfeksi Tingkat Rendah
(peralatan yang nempel pada permukaan tubuh)

Direbus Zat Kimia


(Disinfenkatan) Simpan (hindari kontaminasi debu

Cuci bersih dengan air steril dan tiriskan


(2) Tujuan: menyiapkan peralatan perawatan dan kedokteran dalam keadaan siap
pakai, mencegah peralatan cepat rusak, mencegah terjadinya infeksi silang,
menjamin kebersihan alat untuk dapat dipergunakan kembali, menetapkan produk
akhir dinyatakan sudah steril dan aman digunakan pasien.

(3) Indikasi: semua Peralatan bekas pakai perawatan yang terkontaminasi darah atau
cairan tubuh dilakukan pre cleaning, disinfeksi, dan sterilisasi sesuai SOP.

(4) Manfaat

(a) Menyiapkan peralatan perawatan dan kedokteran dalam keadaan siap pakai
(b) Mencegah peralatan cepat rusak
(c) Mencegah terjadinya infeksi silang
(d) Menjamin kebersihan alat untuk dapat dipergunakan kembali
(e) Menetapkan produk akhir dinyatakan sudah steril dan aman digunakan pasien.

(5) Hal Yang Perlu Diperhatikan Pada Pengelolaan Alat Medis Yang Telah di
Pergunakan, sbb:

(a) Pastikan petugas kesehatan pada saat mengelola peralatan kesehatan bekas
pakai menggunakan APD yang terdiri topi, gaun/apron, masker dan sarung
tangan rumah tangga serta sepatu tertutup (boot) saat bekerja.
(b) Faktor-faktor yang memperngaruhi proses cleaning antara lain bahan kimia
(jenis detergen) yang digunakan, waktu dan suhu perendaman serta air yang
digunakan (idealnya air dengan kandungan mineral rendah 70-150 mg/L/soft
water).
(c) Tersedia ruangan khusus pengelolaan alat medis setelah digunakan dengan
tenaga kesehatan yang ditunjuk dan terlatih dalam pengelolaan
dekontaminasi peralatan. Disain konsep ruangan terdiri dari :
 Ruang kotor (Unclean area) adalah daerah untuk menerima barang kotor,
ruang tersendiri, lantai mudah dibersihkan, tersedia bak untuk desinfeksi.
Tekanan udara negatif.
 Ruang bersih (Clean area) untuk mempersiapkan barang yang akan
disetting, packing dan disterilkan, ruang udara berttekanan seimbang.
 Ruang steril (Sterille Area) untuk menyimpan alat atau barang yang
sudah steril, ruang udara bertekanan positif.
Catatan : Jika tidak memungkinkan dengan 3 (tiga ) ruangan terpisah tersedia
maka minimal di satu ruangan dengan masing masing jarak zona
minimla 2 meter.
Zona Bersih

Benda telah diproses Benda bersih/steril

Zona Kotor Zona Kerja


Benda telah digunakan

Gambar. 21. Denah ruangan khusus pengelolaan alat medis

(d) Prinsip dalam pengemasan:


 Sterilan harus dapat diseap dengan baik, menjangkau seluruh permukaan
kemasan dan isinya.
 Harus dapat menjaga isinya tetap steril hingga kemasan dibuka.
 Kemasan harus mudah dibuka, isinya mudah diambil tanpa menyebabkan
kontaminasi.

(6) Pembangian Peralatan Berdasarkan Spalding


(a) Peralatan kritis adalah alat yang masuk ke dalam pembuluh darah atau
jaringan mulut. Semua peralatan kritis wajib dilakukan sterilisasi dengan
menggunakan panas. Sebagai contoh peralatan yang dimasukkan dalam
kategori kritis adalah semua instrumen bedah, periodontal scalier, bur tulang,
dll.
(b) Peralatan semi kritis adalah alat yang masuk ke dalam rongga mulut tetapi
tidak masuk ke dalam jaringan mulut. Semua peralatan semi kritis wajib
dilakukan minimal desinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau apabila terdapat alat
yang dapat bertoleransi terhadap panas, maka dapat dilakukan sterilisasi
dengan menggunakan panas. Sebagai contoh peralatan yang dimasukkan
dalam kategori semi kritis adalah ambu bag, ETT, handpiece, dll.
(c) Peralatan non kritis adalah alat yang tidak masuk ke dalam rongga mulut
dan dapat dilakukan dengan menggunakan disinfektan tingkat rendah.
Sebagai contoh peralatan yang dimasukkan dalam kategori nonkritis adalah
tensimeter, stetoscope,

(7) Sarana dan Peralatan untuk sterilisasi


(a) Pre cleaning : perendaman dengan enzymatik 0,8 % atau detergen atau
glutaradehida 2 %bahan kimia (jenis detergen) atau enzymatik, air yang
digunakan (idealnya air dengan kandungan mineral rendah 70-150 mg/L/soft
water) dan wadah untuk perendaman (ember):
 larutan Klorin 0,5 % adalah 1 bagian larutan klorin : 9 bagian air
 larutan Klorin 0,05 % adalah 1 bagian larutan klorin : 10 bagian air

(b) Pembersihan
 Pembersihan manual dengan sabun atau detergen dan air atau
menggunakan enzim atau air deionisasi atau air sulingan, sikat, wadah
untuk membilas dan mengeringkan.
 Pembersihan mekanik dengan mesin cuci khusus.

(c) Pengemasan: bahan pengemasan tersedia dari bahan kertas, film plastic dan
kain (linen).

Gambar 22. Pengemasan alat kesehatan

(d) Peralatan untuk Sterilisasi dan Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)

 Sterilisator uap tekanan tinggi (Autoklaf)

Gambar 23. Sterisator Uap Tekanan Tinggi (Autoklaf)


 Sterilisator panas kering (dry heat sterilizer)

Gambar 24. Sterilisator Panas Kering

 Sterilisasi Uap

Gambar 25. Sterilsator Uap

 Alat untuk desinfeksi tingkat tinggi dengan merebus atau mengukus

Gambar 26. Alat untuk perebusan dan dandang

(8) Prosedur Pengelolaan Peralatan


(a) Menggunakan APD: petugas memakai APD sesuai indikasi paparan terdiri
dari topi, gaun/apron, masker, sarung tangan rumah tangga dan sepatu boot.
Gambar 27. Penggunaan APD saat pengelolaan peralatan

(b) Lakukan pre-cleaning: untuk semua peralatan atau alat medis yang telah
dipergunakan, pertama kali dilakukan pembersihan awal (pre-cleaning)
dengan merendam seluruh permukaan peralatan kesehatan menggunakan
enzymatik 0,8 % atau detergent atau glutaradehida 2 %, atau sesuai instruksi
pabrikan selama 10 – 15 menit untuk menghilangkan noda darah, cairan
tubuh.
Cara pembuatan, sbb:
 larutan Klorin 0,5 % adalah 1 bagian larutan klorin : 9 bagian air
 larutan Klorin 0,05 % adalah 1 bagian larutan klorin : 10 bagian air
(c) Pembersihan/pencucian: melalui proses secara fisik untuk membuang
semua kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari permukaan benda mati
untuk membuang sejumlah mikroorganisme dengan mencuci sepenuhnya
dengan sabun atau detergen dan air atau menggunakan enzim, membilas
dengan air bersih, dan mengeringkan.
 Pembersihan manual dengan mengunakan sikat sesuai kebutuhan atau
yang disarankan oleh produsen alat, lalu bilas dengan air mengalir
dengan suhu 40 C – 50 C lebih disarankan menggunakan air deionisasi
atau air sulingan. Selanjutnya dicuci, dibilas dengan air mengalir
kemudian tiriskan (keringkan) sebelum di proses selanjutnya.
 Pembersihan mekanik dengan menggunakan mesin cuci khusus untuk
meningkatkan produktifitas, lebih bersih dan llebih aman untuk petugas.
Pembersih ultrasonic melepas semua kotoran dari seluruh permukaan
alat/instrument. Alat pembersih juga perlu dilakukan pembersihan secara
rutin
(d) Pengemasan: pastikan semua peralatan yang akan disterilkan dilakukan
pengemasan dengan membungkus semua alat-alat dan menjaga keamanan
dan efektivitas sterilisasi menggunakan pembungkus kertas khusus atau kain
(linen), dengan prinsip, sbb:
 Prosedur pengemasan harus mencakup: label nama alat, tanggal
pengemasan, metode sterilisasi, tipe dan ukuran alat yang dikemas,
penempatan alat dalam kemasan, dan penempatkan indicator kimia
eksternal dan internal.
 Pengemasan sterilisasi harus dapat menyerap dengan baik dan
menjangkau seluruh permukaan kemasan dan isinya.
 Kemasan harus mudah dibuka dan isinya mudah diambil tampa
menyebabkan kontaminasi.

(e) Proses Sterilisasi Peralatan Kritikal dengan Autoclave.


Merupakan metode sterilisasi yang paling umum dan dapat diandalkan
pengaturan perawatan kesehatan, karena uap di bawah tekanan telah terbukti
menghancurkan bahkan bakteri yang paling resisten termasuk spora secara
efektif. Autoclave digunakan untuk sterilisasi peralatan tahan panas, dgn
catatan sbb:

 Autoclaving adalah sterilisasi dengan menggunakan uap pada tekanan


tinggi 15 pound per inci persegi (PSI) pada suhu 121˚C selama 30 menit
dari suhu yang disetel atau,
 Jika menggunakan proses sterilisasi panas kering (dry heat sterilization)
pastikan penggunaan sterilisasi pemanasan kering dengan temperatur
340oF (170*C) dalam waktu 1 jam atau temperatur 320oF (160*C)
dalam waktu 2 jam.
 30 menit harus dihitung setelah suhu mencapai 121*C, bukan dari mulai
pengoperasian mesin autoclaving.
 Gunakan pita penunjuk autoklaf untuk memantau kemanjuran autoklaf
setiap beban.
 Semua instrumen dengan engsel dan kunci harus tetap terbuka dan
tidak terkunci selama autoclaving.
 Tulis tanggal sterilisasi dan kadaluwarsa pada kemasan setelah otoklaf.
 Jika menggunakan sterilisasi dengan pemanasan uap (steam
sterilization or autoclave) pastikan temperatur uap maksimum, yaitu
sekitar 250 ᴼF (121 ᴼC) dengan tekanan 15 psi dalam waktu 15-20 menit
atau dalam suhu 273 ᴼF (134 ᴼC) dengan tekanan 30 psi dalam waktu
3-5 menit.
Gambar 28. Contoh Autoklaf

(f) Peralatan Semi Kritikal, setelah dilakukan pre-cleaning dan pembersihan


dilakukan proses disinfeksi agar dapat digunakan kembali dengan cara, sbb:
 Proses Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) dengan melakukan perendaman
dengan cairan disinfektan (Klorin pemutih 0.5 % atau Glutardehida 2 %
atau peroxide hydrogen 6 %) selama 15 – 20 menit dengan
menempatkan seluruh permukaan peralatan terendam dalam cairan
tersebut dan membiasakan melihat instruksi sesuai petunjuk produk
disinfektan yang dipilih untuk menjaga risiko terhadapat peralatan.
 Proses DTT dengan cara perebusan setelah dilakukan proses pre
cleaning dan pembersihan kemudian dilakukan perebusan dengan
waktu dihitung sejak 20 menit setelah air mendidih atau terbentuknya
uap yang diakibatkan oleh air yang mendidih. Tidak diperkenankan
menambah air atau apapun apabila proses perebusan atau pengukusan
belum selesai. Ingat: uap air panas pada 100 C, membunuh semua
bakteri, virus, parasit, dan jamur dalam 20 menit.

Gambar 29. Peralatan Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)


(g) Peralatan Non Kritikal
 Dilakukan pencucian dengan detergen dan air mengalir kemudian
keringkan dengan digantung, misalnya manset tensimeter, dll.
 Dilakukan desinfeksi dengan swab alkohol 70 %, misalnya stetoscope,
termometer, dll.
 Dilakukan pembersihan semua permukaan dengan menggunakan lap
bersih yang sudah dilembabkan (dsemprot) dengan cairan klorin 0,05%
dan menggosok/mengelap permukaan tersebut misalnya: permukaan
tempat tidur, meja, dll.

(h) Penyimpanan Paket Steril

Penyimpanan instrumen/peralatan steril dengan benar sangat penting untuk


menjaga tetap steril, tulis tanggal sterilisasi dan tanggal kadaluwarsa pada
bungkus alat steril sebelum penyimpanan. Instrumen /peralatan kering, steril,
dan dikemas harus disimpan di lingkungan yang bersih dan kering. Item yang
tidak dibungkus, tidak disimpan jika akan digunakan segera.

Tabel 10. Jenis peralatan dan pengelolaan yang diperlukan

Prosedur Pengelolaan
Pengemasan

Sterilisasi

DTR
DTT
Pre claning

Pembersihan

No Jenis Peralatan Kesehatan

1 Peralatan Kritikal
Contoh : Instrumen bedah
√ √ √ √
(pincet, sonde, klem, needle
hecting, bak isntrumen dll)
2 Peralatan Semi kritikal
Contoh : Ambu bag, √ √ √
masker
resusitasi, kaca mulut
3 Peralatan Non kritikal
Contoh : Manset Tensimeter,
stetoscope. Mesin EKG, Mesin √ √
nebulizer
Tabel 11. waktu penyimpanan peralatan steril’

Disimpan dalam Diletakan dalam rak


Jenis pembungkus
tempat tertutup terbuka

Dibungkus tunggal (2 lapis) 1 minggu 2 hari

Dibungkus double (2 lapis) 3 minggu 2 minggu

f) Pengelolaan Linen

(1) Pengertian: adalah pengelolaan linen melalui tahapan-tahapan pencucian linen


sesuai dengan prinsip prinsip yang ditetapkan.
(2) Tujuan: untuk mencegah infeksi silang bagi pasien dan petugas, menjaga
ketersediaan bahan linen dan kualitas linen, mengelola sumber daya agar mampu
menyediakan linen sesuai kebutuhan dan harapan pasien dengan memperhatikan
proses pembiayaan dan meningkatkan kepuasan pasien.
(3) Manfaat: pengelolaan linen yang baik akan mencegah potensi penularan penyakit
bagi pasien, staf dan pengguna linen lainnya serta gangguan pada lingkungan.
(4) Prinsip pengelolaan linen
(a) Semua petugas yang terlibat dalam pengelolaan linen (pengumpulan,
pengangkutan, pemilahan, dan pencucian linen kotor dan linen infeksius)
untuk melaksanakan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi dengan
tepat.
(b) Perlakuan Linen disesuaikan dengan kategorinya, yang terbagi atas linen
bersih, steril. linen kotor dan linen infeksius:
 Linen bersih adalah linen yang sudah dilakukan proses pencucian dan
siap untuk pemakaian non steril.
 Linen steril adalah linen yang sudah dilakukan sterilisasi,
 Linen kotor adalah linen yang sudah dipakai oleh pasien/keluarga/
pegawai.
 Sedangkan linen infeksius adalah linen yang sudah terkontaminasi
darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi.
(c) Linen dari ruang isolasi diperlakukan sebagai linen infeksius, kantong ganda
(double) tidak diperlukan kecuali jika kantong utama rusak atau bocor
(d) Pencucian linen bersih, steril dan kotor dilakukan terpisah melalui pintu
masuk yang berbeda atau satu arah, jika memungkinkan menggunakan
mesin cuci yang berbeda atau waktu pencucian yang berbeda.
(e) Area pencucian linen kotor dan penempatan linen bersih berada pada
tempat dengan pintu yang berbeda atau satu arah.

(5) Sarana Prasarana


(a) Mesin cuci dan pengering (dryer)
(b) Penyeterikaan dengan mesin seterika uap, mesin flat ironer.
(c) Kantong untuk membungkus linen bersih dan linen kotor.
(d) Kereta dorong.
(e) Tempat penyimpanan linen.

(6) Prosedur Pengelolaan Linen


(a) Pastikan petugas menggunakan APD: topi, apron/celemek, masker, sarung
tangan rumah tangga dan sepatu boot untuk melindungi kontaminasi dari
paparan cairan atau percikan yang mengenai pakaian dan tubuh petugas.
(b) Jangan menarik dan meletakan linen yang kotor di lantai, kumpulkan linen
kotor sedemikian rupa untuk mencegah kontaminasi lingkungan.
(c) Pastikan troli linen yang digunakan berbeda antara troli linen kotor, linen
infeksius atau linen bersih namun jika tidak memungkinkan cuci atau
disinfeksi troli tersebut sebelum digunakan untuk mengangkut linen bersih.
(d) Pencucian linen kotor dilakukan berbeda dengan linen infeksius dengan
menggunakan mesin yang berbeda (jika memungkinkan menggunakan
mesin cuci yang berbeda) atau waktu pencucian yang berbeda dengan
persyaratan, sbb:
 Tersedia air bersih mengalir dan jika memungkinkan ada air panas
untuk pencucian dengan suhu 70°C dalam waktu 25 menit atau 95°C
dalam waktu 10 menit dengan menggunakan detergen.
 Jika tidak tersedia air panas maka pencucian linen infeksius dapat
menggunakan detergen dengan penambahan cairan disinfektan
(bleaching atau pemutih dengan pengenceran 1 : 99 cc air), namun
perlu diperhatikan waktu perendaman tidak lebih dari 10 -15 menit (jika
lebih merusak struktu kain linen).
 Proses pengeringan dilakukan dengan peralatan mesin cuci (dry
cleanning) jika akan dilakukan proses pengeringan manual maka
menjemur cucian harus ditempat tertutup untuk menghindari
kontaminasi debu atau kotoran.
(e) Pelipatan hasil cucian jika dilakukan secara manual maka dilakukan di meja
khusus pelipatan dan jangan melakukan di lantai atau permukaan yang
dapat mengkontaminasi linen bersih.
(f) Penyimpanan linen bersih atau linen steril harus disimpan di lemari (kering
dan bersih) dan sebagian bisa langsung dipergunakan. Lemari penyimpanan
tidak boleh tercampur dengan linen kotor untuk menghindari kontaminasi.
(g) Tempatkan linen bersih pada lemari tertutup dan tidak tercampur dengan
peralatan atau benda lainnya.
(h) Peyimpanan linen steril harus memenuhi ketentuan: diruangan khusus
dengan suhu 22-24 ᴼC dan kelembaban 40 -60 %, lantai terbuat dari bahan
yang rata tidak bersudut (menggunakan vinyl).
(i) Pengangkutan linen: saat dilakukan pengangkutan linen bersih dan kotor
tidak boleh dilakukan bersamaan.

INFEKSIUS
Dikirim ke laundry
Linen kotor yang telah dipakai pasien

Non Infeksius

2) Dipisahkan – dan
ngkadan
Dikerin
3) disDteisritkraibusi dicuci

Distribusi

Steril Bersih

Gambar 30. Alur pengelolaan linen

(j) Alur denah ruangan penerimaan linen kotor dan linen bersih berbeda dengan
prinsip pintu penerimaan dan pengeluaran satu arah.

R.KotorR.Simpan R.Bersih
Pintu masuk
Pintu keluar linen
Linen kotor

Gambar. 31 Denah Pintu masuk linen kotor dan pintu keluar linen bersih
g) Penyuntikan Yang Aman

(1) Pengertian: adalah penyuntikan yang dilakukan dengan mengindahkan prinsip-


prinsip penyuntikan yang benar (penyimpanan, persiapan, penyuntikan obat ke
pasien sampai penanganan alat alat bekas pakai), sehingga aman untuk pasien
dan petugas dari Risiko terinfeksi (CDC).
(2) Tujuan:
(a) Tidak terjadi penyebaran penyakit infeksi pada pasien maupun petugas
kesehatan.
(b) Menurunkan atau meminimalkan angka kejadian infeksi (lokal atau sistemik).
(3) Prinsip Penyuntikan Yang Aman
(a) Pastikan pelaksanaan penyuntikan yang aman dilaksanakan dengan prisnip
satu spuit, satu jenis obat, satu prosedur penyuntikan.
(b) Pastikan petugas dalam mempersiapkan penyuntikan menggunakan teknik
aseptik untuk menghindari kontaminasi peralatan injeksi steril, sbb:
 Trolly tindakan yang berisi cairan handrubs, safety box, bak instrumen
bersih, bengkok penampung limbah sementara, boks berisi gunting,
plester , tournique, transparan dressing atau kasa steril pada
tempatnya dan alkohol swab sekali pakai.
 Nampan untuk menempatkan bak instrumen berisi obat suntik yang
sudah disiapkan, kasa steril dan alkohol swab sekali pakai , plester dan
gunting yang ditempatkan dalam bengkok bersih.
 Tidak menggunakan spuit yang sama untuk penyuntikan lebih dari satu
pasien walaupun jarum suntiknya diganti.
 Semua alat suntik yang dipergunakan harus satu kali pakai untuk satu
pasien dan satu prosedur.
 Jangan memanipulasi jarum suntik (merecaping, mematahkan,
menekuk) dan segera buang kedalam safety box jika sudah dipakai.
 Gunakan cairan pelarut atau flushing hanya untuk satu kali pemberian
(NaCL, WFI), Jangan menggunakan plabot cairan infus atau botol
larutan intravena sebagai sumber cairan pelarut obat yang akan
digunakan untuk banyak pasien.
 Tidak memberikan obat obat single dose kepada lebih dari satu pasien
atau mencapur obat obat sisa dari vial atau ampul untuk pemberian
berikutnya.
 Jangan menyimpan botol multi-dosis di area perawatan pasien
langsung. Simpan di sesuai dengan rekomendasi pabrikan dan buang
jika sterilitas diragukan. Simpan obat obat multi dose sesuai dengan
rekomendasi pabrik yang membuat.
 Gunakan sarung tangan bersih jika akan berisiko terpapar darah atau
produk darah, gunakan satu sarung tangan untuk satu pasien.

(4) Sarana
Untuk terlaksanannya penyuntikan yang aman diperlukan tempat penyediaan alat
dan bahan seperti Troli, bak instrumen, swab alkohol, botol dispenser, kapas dan
troly. Minimal tersedia nampan khusus untuk menempatkan bak instrumen berisi
obat suntik, kasa steril dan alkohol swab sekali pakai, plester, gunting, dll.

Gambar 32. Troli dan bak instrument untuk alat suntik

h) Kebersihan Pernapasan dan Etika Batuk

(1) Pengertian: etika batuk adalah tata cara batuk yang baik dan benar dengan cara
menutup hidung dan mulut dengan tissue atau lengan baju, sehingga bakteri tidak
menyebar ke udara dan tidak menular ke orang lain.
(2) Tujuan: mencegah penyebaran bakteri atau virus secara luas melalui udara bebas
(Droplets) dan membuat kenyamanan pada orang di sekitarnya
(3) Prosedur etika batuk dan kebersihan pernapasan, sbb:
a. Pastikan dan ajarkan petugas, pasien dan pengunjung melakukan etika batuk
dan kebersihan pernapasan apabila mengalami gangguan pernapasan, batuk,
flu atau bersin.
a. Lakukan prosedur etika batuk saat anda flu atau batuk, gunakan masker
dengan baik dan benar agar orang lain tidak tertular.
b. Tidak mengantungkan masker bekas dipakai pada leher karena bisa menyebar
kembali virus dan bakteri ketika digunakan kembali.
c. Bila tidak tersedia masker bedah, gunakan metode lain untuk pengendalian
sumber patogen (misalnya, sapu tangan, tisu, atau tangan) saat batuk dan
bersin
d. Praktekkan atau lakukan langkah etika batuk yang baik dan benar sesuai
gambar berikut ini:

Gambar 33 Etika batuk

i) Penempatan Pasien

(1) Pengertian: adalah menempatkan pasien pada suatu tempat yang telah
ditentukan untuk memudahkan pelayanan dengan mempertimbangkan aspek
keamanan serta keselamatan pasien maupun petugas. Untuk pasien penyakit
menular maka penempatannya dilakukan disuatu tempat atau ruangan tersendiri
(isolasi).
Jika tidak tersedia maka dapat ditempatkan dalam satu ruangan dengan
pengaturan jarak antara tempat tidur minimal 2 meter serta diberi penghalang fisik
atau tirai, namun perlu dilakukan pemisahan antara pasien terkonfirmasi dan yang
belum.
(2) Tujuan: agar pelayanan yang diberikan mempertimbangkan aspek keamanan,
keselamatan pasien, pengunjung dan petugas kesehatan pelayanan bagi pasien.
(3) Manfaat: pelayanan dapat berjalan efektif dan efisien serta melindungi dari aspek
keamanan serta terjadinya infeksi silang.
(4) Prinsip penempatan pasien
a) Kamar terpisah bila dikhawatirkan terjadinya kontaminasi luas terhadap
lingkungan misalnya pada luka lebar dengan cairan keluar, diare,
perdarahan tidak terkontrol.
b) Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi melalui udara ke
kontak, misalnya : luka dengan infeksi kuman gram positif, Ccovid, dll
c) Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar dengan exhaust
ke area tidak ada orang lalu lalang, misalnya: TB
d) Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne
luas, misalnya pada pasien dengan varicella.
e) Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan (anak,
gangguan mental).
f) Bila kamar terpisah tidak memungkinkan dapat dilakukan dengan sistem
cohorting (pengelompokan pasien dengan jenis yang sama). Bila pasien
terinfeksi dicampur dengan non infeksi maka pasien, petugas dan
pengunjung menjaga kewaspadaan untuk mencegah transmisi infeksi.

(5) Triase dan Ruangan pemeriksaan


a) Penempatan pasien di ruang triase harus dipertahankannya jarak minimal 1
meter antara pasien.
b) Ruangan pemeriksaan yang digunakan untuk memeriksa pasien harus
berventilasi baik dengan sirkulasi udara minimal 12 Air Change Hour
(ACH)/pertukaran udara per jam.

(6) Prosedur Penempatan Pasien (termasuk penderita Covid-19)


a) Pastikan pasien infeksius ditempatkan terpisah dengan pasien non infeksius.
b) Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi penyakit
pasien (kontak, droplet, airborne), sebaiknya ruangan tersendiri.
c) Bila tidak tersedia ruang tersendiri, dibolehkan dirawat bersama pasien lain
yang jenis infeksinya sama dengan menerapkan sistem cohorting
(penggabungan). Untuk menentukan pasien dapat disatukan dalam satu
ruangan, perlu dikonsultasikan terlebih dahulu kepada tim PPI atau
penanggung jawab PPI.
d) Semua ruangan terkait cohorting harus diberi tanda kewaspadaan
berdasarkan jenis transmisinya (kontak,droplet, airborne). Penggabungan
pasien dalam satu ruangan sebagai tempat pasien yang diisolasi maka
harus memperhatikan:
 Jarak antara pasien minimal 1 meter harus dipertahankan. Ini sangat
penting karena pasien mungkin mengalami penyakit menular lainnya
selain infeksi yang sudah dipastikan.
e) Staf yang sudah ditentukan tidak boleh ditugaskan memberi pelayanan
kepada pasien lain yang tidak digabungkan.
f) Jumlah orang yang diizinkan untuk memasuki tempat penggabungan atau
isolasi harus dibatasi seminimal mungkin.
g) Pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri atau lingkungannya
seyogyanya dipisahkan tersendiri.
h) Mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya melalui udara (airborne)
agar dibatasi di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan untuk menghindari
terjadinya transmisi penyakit yang tidak perlu kepada yang lain.
i) Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat bersama dengan pasien TB dalam
satu ruangan tetapi pasien TB-HIV dapat dirawat dengan sesama pasien TB.
j) Hindari penggunaan peralatan yang sama untuk beberapa pasien, tapi bila
tak dapat dihindarkan, pastikan bahwa peralatan yang digunakan kembali
didisinfeksi dengan benar sebelum digunakan pada pasien lain.
k) Lakukan pembersihan berkala dan disinfeksi yang benar di tempat-tempat
umum dan membersihkan tangan yang memadai oleh pasien, pengunjung,
dan perawat

j) Perlindungan Kesehatan Karyawan

(1) Pengertian: terciptanya tatanan kerja di setiap FKTP yang mempertimbangkan


aspek keselamatan dan kesehatan petugas kesehatan atau semua karyawan.
(2) Tujuan: melindungi kesehatan dan keselamatan petugas baik tenaga medis,
perawat maupun staff penunjang sebagai orang yang paling berisiko terpapar
penyakit infeksi, karena berhadapan langsung dengan pasien penderita penyakit
menular setiap saat atau akibat terpapar dari lingkungan fasilitas pelayanan
kesehatan yang tidak terkelola sesuai standar.
(3) Manfaat: menjaga kesehatan dan keselamatan petugas sehingga pelayanan dan
pengelolaan yang disediakan oleh FKTP dapat tetap terlaksana dengan baik.
(4) Prosedur:
(a) Semua petugas kesehatan menggunakan APD saat memberi pelayanan
yang berisiko terjadi paparan darah, produk darah, cairan tubuh, bahan
infeksius atau bahan berbahaya lainnya.
(b) Semua petugas kesehatan saat melaksanakan tugas, menggunakan baju
kerja dan tidak menggunakan baju kerja yang dipakai dari rumah maupun
saat kembali kerumah (dianjurkan baju kerja ganti di fasilitas kesehatan).
(c) Dilakukan pemeriksaan berkala terhadap semua petugas kesehatan
terutama pada area risiko tinggi (misalnya: ruang TB, ruang VCT, dll) yang
dapat terpapar penyakit menular infeksi sehingga perlu diberikan immunisasi
sesuai risiko paparan kinerja petugas yang dihadapi dan hasil konsultasi
professional kesehatan misalnya immunisasi Hepatitis B.
(d) Tersedia kebijakan penatalaksanaan akibat tusukan jarum/benda tajam
bekas pakai pasien:
 Alur pelaporan kejadian.
 Prosedur pemeriksaan dan pencegahan imunisasi.
 Tersedia obat dan tim kesehatan yang ditunjuk.
 Sistem pendokumentasian.
(e) Tata laksana paska pajanan sebagai berikut :
 Jangan panik.
 Bersihkan area luka dengan air mengalir tanpa melakukan pemijatan
untuk mengeluarkan darah (biarkan darah keluar secara pasif)
kemudian cuci dengan sabun dan air mengalir.
 Bila percikan mengenai mulut segera ludahkan dan kumur kumur
dengan air bersih berulang kali.
 Bila terpercik mengenai mata maka cuci mata dengan air mengalir
(irigasi) dengan posisi kepala miring kearah area mata yang terkena
percikan.
 Bila terkena hidung segera hembuskan keluar dan bersihkan dengan air
mengalir.
 Laporkan pada atasan langsung untuk proses tindak lanjut sesuai
ketentuan yang berlaku.
(f) Tersedia sistem atau skema pembiayaan yang disediakan oelh FKTP bagi
petugas kesehatan yang memerlukan perawatan kesehatan.
Gambar 35. Contoh PPP pada pajanan HIV
2. KEWASPADAAN TRANSMISI

Kewaspadaan transmisi merupakan lapis kedua dari kewaspadaan standar, yaitu tindakan
pencegahan atau pengendalian infeksi yang dilakukan baik yang belum atau yang sudah
terdiagnosa penyakit infeksinya. Kewaspadaan ini diterapkan untuk mencegah dan
memutus rantai penularan penyakit lewat kontak, droplet, dan udara, Transmisi penyakit
infeksi dapat terjadi melalui satu cara atau lebih.

a) Kewaspadaan Transmisi Kontak

(1) Pengertian: tindakan kewaspadaan yang dirancang untuk mencegah terjadinya


infeksi yang ditularkan melalui kontak langsung (menyentuh kulit, lesi, sekresi atau
cairan tubuh yang terineksi) atau kontak tidak langsung (melalui tangan petugas
atau orang lain saat menyentuh peralatan, air, makanan atau sarana lain).
Penyakit yang dapat ditularkan melalui transmisi kontak antara lain HIV/AIDS,
Hepatitis B, Diiare, Scabies, dll.
(2) Tujuan: untuk memutus mata rantai penularan mikroorganisme penyebab infeksi,
yang terjadi melalui transmisi kontak.
(3) Prinsip:
 Pastikan semua petugas mematuhi prosedur kewaspadaan standar yang telah
ditetapkan.
 Tidak menyentuh atau menghindari memegang sesuatu secara langsung
tanpa memperhatikan prinsip dan kriteria atau SOP penggunaan APD (lihat
pembahasan APD).
 Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kontak langsung dan tidak
langsung yang semestinya tidak perlu terjadi, tempatkan pasien sesuai
kategori penyakitnya (isolasi atau cohorting).
 Jika tidak memungkinkan penyediaan ruang isolasi yang cukup maka
dilakukan pengelompokan (lebih dari satu orang dalam ruangan yang sama
dengan jenis penyakit atau bakteri yang sama atau kohort sistem) dengan
menempatkan pasien dengan jarak ≥ 1 meter antar tempat tidur, pastikan pintu
selalu tertutup setiap saat.
 Segera lakukan pembersihan setiap menemukan sumber penularan (alat
bekas pakai, makanan, minuman, darah, sekresi, cairan tubuh, kotoran, dll.
 Jika terjadi wabah, pehatikan petujuk, aturan, pedoman atau ketetapan
berkaitan dengan penanggunalangan wabah yang dikeluarkan pemerintah
atau gugus tugas yang ditetapkan.
(4) Prosedur PPI:
(a) Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan sekitar pasien atau sesuai dengan lima momen kebersihan
tangan dengan menggunakan sabun dan air dan cairan handrub berbasis
alkohol.
(b) Jika diperlukan minta pasien atau pengguna layanan melakukan kebersihan
tangan sebelum dilayani atau mendapatkan pelayanan.
(c) Batasi orang yang berada didalam kamar dan hindari kontaminasi
penggunan peralatan, jika memungkinkan satu peralatan satu pasien, dan
dilakukan disinfeksi terlebih dahulu sebelum dipakai pasien yang lain.
(d) Kenakan celemek plastik sekali pakai saat memberikan perawatan langsung
kepada pengguna layanan. Lepaskan tanpa menyentuh area yang
terkontaminasi. Buang limbah klinis sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
(e) Kenakan sarung tangan sekali pakai saat memberikan perawatan langsung
kepada pengguna layanan. Hapus tanpa menyentuh area yang
terkontaminasi. Buang sebagai limbah klinis.
(f) Peralatan perawatan pasien harus dijaga agar tetap bersih dan kering serta
didekontaminasi antara setiap penggunaan peralatan pasien,
(g) Pada kondisi wabah atau outbreak terapkan jaga jarak (fisical distancing)
baik antara petugas dengan pasien maupun diantara pengguna layanan.

(5) Penggunaan Kamar Isolasi


Pengguna layanan pada tindakan pencegahan kontak untuk organisme seperti
Norovirus harus ditempatkan di kamar tersendiri. (APIC, 2013). Jika terjadi wabah,
jika tidak memungkinkan dapat dilakukan mengelompokkan lebih dari satu orang
dalam ruangan yang sama dengan jenis penyakit atau bakteri yang sama (kohort
sistem). Bila cohorting maka tempatkan pasien dengan jarak ≥ 1 meter antar
Tempat Tidur, pastikan pintu selalu tertutup setiap saat.

(6) Tindakan Pencegahan


(a) Pasien dengan penularan melalui kontak ditempatkan dalam ruangan
tersendiri, jika tidak memungkinkan dapat dilakukan mengelompokkan lebih
dari satu orang dalam ruangan yang sama dengan jenis penyakit atau bakteri
yang sama (kohort sistem) dengan jarak ≥ 1 meter antar tempat tidur, pastikan
pintu selalu tertutup setiap saat.

(b) Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan sekitar pasien dengan menggunakan sabun dan air dan cairan
handrub berbasis alkohol.
(c) Batasi orang yang berada didalam kamar dan hindari kontaminasi penggunan
peralatan, jika memungkinkan satu peralatan satu pasien, dan dilakukan
disinfeksi terlebih dahulu sebelum dipakai pasien yang lain.
(d) Gunakan APD sesuai indikasi:
 Kenakan gaun/apron/celemek plastik sesuai indikasi.
 Gunakan sarung tangan jika akan terpapar darah, cairan tubuh,
sekresi atau eksresi saat memberikan pelayanan dan segera
lepaskan tanpa menyentuh area yang terkontaminasi, selanjutnya
buang sebagai limbah klinis.
(e) Peralatan perawatan pasien harus dijaga agar tetap bersih dan kering serta
didekontaminasi antara setiap penggunaan peralatan pasien.

b) Kewaspadaan Transmisi Droplet


(1) Pengertian : adalah tindakan kewaspadaan untuk menghindari penularan
penyakit infeksi melalui droplet (sekresi yang dikeluarkan melalu saluran
pernapasan) selama batuk, bersin atau berbicara. Karena sifatnya droplet maka
biasanya tidak akan terpercik jauh, tidak melayang diudara namun akan jatuh pada
suatu permukaan benda. Berbagai studi menunjukkan bahwa mukosa hidung,
konjungtiva dan mulut, merupakan portal masuk yang rentan untuk virus
pernapasan (CDC dan Hall et al, 1981). Penyakit infeksi yang dapat ditularkan
melalui droplet antara lain Influenza, ISPA, SARS (Covid-19, dll), Pertusis, dll.
(2) Tujuan: untuk memutus mata rantai penularan mikroorganisme penyebab infeksi,
yang mungkin terjadi melalui transmisi droplet.
(3) Prinsip Kewaspadaan Droplet
(a) Pastikan semua petugas mematuhi prosedur kewaspadaan standar yang
telah ditetapkan saat akan memberikan pelayanan.
(b) Petugas tidak memberikan pelayanan saat sedang sakit (batuk, flu, dll) atau
perhatikan prinsip dan kriteria atau SOP penggunaan APD (lihat
pembahasan APD).
(c) Pasien dengan penularan melalui kontak ditempatkan dalam ruangan
tersendiri, jika tidak memungkinkan dapat dilakukan mengelompokkan lebih
dari satu orang dalam ruangan yang sama dengan jenis penyakit atau
bakteri yang sama (kohort sistem) dengan jarak ≥ 1 meter antar Tempat
Tidur, pastikan pintu selalu tertutup setiap saat.
(d) Pasien, pengunjung, keluarga dan petugas kesehatan harus dididik tentang
tindakan pencegahan yang digunakan, durasi tindakan pencegahan, serta
pencegahan penularan penyakit pada orang lain dengan fokus khusus pada
kebersihan tangan dan etika pernapasan.

(4) Prosedur PPI :


(a) Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan sekitar pasien dengan menggunakan sabun dan air dan
cairan handrub berbasis alkohol.
(b) Gunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai jenis paparan dan indikasi:
 Gunakan masker bedah dan yakin penggunaannya tertutup rapat (fit
test), lepaskan tanpa menyentuh area yang terkontaminasi setelah
keluar dari kamar perawatan atau pelayanan, buang ke limbah
infeksius dan segera lakukan kebersihan tangan dengan air dan
sabun.
 Pertimbangkan untuk menggunakan masker N95 pada tindakan
yang menghasilkan aerosol pada pasien dengan gangguan Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA), misalnya pada tindakan Intubasi,
Bronchoscopy, Nebulizer, dll.
(c) Lakukan penilaian risiko paparan dan gunakan APD sesuai indikasi paparan
seperti yang dipersyaratkan dalam tindakan pencegahan standar.

c) Kewaspadaan Transmisi Udara (Airborne)

(1) Pengertian: adalah tindakan pencegahan yang dirancang untuk mencegah


penyebaran infeksi yang ditularkan melalui udara dengan menghirup atau
mengeluarkan mikroorganisme dari saluran napas. Secara teroritis partikel yang
mengandung berukuran < 5 µm dikeluarkan dari saluran pernapasan dan dapat
tetap melayang di udara untuk beberapa waktu. Sumber penularan juga dapat
dihasilkan dari tindakan yang menghasilkan aerosol, pengisapan cairan, induksi
dahak atau endoskopi.
Penyakit infeksi yang bisa ditularkan melalu udara antara lian TB, virus (Afian flu,
Corona virus, SARS, Varicella zoster dan Campak, dll).
(2) Tujuan: untuk mencegah penularan infeksi akibat penularan mikroorganisme
sebagai partikel yang beradar di udara, yang dapat bertahan lebih lama serta
dapat melayang keluar area dengan jarak lebih jauh yang memungkin terhirup
atau mencemari jaringan dan selaput lendir bagi yang terpapar.
(3) Sarana: untuk ruang perawatan diperlukan ruangan isolasi dengan ventilasi
tekanan negatif untuk kondisi penularan infeksi yang ditransmisikan melalui rute
udara serta ketersediaan APD yang memenuhi syarat kualitas maupun kuantitas.
(4) Prosedur:
(a) Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan sekitar pasien dengan menggunakan sabun dan air dan
cairan handrub berbasis alkohol.
(b) Gunanakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai indikasi :
 Gunakan bedah atau masker N95 (respiratorik) dan yakinkan
penggunaannya tertutup rapat (fit test) serta Lepaskan tanpa
menyentuh area yang terkontaminasi setelah keluar dari kamar.
 Gunakan kacamata/pelindung wajah (face shiled) sesuai jenis risiko
paparan droplet (percikan).
 Gunakan gaun jika akan terjadi risiko paparan kontaminasi pada tubuh
atau pakaian petugas.
 Gunakan sarung tangan jika akan terjadi kontaminasi pada tangan.
(c) Ruangan dengan ventilasi tekanan negatif, jika tidak memungkinkan dapat
menggunakan ventilasi tekanan mekanik atau ventilasi natural dan pintu
harus selalu tertutup.
(d) Lakukan penilaian risiko paparan dan gunakan APD sesuai indikasi paparan
seperti yang dipersyaratkan dalam tindakan pencegahan standar.
(e) Perlu edukasi oleh petugas kepada pendamping keluarga agar menjaga
kebersihan tangan dan menjalankan kewaspadaan isolasi untuk mencegah
penyebaran infeksi kepada mereka sendiri ataupun kepada pasien lain.
Kewaspadaan yang dijalankan seperti yang dijalankan oleh petugas kecuali
pemakaian sarung tangan.
(f) Upaya Pencegahan infeksi saat pemulangan pasien (edukasi pada keluarga:
 Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas waktu
masa penularan.
 Bila dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir, pasien yang dicurigai
terkena penyakit menular melalui udara / airborne harus diisolasi di
dalam rumah selama pasien tersebut mengalami gejala sampai batas
waktu penularan atau sampai diagnosis alternatif dibuat atau hasil uji
diagnosa menunjukkan bahwa pasien tidak terinfeksi dengan penyakit
tersebut.
 Edukasi Keluarga harus diajarkan cara menjaga kebersihan diri,
pencegahan dan pengendalian infeksi serta perlindungan diri.
 Pembersihan dan disinfeksi ruangan yang benar perlu dilakukan setelah
pemulangan pasien.
(5) Ringkasan Kewaspadaan Transmisi : Lihat tabel 14 dan 15 pada lampiran.
B. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DENGAN PENERAPAN
BUNDLE DAN STANDAR PPI LAINNYA DI FKTP

Bundles merupakan sekumpulan praktik berbasis bukti sahih yang menghasilkan


perbaikan keluaran proses pelayanan kesehatan bila dilakukan secara kolektif dan
konsisten (Permenkes 27, 2017). Menurut Camporota, 2011 dan beberapa penelitian lain,
penerapan Bundle dapat menurunkan angka HAIs, kematian, biaya perawatan dan lama
hari rawat jika dilaksanakan dengan konsisten. Penerapan Bundle ini harus didukung oleh
kompetensi petugas pelayanan kesehatan baik pengetahuan, sikap dan keterampilannya
(Sadli, 2017). Pembahasan tentang penerapan Bundle hanya difokuskan tindakan atau
pelayanan yang tersedia atau sering dilakukan di FKTP meliput :

 Bundle HAIs : CAUTI/ISK, Infeksi aliran darah akibat pemasangan perifer Line
(PLABSI), Infeksi Daerah Operasi (IDO).

 PPI pada penggunaan peralatan peralatan kesehatan lainnya seperti penggunaan


alat bantu pernapasan, terapi inhalasi, penggunaan infus, penggunaan kateter urine
dan perawatan luka.

1. Penerapan Bundle HAIs, sbb:


a) Bundle Chateter Associated Urinary Tract Infections (CAUTI) atau Infeksi
Saluran Kemih (ISK).
(1) Pengertian: Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau CAUTI adalah infeksi terkait
pemasangan urine menetap yang terjadi pada sistim saluran kemih setelah
pemasangan kateter urine > 2 (dua) hari.
(2) Tujuan: untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih atau komplikasi lain
pada pasien yang terpasang urine kateter menetap.
(3) Kriteria ISK, pasien harus memenuhi 1, 2, dan 3 di bawah ini:
(a) Kateter urin menetap yang telah terpasang selama lebih dari 2 hari berturut-
turut di lokasi rawat inap pada tanggal kejadian.
(b) Terdapat setidaknya satu dari tanda atau gejala berikut:
 Demam (> 38,0 ° C)
 Nyeri tekan suprapubik
 Nyeri atau nyeri pada sudut kostovertebralis
 Urgensi kemih
 Frekuensi kencing
 Disuria
(c) Hasil kultur urin dengan tidak lebih dari dua spesies organisme yang
teridentifikasi, setidaknya salah satunya adalah bakteri ≥105 CFU / ml.

(4) Penerapan bundle ISK

(a) Bundle Insersi


i) Kaji kebutuhan: pemasangan kateter hanya jika betul- betul diperlukan
seperti pada retensi urine, obstruksi kemih, kandung kemih neurogenik,
pasca bedah urologi, untuk memonitor output yang ketat Indikasi
pemasangan kateter urine menetap, bukan untuk kenyamanan petugas,
jika memungkinkan pakai kondom kateter untuk pasien laki-laki
ii) Pemasangan oleh petugas yang terlatih:
 Ukuran kateter sekecil mungkin dengan aliran adekuat untuk
mengurangi trauma urethra.
 Kembangkan balon dengan jumlah air yang direkomendasikan
pabrik.
 Setelah terpasang harus difiksasi untuk mencegah pergerakan dan
traksi urethra
iii) Kebersihan Tangan
 Sebelum mempersiapkan peralatan
 sebelum memakai sarung tangan saat insersi
 Setelah melepas sarung tangan Setelah insersi
 Setelah membereskan seluruh peralatan
iv) Tehnik steril
 Gunakan teknik aseptik saat pemasangan kateter, (sarung tangan
steril)
 Gunakan jeli pelicin anestetik steril “single use”.

(b) Bundle maintenans

i) Kebersihan Tangan: lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah


memanipulasi kateter urine atau perangkatnya.
ii) Perawatan kateter, sbb:
 “Catheter-meatal junction” harus dibersihkan tiap hari dengan sabun
dan air bersih, tidak perlu dibalut.
 Tidak menggunakan antibiotik/antiseptik topikal karena akan
beresiko terjadi koloni patogen resisten (pseudomonas spp).
 Pertahankan sistem aliran urine lancar, steril dan tertutup.
 Hubungan kateter dan pipa drainase tidak boleh terbuka kecuali
atas indikasi.
 Tidak dianjurkan melakukan irigasi buli-buli, kecuali bila ada
sumbatan bekuan darah, misalnya pasca “TUR” prostat tetap
pertahankan tehnik aseptik dan antiseptik, gunakan spuit steril
ukuran besar dan larutan saline steril. Bila penyebab sumbatan
berasal dari kateter, segera ganti kateter.

iii) Pemeliharaan kateter


 Jangan ada bagian yang terlipat/”kinking”.
 Kantong urin harus dikosongkan secara teratur dengan penampung
berbeda untuk setiap pasien.
 Pakailah sarung tangan bersih, jika memanipulasi kateter atau
pengosongan urine bag.
 Urine bag harus selalu lebih rendah dari kandung kemih dan tidak
boleh menyentuh lantai atau roda tempat tidur
 Bersihkan daerah genital dan kateter dengan menggunakan sabun
dan dibilas dengan air mengalir/shower.
 Jangan gunakan antibiotik/antiseptik topikal untuk mencegah
resistensi antibiotika dan tidak boleh dibalut untuk mencegah
kolonisasi.
 Penggantian Kateter, hanya bila terjadi infeksi ,tidak ada jadwal rutin
penggantian kateter urine.
 Fiksasi kateter untuk mencegah gerakan dan trauma pada meatus.
 Letakan urine bag lebih rendah dari kandung kemih dan buang urine
setiap 8 jam atau jika penuh.
 Tidak meletakan urine bag di lantai.
 Periksa slang urine sesering mungkin jangan sampai terlipat
(kingking).
 Menjaga sistim drainase agar tidak tertutup.
 Gunakan penampung urine untuk satu pasien satu alat
 Gunakan tehnik aseptik untuk mendapatkan spesimen
 Pemeriksaan mikrobiologi, tidak dilakukan secara rutin, kecuali ada
indikasi
iv) Kaji Indikasi pemasangan kateter urine menetap, dan segera lepas jika
tidak dibutuhkan lagi atau tidak ada Indikasi.
b) Bundles PLABSI (Peripheral Line Associated Blood Stream Infection)
(1) Pengertian: PLABSI adalah infeksi yang terjadi pada sistem aliran darah,
dimana tidak ada infeksi di daerah lain, setelah dua hari kalender
pemasangan Peripheral Vena Line.
(2) Tujuan: untuk mencegah terjadinya infeksi aliran darah pada pasien yang
terpasang Pheriperal Vena Line
(3) Kriteria penetapan PLABSI, sbb:
(a) Pasien dengan bakteri patogen yang diidentifikasi dari 1 atau lebih
spesimen kultur darah yang dilakukan untuk tujuan diagnosis klinis atau
pengobatan dan organisme yang teridentifikasi dalam darah tidak terkait
dengan infeksi di tempat lain.
(b) Pasien memiliki setidaknya 1 dari tanda atau gejala berikut: demam (> 38.0
° C), menggigil, atau hipotensi dan organisme yang diidentifikasi dari
darah tidak terkait dengan infeksi di tempat lain dan komensal umum
yang sama diidentifikasi dari dua atau lebih spesimen darah yang diambil
kultur pada tempat yang berbeda untuk tujuan diagnosis atau pengobatan
klinis.
(4) Penerapan Bundle PLABSI
(a) Bundle inserdi
 Kebersihan tangan: lakukan kebersihan tangan sebelum dan
sesudah insersi, perawatan, dan melepaskan kateter intra vena
perifer.
 Gunakan APD sesuai indikasi dan tehnik aseptik.
 Sebelum melakukan insersi pada area pemasangan intra vena
kateter maka lakukan antisepsis area insersi dan pasang konektor
(sambungan IV kateter) tampa jarum.
 Pemilihan area /lokasi insersi dilakukan dengan mempertimbangkan
resiko paling rendah akibat dari pemasangan IV kateter.
 Lakukan penutupan area insersi intra vena kateter menggunakan
kasa atau penutup transparan steril (dressing steril).
 Perhatikan penggunaan slang kateter yang elastis sehingga dapat
terlipat dengan baik dan tidak mudah terlipat dan rusak (kingking).
 Pastikan perangkat infus (administrasi set) dalam kondisi tertutup
tertutup dan diberi label tanggal pemasangan.
(b) Bundle maintenans
 Lakukan kebersihan tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan
perawatan atau memanipulasi kateter intra vena perifer.
 Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
 Lakukan perawatan area insersi dengan tindakan asepsis.
 Kaji kebutuhan IV kateter setiap hari untuk memastikan apakah IV
kateter perifer masih diperlukan atau sudah dapat dilakukan
pelepasan segera jika tidak ada indikasi lagi.
 Gunakan balutan steril (dressing steril) dengan pemasangan yang
aman dan nyaman buat pasien.
 Pastikan konektor dengan sistim tertutup.
 Pastikan perangkat infus (administrasi set) dalam kondisi tertutup
tertutup dan diberi label tanggal pemasangan.
 Penggantian administrasi set setiap 96 jam atau sesuai standar
yang ditetapkan.

c) PPI Pada Infeksi Daerah Operasi (IDO)

(1) Pengertian: IDO adalah infeksi pada daerah operasi atau organ atau ruang
yang terjadi dalam 30 hari pasca operasi atau dalam kurun 1 tahun apabila
terdapat implant (Hidajat, 2012). Infeksi luka operasi merupakan infeksi insisi
ataupun organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari setelah operasi atau dalam
kurun 1 tahun apabila terdapat implant yang melibatkan kulit dan jaringan lunak
yang lebih dalam (Tietjen, Bossemeyer & Noel, 2011).
(2) Tujuan: penatalaksanaan Infeksi daerah operasi (IDO) agar sesuai dengan
prinsif PPI untuk mencegah terjadinya infeksi.
(3) Kriteria: untuk menentukan jenis IDO menurut National Nosocomial Infection
Surveilance (NNIS), sbb:
(a) Superficial Incision SSI (ITP Superfisial) merupakan infeksi yang terjadi
paska operasi dalam kurun waktu 30 hari dan infeksi tersebut hanya
melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada tempat insisi dengan
setidaknya ditemukan salah satu tanda sebagai berikut :
 Gejala Infeksi: kemerahan, panas, bengkak, nyeri, fungsi laesa
terganggu (Septiari, 2012).
 Cairan purulent.
 Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan superfisial.
(b) Deep Insicional SSI (ITP Dalam) merupakan infeksi yang terjadi paska
operasi dalam kurun waktu 30 hari paska jika tidak menggunakan implan
atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut
memang tampak berhubungan dengan insisi dan melibatkan jaringan yang
lebih dalam misalnya jaringan otot atau fasia pada tempat insisi dengan
setidaknya terdapat salah satu tanda berikut :
 Keluar cairan purulen dari tempat insisi.
 Dehidensi dari fasia atau dibuka oleh ahli bedah karena ada tanda
inflamasi.
 Ditemukannya adanya abses pada preoperasi dan radiologis.
 Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang merawat.
(c) Organ/Space SSI merupakan infeksi yang terjadi pasca operasi dalam
kurun waktu 30 hari atau 1 tahun dengan penggunaan implant yang
melibatkan suatu bagian anotomi tertentu contoh organ atau ruang pada
tempat insisi yang dibuka atau 14 dimanipulasi pada saat operasi dengan
setidaknya terdapat salah satu tanda berikut :
 Keluar cairan purulen dari drain organ dalam.
 Didapat isolasi bakteri dari organ dalam.
 Ditemukan abses.
 Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.

(4) Penerapan PPI pada IDO


(a) Langkah-langkah pencegahan pra-operasi
 Pasien yang akan menjalani pembedahan disarankan untuk mandi
sebelum tindakan operasi maka disarankan bagi pasien yang akan
menjalani pembedahan untuk melakukan mandi sebelum operasi
setidaknya 1 kali dengan menggunakan sabun (sabun antimikroba atau
non-antimikroba).
 Pencukuran rambut harus dihindari kecuali jika rambut dapat
mengganggu prosedur operasi dan penggunaan pisau cukur harus
dihindari dan sebaliknya gunakan Surgical Electrical Clipper.
 Pembersihan usus pasien dengan persiapan puasa dan pemberian
pencahar lambung (jika diperlukan).
 Petugas tidak menggunakan assesoris di tangan (cincin, jam tangan,
gelang, cat kuku atau berkuku panjang).
 Sebelum tindakan pembedahan harus melakukan kebersihan tangan
(cuci tangan pembedahan) menggunakan sabun anti septik.
 Alat pelindung diri (APD) (sarung tangan, baju, masker, kaca mata
pelindung) tersedia dan harus dikenakan sesuai dengan pedoman
fasilitas dan Semua baju bedah yang dapat dipakai kembali harus dicuci
sesuai standar pengelolaan linen di fasilitas pelayanan kesehatan.
 Profilaksis pembedahan maka pemberian antimikroba profilaksis hanya
boleh dilakukan jika memang diindikasikan.dan diberikan 1 jam sebelum
insisi.
 Dianjurkan untuk mempertahankan kadar glukosa darah antara 140-200
mg/dL (7,8-11,1 mmol/L) pada pasien yang menderita maupun tidak
menderita diabetes yang hendak menjalani pembedahan.
 Batasi jumlah orang di dalam ruang OK (kamar Tindakan) untuk
memastikan ketersediaan ruang yang memadai untuk menjalankan
prosedur Tindakan secara aman.

(b) Langkah pencegahan intra operasi


 Antiseptik permukaan kulit dilakukan dengan menggunakan Alkohol 70
%/iodine tincture 2 % atau clorhexidine 2-4 %. Manfaat iodin atau
clorheksidin dan larutan alkohol adalah untuk memperpanjang aktivitas
bakterisidal.
 Lingkungan area operasi (OK): tekanan positif, sirkulasi uadara 15
kali/jam, temperatur 19 – 24’C dengan kelembaban 40 – 60 % dan
dibersihkan setiap selesai tindakan dan secara periodik (jika tidak
memungkinkan maka kendalikan lingkungan tempat akan dilakukan
tindakan dibuat sedemikian rupa untuk mencengah kontaminasi
lingkungan terhadap resiko infeksi ).
 Pertahankan suhu tubuh pasien normothermia perioperasi dengan
menggunakan alat penghangat jika diperlukan.
 Hindari penggunaan agen antimikroba untuk mengirigasi luka insisi
sebelum penutupan untuk menekan risiko IDO karena Tidak terdapat
cukup bukti untuk menganjurkan penggunaan atau tidak menggunakan
irigasi larutan garam steril atau anti septik terhadap luka insisi sebelum
penutupan untuk tujuan pencegahan IDO.
 Jangan mengaplikasikan bubuk vankomisin( anti mikroba) ke daerah
sayatan pembedahan untuk mencegah infeksi daerah operasi.
 Gunakan baju bedah, drape (linen operasi) yang bersih atau dan steril.
 Peralatan dipergunakan sesuai dengan kriteria alat kritikal, semi kritikal
atau non kritikal.
(c) Manajemen luka paska-operasi
 Lakukan teknik aseptik saat melakukan pemasangan dressing dan
penatalaksanaan luka.
 Tidak menggunakan topikal antimikorbial untuk perawatan luka.
 Melepaskan dressing (penutup luka) lebih awal (< 48 jam) untuk
mempercepat proses oksigenisasi untuk penyembuhan luka, jika
diperlukan gunakan dressing yang tipis
 Pilih dressing (penutup luka) berdasarkan kebutuhan pasien da kondisi
luka, misalnya tingkat eksudat, kedalaman luka, kebutuhan akan
kenyamanan, efikasi antimikroba, pengendalian bau, kemudahan
melepaskan, keselamatan dan kenyamanan pasien.

2. PPI pada penggunaan peralatan peralatan kesehatan


a) PPI Pada Penggunaan Alat Bantu Pernapasan (Oksigen Nasal)
(1) Pengertian: Pemberian oksigen secara kontinyu menggunakan slang oksigen
dengan kecepatan aliran 1–6 liter/menit serta konsentrasi 21–44%, dengan
cara memasukkan selang yang terbuat dari plastik ke dalam hidung dan
mengaitkannya di belakang telinga
(2) Tujuan: mengelola pemberian asupan tambahan oksigen melalui hidung
dengan alat bantu kanula yang diberikan pada pasien yang bernapas spontan
dengan sesak atau tidak sesak agar sesuai dengan prinsif PPI.
(3) Sarana dan pesiapan:
 Tabung oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifier
 Nasal kateter, kanula atau masker oksigen
 Vaselin/lubrikan atau pelumas (jelly)

Gambar 36. Nasal canule/kateter dan tabung Oksigen

(4) Prosedur PPI pada therapy oksigen nasal


(a) Lakukan kebersihan tangan sebelum mempersiapkan peralatan dan
melaksanakan prosedur pemberian oksigen nasal.
(b) Pastikan slang oksigen satu pasien untuk satu slang oksige, flowmeter dan
humidifier harus dalam kondisi bersih dan kosong.
(c) Hidupkan tabung oksigen dan atur posisi semifowler atau posisi yang telah
disesuaikan dengan kondisi pasien berikan oksigen melalui kanula atau
masker dengan aliran oksigen sesuaikan dengan kondisi pasien, hindari
risiko iritasi pada selaput mukosa hidung.
(d) Pastikan slang oksigen tidak terkontaminasi dengan lingkungan benda
infeksius sebelum dipakai oleh pasien karena akan terjadi risiko infeksi
saluran pernapasan.
(e) Slang oksigen/oksigen mask yang yang tidak terpakai, dan jika akan
dipergunakan lagi lakukan disinfeksi keringkan dan simpan/ bungkus dalam
tempat bersih dan kering untuk dipergunakan oleh pasien yang sama.
(f) Slang oksigen/oksigen mask adalah single use, namun pada kondisi
tertentu dapat dilakukan dekontaminasi sesuai peralatan semikritikal yang
ditetapkan
(g) Slang oksigen/oksigen mask yang sudah tidak terpakai lagi buang ke
limbah infeksius (sebaiknya dirusak terlebih dahulu sebelum dibuang).
(h) Pastikan slang oksigen/oksigen mask yang sudah tidak dipergunakan lagi
tidak berada atau tergantung pada flow meter oksigen (segera dilepas)
(i) Pastikan tabung humidifier segera dibersihkan setelah dipakai oleh pasien
dan selalu dalam kondisi kosong dan bersih sebelum dipergunakan oleh
pasien lain.

b) PPI Pada Terapi Inhalasi (Nebulizer)


(1) Pengertian: terapi inhalasi adalah pemberian obat yang dilakukan secara
hirup/inhalasi dalam bentuk aerosol ke dalam saluran napas dengan alat
nebulizer yang berfungsi mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi
aerosol sehingga dapat dihirup penderita dengan menggunakan mouthpiece
atau masker. Dengan nebulizer dapat dihasilkan partikel aerosol berukuran
antara 2- 5 µ.
(2) Tujuan: mencegah terjadinya transmisi penularan penyakit melalui tatalaksana
pemberian terapi Inhalasi yang substandar dan tidak sesuai prinsip PPI.
(3) Sarana atau peralatan: berupa alat nebulizer yang terdiri dari beberapa bagian
yang terpisah yang terdiri dari generator aerosol, alat bantu inhalasi (kanul
nasal, masker, mouthpiece) dan cup (tempat obat cair).
Gambar 37 Peralatan Nebulizer

(4) PPI pada penggunaan nebulizer


(a) Pastikan peralatan nebulizer dalam kondisi siap pakai dan bersih dan
dilakukan test kelayakan penggunaan.
(b) Lakukan kebersihan tangan sebelum menyiapkan /menyentuh peralatan
dan pasien dan petugas menggunakan masker jika diperlukan.
(c) Penggunaan alat, sbb :
 Slang oksigen dan masker dan nebulizer kit adalah alat kesehatan
sekali pakai kecuali dipakai oleh orang yang sama.
 jika tidak memungkinkan untuk peralatan sekali pakai dan akan
dipergunakan ulang maka lakukan dekontaminasi dengan
pembersihan dan perendaman cairan ezymatik 0,8 % atau detergent
selama 10-15 menit keringkan kemudian bungkus dengan plastic
transparan simpan di tempat kering dan tertutup dan swab alkohol 70
% sebelum dipakai oleh pasien.
 Gunakan mouth piece atau masker tersendiri untuk satu pasien satu
jika tidak memungkinkan maka lakukan pembersihan setiap selesai
dipakai dekontaminasi dengan cairan disinfektan 0.5 %/detergent atau
alcohol 70 %.
 Semua peralatan yang sudah dibersihkan disimpat di tempat yang
kering, bersih dan tidak menempatkan di lantai atau permukaan yang
kotor
(d) Penggunakan cairan dan obat campuran sekali pakai, buang setelah
selesai dipergunakan dan jika berbagi untuk pasien yang berbeda maka
lakukan tehnik aseptik dengan waktu yang sama (tidak menyimpan sisa
obat dan cairan sisa kecuali direkomendasikan pabrik)
(e) Semua limbah yang dihasilkan setelah pemakaian dianggap sebagai
limbah infeksius.
c) PPI Pada Penggunaan Kateter Intravena (Infus)

(1) Pengertian Infus cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan kedalam
tubuh melalui sebuah jarum kedalam pembuluh vena untuk menggantikan
kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh atau memberikan terapi
melalui cairan infus yang diberikan secara langsung ke dalam pembuluh darah.
(2) Tujuan: mencegah terjadinya transmisi penularan penyakit melalui
penngunaan kateter intravena yang tidak sesuai prinsip PPI.
(3) Prosedur PPI pada penggunaan infus
(a) PPI pada pemasangan Infus, sbb:
i) Petugas mematuhi terhadap tehnik aseptic dan kebersihan tangan yang
tepat dan benar.
ii) Gunakan troly tindakan sebagai tempat peralatan yang akan digunakan
(bak instrument bersih yang telah di swab alcohol 70 % untuk
menempatkan peralatan steril dan bengkok untuk menempatkan
sampah hasil kegiatan).

Gambar 38. Troli Tindakan dan pemasangan infus (IV line)

iii) Lakukan kebersihan tangan untuk mengurangi mikrooragnisme pada


tangan petugas sebelum memegang peralatan invasive yang akan
digunakan, sbb:
 Sebelum melakukan prosedur invasif, misalnya pemasangan kanula
perifer.
 Sebelum kontak dengan bagian manapun dari sistem IV selama
perawatan kateter.
iv) Gunakan sarung tangan bersih saat melakukan pemasangan dan
perawatan infus dan hindari kontaminasi dengan lingkungan misalnya
memegan tempat tidur, meja, dll.
v) Lakukan disinfeksi permukaan kulit dengan alcohol 70 % atau
chlorhexidine 2 % pada neonates chlorxidine 0,5 % (jika pasien alergi
alcohol 70 %) dan tunggu mengering sebelum dilakukan insersi.
vi) Pemasangan Infus dilakukan dengan tehnik tidak menyentuh area
insersi ketika menganti kolf infus atau memasang sambungan (hub) atau
port infus, jika tersentuh lakukan disinfeksi dengan swab alcohol 70 %.
vii) Tutup area insersi dengan transparan dressing atau kasa steril dan
lakukan fixasi dengan baik.
viii) Tidak melakukan penusukan pada plastic kolf infus sebagai cara
memasukan obat.
ix) Perangkat infus harus digantung dengan aman ditempat yang bersih
dan hindari pemindahan yang akan membawa mikroba oragnisme dari
kulit ke dalam aliran darah misalnya : infus diletakan di tempat tidur atau
di meja,

(b) PPI pada Pemeliharaan kateter Infus


(i) Dekontaminasi semua permukaan area insersi saat akan mengakses
atau menyetuh peralatan infus
(ii) Gunakan penutup area insersi dengan transparan dressing dan diganti
setiap 7 hari jika tidak memungkinkan gunakan kassa steril yang
dilakukan dressing care setiap hari jika kotor atau terlepas.
(iii) Pertimbangkan penngunaan kasa steril yang ditutup dengan transparent
dressing pada pasien yang berkeringat banyak atau terjadi perdarahan
pada area insersi dan lakukan penggantian setiap 24 jam atau lebih
cepat jika kotor atau terlepas.
(iv) Setiap akan mengakses (membuka atau menutup) sambungan infus
(hub) maka lakukan disinfeksi dengan alcohol 70 %.
(v) Profilaksis anti mikroba tidak boleh digunakan secara rutim untuk
mencegah infeksi.

(c) PPI Pada Pelepasan Kateter Infus


(i) Secara umum admisitrasi set infus yang digunakan secara terus
menerus diganti 3 – 7 Hari kecuali terlepas atau ditemukan tanda tanda
infeksi
(ii) Perangkat adminsitrasi untuk darah (transfuse set) dan komponen
darah harus diganti setiap 24 jam keculi ditemukan tanda tanda bekuan
yang tidak jalan
(iii) Perangkat administrasi set untuk infus nutrisi perentral harus diganti
setiap 24 jam dan jika penggunaannya hanya mengandung glukosa
(dextrose) secara terus menerus maka tidak perlu diganti lebih sering
dari 72 jam.
(iv) Dengan tetap mempertahankan abbocath (alat insersi) dalam kondisi
baik dan bersihkan dengan alcohol di sekitar area insersi.
(v) Dokumentasi hasil pengamatan pemasangan infus.

d) PPI Pada Perawatan Luka


(1) Pengertian: perawatan luka adalah suatu tehnik aseptik yang bertujuan
membersihkan luka dari debris untuk mempercepat proses penyembuhan luka
(2) Tujuan: adalah untuk menghentikan perdarahan, mencegah infeksi, menilai
kerusakan yang terjadi pada struktur yang terkena dan untuk menyembuhkan
luka.
(3) Prinsip Perawatan Luka
(a) Jangan pernah menutup luka yang terinfeksi, luka yang terkontaminasi
dan luka bersih yang berumur lebih dari enam jam.
(b) Lakukan perawatan luka terkontaminasi kemudian tutup 48 jam
(c) Tindakan pencegahan infeksi pada luka, perhatikan, sbb:
 Biarkan terjadi oksigenisasi dan terjadi sirkulasi darah sesegera
mungkin setelah Cedera pada area luka.
 Menghangatkan korban dan pada kesempatan paling awal
memberikan energi tinggi nutrisi dan pereda nyeri.
 Jangan gunakan tournique.
 Luka yang lebih dari 12 jam (luka ini biasanya telah terinfeksi).
 Luka tembus ke dalam jaringan (vulnus pungtum), harus
disayat/dilebarkan untuk membunuh bakteri anaerob.
 Lakukan pembersihan luka dan debridemen sesegera mungkin
(dalam 8 jam jika memungkinkan).
 Patuhi pelaksanaan pencegahan kewaspadaan transmisi untuk
menghidari penularan infeksi.
 Berikan antibiotik profilaksis kepada korban dengan luka yang dalam
dan lainnya sesuai indikasi. Penggunaan antibiotik topikal dan
mencuci luka dengan larutan antibiotik tidak dianjurkan.
(4) PPI pada perawatan luka
(a) Lakukan teknik aseptik dan gunakan peralatan steril ketika melakukan
perawatan luka.
(b) Lakukan kebersihan tangan dan gunakan sarung tangan atau APD
lainnya sesuai indikasi, contoh: gunakan gaun jika akan mencuci luka
atau gunakan masker/pelindung wajah jika luka berisiko terjadi cipratan
ke muka.
(c) Lakukan tindakan perawatan luka dengan langkah, sbb :
 Untuk tehnik pembersihan luka lakukan pembersihan dari bagian atas
kebawah atau dari bagian tengah keluar.
 Pada luka yang terkontaminasi, bersihkan mulai dari daerah perifer
ke tengah (gerakan memutar untuk membersihkan luka melingkar)
 Gunakan satu kapas usap/kasa untuk satu kali usapan, buang setiap
kapas/kasa ke dalam kantung plastik setelah mengusap. Jangan
menyentuh kantung plastik dengan forsep.
 Bila ada sekret, bersihkan sekitarnya, mulai dari bagian tengah
mengarah keluar dengan gerakan melingkar dan hati hati untuk tidak
merusak granulasi yang baru tumbuh pada area luka.
 Keringkan luka menggunakan kasa dengan gerakan yang sama.
(d) Gunakan penutup luka (kasa) steril dan tipis dengan tujuan terjadinya
oksigenisasi luka dan ganti jika basah kotor atau lepas.
(e) Semua limbah yang dihasilkan dalam perawatan luka adalah infeksius.
(5) Profilaksis tetanus
(a) Jika belum divaksinasi tetanus, beri ATS dan TT. Pemberian ATS efektif
bila diberikan sebelum 24 jam luka
(b) Jika telah mendapatkan vaksinasi tetanus, beri TT ulangan sesuai jadwal.

(6) Menutup luka


(a) Jika luka terjadi kurang dari sehari dan telah dibersihkan dengan
seksama, luka dapat benar-benar ditutup/dijahit (penutupan luka primer).
(b) Luka tidak boleh ditutup bila: telah lebih dari 24 jam, luka sangat kotor
atau terdapat benda asing, atau luka akibat gigitan binatang.
(c) Luka bernanah tidak boleh dijahit, tutup ringan menggunakan kasa lembab.
(d) Luka yang tidak ditutup dengan penutupan primer, harus tetap ditutup
ringan dengan kasa lembab. Jika luka bersih dalam waktu 48 jam
berikutnya, luka dapat benar-benar ditutup (penutupan luka primer yang
tertunda).
(e) Jika luka terinfeksi, tutup ringan luka dan biarkan sembuh dengan
sendirinya
C. PENGGUNAAN ANTIMIKROBA YANG BIJAK DAN RASIONAL

1. Pengertian: Pengendalian resistensi antimikroba/antibiotik melalui dua kegiatan utama


yaitu penerapan penggunaan antibiotik secara bijak dan penerapan prinsip
pencegahan penyebaran mikroba resisten melalui kewaspadaan standar. Antimikroba
memiliki pengertian yang lebih luas mencakup antivirus, antibiotik, antiprotozoal,
antelmintik, dll. Penggunaan antibiotik secara bijak merupakan penggunaan antibiotik
secara rasional sesuai dengan penyebab infeksi, dengan rejimen dosis optimal, lama
pemberian optimal, efek samping minimal dan dengan mempertimbangkan dampak
muncul dan menyebarnya mikroba resisten.
Sebagai upaya untuk mengendalikan penggunaan antibiotik, perlu ditetapkan
Kebijakan Penggunaan Antibiotik di masing-masing FKTP dan disusun serta
diterapkan Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi di tiap FKTP dengan
mengacu pada peraturan dan perundang undangan yang berlaku. Penerapan program
pengendalian resistensi antimikroba di fasilitas pelayanan kesehatan secara rinci dapat
merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2015 tentang Program
Pengendalian Resistensi Antimikroba di Fasilitas pelayanan kesehatan. Untuk itu,
Kementerian Kesehatan telah mengupayakan agar fasilitas pelayanan kesehatan
termasuk FKTP menerapkan pengendalian resistensi antimikroba.

2. Prinsip Penggunaan Antimikroba Yang Bijak, sbb:


a) Penggunaan antibiotik bijak yaitu penggunaan antibiotik dengan spektrum sempit,
pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval dan lama pemberian
yang tepat.
b) Kebijakan penggunaan antimikroba ditandai dengan pembatasan penggunaan
antibiotik dan mengutamakan penggunaan antibiotik lini pertama.
c) Pembatasan penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan menerapkan panduan
penggunaan antibiotik, penerapan penggunaan antibiotik secara terbatas
(restricted), dan penerapan kewenangan dalam penggunaan antibiotik tertentu
(reserved antibiotics).
d) Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakkan diagnosis
penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium
seperti mikrobiologi, serologi, dan penunjang lainnya. Antibiotik tidak diberikan pada
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh
sendiri (self- limited) contoh ISPA atau diare nonspesifik.
e) Pemilihan jenis antimikroba harus berdasar pada, sbb:
(1) Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan kuman
terhadap antibiotik.
(2) Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi.
(3) Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik.
(4) Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi dan
keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat.
(5) Cost effective: obat dipilih atas dasar yang paling cost effective dan
aman.

3. Penggunaan Antimikroba Berdasarkan Keperluan.


a) Antibiotik Terapi
Pemberian antibiotik terapi meliputi antibiotik empiris dan antibiotik definitif. Prinsip
penggunaan antibiotik untuk Terapi Empiris dan Definitif, sbb:
(1) Antibiotik Terapi Empiris
(a) Pengertian: penggunaan antibiotik untuk terapi empiris adalah penggunaan
antibiotik pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri
penyebabnya.
(b) Tujuan pemberian antibiotik untuk terapi empiris adalah eradikasi atau
penghambatan pertumbuhan bakteri yang diduga menjadi penyebab infeksi,
sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologi.
(c) Indikasi: ditemukan sindrom klinis yang mengarah pada keterlibatan bakteri
tertentu yang paling sering menjadi penyebab infeksi
(d) Pemilihan jenis dan dosis antibiotikberdasarkan pertimbangan, sbb :
(i) Data epidemiologi dan pola resistensi bakteri yang tersedia di
komunitas atau fasilitas pelayanan kesehatan setempat.
(ii) Kondisi klinis pasien.
(iii) Ketersediaan antibiotik.
(iv) Kemampuan antibiotik untuk menembus ke dalam jaringan/organ yang
terinfeksi.
(v) Untuk infeksi berat yang diduga disebabkan oleh polimikroba dapat
digunakan antibiotik kombinasi.
(vi) Rute pemberian: antibiotik oral seharusnya menjadi pilihan pertama
untuk terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat dapat
dipertimbangkan menggunakan antibiotik parenteral.
(vii) Lama pemberian: antibiotik empiris diberikan untuk jangka waktu 48-
72 jam. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data
mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya.
(2) Antibiotik untuk Terapi Definitif
(a) Pengertian: penggunaan antibiotik untuk terapi definitif adalah penggunaan
antibiotik pada kasus infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab
dan pola resistensinya.
(b) Tujuan pemberian antibiotik untuk terapi definitif adalah eradikasi atau
penghambatan pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab infeksi,
berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi.
(c) Indikasi: sesuai dengan hasil mikrobiologi yang menjadi penyebab infeksi.
(d) Dasar pemilihan jenis dan dosis antibiotik, sbb:
i) Efikasi klinik dan keamanan berdasarkan hasil uji klinik.
ii) Sensitivitas.
iii) Biaya.
iv) Kondisi klinis pasien.
v) Diutamakan antibiotik lini pertama/spektrum sempit.
vi) Ketersediaan antibiotik (sesuai formularium nasional sebagai acuan
FKTP dalam Menyusun formulariumnya).
vii) Sesuai dengan Panduan Praktek Klinis
viii) Paling kecil memunculkan risiko terjadi bakteri resisten.
ix) Pedoman penggunaan antibiotikyang berlaku.
(3) Rute pemberian: antibiotik oral seharusnya menjadi pilihan pertama
untuk terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat dapat
dipertimbangkan menggunakan antibiotik parenteral. Jika kondisi
pasien memungkinkan, pemberian antibiotik parenteral harus segera
diganti dengan antibiotik per oral.
(4) Lama pemberian antibiotik definitif berdasarkan pada efikasi klinis untuk
eradikasi bakteri sesuai diagnosis awal yang telah dikonfirmasi.
Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan
kondisi klinis pasien serta data penunjang lain.

b) Antibiotik Profilaksis
Pemberian antibiotik profilaksis tindakan/bedah meliputi antibiotikprofilaksis atas
indikasi tindakan/bedah bersih dan bersih terkontaminasi termasuk pula prosedur
gigi. Antibiotik profilaksis tindakan/bedah merupakan penggunaan antibiotik
sebelum, selama dan paling lama 24jam paska tindakan pada kasus yang secara
klinis tidak menunjukkan tanda infeksi dengan tujuan mencegah terjadinya Infeksi
Daerah Operasi (IDO).
Faktor risiko terkait IDO yang meliputi karakteristik luka, faktor host, lokasi
tindakan/bedah, kompleksitas tindakan dan tehnik pembedahan/tindakan menjadi
pertimbangan dalam pemberian antibiotikprofilaksis. Adanya risiko alergi,
anafilaksis, resistensi obat dan efek samping obat perlu dipertimbangkan pula
dalam pemberian antibiotikprofilaksis.

Antibiotika yang dapat digunakan sebagai antibiotik profilaksis adalah antibiotika


untuk mencegah infeksi kuman gram positif dari kulit meliputi antibiotik
sefalosporin generasi pertama dan kedua diberikan dalam dosis tunggal, 30-60
menit sebelum tindakan insisi.
4. Penerapan penggunaan antibiotik secara bijak di FKTP, dilakukan melalui tahapan:
a) Meningkatkan pemahaman dan ketaatan tenaga kesehatan dalam penggunaan
antibiotik secara bijak.
b) Meningkatkan peranan pemangku kepentingan di bidang penanganan penyakit
infeksi dan penggunaan antibiotik.
c) Mengembangkan dan meningkatkan fungsi laboratorium yang berkaitan dengan
penanganan penyakit infeksi.
d) Meningkatkan pelayanan farmasi klinik dalam memantau penggunaan antibiotik,
e) Meninkatkan penanganan kasus infeksi secara multidisplin dan terpadu.
f) Melaksanakan surveilans pada penggunaan antibiotik, serta melaporkan secara
berkala.
5. Penerapan pengendalian resistensi antimikroba di FKTP, sbb :
a) Menetapkan Kebijakan Penggunaan Antibiotik Panduan Penggunaan Antibiotik
Profilaksis dan Terapi
b) Implementasi penggunaan antibiotik secara rasional yang meliputi antibiotik
profilaksis dan antibiotikterapi
c) Monitoring, evaluasi dan pelaporan penggunaan antibiotik.
D. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

1. Pengertian: adalah pendidikan dan pelatihan yang berkiatan dengan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) baik untuk tenaga dokter/medis mauoun untuk perawat dan
tenaga kesehatan lainnya yang diadakan oleh Kementerian Kesehatan, pemerintah
daerah, organisasi profesi atau organisasi lainnya sesuai dengan ketentuan
perundang- undangan yang berlaku.

2. Pernyaratan bagi pengelola PPI: untuk dapat melakukan pencegahan dan


pengendalian infeksi dibutuhkan pendidikan dan pelatihan bagi pengelola PPI.
Pengelola PPI di fasilitas pelayanan kesehatan harus memiliki kompetensi di bidang
PPI, terutama Tim PPi atau Penanggung Jawab PPI. Pendidikan dan pelatihan bagi
Tim PPi atau Penanggung Jawab PPI dengan ketentuan, sbb:
a) Wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar dan pengembangan
pengetahuan PPI lainnya.
b) Memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga pelatihan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c) Mengembangkan diri dengan mengikuti seminar, lokakarya dan sejenisnya.
d) Mengikuti bimbingan teknis secara berkesinambungan.

3. Penyebaran Informasi dalam Lingkup FKTP


a) Semua staf pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan harus
mengetahui prinsip-prinsip PPI antara lain melalui Pelatihan
internal/workshop/bimbingan teknis/sosialisasi PPI .
b) Semua staf non pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan harus dilatih dan
mampu melakukan upaya pencegahan infeksi meliputi hand hygiene, etika batuk,
penanganan limbah, APD (masker dan sarung tangan) yang sesuai.
c) Semua karyawan baru, mahasiswa praktek harus mendapatkan orientasi PPI.

4. Sosialisasi kepada Masyarakat, materinya meliputi:


a) Penularan penyakit infeksi untuk awam
b) Kewaspadaan isolasi (secara garis besar), simulai kebersihan tangan, etika
batuk, penggunaan APD untuk masyarakat, pembuangan limbah dan
penegndalian lingkungan.
c) Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Germas.
E. SURVEILANS
1. Pengertian : Surveilance adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus-
menerus, dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi dari data
kesehatan yang penting pada suatu populasi spesifik yang didiseminasikan secara
berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam perencanaan,
penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan dalam
upaya penilaian risiko Healthcare Assosiated infections (HAIS)
Pada sistem pencatatan dan pelaporan, pengumpulan data berjalan vertikal,
sedangkan sistem surveilans membentuk suatu siklus. Siklus dimulai dari
pengumpulan, pengolahan, analisis, interpretasi data hingga menjadi informasi.
Dengan dilakukan diseminasi informasi diharapkan menghasilkan suatu rekomendasi
dapat dilakukan sebagai bahan masukan dalam melakukan aksi/intervensi. Aksi atau
intervensi ini merupakan salah satu yang membedakan antara sistem pencatatan dan
pelaporan dengan surveilans, selain alur sistem yang berbeda. Dengan adanya
aksi/intervensi ini, permasalahan kesehatan dapat segera ditanggulangi. Sistem
pencatatan dan pelaporan merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan dan
merupakan sumber data yang paling sering dimanfaatkan dalam sistem surveilans
dibandingkan sumber data lainnya (seperti: data statistik vital, data survei dan data
laboratorium). Sistem pencatatan dan pelaporan biasanya dilaksanakan secara rutin
dan berjenjang mulai dari pelayanan kesehatan terdepan ke sistem pelayanan
kesehatan diatasnya
2. Tujuan Surveilans adalah mendapatkan data dasar Infeksi di pelayanan FKTP, untuk
menurunkan laju Infeksi yang terjadi di FKTP, Identifikasi dini Kejadian Luar Biasa
(KLB) Infeksi di FKTP, meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah
yang memerlukan penanggulangan, mengukur dan menilai keberhasilan suatu
program PPI, memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan, dan salah
satu unsur pendukung untuk memenuhi standar penilaian akreditasi di fasilitas
pelayanan kesehatan.
3. Sasaran surveilans difokuskan pada kejadian Healtcare Associated Infection (HAIs)
yang terfokus pada kejadian infeksi yang berhubungan erat dengan proses pelayanan
medis dan keperawatan yang dilaksanakan di FKTP berdasarkan definisi, sbb:
a) Infeksi Saluran Kemih (ISK) yaitu infeksi yang terjadi akibat penggunaan
indwelling kateter dalam kurun waktu 2 x 24 jam ditemukan tanda tanda infeksi :
demam (> 38’C), Disuria, nyeri supra pubik, urine berubah warna dan pada anak
anak (hipotermia < 37Ç, bradikardia, apneu) serta test konfirmasii laboratorium
positif bakteri.
b) Infeksi Daerah Operas(IDO) adalah suatu tindakan insisi pada permukaan
jaringan kulit sampai ke organ tubuh yang terjadi dalam kurun waktu 30 -90 hari
(pada tindakan operasi atau tindakan insisi pada permukaan jaringan kulit dan
pembuluh darah) dengan gejala rasa nyeri, pembebangkakan yang terlokalisir,
kemerahan atau hangat pada perabaan, drainase bahan purulent dari insisi
superfisial. serta hasil biakan laboratorium positif bakteri.
c) Plebitis adalah inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun
mekanik. Tanda klinis adanya daerah yang merah pada sekitar insisi, nyeri dan
pembengkakan di daerah penusukan atau sepanjang pembuluh darah vena.
d) Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dalam hal ini akibat kesalahan proses
imunisasi adalah salah satu reaksi tubuh pasien yang tidak diinginkan yang
muncul setelah pemberian vaksin. KIPI dapat terjadi dengan tanda atau kondisi
yang berbeda-beda. Mulai dari gejala efek samping ringan hingga reaksi tubuh
yang serius seperti anafilaktik shok terhadap kandungan vaksin.
e) Abses gigi adalah terbentuknya kantung atau benjolan berisi nanah pada gigi. Abses
gigi disebabkan oleh infeksi bakteri. Kondisi ini bisa muncul di sekitar akar gigi maupun
di gusi ditandai dengan demam, gusi bengkak, rasa sakit saat mengunyah dan
mengigit, sakit gigi yang menyebar ke telinga, rahang, dan leher, bau mulut,
kemerahan dan pembengkakan pada wajah. Abses gigi menjadi indikator
surveilans pada kasus sesuai kriteria HAIs (tindakan pelayanan gigi sebelumnya
tidak ditemukan tanda tanda abses).

4. Penetapan Numerator dan Denominator


a) Numerator adalah jumlah kejadian infeksi dalam kurun waktu tertentu.(bulan, tri
wulan, semester dan tahunan), sbb:
(1) Jumlah pasien Infeksi daerah insisi paska pertolongan persalinan.
(2) Jumlah pasien yang terjadi infeksi (abses) setelah dilakukan tindakan
pelayanan gigi (yang sebelumnya tidak ada tanda tanda Infeksi) di pelayanan
UKP dan UKM.
(3) Jumlah kejadian plebitis pada pemasangan infus.
(4) Jumlah pasien terjadi infeksi (KIPI) pada area suntikan immunisasi di UKP dan
UKM.
(5) Jumlah pasien yang terjadi infeksi akibat pemasangan urine kateter.
b) Denominator adalah jumlah hari pemasangan alat dalam kurun waktu tertentu
atau jumlah pasien yang dilakukan tindakan pembedahan dalam kurun waktu
tertentu.(bulan, tri wulan, semester dan tahunan), sbb:
(1) Jumlah pasien yang dilakukan pertolongan persalinan dengan tindakan insisi
di Fasilitas pelayanan kesehatan
(2) Jumlah pasien yang dilakukan pelayanan gigi tanpa tanda tanda infeksi di
UKP dan UKM
(3) Jumlah tindakan pemasangan infus.
(4) Jumlah klien yang dilakukan suntikan immunisasi di UKP dan UKM
(5) Jumlah hari pasien terpasang urine kateter.

5. Tahapan Surveilan
a) Perencanaan
(1) Persiapan: tetapkan panduan, SOP, metode, buat formulir dan waktu
pelaksanaan surveilan.
(2) Tentukan populasi pasien yang akan dilakukan survei apakah semua
pasien/sekelompok pasien/pasien yang berisiko tinggi saja.
(3) Lakukan seleksi hasil surveilans dengan pertimbangan kejadian paling
sering/dampak biaya/diagnosis yang paling sering.
(4) Gunakan definisi infeksi yang mudah dipahami dan mudah diaplikasikan,
Nosocomial Infection Surveillance System (NISS) misalnya menggunakan
National Health Safety Network (NHSN), Center for Disease Control (CDC)
atau Kementerian Kesehatan.
b) Pengumpulan data
Lakukan pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung dilapangan oleh
Ketua TIM PPI/Penanggung jawab atau orang yang ditunjukan sebagai pengumpul
data (Metode observasi langsung merupakan gold standard):
(1) Berdasarkan sumber data dari : Sistem Pencatatan dan Pelaporan unit kerja,
Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu, pencatatan pelaporan kesakitan
dan kematian
(2) Catatan medical record pasien/ catatan dokter atau tenaga medis lainnya
(bidan/perawat)
(3) Pencatatan data berdasarkan :
(a) Data demografik: nama, tanggal lahir, jenis kelamin, nomor catatan
medik, tanggal masuk FKTP.
(b) Data Infeksi: tanggal infeksi muncul, lokasi infeksi, ruang
pelayanan/perawatan saat infeksi muncul pertama kali.
(c) Faktor risiko: alat, prosedur, faktor lain yang berhubungan dengan
Tindakan medis, data laboratorium: jenis mikroba (jika ada).
(d) Formulir Suveilans pengumpulan data
(e) Data yang dikumpulkan adalah data enumertor dan data denominator

Tabel 12. Contoh form surveilans di rawat inap

Tindakan pelayanan Kejadian Infeksi (Hais)


Infeksi Infeksi
Nama Anti
Tanggal Urine Tindakan Saluran Daerah
Pasien Infus Plebitis Biotik
kateter Operasi Kemih Operasi
(ISK) (IDO)
1….

30…
Jumlah

Tabel 13. Contoh form surveilans tindakan rawat jalan dan UKM

Jml orang Tindakan Kejadian


pelayanan Infeksi (HAIs) Keterangan
Tanggal
KB
Imunisasi Gigi suntik KIPI Abses Plebitis

Jumlah

c) Analisis
(1) Analisis data dilihat dari data yang dicatat secara manual dalam formulir
surveilan atau jika memungkinkan dicatat dalam sistem sistim komputer
fasilitas pelayanan kesehatan (SIMPUS)
(2) Untuk mengetahui besaran masalah infeksi digunakan insiden rate, sbb:
Numerator
X K ( 100 atau 1000) =............‰
Denomintar
Ket. Jika menggunakan lama hari penggunaan alat digunakan per-
1000 Jika menggunakan jumlah tindakan maka dipakai
persentase 100

Contoh 1: jumlah kejadian plebitis


X 100 = ….. %
Jml tindakan pemasangan infus

Contoh 2: jumlah ISK


X 1000 = ….. ‰
Jumlah hari terpasang cateter
urine
(3) Tetapkan terget kejadian infeksi yang diharaokan pada pemantauan kejadian
HAIs berdasarkan penetapan dari FKTP dan data pembanding (benchmarking)
Dilakukan penetapan insiden rate (rate infeksi).
d) Interprestasi data surveilans insiden rate (rate infeksi):
(1) dibuat dalam bentuk tabel, grafik , pie dll yang dapat memberikan gambaran
angka kejadian infeksi.
(2) penyajian data harus jelas, sederhana, mudah dipahami yang memperlihatkan
pola kejadian infeksi dan perubahan yang terjadi (trend).
(3) Bandingkan dengan target angka kejadian infeksi yang ditetapkan oleh
Fasilitas pelayanan kesehatan. Bandingkan kecenderungan menurut jenis
infeksi, ruang perawatan, lakukan analisa kecenderungan dan jelaskan sebab-
sebab peningkatan atau penurunan angka infeksi selanjutnya buat
rekomendasi.
e) Laporan dan rekomendasi hasil surveilans oleh Ketua Tim PPI/Penanggung
jawab PPI kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan secara periodik
tergantung fasilitas pelayanan kesehatan setiap bulan, triwulan , tahunan untuk
dilakukan tindak lanjut hasil persetujuan.
f) Hasil laporan data surveilan di disseminasi dan komunikasikan kepada unit
atau terkait yang berkepentingan untuk dilakukan langkah tindak lanjut atau
perbaikan.

6. Kamus Indikator Penilaian Risiko Infeksi

(a) Indikator Penilaian Insiden Rate Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Tabel 14. Indikator penilaian Insiden Rate ISK

Judul Indikator Insiden Rate ISK


Dasar Pemikiran 1. Permenkes No.11 Tahun 2017 tentang Keselamatan
Pasien pada pasal 5 ayat 5 mengamanatkan bahwa
setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus
mengurangi risiko infeksi akibat perawatan
kesehatan.
2. Permenkes No.27 tahun 2017 tentang Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas pelayanan
kesehatan, pasal 3 ayat 1 setiap Fasilitas pelayanan
kesehatan harus melaksanakan program PPI.
3. FKTP harus melakukan surveilans HAIs dalam mutu
pelayanan kesehatan .
Dimensi Mutu Keselamatan dan Efektifitas
Tujuan 1. Melakukan surveilans HAIS pada angka kejadian
Infeksi Saluran Kemih akibat penggunaan urine
kateter.
2. Menjamin keselamatan pasien yang terpasang alat
kesehatan untuk mengurangi risiko infeksi.
Definisi 1. Pemasangan urine kateter adalah pemasangan alat
Operasional kateter urine yang bertujuan mengeluarkan urine
sesuai dengan indikasi.
2. Infeksi Saluran Kemih adalah infeksi yang terjadi
akibat penggunaan urine kateter > 2 hari ditemukan
tanda tanda Infeksi.
3. Terpasang urine kateter selama lebih dari 2 hari.
4. Pasien memiliki setidaknya satu dari tanda atau
gejala berikut:
 Demam (> 38,0 ° C)
 Nyeri tekan suprapubik
 Nyeri atau nyeri pada sudut kostovertebralis
 Urgensi kemih
 Frekuensi kencing
 Disuria
5. Memiliki kultur urin dengan tidak lebih dari dua spesies
organisme yang teridentifikasi, setidaknya salah
satunya adalah bakteri ≥105 CFU / ml.
Jenis Indikator Proses
Satuan Permill
Pengukuran
Numerator Jumlah kasus Infeksi Saluran Kemih (ISK)
(pembilang)
Denominator Jumlah lama hari terpasang alat pada seluruh pasien
(penyebut) terpasang urine kateter
Target Per mill (‰)
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
 Semua pasien yang dipasang urine kateter di fasilitas
pelayanan kesehatan tempat terjadinya infeksi
Kriteria Eksklusi:
 Jika urine kateter sudah terpasang dari fasilitas
pelayanan kesehatan lain.
Formula Jumlah kejadian ISK
X 1000 = … ‰
Jumlah hari seluruh pasien terpasang
urine kateter
Desain Concurrent (Survei harian)
Pengumpulan
Data
Sumber Data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan Data
Besar Sampel Sampel dihitung sesuai dengan kaidah statistik
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data  Tabel
 Control chart  Run chart
Penanggung Penanggung jawab PPI
Jawab

(b) Indikator Penilaian PLABSI

Tabel 15. Indikator penilaian PLABSI

Judul Indikator Insiden Rate PLABSI


Dasar Pemikiran 1. Permenkes No.11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien pada pasal 5 ayat 5
mengamanatkan bahwa setiap fasilitas pelayanan
kesehatan harus mengurangi resiko infeksi akibat
perawatan kesehatan.
2. Permenkes No.27 tahun 2017 tentang
Pencegahan dan pengendalian infeksi di Fasilitas
pelayanan kesehatan, pasal 3 ayat 1 setiap
Fasilitas pelayanan kesehatan harus
melaksanakan program PPI.
3. FKTP harus melakukan surveilans HAIs dalam
mutu pelayanan kesehatan.
Dimensi Mutu Keselamatan dan Efektifitas
Tujuan 1. Melakukan surveilans HAIS pada angka kejadian
PLABSI akibat penggunaan kateter perifer line.
2. Menjamin keselamatan pasien yang terpasang alat
kesehatan untuk mengurangi risiko infeksi.
Definisi Operasional 1. Pemasangan intra vena kateter perifer line adalah
pemasangan alat intra vena yang bertujuan
memberikan cairan atau obat sesuai dengan
indikasi.
2. PLABSI adalah infeksi yang terjadi akibat
penggunaan intra vena perifer line > 2 hari
ditemukan tanda tanda Infeksi, sbb:
 Pasien dengan bakteri patogen yang
diidentifikasi dari 1 atau lebih spesimen kultur
darah yang dilakukan untuk tujuan diagnosis
klinis atau pengobatan dan organisme yang
teridentifikasi dalam darah tidak terkait dengan
infeksi di tempat lain.
 Pasien memiliki setidaknya 1 dari tanda atau
gejala berikut: demam (> 38.0 ° C), menggigil,
atau hipotensi dan organisme yang
diidentifikasi dari darah tidak terkait dengan
infeksi di tempat lain dan komensal umum yang
sama diidentifikasi dari dua atau lebih spesimen
darah yang diambil kultur pada tempat yang
berbeda untuk tujuan diagnosis atau
pengobatan klinis.
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Permill (‰)
Numerator Jumlah kasus PLABSI
(pembilang)
Denominator Jumlah lama hari terpasang alat pada seluruh pasien
(penyebut) terpasang intravena perifer line
Target Pencapaian …..per mill
Kriteria: Kriteria Inklusi:
 Semua pasien yang dipasang Intra vena perifer
line di fasilitas pelayanan kesehatan tempat
terjadinya infeksi
Kriteria Eksklusi:
 Jika intra vena perifer line sudah terpasang dari
fasilitas pelayanan kesehatan lain
Formula Jumlah kejadian PLabsi
X 1000 = … ‰
Jumlah hari seluruh pasien terpasang
Intra vena perifer line
Desain Concurrent (Survei harian)
Pengumpulan Data
Sumber Data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan Data
Besar Sampel Sampel dihitung sesuai dengan kaidah statistik
Frekuensi Harian
Pengumpulan Data
Periode Pelaporan Bulanan
Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data  Tabel
 Control chart  Run chart
Penanggung Jawab Penanggung jawab PPI

(c) Indkator Penilaian Infeksi Daerah Operasi (IDO)


Tabel 16. Indikator penilaian IDO

Judul Indikator Insiden Rate IDO

Dasar Pemikiran 1. Permenkes No.11 Tahun 2017 tentang


Keselamatan Pasien pada pasal 5 ayat 5
mengamanatkan bahwa setiap fasilitas pelayanan
kesehatan harus mengurangi resiko infeksi akibat
perawatan kesehatan
2. Permenkes No.27 tahun 2017 tentang
Pencegahan dan pengendalian infeksi di Fasilitas
pelayanan kesehatan, pasal 3 ayat 1 setiap
Fasilitas pelayanan kesehatan harus
melaksanakan program PPI.
3. FKTP harus melakukan surveilans HAIs dalam
mutu pelayanan kesehatan.
Dimensi Mutu Keselamatan dan Efektifitas
Tujuan 1. Melakukan surveilans HAIs pada angka kejadian
IDO akibat tindakan operasi.
2. Menjamin keselamatan Pasien yang terpasang
alat kesehatan untuk mengurangi risiko infeksi.
Definisi Operasional 1. Infeksi daerah operasi (IDO) adalah infeksi pada
daerah operasi akibat tindakan operasi.
2. IDO dengan tindakan operasi pemasangan
implan diawasi selama 90 hari sedangkan tanpa
implan diawasi selama 30 hari.
3. Pasien memiliki tanda atau gejala IDO berikut:
 Merah, basah, bengkak dan ber pus.
 Memiliki kultur darah dengan tidak lebih dari
dua spesies organisme yang teridentifikasi,
setidaknya salah satunya adalah bakteri ≥105
CFU / ml.
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Pecent (%)
Numerator Jumlah kasus IDO
(pembilang)
Denominator Jumlah pasien yang dilakukan operasi dengan jenis
(penyebut) operasi yang sama
Target Pencapaian …..persen
Kriteria: Kriteria Inklusi:
 Semua pasien yang dilakukan tindakan operasi di
fasilitas pelayanan kesehatan.
Kriteria Eksklusi:
 Tindakan operasi dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan yang berbeda.
Formula Jumlah kejadian IDO
X 100 = …%
Jumlah pasien operasi
Desain Concurrent (Survei harian)
Pengumpulan Data
Sumber Data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan Data
Besar Sampel Sampel dihitung sesuai dengan kaidah statistik
Frekuensi Harian
Pengumpulan Data
Periode Pelaporan Bulanan
Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data  Tabel
 Control chart  Run chart
Penanggung Jawab Penanggung jawab PPI

(d) Indikator penilaian risiko infeksi Pelayanan Gigi

Tabel 17. Indikator infeksi Pelayanan Gigi

Indikator Uraian
Sasaran Strategis Tercapainya mutu pelayanan kesehatan melalui
kegiatan PPI.
Nama Key Tercapai angka kejadian infeksi sesuai standar yang
Performance ditetapkan oleh Tim PPI.
Indikator (KPI)
Alasan memilih 1. Standar Akreditasi FKTP.
indikator 2. Meningkatkan keselamatan pasien.
3. Pemantauan kejadian infeksi paska pemberian
pelayanan kesehatan.
Defenisi Infeksi pada pelayanan gigi dengan tindakan
terencana tanpa ada gejala risiko infeksi namun
setelah tindakan terjadi infeksi.
Formula  Jumlah pasien yang ditemukan dengan Infeksi
setelah pelayanan gigi (Numerator).
 Jumlah pasien yang dilakukan tindakan pelayanan
gigi (Denominator).
Kriteria Kriteria Inklusi:
 Ditemukan tanda-tanda: dolor, tumor, fungsio
laesa, kalor, rubor yang dilakukan setelah
tindakan pelayanan gigi terencana yang
sebelumnya tidak ditemukan tanda tanda infeksi.
Kriteria Eksklusi:
 Pasien sudah mengalami salah satu tanda infeksi.
Perhitungan Jumlah pasien infeksi paska tindakan pelayanan gigi
terencana/jumlah pasien dilakukan tindakan
pelayanan gigi terencana X 100 = …..%
Pengumpul data Penanggung jawab PPI atau orang yang ditugaskan.
Frequensi Perbulan
penilaian data
Periode 1 – 3 Bulan
pelaporan
Rencana Melalui pertemuan rutin 3 bulan dan jika diperlukan.
penyebaran hasil
Target <5%
pencapaian

(e) Indikator Penilaian Infeksi Pelayanan Imunisasi

Tabel 18. Indikator infeksi Pelayanan Imunisasi

Indikator Uraian

Sasaran Strategis Tercapainya mutu pelayanan kesehatan melalui


kegiatan PPI.
Nama Key Tercapai angka kejadian infeksi sesuai standar yang
Performance ditetapkan oleh Tim PPI.
Indikator (KPI)
Alasan memilih 1) Standar Akreditasi FKTP.
indikator 2) Meningkatkan Keselamatan pasien.
3) Pemantauan kejadian infeksi paska pemberian
pelayanan kesehatan.
Defenisi Infeksi yang terjadi setelah tindakan imunisasi
dimana ditemukan tanda tanda infeksi.
Formula  Jumlah pasien yang ditemukan dengan Infeksi
setelah pelayanan Imunisasi (Numerator)
 Jumlah Pasien yang dilakukan tindakan
pelayanan immunisasi (Denominator)
Kriteria Kriteria Inklusi:
 Ditemukan tanda-tanda: dolor, tumor, fungsio
laesa, kalor, rubor yang dilakukan setelah
tindakan pelayanan gigi terencana yang
sebelumnya tidak ditemukan tanda tanda infeksi
Kriteria Eksklusi:
 Pasien sudah mengalami salah satu tanda infeksi
Perhitungan Jumlah pasien infeksi paska persalinan /jumlah
pasien persalinan X 100 = …….%
Pengumpul data Penanggung jawab PPI atau orang yang ditugaskan
Frequensi Perbulan
penilaian data
Periode pelaporan 1 – 3 Bulan
Rencana Melalui pertemuan rutin 3 bulan dan jika diperlukan
penyebaran hasil
Target pencapaian <5%

(f) Indikator Penilaian Plebitis

Tabel 19. Indikator penilaian Plebitis

Indikator Uraian
Sasaran Strategis Tercapainya mutu pelayanan kesehatan melalui
kegiatan PPI.
Nama Key Tercapai angka kejadian Plebitis sesuai standar yang
Performance ditetapkan oleh Tim PPI.
Indikator (KPI)
Alasan memilih 1. Standar Akreditasi FKTP.
indikator
2. Meningkatkan Keselamatan pasien.
3. Pemantauan kejadian infeksi paska pemberian
pelayanan kesehatan.
Defenisi Infeksi yang terjadi pada daerah lokal tusukan infus
atau pengambilan sample darah ditemukan tanda
panas, bengkak, sakit bila ditekan, ulkus sampai
eksudat purulen atau mengeluarkan pus.
Formula 1. Jumlah pasien yang terjadi Plebitis (Numerator)
2. Jumlah pasien yang dilakukan tindakan
pemasangan infus atau tusukan pengambilan
sample darah (Denominator)
Kriteria Kriteria Inklusi:
 Ditemukan tanda-tanda: dolor, tumor, fungsio
laesa, kalor, rubor yang dilakukan setelah
tindakan pemasangan infus atau pengembalilan
darah.
Kriteria Eksklusi:
 Pasien dipasang infus atau diambil darah di
fasilitas pelayanan kesehatan berbeda.
Perhitungan Jumlah pasien Plebitis/Jumlah pasien yang
dilakukan tindakan pemasangan infus atau tusukan
pengambilan sample darah X 100 = ……%
Pengumpul data Penanggung jawab PPI atau orang yang ditugaskan
Frequensi Perbulan
penilaian data
Periode pelaporan 1 – 3 Bulan
Rencana Melalui pertemuan rutin 3 bulan dan jika diperlukan
penyebaran hasil
Target pencapaian <5%

(g) Indikator Penilaian Risiko Infeksi Alat Pelindung Diri (APD)

Tabel 20. Indikator Penilaian Plebitis

Judul Indikator Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)


Dasar Pemikiran 1. Permenkes No.11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien pada pasal 5 ayat 5
mengamanatkan bahwa setiap fasilitas pelayanan
kesehatan harus mengurangi resiko infeksi akibat
perawatan kesehatan.
2. Permenkes No.27 tahun 2017 tentang PPI di
fasilitas pelayanan kesehatan, pasal 3 ayat 1
setiap Fasilitas pelayanan kesehatan harus
melaksanakan program PPI.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
HK.01.07/Menkes/413/2020 Tentang Pedoman
Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus
Disease 2019 (Covid-19)
4. Petunjuk Teknis Alat Pelindung Diri (APD) dalam
menghadapi wabah Covid 19 (Dirjen Yankes
tahun 2020).
5. FKTP harus memperhatikan kepatuhan pemberi
pelayanan dalam menggunakan APD sesuai
dengan prosedur.
Dimensi Mutu Keselamatan dan Efektifitas
Tujuan 1. Mengukur kepatuhan petugas FKTP dalam
menggunakan APD
2. Menjamin keselamatan petugas dan pengguna
layanan dengan cara mengurangi risiko infeksi.
Definisi Operasional 1. Alat pelindung diri (APD) adalah perangkat alat
yang dirancang sebagai penghalang terhadap
penetrasi zat, partikel padat, cair, atau udara
untuk melindungi pemakainya dari cedera atau
penyebaran infeksi atau penyakit.
2. APD digunakan sesuai dengan standar dan
indikasi
3. Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan
tindakan yang memungkinkan tubuh atau
membran mukosa terkena atau terpercik darah
atau cairan tubuh atau kemungkinan pasien
terkontaminasi dari petugas.
4. Kepatuhan penggunaan APD adalah kepatuhan
petugas kesehatan dalam menggunakan APD
sesuai standar dan indikasi.
5. Penilaian kepatuhan penggunaan APD adalah
penilaian yang dilakukan terhadap petugas
kesehatan dalam menggunakan APD saat
melakukan tindakan atau prosedur pelayanan
kesehatan
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Persentase (%)
Numerator Jumlah petugas kesehatan yang menggunakan APD
(pembilang) sesuai indikasi dan standar dalam periode pengamatan
Denominator Jumlah petugas kesehatan diamati
(penyebut)
Target Pencapaian 100%
Kriteria: Kriteria Inklusi:
 Semua petugas yang terindikasi harus
menggunakan APD
Kriteria Eksklusi:
 Tidak ada

Formula

Desain Concurrent (Survei harian)


Pengumpulan Data
Sumber Data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan Data
Besar Sampel Sampel dihitung sesuai dengan kaidah statistik
Frekuensi Harian
Pengumpulan Data
Periode Pelaporan Bulanan
Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data  Tabel
 Control chart  Run chart
Penanggung Jawab Penanggung jawab mutu

7. Pelaporan Hasil Surveilan

Laporan kegiatan PPI di FKTP dibuat secara konprehensif dan berkesinambungan untuk
mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan program PPI di lapangan.
Laporan dibuat secara periodik, tergantung fasilitas pelayanan kesehatan bisa setiap
triwulan, semester, tahunan atau sewaktu-waktu jika diperlukan.
F. AUDIT, MONITORING DAN ICRA

1. Audit
a) Pengertian: adalah proses pengumpulan, mengolah dan menganalisa data untuk
menilai kondisi yang ada dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan.
b) Tujuan audit pada PPI :
 Menilai adanya gap atau tingkat kepatuhan petugas kesehatan dibandingkan
dengan standar yang sudah ditetapkan oleh FKTP.
 Mengidentifikasi area yang perlu perbaikan dalam pelayanan kesehatan di
FKTP.
c) Sasaran audit PPI : semua petugas kesehatan yang melaksanakan kegiatan
pelayanan kesehatan, berkaitan dengan sarana, prasarana pelayanan kesehatan di
FKTP.
d) Langkah-langkah audit pada PPI:
(1) Membuat rencana (kegiatan audit, tim, dll), sesuai prioritas masalah.
(2) Menyiapkan tolls audit berdasarkan pedoman audit sesuai standar/peraturan,
review alur, protokol dan kebijakan, persediaan dan peralatan.
(3) Lakukan pengumpulan data, observasi, wawancara, dll pada kegiatan, sarana,
prasarana yang akan di audit.
(4) Lakukan penilaian hasil audit dan analsisi dengan menentukan skoring:
(a) Ditetapkan beradasarkan hasil pengumpulan data dengan kategori
kepatuhan
 < 75 % : Kepatuhan Minimal
 76 – 84 % : Kepatuhan Intermediate
 > 85 % : Kepatuhan baik
(b) Kriteria ditandai dengan ya dan tidak
(c) Nilai kepatuhan jumlah total ya dibagi jumlah total ya dan tidak dikali 100
%.
(d) Hitung skoring menggunakan formula, sbb:

Total jumlah ya
Total jumlah Ya + X 100 = …….. %
tidak

Berikut beberapa contoh instrumen penilaian kepatuhan terhasap SOP


yang ada di FKTP, sbb:
 Contoh 1: Kepatuhan kebersihan tangan untuk 5 momen

Tabel 21. Instrumen penilaian kebersihan tangan lima momen

Elements penilaian Ya Tidak NA

Sebelum menyentuh pasien √

Setelah menyentuh pasien √

Sebelum tindakan aseptik √


Setelah kontak dengan cairan tubuh

pasien
Setelah meninggalkan lingkungan pasien √

Total 4 1

Keterangan : Ya = dilakukan sesuai standar


Tidak = tidak dilakukan sesuai standar
NA = tidak bisa diukur (tidak berlaku)

Maka sesuai contoh penilaian diatas maka hasil perhitungan tingkat kepatuhan
kebersihan tangan sesuai dengan 5 moment penting adalah

Total jumla ya (4)


X 100 = 80 %
Total jumlah Ya + tidak (4 +1)

 Contoh 2: Kepatuhan penggunaan APD pada pertolongan persalinan

Tabel 22. Instrumen penilaian kepatuhan


penggunaan APD pada persalinan

NO APD YA TIDAK Keterangan


1 Topi √
2 Masker √
3 Apron √

4 Googles/pelindung wajah √

5 Sarung tangan √
6 Sepatu √
Jumlah 4 2
Maka sesuai contoh penilaian diatas maka hasil perhitungan tingkat kepatuhan
kebersihan tangan sesuai dengan 5 moment penting adalah

Jumlah Kepatuhan penggunaan APD (4)


X 100 = 66,6 %
Jumlah APD yang diamati (6)

2. Monitoring Program PPI


a) Pengertian: Monitoring pelaksanaan atau penerapan PPI di FKTP dilaksanakan
mengikuti siklus manajemen di FKTP melalu Pengawasan, Pengendalian dan
Penilaian Kinerja (P3). Monitoring harusnya dialkukan secara rutin dan
berkelanjutan dalam rangka perbaikan kinerja fasilitas kesehatan termasuk PPI.
b) Tujuan dilakukannya monitroing adalah untuk mengetahui apakah rencana maupun
pelaksanaan kegiatan yang telah dibuat dapat terlaksana dengan baik. Jika tidak
terlaksana dengan baik maka harus segera dicari penyebab masalahnya dengan
demikian tindak lanjut pemecahan masalah dapat dialkukan secara dini. Sehingga
kinerja PPI dapat tercapai sesuai target yang sudah direncakan sebelumnya.
c) Proses monitoring dapat dilakukan sejak Penggerakan dan Pelkasanaan (P2).
FKTP atau Tim PPI dapat mengembangkan alat bantu monitoring berupa ceklist
atau daftar tilik monitoring pelaksanaan program PPI yang diadaptasi dari matriks
perencanaan PPI yang sudah dibuat sebelumnya.

Tabel 23. Contoh tabel rencana dan monitoring program PPI di FKTP

STATUS

RTL
PIC
VOLUME

WAKTU

PENYEBAB

PELAKSAN
NO KEGIATAN
AAN

YA TDK
1 Pelatihan 2 orang Maret dr.Anita 1…….. 1. ,,,,,,,,
Dasar PPI 2021 2…….. 3… 2……..
dst 3…dst
2 Sosialisasi PPI 2 kali Juni – Bidan
kepada pertemu Juli Yunita
petugas an 2021
3 Penyiapan
Kebijakan (SK
Tim, Pedoman,
SOP, dll)
4 Penerapan PPI
5 Surveilan
6 Audit
7 Pelaporan
8 Dst……
3. Peningkatan Mutu PPI Melalui Penilaian Risiko Pengendalian Infeksi
(ICRA: Infection Control Risk Assessment)

a) Pengertian: Infection Control Risk Assessment (ICRA) adalah proses multi disiplin
yang berfokus pada pengurangan infeksi, pendokumentasian dengan
mempertimbangkan populasi pasien, fasilitas dan program. ICRA merupakan
kegiatan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan untuk menilai dan
mengontrol risiko infeksi baik itu dilakukan per unit bagian/instalasi maupun dapat
dilakukan secara keseluruhan. ICRA sebagai sistem pengontrolan pengendalian
infeksi yang terukur dengan melihat kontinuitas dan probabilitas aplikasi
pengendalian infeksi di lapangan berbasiskan hasil yang dapat
dipertanggungjawabkan,

b) Tujuan (Subhan, 2011):


(1) Tercapainya perlindungan terhadap pasien, petugas dan pengunjung dari risiko
infeksi.
(2) Tersusunnya data identifikasi dan grading risiko infeksi di FKTP.
(3) Tersedianya acuan penerapan langkah-langkah penilaian risiko infeksi di FKTP.
(4) Tersedianya rencana program pencegahan dan pengendalian risiko infeksi di
seluruh area FKTP.

c) Pembagian ICRA: penilian risiko infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan menurut


PMK 27/2017 terdiri atas:
(1) ICRA external: meliputi penilaian risiko infeksi pada KLB di komunitas (covid),
kontaminasi pada makanan (salmonella), bencana alam, kecelakaan massal,
dll
(2) ICRA internal, kajian risiko infeksi mencakup:
(a) Risiko terkait pasien, petugas
(b) Risiko terkait pelaksanaan prosedur
(c) Risiko terkait peralatan
(d) Risiko terkait lingkungan
d) Langkah pengkajian ICRA, sbb:
(1) Identifikasi risiko yaitu melihat seberapa beratnya dampak potensial dan
kemungkinan seberapa sering frekuensi munculnya risiko, identifikasi aktifitas
yang dilakukan pada risiko dan cara transmisinya.
(2) Analisa risiko yaitu mengapa terjadi, seberapa sering terjadi, siapa yang
berkontribusi, dimana kejadinnya dan apa dampak serta biaya untuk
mencegahnya.
(3) Kontrol risiko dengan melakukan strategi mengurangi atau mengeliminasi
kemungkinan risiko yang menjadi masalah.
(4) Monitoring risiko dengan memastikan rencana pengurangan risiko
dilaksanakan dan dapat menjadi umpan balik perbaikan.

e) Tahap pelaksanaan kegiatan


(1) Tahap pertama meliputi :
(a) Menggambarkan faktor dan karakteristik yang meningkatkan risiko infeksi.
(b) Karakteristik yang menurunkan risiko infeksi.
(c) Menentukan adanya risiko infeksi.
(d) Melaksanakan pertemuan untuk menentukan langkah dan tindakan lebih
lanjut.
(2) Tahap kedua adalah proses penilaian perencanaan penilaian risiko, standar,
laporan program PPI dan pengetahuan saat ini yang terkait dengan isu
pengendalian infeksi.
(3) Tahap ketiga adalah melaksanakan pertemuan untuk mengukuhkan komitmen
dan partisipasi, saat pelaksanaan diskusi, prioritas risiko, dan merencanakan
kontrol infeksi, dan komitmen kultural dalam meningkatkan mutu pelayanan
melalui proses pelatihan dan pendidikan bahkan learning by doing.

f) Peniliaian risiko infeksi di FKTP: untuk memudahkan pengkajian risiko infeksi di


fasilitas kesehatan tngkat pertama maka pembahasan akan difokuskan pada
penilaian risiko infeksi yang berkaitan dengan program pengendalian infeksi seperti
kepatuhan cuci tangan, pencegahan penyebaran infeksi, manajemen kewaspadaan
kontak, dan pengelolaan resistensi antibiotik (ICRA Program) serta penilaian risiko
infeksi terkait fasiitas kesehatan: perencanaan, design, kontruksi, renovasi dan
pemeliharaan fasilitas (ICRA Konstruksi), dijelaskan sbb:

(1) Penilaian Risiko Infeksi pada Pelaksanaan Program PPI (ICRA Program)

(a) Pengertian: adalah pengkajian risiko infeksi terkait pelaksanaan program


pencegahan dan pengendalian infeksi atau pelayanan yang diberikan oleh
FKTP. Pengkajian risiko sebaiknya dilakukan setiap awal tahun sebelum
memulai program dan dapat setiap saat ketika dibutuhkan dengan
melakukan penilaian.
(b) Langkah-langkah Penilaian Risiko Infeksi Program
(i) Penilaian probabilitas yaitu penilaian awal dilakukan untuk menilai
seberapa sering kejadian terjadi, semakin sering terjadi semakin banyak
risiko yang akan terjadi.

Tabel 24. Deskripsi tingkat risiko terhadap frekwensi kejadian

TINGKAT
DESKRIPSI FREKUENSI KEJADIAN
RISIKO
0-5% extremely unlikely or virtually impossible.
1 Very low Hampir tidak mungkin terjadi (terjadi dalam
lebih dari 5 tahun).
Jarang (frekuensi 1-2 x/tahun), Jarang tapi
2 low bukan tidak mungkin terjadi (terjadi dalam 2-5
tahun).
Kadang (frekuensi 3-4 x/tahun) , 31-70% fairly
3 Medium likely to occur . Mungkin terjadi/ bisa terjadi
(dapat terjadi tiap 1-2 tahun).
Agak sering (frekuensi 4-6 x/tahun), Sangat
4 High mungkin terjadi (terjadi setiap bulan/beberapa
kali dalam setahun).
5 Very high Sering (frekuensi > 6 x/tahun), Hampir pasti
akan terjadi (terjadi dalam minggu/bulan).

(ii) Penilaian dampak yaitu penilian terhadap risiko keparahan akibat


kejadian yang terjadi.

Tabel 25. Deskripsi tingkat risiko terhadap dampak

TINGKAT
DESKRIPSI DAMPAK
RISIKO
1 Minimal Klinis Tidak ada Cedera.
Cedera ringan, misalnya lecet, dapat
2 Moderate klinis
diatasi dengan P3K.
Cedera sedang (luka robek),
berkurangnya fungsi motorik/sensorik/
Lama hari rawat psikologis atau intelekteual tidak
3
panjang berhubungan dengan penyakitnya dan
Setiap kasus akan memperpanjang hari
perawatan
Cedera luas/berat (cacat atau lumpuh),
Kehilangan
kehilangan fungsi motorik/sensorik/
4 fungsi tubuh
psikologis atau intelektual ) tidak
sementara
berhubungan dengan penyakit
Kematian yang tidak berhubungan dengan
5 Katastropik
perjalanan penyakit
(iii) Penilaian tingkat risiko terhadap sistem yang ada yaitu penilian
terhadap adanya peraturan, pelaksanaan dan ketersediaan fasilitas.

Tabel 26. Deskripsi tingkat risiko terhadap sistem,


peraturan dan pelaksanaannya

TINGKAT SISTEM, PERATURAN DAN


DESKRIPSI
RISIKO PELAKSANAAN
1 Solid Peraturan Ada, Fasilititas Ada, Dilaksanakan
Peraturan Ada, Fasilititas Ada, Tidak Selalu
2 Good
Dilaksanakan
Peraturan Ada, Fasilititas Ada, Tidak
3 Fair
Dilaksanakan
Peraturan Ada, Fasilititas Tidak Ada, Tidak
4 Poor
Dilaksanakan
5 None Tidak Ada Peraturan

(iv) Kemudian dilakukan perhitungan dengan cara: melakukan perkalian


antara probabilitas x dampak x sistim yang ada.
(v) Setelah didapatkan angka perkalian maka dilakukan sistim perioritas
dengan melakukan grading nilai tertinggi atau kasus yang berdampak
paling berisiko
(vi) Selanjutnya lakukan langkah perbaikan untuk meningkatkan mutu
dalam program PPI dengan menggunakan fish borne atau sistim
perbaikan mutu yang lain.
Tabel 27. Penentuan rangking tingkat risiko
Score

Rangking
risiko
Probabilty Dampak Sistim
Uraian
No
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 Plebitis 5 2 2 20 I
2 ISK 2 3 3 18 II
3 PLABSI 3 5 1 15 III
Keterangan:
1. No adalah no urut masalah yang ditemukan
2. Uraian adalah masalah yang ada dan terjadi di lapangan berdasarkan data hasil
laporan bulanan
3. Probability adalah nilai sering nya kejadian muncul atau ditemukan di lapangan
4. Dampak adalah akibat yang kemungkinan akan terjadi akibat masalah yang ada
5. Sistim adalah peraturan atau kebijakan yang ada, fasilitas yang ada dan
pelaksanaan di lapangan
6. Score risiko adalah nilai akhir dari perkalian antara probability, dampak dan sistim
yang ada
7. Rangking score adalah urutan nilai tertinggi dari score Risiko untuk dijadikan
masalah prioritas
(2) Penilaian Risiko Infeksi Pada Fasilitas dan Bangunan (ICRA Konstruksi)

(a) Pengertian: adalah pengkajian risiko infeksi terkait fasilitas pelayanan


kesehatan khususnya bangunan baik untuk konstruksi baru ataupun
renovasi, dll.
(b) Tujuan: mengurangi dampak infeksi spesifik atau masalah yang muncul
selama konstruksi, renovasi, dll dilakukan.
(c) Keterlibatan Tim PPI
Tim PPI harus terlibat atau dilibatkan dalam pertemuan perencanaan baik
gedung baru atau renovasi, berkaitan hal-hal sbb::
 Bagaimana produk, peralatan, ruangan atau klinik digunakan?
 Solusi apa yang mungkin tersedia?
 Apa prinsip pengendalian infeksi atau peraturan eksternal yang berlaku?
 Apa yang disarankan bukti terkait dengan konteks spesifik?
 Apa hukum yang mengatur proyek?
 Apa standar dan pedoman dari badan arsitektur dan teknik, departemen
pemerintah dan lembaga akreditasi?
 Produk atau desain mana yang paling menyeimbangkan persyaratan
pengendalian infeksi keselamatan dan kepuasan karyawan dan pasien,
serta kendala biaya?
(d) Langkah Penilaian Risko Infeksi Kontruksi (ICRA Konstruksi)
Penilaian risiko dan pencegahan infeksi berkaitan dengan fasilitas
bangunan, dilakukan dengan mempertimbangkan langkah-langkah. sbb:
(i) Menentukan type konstruksi/renovasi bangunan berdasarkan
tingkat risiko, sbb:
 Type A: kegiatan renovasi/konstruksi dengan risiko rendah misalnya
pemindahan plafon.
 Type B: kegiatan renovasi skala kecil, durasi pendek dengan risiko
debu minimal misalnya pemotongan dinding plafon dimana
penyebaran debu dapat dikontrol.
 Type C: kegiatan pembongkaran gedung dan renovasi gedung yang
menghasilkan debu yang banyak dan tinggi misalnya konstruksi
pembongkaran dan pembangunan dinding baru.
 Type D: kegiatan pembangunan proyek konstruksi dan
pembongkaran gedung dengan skala besar misal konstruksi baru
atau pembangunan gedung baru.
(ii) Melakukan Identifikasi area dan pengelompokan pasien berdasarkan
tingkat risiko, sbb:
 Risiko rendah: renovasi pada area perkantoran.
 Risiko sedang: area rawat jalan.
 Risiko tinggi: pada pelayanan pasien kondisi rentan misalnya: poli
bedah, ruang perawatan pasien.
 Risiko sangat tinggi: area pelayanan pasien dengan imunitas rentan
misalnya ruang operasi, ICU dan unit luka bakar.

(iii) Menentukan kelas kewaspadaan dan intervensi PPI Tabel 28.

Risiko berdasarkan type konstruksi

Kelompok TYPE Konstruksi


Pasien
TYPE A TYPE B TYPE C TYPE D
Berisiko
Rendah I II II III/IV
Sedang I II III IV
Tinggi I II III/IV IV
Sangat Tinggi II III/IV III/IV IV

Keterangan: cara menentukan kelas intervensi sbb:


 Tarik garis lurus sesuai tingkat risiko pasien ke arah type
kontruksi yang sesuai, kolom dimana ketemu kedua garis
menunjukkan kelas intervensi.
 Jika ketemu pada kolom kelas yang terdapat dua nilai maka
diambil yang tertinggi.
 Lihat contoh: ---Terpilih sebagai Kelas IV

(iv) Langkah-Langkah Intervensi PPI ditentukan berdasarkan kelas yang


telah diperoleh sebelumnya, sbb :

(a) Kelas 1, sbb:


 Lakukan pekerjaan dengan metode meminimalkan debu
 Pembersihan lingkungan kerja segera lakukan setelah pekerjaan
selesai
(b) Kelas 2, sbb:
 menyediakan sarana penghalang penyebaran debu ke udara
 Memberikan kabut air pada permukaan lingkungan kerja untuk
menghalangi dan mengendalikan debu selama proyek konstruksi
berlangsung
 pembersihan lingkungan kerja segera lakukan setelah pekerjaan
selesai

(c) Kelas 3, sbb:


 Membuat penghalang debu dengan menutup area masuknya
debu (melakban pintu)
 Menutup ventilasi udara
 Menutup sistim heating ventilation air conditioning (HVAC)
 Limbah konstruksi ditempatkan dalam wadah tertutup rapat dan
segera dibuang dan dilakukan pembersihan
 Setelah selesai pekerjaan semua debu di bersihkan dari seluruh
permukaan

(d) Kelas 4, sbb:


 Buat pembatas area kerja harus dipasang sampai proyek selesai
dan dibersihkan
 Menutup jendela di area yang menampung pasien yang dinilai
rentan untuk diminimalkan masuknya spora jamur yang
dihasilkan oleh pekerjaan bangunan di dekatnya.
 Jika penyedot debu digunakan, pastikan mereka memiliki filter
efisiensi tinggi pada udara yang habis.
 Mengisolasikan sistem HVAC di area kerja untuk mencegah
kontaminasi sistem saluran
 Mengangkut puing-puing dalam kantong atau wadah tertutup
dengan tutup yang rapat, atau menutupi puing dengan kain
basah.
 Jangan mengangkut puing-puing melalui area perawatan pasien
tetapi melalui pintu keluar yang berbeda.
BAB IV
PENERAPAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
PADA UPAYA KESEHATAN PERSEORANGAN DAN UPAYA
KESEHATAN MASYARAKAT

A. PENERAPAN PPI DI UNIT PELAYANAN FKTP

1. Pengertian: penerapan PPI di unit pelayanan FKTP dimaksudkan bahwa semua FKTP
dalam memberikan pelayanan disetiap unit, program atau kegiatan harus mengikuti
kaidah, langkah, standar dan prosedur PPI sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III.

2. Tujuan: pengelolaan pelayanan di FKTP yang sesuai dengan pedoman PPI agar
petugas, pasien dan masyarakat terlindungi dari penyakit infeksi akibat pelayanan
yang tidak bermutu.

3. Prinsif: secara garis besar konsep dan prinsip pelaksanaan PPI di setiap unit
pelayanan yang tersedia di FKTP adalah berlaku sama, tanpa pengecualian dengan
merujuk pada materi bahasan PPI di Bab III. Mutu pelayanan di FKTP sangat
ditentukan oleh kepatuhan petugas terhadap kebijakan, pedoman, standar operasional
prosedur yang telah ditetapkan oleh masing-masing FKTP dengan mengacu pada
peraturan perundang undangan yang berlaku termasuk yang dikeluarkan oleh masing-
masing Pemerintah Daerah dan para penanggunjawab program di Kementerian
Kesehatan RI.

4. Lingkup penerapan PPI di unit pelayanan FKTP: khususnya Puskesmas, pelayanan


yang diberikan mencakup Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) yang kegiatannya
banyak dilaksanakan didalam fasilitas kesehatan. Meski demikian saat pelayanan
kesehatan perseorangan diberikan seringkali juga diikuti pelayanan yang bersifat
promotif dan preventif. Demikian halnya Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang
bersifat promosif dan preventif terutama dilakukan diluar fasilitas kesehatan, meski
demikian kegiatannya juga banyak mengandung pelayanan perseorangan. Oleh
karena itulah maka upaya pelayanan perseorangan dan upaya pelayanan masyarakat
merupakan pelayanan yang terintegrasi dan tidak dapat dipisahkan satu sama laiinya.

5. Tantangan Pelayanan Kesehatan diluar fasilitas: penerapan PPI untuk pelayanan


kesehatan perseorangan relatif lebih mudah terutama jika kegiatannya dilakukan di
dalam fasilitas kesehatan, selain karena semua sumber daya yang digunakan berada
dalam kendali petugas. Selain itu sumber penularan penyakit lebih mudah diidentifikasi
sehingga pencegahan dan pengendalian penyakit infeksinya juga diharapkan dapat
dikelola dengan lebih baik.
Hal sebaliknya, jika pelayanan tersebut diberikan diluar fasilitas kesehatan, akan
mempunyai konsekwensi yang berbeda disebabkan hal-hal, sbb:
a) Sasaran pelayanan: yang dilayani pada umumnya orang sehat, sehingga aspek
keselamatan kurang diperhatikan padahal kegiatannya juga banya yang berupa
pelayanan perseorangan seperti pemberian imunisasi, pemeriksaan bumil (ANC),
PNC (maternal dan neonatal), pemeriksanaan lansia (Posbindu) pemeriksanaan
kesehatan anak sekolah (UKG/UKGS), pemberian Fe, Vit.A, Obat Cacing, dll,
b) Tempat pelayanan: pelayanan diberikan pada tempat, lingkungan, sarana
prasarana seadanya tidak dipersiapkan khusus sebagai tempat pelayanan
kesehatan, termasuk aspek keamanan dan keselamatan petugas. Misalnya di
posyandu (Balita, Posbindu, dll), sekolah, pesantren, balai desa, rumah penduduk,
stadion, tempat pengungsian, perkebunan, dll.
c) Keterbatasan Alat, obat dan sumber daya lain: misalnya alat kesehatan yang
tersedia atau yang dapat dibawa oleh petugas sangat terbatas, sehingga perlu
disertai catatan khusus dalam pengelolaan dan penggunaannya. Peralatan
lapangan yang dikenal saat ini antara lain: bidan kit, alat imunisasi, gizi kit,
termasuk Puskesmas Keliling (Pusling), dll.
d) Keterbatasan Petugas terlatih: jika terjadi kasus emergensi atau Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD), penangannnya relatif lebih sulit karena berkaitan dengan
tindakan emergenci dan bantuan tenaga kesehatan lainnya.
e) Pada asus abah (outbreak): batas antara yang sehat dan yang sakit sering sulit
dibedakan sehingga potensi penularan penyakit antara petugas dan masyarakat
atau seblaiknya menjadi lebih besar, dll.

6. Edukasi PPI pada pengguna dan sasasar layanan: pembahasan penerapan PPI
pada bab ini dimaksudkan untuk memberikan penekanan dan catatan lainnya untuk
penyesuaian tentang penerapan Kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan
Transmisi khususnya terhadap pelayanan yang diberikan diluar fasilitas kesehatan.
Selain itu, petugas kesehatan diharapkan juga dapat secara rutin memberikan pesan
pesan edukasi tentang Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) atau Gerakan Masyarakat
Sehat (Germas), dengan demikian pemutusan mata rantai penularan penyakit infeksi
dapat secara dini dilakukan di masyarakat.

7. Pembagian unit pelayanan penerapan PPI di FKTP: untuk memudahkan


pembahasan maka penerapan PPI untuk Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) akan
diuraikan berdasarkan pelayanan, tidak diurai berdasarkan ruangan dengan asumsi
bahwa persyaratan ruangan, tempat dan sarana lainnya sudah melekat pada setiap
jenis
pelayanan yang diberikan oelh FKTP. Selain itu, kemampuan penyediaan ruangan di
masing-masing FKTP disetiap daerah sangat bervariasi.

Untuk penerapan PPI pada Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), mengingat


banyaknya jenis kegiatan baik untuk pelayanan esensial maupun pengembangan
maka dilakukan penyederhanaan dengan menggabungkan kedalam kelompok
kegiatan yang memiliki kesamaan atau jenis kegiatannya, metode pelaksanaan,
sasaran maupun penggunaan sarana penunjang kegiatan yang dibutuhkan.

Berikut ini nama upaya dan jenis pelayanannya yang telah disesuaikan dengan istilah
dalam PMK 43/2019 Tentang Puskesmas, baik pada yang berkaitan dengan bab
pelayanan maupun penanggungjawab program. Selain itu ditambahkan pelayanan lain
yang dianggap berpotensi sebagai sumber penularan dan belum termasuk dalam UKP
dan UKM.

a) Penerapan PPI pada Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) :


(1) Pelayanan Pemeriksaan Umum/Rawat Jalan
(2) Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
(3) Pelayanan Gawat Darurat
(4) Pelayanan Persalinan Normal
(5) Pelayanan Rawat Inap
(6) Pelayanan Kesga (bersifat UKP)
(7) Pelayanan Gizi (bersifat UKP )
(8) Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (bersifat UKP)
(9) Pelayanan Laboratorium
(10) Pelayanan Kefarmasian

b) Penerapan PPI di Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Esensial maupun


Pengembangan, dikelompokkan, sbb:
1. Kegiatan Pendataan pada Program UKM.
2. Kegiatan Penjaringan (Screening)
3. Kegiatan Kunjungan Rumah
4. Kegiatan Distribusi dan Pemberian Obat
5. Kegiatan Distribusi dan Pemberian PMT
6. Kegiatan Pelatihan, Penyuluhan dan Konseling
7. Kegiatan Pemantauan, Pembinaan dan Pemberdayaan.
B. PENERAPAN PPI DI UPAYA KESEHATAN PERSEORANGAN DI FKTP

1. PPI DI PELAYANAN PEMERIKSAAN UMUM


a) Pengertian: pemeriksaan umum adalah pemeriksaaan kesehatan perseorangan
sesuai keluhan dan kebutuhan pasien (sakit) maupun pelayanan konsultasi
kesehatan (sehat) di FKTP. Pemeriksaan umum mencakup pelayanan kuratif
(pengobatan atau pemulihan kesehatan) dengan atau tanpa pelayanan promotif
(konseling atau penyuluhan), preventif (imunisasi, edukasi PPI, dll) dan.
b) Tujuan: mengelola pelayanan di pemeriksaan umum agar sesuai dengan prinsip
PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi.
c) Prinsip umum:
(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI di pelayanan pemeriksaan
umum.
(2) Penerapan PPI, mengikuti pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi
sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III.
(3) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan
terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah
dibuat.

d) Penerapan PPI di Pelayanan Pemeriksanaan Umum, dapat dlihat dalam


matriks, sbb:

Tabel 29. Penerapan PPI pada pelayanan pemeriksaan umum

PELAYANAN/ PENERAPAN STANDAR PPI


PENCEGAHAN DAN
KEGIATAN PENGENDALIAN INFEKSI YA TDK CATATAN

BAGI PETUGAS KESEHATAN


KEWASPADAAN ISOLASI
Pelayanan  Kewaspadaan Standar
Pemeiksaaan 1 Kebersihan Tangan Petugas &
Umum: √ pengunjung
2 Penggunaan APD √ Sesuai indikasi
1. Pendaftaran &
3 Pengendalian √ Minimal 2 kali
Rekam Medis Lingkungan sehari. Kalau ada
2. Pemeriksaan Awal tumpahan darah

Pasien oleh petugas


4 Pengelolaan Limbah √ Tersedia tempat
limbah Infeksius,
dan Benda Tajam Non Infeksi dan
3. Pemeriksaan oleh
safety box
Dokter
5 Pengelolaan Alat Medis √ Sesuai kriteria
4. Tindakan 6 Pengelolaan Linen Disesuaikan dengan
√ kondisi FKTP
7 Penyuntikan Yang √ 1 spuit, 1 obat, 1
Aman pasien
8 Kebersihan Pernapasan √ Tersedia KIE etika
batuk
dan Etika Batuk
9 Penempatan pasien √ Berdasarkan
standar Transmisi
10 Perlindungan kesehatan √
karyawan
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √ Sesuai indikasi
2 Infus √ Tindakan aseptic,
3 Kateter Urine √ gunakan troly
4 Perawatan Luka √ tindakan.

PENGGUNAAN √
ANTIMIKROBA YG
BIJAK
DIKLAT PPI √ Semua staff sudah
tersosialisasi PPI
SURVEILANS √
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik

EDUKASI PPI PADA PENGGUNA LAYANAN

1. Saat ke/di Fasilitas Kesehatan:


 Kebersihatan Tangan: dianjurkan menjaga kebersihan tangan sebelum masuk
ruang pemeriksanaan.(tersedia sarana kebersihan tangan dan KIE di depan
ruangan pemeriksaan)
 Jika batuk/bersin anjurkan menggunakan masker
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak,
melakukan kebersihan tangan)
 Jika flu/batuk patuhi etika batuk dan kebersiahan pernapasan.
 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

2. Saat d Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
 Minum obat sesuai aturan pakai, antibiotik diminum sampai habis.
 Kunjungan ulang sesuai saran petugas, atau bila ada keluhan lain sebelum waktu
kunjungan segera memeriksakan kembali.

Catatan: Penerapan Standar PPI:


 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur
sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan
kondisi di FKTP masing-masing.
2. PPI DI PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT
a) Pengertian: pelayanan kesehatan gigi dan mulut adalah semua tindakan atau
manipulasi yang berkaitan dengan kesehatan gigi dan mulut yang diberikan oleh
FKTP.
b) Tujuan: Mengelola unit pelayanan gigi dan mulut agar sesuai dengan prinsip,
teknis dan prosedur PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi.
c) Prinsip umum:
(1) Setiap FKTP harus dudah membuat SOP penerapan PPI di pelayanan
kesehatan gigi dan mulut.
(2) Penerapan PPI, mengikuti pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi
sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III.
(3) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan
terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah
dibuat.

d) Penerapan PPI di Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut, dapat dlihat dalam
matriks, sbb:
Tabel 30 .Penerapan PPI pada pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut

PELAYANAN/ PENERAPAN STANDAR PPI


PENCEGAHAN DAN
KEGIATAN PENGENDALIAN INFEKSI YA TDK CATATAN

BAGI PETUGAS KESEHATAN


KEWASPADAAN ISOLASI
Pelayanan  Kewaspadaan Standar
Kesehatan Gigi dan 1 Kebersihan Tangan Tersedia air
Mulut: √ mengalir dan sabun
2 Penggunaan APD Minimal masker dan
 Pemeriksaan √ sarung tangan sekali
pakai
 Penambalan Gigi
3 Pengendalian √
 Pencabutan (exo) Lingkungan
Desinfeksi rutin

 Pembersihan 4 Pengelolaan Limbah √ Tersedia tempat


Karang (Scalling) limbah Infeksius,
dan Benda Tajam Non Infeksi dan
 dll safety box
5 Pengelolaan Alat Medis √ Dekontaminasi
peralatan sesuai
jenis alat kesehatan
6 Pengelolaan Linen Linen bekas pakai
√ pasien kategori
infekius
7 Penyuntikan Yang √ Satu spuit, satu obat
satu pasien dan
Aman
jarum suntik segera
dimasukan dalam
safety box
8 Kebersihan Pernapasan √ Tersedia KIE etika
dan Etika Batuk batuk
9 Penempatan pasien √ Jaga jarak bagi
pasien terduga sakit
infeksi
10 Perlindungan kesehatan √ Kebijakan standar
karyawan imunisasi petugas
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √ Pengaturan sirkulasi
udara minimal 6 -12
2 Droplet √ kali pertukaran
3 Udara √ udara per jam
PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √ Luka gigi dan mulut
PENGGUNAAN √
ANTIMIKROBA YG
BIJAK
DIKLAT PPI √ Semua staff Gilut
sudah tersosialisasi
PPI
SURVEILANS √ Angka kejadian
Abses setelah
ekstraksi gigi
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik

EDUKASI PPI PADA PENGGUNA LAYANAN

1. Saat ke/di Fasilitas Kesehatan:


 Membersihkan mulut atau menggosok gigi sebelum mendatangi
fasilitas kesehatan.
 Kebersihan tangan sebelum masuk ruang pemeriksaan.
 Gunakan masker jika sedang batuk/bersin
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak,
melakukan kebersihan tangan)
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

2. Saat d Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
 Minum/gunakan obat sesuai aturan pakai, antibiotik harus dihabiskan dan
waspada efek samping
 Kunjungan ulang sesuai saran petugas

Catatan: Penerapan Standar PPI:


 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur
sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan
kondisi di FKTP masing-masing.
3. PPI DI PELAYANAN GAWAT DARURAT

a) Pengertian: Pelayanan Kesehatan yang dilakukan di unit gawat darurat untuk


penyelamatan nyawa pasien, mencakup pra-fasilitas, triase, resusitasi, stabilisasi
awal dan evaluasi.
b) Tujuan: mengelola pelayanan kesehatan di unit gawat darurat FKTP agar sesuai
dengan prinsip, teknis dan prosedur PPI untuk mencegah atau memutus
terjadinya infeksi.
c) Prinsip umum:
(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI pelayanan gawat darurat
mencakup pra-fasilitas, penanganan di fasilitas hingga rujukan.
(2) Penerapan PPI di unit gawat darurat mengikuti teknis dan prosedur
pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana telah dijelaskan pada
Bab III.
(3) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan
terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah
dibuat.

d) Penerapan PPI di Pelayanan Gawat Darurat, dapat dlihat dalam matriks, sbb:

Tabel 31 Penerapan PPI pada Pelayanan Gawat Darurat

PELAYANAN/ PENERAPAN STANDAR PPI


PENCEGAHAN DAN
KEGIATAN PENGENDALIAN INFEKSI YA TDK CATATAN

BAGI PETUGAS KESEHATAN


KEWASPADAAN ISOLASI
PELAYAN  Kewaspadaan Standar
KESEHATAN 1 Kebersihan Tangan √ Mudah dijangkau
GAWAT DARURAT: 2 Penggunaan APD Sesuai indikasi dan
√ jenis paparan
 Pra-fasilitas
3 Pengendalian √ Dibersihkan rutin 2
 Triase Lingkungan kali sehari dan
segera jika ada
 Resusitasi tumpahan darah
 Stabilisasi atau cairan tubuh

 dll 4 Pengelolaan Limbah √ Tersedia tempat


limbah Infeksius,
dan Benda Tajam
Non Infeksi dan
safety box
5 Pengelolaan Alat Medis √ Dekontaminasi
peralatan sesuai
jenis alat kesehatan
6 Pengelolaan Linen √
Sesuai kategori
linen
7 Penyuntikan Yang √ Satu spuit, satu obat
satu pasien dan
Aman jarum suntik segera
diamsukan dalam
safety box
8 Kebersihan Pernapasan √ Tersedia KIE etika
batuk dan
dan Etika Batuk kebersihan tangan
9 Penempatan pasien √ Jaga jarak bagi
pasien terduga sakit
infeksi
10 Perlindungan kesehatan √ Kebijakan standar
karyawan imunisasi petugas
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √ Kebersihan tangan
dan sarung tangan
jika perlu
2 Droplet √ Masker medis
3 Udara √ Penempatan pasien
dan gunakan
masker bedah/N95
PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
PENGGUNAAN √
ANTIMIKROBA BIJAK
DIKLAT PPI √ Semua staff Gadar
sudah tersosialisasi
PPI
SURVEILANS √
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik

EDUKASI PPI PADA PENGGUNA LAYANAN

1. Saat ke/di Fasilitas Kesehatan:


 Kebersihatan Tangan: dianjurkan mencuci tangan sebelum masuk ruang
pemeriksanaan.
 Gunakan masker jika sedang batuk/bersin
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak,
melakukan kebersihan tangan)
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Sampah: buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.
 Jika pasien mengeluarkan cairan tubuh, darah, kotoran dianjurkan
dibuang ditempat infeksius.
2. Saat d Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
 Minum/gunakan obat sesuai aturan pakai, antibiotik harus dihabiskan dan
waspada efek samping.
 Kunjungan ulang sesuai saran petugas
Catatan: Penerapan Standar PPI:
 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur
sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan
kondisi di FKTP masing-masing.
4. PPI DI PELAYANAN KESEHATAN KELUARGA PERSEORANGAN (BERSIFAT
UKP)

a) Pengertian: Pelayanan kesehatan keluarga yang sifatnya perseorangan


mencakup pelayanan Maternal, Neonatal, Balita, Anak Pra sekolah, Usia
sekolah, Remaja, Usia produktif dan Usia Lanjut di FKTP.
b) Tujuan: Mengelola pelayanan kesehatan keluarga bersifat UKP di FKTP agar
sesuai dengan prinsip, pengelolaan dan prosedur PPI untuk mencegah atau
memutus terjadinya infeksi.
c) Prinsip umum:
(1) Setiap FKTP sudah membuat SOP penerapan PPI di pelayanan kesehatan
keluarga perseorangan sesuai dengan kelompok pelayanan.
(2) Penerapan PPI dalam pengelolaan pelayanan kesehatan keluarga harus
mengikuti pedoman dan prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi
sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III.
(3) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan
terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah
dibuat.

d) Penerapan PPI di Pelayanan Kesehatan Keluarga Perseorangan (bersifat


UKP), dapat dlihat dalam matriks, sbb:

Tabel 32. Penerapan PPI pada Pelayanan Kesehatan Keluarga (UKP)

PELAYANAN/ PENERAPAN STANDAR PPI


PENCEGAHAN DAN
KEGIATAN PENGENDALIAN INFEKSI YA TDK CATATAN

BAGI PETUGAS KESEHATAN


KEWASPADAAN ISOLASI
PELAYANAN
 Kewaspadaan Standar
KESGA 1 Kebersihan Tangan √ Mudah dijangkau
PERSEORANGAN 2 Penggunaan APD Sesuai indikasi dan
(Bersifat UKP). √ jenis paparan

Maternal:
3 Pengendalian √ Dibersihkan rutin 2
kali sehari dan
 Pemeriksaan ANC Lingkungan segera jika ada
(dalam faskes) tumpahan darah
atau cairan tubuh
 Pemeriksaan PNC
4 Pengelolaan Limbah √ Tersedia tempat
Bayi dan Balita: limbah Infeksius,
dan Benda Tajam
 Layanan neonatal Non Infeksi dan
esensial safety box
 Kegawatdaruratan 5 Pengelolaan Alat Medis Dekontaminasi
neonatal √ peralatan sesuai
jenis alat kesehatan
 Imunisasi
6 Pengelolaan Linen √
Sesuai kategori
 MTBS linen
 Imunisasi dasar 7 Penyuntikan Yang Satu spuit, satu obat
lengkap Aman √ satu pasien dan
jarum suntik segera
Usia sekolah dan remaja:
 Penjaringan diamsukan dalam
kesehatan anak safety box
sekolah 8 Kebersihan Pernapasan √ Tersedia KIE etika
batuk dan
 Pemantauan dan Etika Batuk kebersihan tangan
kesehatan berkala
 PKPR
9 Penempatan pasien √ Jaga jarak bagi
pasien terduga sakit
 Kuratif (masuk ke poli infeksi
anak) 10 Perlindungan kesehatan √ Kebijakan standar
 UKS/UKGS karyawan imunisasi petugas
Wanita usia reproduksi:  Kewaspadaan Transmisi
 Pelayanan kesehatan
calon pengantin
1 Kontak √ Kebersihan tangan
dan (sarung tangan
(catin) jika perlu)
 KB 2 Droplet √ Masker medis
 Pelayanan tata 3 Udara √ Penempatan pasien
laksana kekerasan dan gunakan
terhadap perempuan masker bedah/N95
dan Anak (KTPA) PENGELOLAAN BUNDLES
Usila: 1 Alat Bantu Napas √
 Skrining kesehatan 2 Infus √ Sesuai indikasi pada
(pengkajian
3 Kateter Urine √ pelayanan gadar
paripurna pasien
geriatric/P3G) 4 Perawatan Luka √
 Posyandu PENGGUNAAN ANTI √ Jika mendapatkan
lansia/posbindu MIKROBA YG BIJAK antibiotik
(pemantauan DIKLAT PPI √ Semua staff Gizi
kesehatan sudah tersosialisasi
berkala/deteksi dini PPI
PTM) SURVEILANS √
 PJP (perawatan MONEV √
jangka panjang) Nilai CR SOP
 Home Care secara periodik
 Pelayanan
Kesehatan Lansia
(kuratif) di poli Lansia

EDUKASI PPI BAGI PENGUNA LAYANAN

1. Saat ke/di Fasilitas Kesehatan:


 Menjadga kebersihan badan atau mandi sebelum mendatangi fasilitas kesehatan.
 Kebersihatan Tangan: sebelum diperiksa.
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak,
melakukan kebersihan tangan)
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

2. Saat d Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
 Memeriksakan kesehatan jika sakit
Catatan: Penerapan Standar PPI:
 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur
sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan
kondisi di FKTP masing-masing.
5. PPI PADA PELAYANAN PERSALINAN DAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL

a) Pengertian: pelayanan persalinan normal dan kegawatdaruratan maternal yang


diberikan di FKTP.
b) Tujuan: mengelola pelayanan persalinan normal dan kegawatdauratan maternal
di FKTP agar sesuai dengan prinsip, pengelolaan dan prosedur PPI untuk
mencegah atau memutus terjadinya infeksi.
c) Prinsip umum:
(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI di pelayanan persalinan normal
dan kegawatdaruratan maternal.
(2) Penerapan PPI dalam pelayanan persalinan normal dan kegawatdaruratan
maternal harus mengikuti pedoman dan prosedur (SOP) pencegahan dan
pengendalian infeksi sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III.
(3) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan
terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah
dibuat.

d) Prosedur PPI pada Pelayanan Persalinan Normal dan Kegawatdaruratan


Maternal.
(1) Patuhi kebersihan tangan sesuai dengan 5 momen kebersihan tangan.
(2) Gunakan APD (topi, gaun, masker, sarung tangan dan pelindung wajah sat
menolong persalinan) atau sesuai dengan indikasi.
(3) Perlakuan terhadap alat kesehatan
(a) Semua peralatan antenatal dipertahankan dalam kondisi bersih dan atau
steril sesuai kegunaannya.
(b) Pergunakan peralatan antenatal sesuai jenis dan indikasinya: Alat steril,
alat bersih, jika terkontaminasi atau kotor segera ganti dengan yang
baru.
(c) Tempatkan peralatan yang digunakan pada permukaan yang bersih dan
kering, jika memungkinkan buat paket peralatan untuk antenatal dalam
box tertutup.
(d) Siapkan peralatan menggunakan trolly tindakan dan berada disebelah
kanan petugas.
(e) Jika pemerikaan antenatal selesai maka tempatkan peralatan habis
pakai pada tempat yang sesuai: Infeksius atau kotor dan segera kirim ke
unit pengelola alat medis habis pakai untuk dilakukan proses
dekontaminasi dengan kode/label kantong yang sesuai.
(f) Semua peralatan dirapikan kembali dan disimpan pada tempatnya.
(g) Hindari kontaminasi darah atau cairan tubuh yang menempel pada alat
ke lingkungan sekitar.
(4) Perlakuan terhadap lingkungan dan limbah
(a) Pastikan jarak tempat tidur pasien minimal 1 meter.
(b) Gunakan tirai pembatas/gordyn terbuat dari bahan yang tidak menyerap
air dan lakukan disinfeksi jika terkena percikan darah atau cairan tubuh.
(c) Bersihkan semua permukaan (dinding, tempat tidur, meja dan benda
yang berada disekitar pasien) dengan cairan disinfektan.
(d) Hindari penyimpanan barang yang dapat menjadi tempat akumulasi debu.
(e) Kosongkan meja atau trolly kemudian bersihkan dengan cairan
disinfektan jika pelayanan antenatal sudah selesai.
(f) Plasenta/ari-ari/tembuni bayi dimasukkan ke tempat khusus sebelum
diberikan kepada keluarga dan hindari ceceran darah pada lingkungan.
(g) Tempatkan limbah sesuai dengan jenis dan kategori limbah, sbb:
 Semua limbah yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh ke
dalam limbah infeksius.
 Semua limbah tajam masukan kedalam safety box.
 Limbah cair cairan tubuh (darah, air ketuban ) buang ke dalam
spoll hock.
 Limbah Non Infeksius dibuang kedalam limbah Non Infeksius.

(5) Edukasi PPI pada ibu melahirkan


(a) Bersalin hanya di fasilitas kesehatan oleh petugas yang terlatih
(bidan/dokter).
(b) Periksakan diri ke Bidan/Dokter sesuai jadwal kunjungan pasca salin
(KNC)
(c) Patuhi anjuran, saran atau nasehat petugas kesehatan.
(d) Jaga kebersihan diri (mandi, gosok gigi), alat kelahiran (vulva), cara
cebok yang benar dengan menggunakan sabun termasuk saat akan
dialkukan pemeriksaan oleh petugas (PNC).
(e) Perawatan bayi baru lahir seperti cara memandikan bayi, merawat tali
pusat, membedong bayi dan memberikan ASI merupakan perawatan
bayi baru lahir yang sebaiknya dilakukan oleh ibu secara mandiri
dengan memperhatikan kebersihan peralatan
(f) Gunakan masker dan jaga jarak dari orang yang batuk, ISPA, dll
(g) Jaga kebersihan tangan sesuai 5 moment
(h) Beri ASI secara dini (kolostrum), teruskan dengan ASI esklusif.
(i) Anjurkan KB pasca salin jika ada indikasi.
(j) Laksanakan Germas.

e) Penerapan PPI pada Pelayanan Persalinan Normal dan Kegawatdaruratan


Maternal, dapat dlihat dalam matriks, sbb:

Tabel 33. Penerapan PPI pada Pelayanan Persalinan Normal dan Gadar

PELAYANAN/ PENERAPAN STANDAR PPI


PENCEGAHAN DAN
KEGIATAN PENGENDALIAN INFEKSI YA TDK CATATAN

BAGI PETUGAS KESEHATAN


KEWASPADAAN ISOLASI
PELAYANAN
 Kewaspadaan Standar
PERSALINAN 1 Kebersihan Tangan Tersedia air
NORMAL: √ mengalir dan sabun
2 Penggunaan APD √
Sesuai indikasi dan
 Persalinan (Untuk jenis paparan
Persalinan normal 3 Pengendalian √ Dibersihkan rutin 2
kali sehari dan
ikuti sesuai Langkah Lingkungan segera jika ada
APN). tumpahan darah
atau cairan tubuh
PELAYANAN
KEGAWATDARURATA
4 Pengelolaan Limbah √ Tersedia tempat
limbah Infeksius,
dan Benda Tajam
N MATERNAL. Non Infeksi dan
safety box
 Dalam penanganan
kasus Gadar, Ikuti 5 Pengelolaan Alat Medis Dekontaminasi
√ peralatan sesuai
dan patuhi Protap jenis alat kesehatan
(SOP) 6 Pengelolaan Linen Sesuai kategori
√ linen
kegawatdaruratan
maternal yang telah 7 Penyuntikan Yang Satu spuit, satu obat
satu pasien dan
dibuat. Aman
√ jarum suntik segera
diamsukan dalam
safety box
8 Kebersihan Pernapasan √ Tersedia KIE etika
batuk dan
dan Etika Batuk kebersihan tangan
9 Penempatan pasien √ Jaga jarak minimal 1
meter
10 Perlindungan kesehatan √ Kebijakan standar
karyawan imunisasi petugas
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √ Kebersihan tangan
dan sarung tangan
jika perlu
2 Droplet √ Masker medis
3 Udara √ Penempatan pasien
dan gunakan
masker bedah/N95
PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
Sesuai indikasi
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
PENGGUNAAN √
ANTI MIKROBA YG
BIJAK
DIKLAT PPI √ Semua staff KIA
sudah tersosialisasi
PPI
SURVEILANS √
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik

EDUKASI PPI BAGI PENGUNA LAYANAN

1. Saat ke/di Fasilitas Kesehatan:


 Menjaga kebersihan badan atau mandi sebelum mendatangi fasilitas kesehatan.
 Melaksanakan kebersihatan tangan
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak, melakukan
kebersihan tangan)
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

2. Saat d Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
 Memeriksakan kesehatan jika sakit

Catatan: Penerapan Standar PPI:


 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur
sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan
kondisi di FKTP masing-masing.

6. PPI DI PELAYANAN GIZI PERSEORANGAN (BERSIFAT UKP)

a) Pengertian: Pelayanan gizi bersifat UKP dimaksudkan adalah pelayanan gizi


yang bersifat perseorangan di FKTP, antara lain layanan gizi pada pasien rawat
inap. Penerapan PPI pada pelayanan gizi mencakup aspek fisik, hygine
penjamah makanan, sistem pengolahan, dan kelengkapan fasilitas sanitasi.
Pelayanan gizi yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menjadi tempat
penularan penyakit infeksi. Higiene dan sanitasi makanan merupakan upaya
untuk mengendalikan factor-faktor yang dapat menimbulkan penyakit atau
gangguan kesehatan berkaitan dengan makanan, orang, tempat, dan
perlengkapannya (peralatan).
b) Tujuan: mengelola pelayanan kesehatan gizi yang bersifat UKP di FKTP agar
sesuai dengan prinsip, pengelolaan dan prosedur PPI untuk mencegah atau
memutus terjadinya infeksi.
c) Prinsip umum:
(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI tentang pelayanan gizi
perseorangan (pelayanan di UKP).
(2) Penerapan PPI dalam pengelolaan pelayanan gizi harus mengikuti pedoman
dan prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana telah
dijelaskan pada Bab III.
(3) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan
terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah
dibuat.

d) Penerapan PPI di Pelayanan Gizi Perseorangan (bersifat UKP), dapat dlihat


dalam matriks, sbb:

Tabel 34. Penerapan PPI Pada Pelayanan Gizi Perseorangan (UKP)

PELAYANAN/ PENERAPAN STANDAR PPI


PENCEGAHAN DAN
KEGIATAN PENGENDALIAN INFEKSI YA TDK CATATAN

BAGI PETUGAS KESEHATAN


KEWASPADAAN ISOLASI
PELAYAN GIZI
 Kewaspadaan Standar
PERSEORANGAN 1 Kebersihan Tangan √
(Bersifat UKP). 2 Penggunaan APD Sarung Tangan
 Pengadaan bahan √ plastic, masker kain,
Apron, sepatu.
dasar 3 Pengendalian √
makanan/minuman Lingkungan
(gizi). 4 Pengelolaan Limbah √ Limbah non medis
 Pengolahan dan Benda Tajam (dapur)

 Pengemasan 5 Pengelolaan Alat Medis √


6 Pengelolaan Linen √
 Pengiriman dan
7 Penyuntikan Yang
transfortasi. Aman

 Kebersihan 8 Kebersihan Pernapasan √
penjamah dan Etika Batuk
makanan 9 Penempatan pasien Jaga jarak bagi
√ pasien terduga sakit
infeksi
10 Perlindungan kesehatan √ Pemerikasaan
pembiakan tinja
karyawan untuk kuman kuman
interik seperti
salmonela dan
parasit

Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
PENGGUNAAN ANTI

MIKROBA YG BIJAK
DIKLAT PPI √ Semua staff Gizi
sudah tersosialisasi
PPI
SURVEILANS √
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik

EDUKASI PPI BAGI PENJAMAH MAKANAN DAN PENGGUNA LAYANAN

1. Saat ke/di Fasilitas Kesehatan:


 Menjaga personal hygine.
 Patuhi kebersihatan Tangan; kuku tidak boleh panjang, tidak menggunakan
assesoris di tangan.
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak, melakukan
kebersihan tangan)
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan dan tempat sampah
harus selalu tertutup.

2. Saat di Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
 Memeriksakan kesehatan secara rutin.

Catatan: Penerapan Standar PPI:


 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur
sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan
kondisi di FKTP masing-masing.

7. PENERAPAN PPI DI PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN


PENYAKIT PERSEORANGAN (P2P BERSIFAT UKP)

a) Pengertian:: adalah semua pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit


(P2P) yang bersifat perseorangan yang diberikan oleh FKTP. Tatalaksana P2P
perseorangan dimaksudkan untuk melindungi manusia (klien/masyarakat) dari
ancaman kesehatan potensial, dengan mencegah, mengekang perkembangan
penyakit, memperlambat kemajuan penyakit untuk selajutnya dikendalikan serta
melindungi tubuh manusia dari berlanjutnya pengaruh yang membahayakan.
b) Tujuan: mengelola pelayanan P2P yang bersifat perseorangan agar sesuai
dengan prinsip, pengelolaan dan prosedur PPI untuk mencegah atau memutus
terjadinya infeksi.
c) Prinsip umum:
(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI pada pelayanan P2P yang
bersifat perseorangan di FKTP.
(2) Penerapan PPI dalam pengelolaan pelayanan P2P bersifat perseorangan
harus mengikuti pedoman dan prosedur pencegahan dan pengendalian
infeksi sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III.
(3) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan
terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah
dibuat.

d) Penerapan PPI di Pada Pelayanan P2P Perseorangan (bersifat UKP), dapat


dlihat dalam matriksi, sbb:

Tabel 35. Penerapan PPI pada Pelayanan P2P Perseorangan (UKP)

PELAYANAN/ PENERAPAN STANDAR PPI


PENCEGAHAN DAN
KEGIATAN PENGENDALIAN INFEKSI YA TDK CATATAN

BAGI PETUGAS KESEHATAN


KEWASPADAAN ISOLASI
PELAYANAN P2P
 Kewaspadaan Standar
PERSEORANGAN 1 Kebersihan Tangan Jika tidak tersedia
(bersifat UKP): air mengalir, bisa
√ dengan ember
 Penapisan Risti : berkeran yang
tertutup, handrub.
deteksi dini faktor
2 Penggunaan APD √ Sesuai indikasi
resiko Penyakit
3 Pengendalian √
Tidak Menular Lingkungan
(PTM) : 4 Pengelolaan Limbah √ Limbah = Sampah
Hipertensi dan Benda Tajam kegiatan
Diabetes,Jantung, 5 Pengelolaan Alat Medis √
Ca. Mamae, dan 6 Pengelolaan Linen √
Jika dalam
perawatan di FKTP
Ca.cervix,. 7 Penyuntikan Yang √
 Pemeriksaan dan Aman
penanganan 8 Kebersihan Pernapasan √
Penyakit Menular: dan Etika Batuk
Kecacingan, ISPA, 9 Penempatan pasien √ Jaga jarak jika
diperlukan
Diare, DBD, 10 Perlindungan kesehatan √
Malaria,, karyawan
Zoonosis, HIV,  Kewaspadaan Transmisi
IMS, TB, dan 1 Kontak √
penyakit yang 2 Droplet √
dapat dicegah 3 Udara √
dengan imunisasi PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
PENGGUNAAN √ Jika ada pemberian
antimikroba,
ANTIMIKROBA YG misalnya pemberian
BIJAK obat program
DIKLAT PPI √ Semua staff sudah
tersosialisasi PPI
SURVEILANS √
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik

EDUKASI PPI BAGI PENGGUNA LAYANAN

1. Saat ke/di tempat kegiatan/pelayanan:


 Menjaga kebersihan Perseorangan sebelum mendatangi fasilitas kesehatan.atau
tempat pelayanan.
 Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan
 Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak,
melakukan kebersihan tangan)
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Tidak membuang dahak/meludah sembarang tempat ---anjurkan di buang di toilet.
 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

2. Saat d Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
 Memeriksakan diri jika sakit.
 Minum/gunakan obat sesuai aturan pakai, antibiotik harus dihabiskan dan
waspada efek samping atau sesuai aturan minum obat bagi obat program.

Catatan: Penerapan Standar PPI:


 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur
sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan
kondisi di FKTP masing-masing.

8. PPI DI PELAYANAN KEFARMASIAN

a. Pengertian: adalah suatu pelayanan langsung bertanggung jawab kepada pasien


yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (PP No.51/2009) Pelayanan
kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP) dan pelayanan farmasi klinik. Pelayanan kefarmasian mencakup
penyediaan, pengemasan, pelabelan serta penyerahan kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi yang tuliskan oleh dokter/drg atau petugas saat
mendatangi FKTP.
a) Tujuan: mengelola pelayanan kesehatan kefarmasian di FKTP agar sesuai
dengan prinsip, pengelolaan dan prosedur PPI untuk mencegah atau memutus
terjadinya infeksi.
b) Prinsip umum:
(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI tentang pelayanan kefarmasian.
(2) Penerapan PPI dalam pengelolaan pelayanan kefarmasian harus mengikuti
pedoman dan prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana
telah dijelaskan pada Bab III.
(3) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan
terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah
dibuat.

c) Penerapan PPI di Pelayanan Kefarmasian, dapat dlihat dalam matriks, sbb:


Tabel 36. Penerapan PPI pada Pelayanan Kefarmasian

PELAYANAN/ PENERAPAN STANDAR PPI


PENCEGAHAN DAN
KEGIATAN PENGENDALIAN INFEKSI YA TDK CATATAN

BAGI PETUGAS KESEHATAN


KEWASPADAAN ISOLASI
PELAYANAN
 Kewaspadaan Standar
KEFARMASIAN. 1 Kebersihan Tangan √
 Penerimaan resep 2 Penggunaan APD √ Sesuai indikasi
 Penyiapan obat 3 Pengendalian √
Lingkungan
(termasuk peracikan)
4 Pengelolaan Limbah √ Kendalikan limbah
 Pengemasan dan dan Benda Tajam obat expired
pemberian etiket 5 Pengelolaan Alat Medis √
obat yang sesuai 6 Pengelolaan Linen √
 Penyerahan disertai 7 Penyuntikan Yang

Aman
pemberian informasi
8 Kebersihan Pernapasan √
obat dan Etika Batuk
 Pelayanan Informasi 9 Penempatan pasien √
Obat (PIO) 10 Perlindungan kesehatan √
 Konseling (terkait karyawan
 Kewaspadaan Transmisi
penggunaan obat)
1 Kontak √
 Visite (terkait 2 Droplet √
penggunaan obat) 3 Udara √
PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
PENGGUNAAN
ANTIMIKROBA YG √
BIJAK
DIKLAT PPI √ Semua pengelola
farmasi tersosialisasi
PPI
SURVEILANS √
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik

EDUKASI PPI BAGI PENGGUNA LAYANAN

3. Saat ke/di Fasilitas Kesehatan:


 Kebersihatan Tangan:
 Jaga jarak dan hindari kerumunan saat menunggu obat (saat antrian)
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak, melakukan
kebersihan tanganPerhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

4. Saat d Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
 Pertahankan kondisi obat dalam kemasan yang selalu bersih dan tertutup
 Minum/gunakan obat sesuai aturan pakai, cara menyimpan obat yang benar, cara
membuang obat yang benar dan waspada efek samping.

Catatan: Penerapan Standar PPI:


 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur
sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan
kondisi di FKTP masing-masing.

9. PPI DI PELAYANAN LABORATORIUM

a) Pengertian: Pelayanan laboratorium yang dimaksud dalam hal ini adalah


laboratorium klinik yang ada di FKTP yang melaksanakan pelayanan
pemeriksaan spesimen klinik untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan
sesorang terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan
penyakit, dan pemulihan kesehatan.
b) Tujuan: mengelola pelayanan laboratorium di FKTP agar sesuai dengan prinsip,
pengelolaan dan prosedur PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi.
c) Prinsip umum:
(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI tentang pelayanan laboratorium
di FKTP.
(2) Penerapan PPI dalam pengelolaan pelayanan laboratorium harus mengikuti
pedoman dan prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana
telah dijelaskan pada Bab III.
(3) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan
terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah
dibuat.
(4) Persyaratan laboratorium baik untuk puskesmas maupun untuk klinik harus
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah
dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan baik dari aspek ketenagaan,
bangunan, prasarana, perlengkapan dan peralatan. (PMK Nomor 43 Tahun
2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat dan PMK No. 441/2010 Tentang
Laboratorium Klinik).

d) Penerapan PPI di Pelayanan Laboratorium, dapat dlihat dalam matriks, sbb:

Tabel 37. Penerapan PPI pada Pelayanan Laboratorium

PELAYANAN/ PENERAPAN STANDAR PPI


PENCEGAHAN DAN
KEGIATAN PENGENDALIAN INFEKSI YA TDK CATATAN

BAGI PETUGAS KESEHATAN


KEWASPADAAN ISOLASI
PELAYANAN
 Kewaspadaan Standar
LABORATORIUM 1 Kebersihan Tangan √
 Penerimaan 2 Penggunaan APD √
Permintaan Lab. 3 Pengendalian √ Bila ada percikan
darah, cairan tubuh
 Penyiapan dan Lingkungan bersihakan
pengambilan menggunakan spill-
kit
sedian/specimen 4 Pengelolaan Limbah √
 Pemeriksaan dan dan Benda Tajam
pembacaan hasil 5 Pengelolaan Alat Medis √ Dekontaminasi
sesuai dengan jenis
 Pengiriman alat Laboratorium
sediaan (perhatikan manual
pabrikan)
specimen.
6 Pengelolaan Linen √ Cuci rutin Jas Lab
 Penyerahan hasil 7 Penyuntikan Yang √ Saat pengambilan
lab. Aman sediaan
8 Kebersihan Pernapasan √
dan Etika Batuk
9 Penempatan pasien √ Jaga jarak bagi
pasien terduga sakit
infeksi
10 Perlindungan kesehatan √
karyawan
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
PENGGUNAAN
ANTIMIKROBA YG √
BIJAK
DIKLAT PPI √ Semua staff Lab
sudah tersosialisasi
PPI
SURVEILANS √ Kejadian tertusuk
benda tajam pada
petugas, paparan
cairan tubuh pasien,
paparan B3
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik

EDUKASI PPI BAGI PENGGUNA LAYANAN

1. Saat ke/di Fasilitas Kesehatan:


 Menjadga kebersihan badan atau mandi sebelum mendatangi fasilitas kesehatan.
 Jaga kebersihan tangan
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak, melakukan
kebersihan tanganPerhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

2. Saat d Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
 Memeriksakan kesehatan jika sakit

Catatan: Penerapan Standar PPI:


 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur
sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan
kondisi di FKTP masing-masing.

10. PPI DI PELAYANAN RAWAT INAP

a) Pengertian: adalah proses menginapkan (rawat tinggal) pasien difasilitas


kesehatan dalam rangka mendapatkan perawatan akibat suatu penyakit yang
dideritanya.
b) Tujuan: mengelola pelayanan rawat inap di FKTP agar sesuai dengan prinsip,
pengelolaan dan prosedur PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi
atau HAIs.
c) Prinsip umum:
(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI pada pelayanan rawat inap di
FKTP.
(2) Penerapan PPI dalam pengelolaan pelayanan rawat inap harus mengikuti
pedoman dan prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana
telah dijelaskan pada Bab III.
(3) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan
terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah
dibuat.

d) Penerapan PPI di Pelayanan Rawat Inap, dapat dlihat dalam matriks sbb:

Tabel 38. Penerapan PPI pada Pelayanan Rawat Inap

PELAYANAN/ PENERAPAN STANDAR PPI


PENCEGAHAN DAN
KEGIATAN PENGENDALIAN INFEKSI YA TDK CATATAN

BAGI PETUGAS KESEHATAN


KEWASPADAAN ISOLASI
PELAYANAN
 Kewaspadaan Standar
RAWAT INAP 1 Kebersihan Tangan Sesuaikan dengan
√ resiko jenis paparan
 Penerimaan
2 Penggunaan APD √
 Perawatan (inap) 3 Pengendalian √
 Transfer antar Lingkungan
ruangan 4 Pengelolaan Limbah √
 Pemulangan atau dan Benda Tajam
 Rujukan 5 Pengelolaan Alat Medis √
6 Pengelolaan Linen √
7 Penyuntikan Yang √
Aman
8 Kebersihan Pernapasan √ Jaga jarak min 1
meter,
dan Etika Batuk penempatan pasien
berdasarkan cara
penularan penyakit
pasien
9 Penempatan pasien √ Jaga jarak bagi
pasien terduga
penyakit infeksi
10 Perlindungan kesehatan √
karyawan
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
Sesuai indikasi
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
PENGGUNAAN √
ANTIMIKROBA YG
BIJAK
DIKLAT PPI √ Semua Ranap
sudah tersosialisasi
PPI
SURVEILANS √
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik

EDUKASI PPI BAGI PENGGUNA LAYANAN

1. Saat ke/di Fasilitas Kesehatan:


 Menjaga kebersihan perorangan.
 Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan terutama selama dalam perawatan
(sebelum dan sesudah makan, sesudah BAB, sesudah menyentuh sesuatu yang
kotor atau sumber penularan penyakit, dll
 Tidak membuang dahak disembarang tempat.
 Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak, melakukan
kebersihan tanganPerhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Sampah: buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.
 Tidak membawa perlengkapan yang tidak diperlukan.
 Keluarga/pengunjung patuh terhadap jadwal kunjungan yang telah ditetapkan.
2. Saat di Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
 Memeriksakan ulang (Kontrol) sesuai saran petugas.

Catatan: Penerapan Standar PPI:


 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur
sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan
kondisi di FKTP masing-masing.
C. PENERAPAN PPI DI UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM) DI FKTP

Khusus untuk Puskesmas pelayanan yang diberikan bukan hanya yang bersifat kesehatan
perseorangan, tetapi juga mencakup Upaya Kesehatan Masyarakat yang pada umumnya
dilakukan diluar fasilitas kesehatan (di masyarakat). Karena banyak dan beragamnya jenis
kegiatan UKM, maka untuk memudahkan pembahasan bagaimana menerapkan PPI untuk
setiap program maka dilakukan pengelompokan kegiatan berdasarkan kesamaan bentuk
maupun proses pelaksanaannya dilapangan serta berdasarkan siklus pengelolaan
program sejak P1 (Perencanaan), P2 (Pelaksanaan dan Pengorganisasian) dan P3
(Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian).

Pertimbangan dan manfaat pengelompokan kegiatan UKM, sbb:

 Banyak dan beragamnya kegiatan UKM di setiap puskesmas.


 Semua program UKM baik esensial maupun pengembangan mengandung
kegiatan yang bersifat P1, P2 dan P3.
 Kegiatan UKM yang memiliki kesamaan atau kemiripan bentuk kegiatan dengan
asumsi baik metode, cara, sasaran, tempat, waktu, maupun penggunaan sumber
daya maka penerapan PPI dapat digolongkan pada kelompok yang sama.
 Memudahkan petugas memahami, menerapkan PPI dilapangan termasuk
mendorong terjadinya kerjasaa dan integrasi program saat dilapangan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka kegiatan UKM baik Esensial maupun


Pengembangan dapat dibagi setidaknya kedalam 7 kelompok kegiatan, sbb:

1. Kelompok Kegiatan Pendataan pada Program UKM.


2. Kelompok Kegiatan Penjaringan (Screening)
3. Kelompok Kegiatan Kunjungan Rumah
4. Kelompok Kegiatan Distribusi dan Pemberian Obat
5. Kelompok Kegiatan Distribusi dan Pemberian PMT
6. Kelompok Kegiatan Pelatihan, Penyuluhan dan Konseling
7. Kelompok Kegiatan Pemantauan, Pembinaan dan Pemberdayaan.

Pencamtuman kegiatan yang tergabung dalam setiap kelompok pelayanan ditampilkan


sebagai contoh, oleh karena itu dapat disesuaikan dengan kebijakan dan kondisi di
masing- masing FKTP, dengan dasar pertimbangan pengelompokan kegiatan UKM yang
telah dibahas sebelumnya.
Berikut ini pembahasan penerapan PPI pada pelayanan UKM, sbb:
1. PPI Pada Kegiatan Pendataan Pada Program UKM

a) Pengertian: kegiatan pendataan UKM yang dimaksud dalam hal ini adalah
semua kegiatan yang berkaitan dengan proses mengumpulkan dan mengelola
data untuk kepentingan pengelolaan program Upaya Kesehatan Masyarakat
(UKM), esensial maupun pengembangan. Misalnya pengumpulan data sasaran
(kependudukan), geografis, sosial kemasyarakatan maupun cakupan program
atau informasi lainnya yang diperoleh baik secara primer dan sekunder. Data
yang dikumpulkan dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif.
b) Tujuan: mengelola semua jenis pendataan yang berkaitan UKM agar sesuai
dengan prinsip PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi secara dini.
c) Prinsip umum:
(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI yang berkaitan dengan
pendataan dan program UKM baik esensial maupun pengembangan.
(2) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan
terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah
dibuat.
(3) Penerapan PPI, mengikuti tatacara pencegahan dan pengendalian infeksi
sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III, dengan memperhatikan catatan-
catatan yang dibuat secara khusus pada kolom catatan tabel penerapan PPI
di UKM.

d) Penerapan PPI pada kegiatan pendataan di masing-masing Program UKM,


dapat dlihat dalam matriks berikut ini:

Tabel 39. Penerapan PPI pada Kegiatan Pendataan Program UKM

Kelompok Kegiatan Yang Bersifat Pendataan di UKM, Sbb:


1. Pendataan Tatanan PHBS
2. Inspeksi Kesehatan lingkungan (IKL) Tempat – Tempat Umum (TTU)
3. Inspeksi Kesehatan Lingkungan tempat pengelolaan pangan
4. Pameriksaan kualitas air bersih dan air minum
5. Pencatatan dan Pelaporan pengelolaan limbah medis di Pelayanan Kesehatan
6. PIS PK (pendataan profil kesehatan keluarga)
7. Pendataan pengukuran kebugaran jasmani anak sekolah (KESJAOR)
8. Pendataan pengukuran kebugaran jasmani Jemaah haji (KESJAOR)
9. Pendataan pengukuran kebugaran jasmani ASN
10. Pendataan tata laksana penyakit akibat kerja (PAK)
PENERAPAN STANDAR PPI BAGI PETUGAS
A. KEWASPADAAN ISOLASI
 Kewaspadaan Standar YA TDK CATATAN
1 Kebersihan Tangan √
2 Penggunaan APD √ Gunakan Masker jika ada indikasi.
3 Pengendalian Lingkungan √
4 Pengelolaan Limbah dan Benda Tajam √
5 Pengelolaan Alat Medis √
6 Pengelolaan Linen √
7 Penyuntikan Yang Aman √
8 Kebersihan Pernapasan dan Etika Batuk √
9 Penempatan pasien √
10 Perlindungan kesehatan karyawan √
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
B. PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
C. PENGGUNAAN ANTIMIKROBA

YG BIJAK
D. DIKLAT PPI √ Semua Staff UKM sudah
tersosialisasi PPI
E. SURVEILANS √
F. MONEV √ Nilai CR SOP PPI Pendataan
secara periodik

PESAN EDUKASI PPI BAGI SASARAN ATAU MASYARAKAT

1. Saat ke/di Tempat Kegiatan:


 Menjaga kebersihan perorangan.
 Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan (sebelum dan sesudah makan,
sesudah BAB, sesudah menyentuh sesuatu yang kotor atau sumber
penularan penyakit, dll
 Tidak membuang dahak disembarang tempat.
 Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak, melakukan
kebersihan tanganPerhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Sampah: buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

2. Saat di Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
Catatan: Penerapan Standar PPI:
 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama
dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan kondisi
di FKTP masing-masing.
2. PPI Pada Kegiatan Penjaringan atau Penapisan (Screening)

a) Pengertian: Kegiatan penjaringan atau penapisan (screening) yang


dimaksudkan dalam hal ini adalah semua kegiatan penemuan kasus baik secara
aktif (active case finding) maupun secara pasif yang dilakukan oleh petugas UKM
kepada sasaran atau masyarakat sebagai bagian dari program UKM.
b) Tujuan: mengelola kegiatan penjaringan yang dilakukan oleh Program UKM agar
dilaksanakan sesuai dengan prinsip PPI untuk mencegah atau memutus
terjadinya infeksi secara dini.
c) Prinsip umum:
(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI untuk kegiatan penjaringan
program UKM.
(2) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan
terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah
dibuat.
(3) Penerapan PPI, mengikuti tatacara pencegahan dan pengendalian infeksi
sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III, dengan memperhatikan catatan-
catatan yang dibuat secara khusus.
d) Penerapan PPI Pada Kegiatan Penjaringan Program UKM, dapat dlihat dalam
matriks berikut ini:

Tabel 40. Penerapan PPI pada kegiatan penjaringan UKM

Kelompok Kegiatan yang Bersifat Penjaringan Pada Program UKM, sbb:


1. Pelayanan Gizi: deteksi dini/ penemuan kasus gizi di masyarakat
2. Pelayanan KIA : Pelayanan Ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui dan bayi, balita serat
anak pra sekolah,lansia (posyandu lansia atau posbindu PTM)
3. Pelayanan UKS/UKGS: pemerikasaan dan pelayanan Kesehatan gigi dan mulut
4. Kegiatan penjaringan pada pelayanan P2PL,
5. Kegiatan penjaringan pada pelayanan Kesehatan Jiwa
6. PIS PK (penjaringan masalah kesehatan keluarga.
7. dll

PENERAPAN STANDAR PPI BAGI PETUGAS


A. KEWASPADAAN ISOLASI
 Kewaspadaan Standar YA TDK CATATAN
1 Kebersihan Tangan √
2 Penggunaan APD √ Gunakan sesuai indikasi dan jenis
paparan
3 Pengendalian Lingkungan √ Lingkungan tempat kegiatan
4 Pengelolaan Limbah dan Benda Tajam √ Contoh benda tanjam : Needle
dan sarung tangan untuk
pengembilan sample darah
5 Pengelolaan Alat Medis √ Peralatan medis dengan
Densifeksi Tingkat Tinggi (DTT)
6 Pengelolaan Linen √
7 Penyuntikan Yang Aman √ Contoh kegiatan pada saat
pencabutan gigi di sekolah, dll
8 Kebersihan Pernapasan dan Etika Batuk √
9 Penempatan pasien √ Jaga jarak
10 Perlindungan kesehatan karyawan √
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
B. PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
C. PENGGUNAAN ANTIMIKROBA

YG BIJAK
D. DIKLAT PPI √ Semua Staff UKM sudah
tersosialisasi PPI
E. SURVEILANS √ Contoh abses untuk post ekstraksi
gigi
F. MONEV √ Nilai CR SOP PPI Pada Kegiatan
Penjaringan secara periodik

PESAN EDUKASI PPI BAGI SASARAN ATAU MASYARAKAT

1. Saat ke/di Tempat Kegiatan:


 Menjaga kebersihan perorangan.
 Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan (sebelum dan sesudah makan,
sesudah BAB, sesudah menyentuh sesuatu yang kotor atau sumber penularan
penyakit, dll
 Tidak membuang dahak disembarang tempat.
 Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak, melakukan
kebersihan tanganPerhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Kebersihan lingkungan dan buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

2. Saat di Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas

Catatan: Penerapan Standar PPI:


 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama
dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan kondisi
di FKTP masing-masing.
3. PPI pada Kunjungan Rumah Pada Program UKM

a) Pengertian: Kunjungan rumah adalah semua kegiatan yang dilakukan dengan


mengunjungi rumah atau tempat tinggal sasaran dalam rangka pelaksanaan
program UKM baik esensial maupun pengembangan termasuk kegiatan UKM
yang bersifat UKP.
b) Tujuan: mengelola kegiatan kunjungan rumah agar sesuai dengan prinsip PPI
untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi secara dini.
c) Prinsip umum:
(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI yang berkaitan dengan
kunjungan rumah untuk masing-masing program UKM baik esensial maupun
pengembangan.
(2) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan
terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah
dibuat.
(3) Penerapan PPI, mengikuti tatacara pencegahan dan pengendalian infeksi
sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III, dengan memperhatikan catatan-
catatan yang dibuat secara khusus.
d) Penerapan PPI Pada Kegiatan Kunjungan Rumah Program UKM, dapat dlihat
dalam matriks berikut ini:

Tabel 41. Penerapan PPI pada kegiatan kunjungan rumah Program UKM

Kelompok Kegiatan Kunjungan Rumah Pada Program UKM, sbb:


1. Kunjungan Rumah KK Rawan (Perkesmas, Posbindu, dll)
2. Kunjungan Rumah sasaran pelayanan P2P TB, P2P HIV AIDS, P2P PTM, P2P
Kusta dll.
3. Kunjungan rumah Kegiatan KIA : Penjaringan Bumil Resti, dll.
4. Sweeping sasaran: Penimbangan, Imunisasi, Bumil, dll
5. Kegiatan kunjungan rumah lainnya yang bersifat inovasi daerah : Ketuk Pintu
Layani Dengan Hati (KPLDH) di DKI, dll
6. Kunjungan rumah kegiatan UKM yang bersifat UKP, dll

PENERAPAN STANDAR PPI BAGI PETUGAS


A. KEWASPADAAN ISOLASI
 Kewaspadaan Standar YA TDK CATATAN
1 Kebersihan Tangan √
2 Penggunaan APD √ Sesuai Indkasi & Kebutuhan
3 Pengendalian Lingkungan √
4 Pengelolaan Limbah dan Benda Tajam √ Jika ada tindakan medis
5 Pengelolaan Alat Medis √ Jika ada tindakan medis
6 Pengelolaan Linen √
7 Penyuntikan Yang Aman √ Jika ada tindakan medis
8 Kebersihan Pernapasan dan Etika Batuk √
9 Penempatan pasien √ Perhatikan jaga jarak
10 Perlindungan kesehatan karyawan √
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
B. PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
Jika ada tindakan medis
(homecare)
4 Perawatan Luka √
Jika ada tindakan medis
(homecare)
C. PENGGUNAAN ANTIMIKROBA √
Jika ada pemberian AB
YG BIJAK
D. DIKLAT PPI √ Semua Tim UKM sudah
tersosialisasi PPI
E. SURVEILANS √
F. MONEV √ Nilai CR SOP PPI Kunjungan
rumah secara periodik

PESAN EDUKASI PPI BAGI SASARAN ATAU MASYARAKAT

1. Saat ke/di Tempat Kegiatan:


 Menjaga kebersihan perorangan.
 Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan terutama sebelum dan sesudah
makan, sesudah BAB, sesudah menyentuh sesuatu yang kotor atau sumber
penularan penyakit, dll
 Tidak membuang dahak disembarang tempat.
 Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak, melakukan
kebersihan tanganPerhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 APD: gunakan masker jika sedang batuk/bersin
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.
.
2. Saat di Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
 Memeriksakan ulang (control) sesuai saran petugas.

Catatan: Penerapan Standar PPI:


 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama
dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan kondisi
di FKTP masing-masing.
4. PPI Pada Distribusi atau Pemberian Obat Pada Program UKM.

a) Pengertian: adalah semua kegiatan distribusi atau pemberian obat berkaitan


dengan program UKM antara lain: Vitamin A, Tablet FE, obat cacing, atau
program UKM lainnya.
b) Tujuan: mengelola proses distribusi atau pemberian obat Program UKM
dilaksanakan sesuai dengan prinsip PPI untuk mencegah atau memutus
terjadinya infeksi secara dini.
c) Prinsip umum:
(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI yang berkaitan dengan distribusi
atau pemberian obat masing-masing program UKM baik esensial maupun
pengembangan.
(2) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan
terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah
dibuat.

(3) Penerapan PPI, mengikuti tatacara pencegahan dan pengendalian infeksi


sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III, dengan memperhatikan catatan-
catatan yang dibuat secara khusus.

d) Penerapan PPI Pada Kegiatan Distribusi atau Pemberian Obat Pada


Program UKM, dapat dlihat dalam matriks berikut ini:

Tabel 42. Penerapan PPI pada kegiatan distribusi obat Program UKM

Kelompok Kegiatan Distribusi atau pemberian Obat Pada Program UKM,


sbb:
1. Program Gizi dan KIA: Distribusi Vitamin A, FE, dll
2. Program P2PPL: Pemantuan Minum Obat (PMO) pada sasaran penderita TB, dan
HIV/AIDS, Distribusi Obat Cacing (Filariasis, Obat cacing di sekolah, pesantren, dll).
3. Kegiatan distribusi dan pemberian obat program UKM lainnya.

PENERAPAN STANDAR PPI BAGI PETUGAS


A. KEWASPADAAN ISOLASI
 Kewaspadaan Standar YA TDK CATATAN
1 Kebersihan Tangan √
2 Penggunaan APD √ Gunakan APD sesuai indikasi.
3 Pengendalian Lingkungan √
4 Pengelolaan Limbah dan Benda Tajam √
5 Pengelolaan Alat Medis √
6 Pengelolaan Linen √
7 Penyuntikan Yang Aman √
8 Kebersihan Pernapasan dan Etika Batuk √
9 Penempatan pasien √
10 Perlindungan kesehatan karyawan √
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
B. PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
C. PENGGUNAAN ANTIMIKROBA √ Jika ada pemberian AB (mislanya
YG BIJAK obat program, dll)
D. DIKLAT PPI √ Semua Staff UKM sudah
tersosialisasi PPI
E. SURVEILANS √
F. MONEV √ Nilai CR SOP PPI Distribusi obat
secara periodik

PESAN EDUKASI PPI BAGI SASARAN ATAU MASYARAKAT

1. Saat ke/di Tempat Kegiatan:


 Menjaga kebersihan perorangan.
 Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan (sebelum dan sesudah makan,
sesudah BAB, sesudah menyentuh sesuatu yang kotor atau sumber penularan
penyakit, dll
 Tidak membuang dahak disembarang tempat.
 Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak, melakukan
kebersihan tanganPerhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

2. Saat di Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas

Catatan: Penerapan Standar PPI:


 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama
dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan kondisi
di FKTP masing-masing.
5. Distribusi atau Pemberian Makanan Tambahan.

a) Pengertian: adalah semua kegiatan distribusi atau pemberian makanan


tambahan yang dilakukan oleh program UKM kepada sasaran.
b) Tujuan: mengelola proses penyediaan, pendistribusian atau pemberian
makanan tambahan atau sejenisnya oleh Program UKM dilaksanakan sesuai
dengan prinsip PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi secara dini.
c) Prinsip umum:
(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI yang berkaitan penyiapan,
pendistribusian dan pemberian makanan tambahan kepada sasaran.
(2) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan
terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah
dibuat.
(3) Penerapan PPI, mengikuti tatacara pencegahan dan pengendalian infeksi
sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III, dengan memperhatikan catatan-
catatan yang dibuat secara khusus.
d) Penerapan PPI Pada Kegiatan Distribusi atau Pemberian Makanan
Tambahan, dapat dlihat dalam matriks berikut ini:

Tabel 43. Penerapan PPI pada kegiatan pemberian makanan tambahan

Kelompok Kegiatan Distribusi dan Pemberian Makanan Tambahan Pada


Program UKM, sbb:
1. Program Gizi: PMT Bayi/Balita di Posyandu, Sekolah/Pesantren, dll
2. Program KIA: PMT untuk Untuk Ibu Hamil,
3. PMT pada program UKM lainnya: Lansia di Posbindu,
4. Distribusi dan pemberiatan PMT lainnya di UKM

PENERAPAN STANDAR PPI BAGI PETUGAS


A. KEWASPADAAN ISOLASI
 Kewaspadaan Standar YA TDK CATATAN
1 Kebersihan Tangan √
Memperhatikan kebersihan tangan
dalam saat pengelolaan makanan
2 Penggunaan APD √ Penggunaan APD sesuai dengan
indikasi. Sesuai penggunaan
sarung tangan rumah tangga,
cemek
3 Pengendalian Lingkungan √ Sampah PMT
4 Pengelolaan Limbah dan Benda Tajam √
5 Pengelolaan Alat Medis √
6 Pengelolaan Linen √
7 Penyuntikan Yang Aman √
8 Kebersihan Pernapasan dan Etika Batuk √
9 Penempatan pasien √
10 Perlindungan kesehatan karyawan √
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
B. PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
C. PENGGUNAAN ANTIMIKROBA

YG BIJAK
D. DIKLAT PPI √ Semua Staff UKM sudah
tersosialisasi PPI
E. SURVEILANS √
F. MONEV √ Nilai CR SOP PPI Distribusi &
pemberian PMT secara periodik

PESAN EDUKASI PPI BAGI SASARAN ATAU MASYARAKAT

1. Saat ke/di Tempat Kegiatan:


 Menjaga kebersihan perorangan.
 Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan (sebelum dan sesudah makan,
sesudah BAB, sesudah menyentuh sesuatu yang kotor atau sumber
penularan penyakit, dll
 Tidak membuang dahak disembarang tempat.
 Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak, melakukan
kebersihan tanganPerhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

2. Saat di Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas

Catatan: Penerapan Standar PPI:


 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama
dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan kondisi
di FKTP masing-masing.
6. PPI Pada Kegiatan Pelatihan, Penyuluhan dan Konseling

a) Pengertian: adalah semua kegiatan pelatihan, penyuluhan dan konseling yang


dilakukan oleh petugas dalam rangka sosialisasi, penyebaran informasi baik
secara massal maupun perseorangan (konseling) yang dilakukan oleh program
UKM kepada sasaran termasuk kegiatan untuk peningkatan pengetahuan.
b) Tujuan: menjamin proses pelatihan, penyuluhan baik massal maupun per-
individu oleh Program UKM dilaksanakan sesuai dengan prinsip PPI untuk
mencegah atau memutus terjadinya infeksi secara dini.
c) Prinsip umum:
(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI yang berkaitan pelatihan,
penyuluhan secara massal maupun konseling kepada sasaran.
(2) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan
terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah
dibuat.
(3) Penerapan PPI, mengikuti tatacara pencegahan dan pengendalian infeksi
sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III, dengan memperhatikan catatan-
catatan yang dibuat secara khusus.
d) Penerapan PPI Pada Kegiatan Pelatihan, Penyuluhan (massal dan
konseling), dapat dlihat dalam matriks berikut ini:

Tabel 44. Penerapan PPI pada kegiatan pelatihan, penyuluhan & konseling.

Kelompok Kegiatan yang Bersifat Pelatihan, Penyuluhan (massal dan


individu) Pada Program UKM, sbb:
1. Penyuluhan: Napza dan Kenakalan Remaja, dll
2. Program Gizi: Pelatihan Kader Posyandu, Penyuluhan Gizi di posyandu, Konseling
asuhan pemberian makanan tambahan pada KEK, dll
3. Program KIA: Kelas ibu Hamil, konseling bagi Catin/PUS, Konseling penggunaan KB
termasuk paska salin, IVA Test, dll.
4. Program P2PL: Pelatihan Kader Jumatik, TB/MDR, HIV/AIDS, Rabies, Malaria, dll
5. Program lain: Pelatihan dokter kecil (UKS/UKGS).
6. dll
PENERAPAN STANDAR PPI BAGI PETUGAS
A. KEWASPADAAN ISOLASI
 Kewaspadaan Standar YA TDK CATATAN
1 Kebersihan Tangan √
2 Penggunaan APD √ Gunakan Masker jika ada indikasi.
3 Pengendalian Lingkungan √
4 Pengelolaan Limbah dan Benda Tajam √
5 Pengelolaan Alat Medis √
6 Pengelolaan Linen √
7 Penyuntikan Yang Aman √
8 Kebersihan Pernapasan dan Etika Batuk √
9 Penempatan pasien √
10 Perlindungan kesehatan karyawan √
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
B. PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
C. PENGGUNAAN ANTIMIKROBA

YG BIJAK
D. DIKLAT PPI √ Semua Staff UKM sudah
tersosialisasi PPI
E. SURVEILANS √
F. MONEV √ Nilai CR SOP PPI Pada Pelatihan,
Penyuluhan dan Konseling secara
periodik

PESAN EDUKASI PPI BAGI SASARAN ATAU MASYARAKAT

1. Saat ke/di Tempat Kegiatan:


 Menjaga kebersihan perorangan.
 Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan (sebelum dan sesudah makan,
sesudah BAB, sesudah menyentuh sesuatu yang kotor atau sumber
penularan penyakit, dll
 Tidak membuang dahak disembarang tempat.
 Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak, melakukan
kebersihan tanganPerhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 APD: gunakan masker jika sedang batuk/bersin
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.
2. Saat di Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas

Catatan: Penerapan Standar PPI:


 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama
dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan kondisi
di FKTP masing-masing.
7. Kegiatan Pemantauan, Pembinaan dan Pemberdayaan (UKBM).

a) Pengertian: adalah semua kegiatan pemantauan, pembinaan dan


pemberdayaan yang dilakukan oleh petugas UKM kepada sasaran, keluarga,
kelompok atau masyarakat dalam rangka pelaksanaan program UKM.
b) Tujuan: mengelola kegiatan pemantauan, pembinaan dan pemberdayaan yang
dilakukan oleh Program UKM dilaksanakan sesuai dengan prinsip PPI untuk
mencegah atau memutus terjadinya infeksi secara dini.
c) Prinsip umum:
(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI untuk kegiatan pemantauan,
pembinaan dan pemberdayaan kepada sasaran, kelompok atau masyarakat.
(2) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan
terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah
dibuat.
(3) Penerapan PPI, mengikuti tatacara pencegahan dan pengendalian infeksi
sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III, dengan memperhatikan catatan-
catatan yang dibuat secara khusus.
d) Penerapan PPI Pada Kegiatan Pemantauan, Pembinaan dan Pemberdayaan
Pada Program UKM (UKBM), dapat dlihat dalam matriks berikut ini:

Tabel 45. Penerapan PPI pada kegiatan pemantauan pembinaan dan


pemberdayaan UKM

Kelompok Kegiatan Pemantauan, Pembinaan dan Pemberdayaan Pada


Program UKM, sbb:
1. Program Gizi: Pematauan Tumbuh Kembang, dll.
2. Program KIA: pembinaan dan pemantauan bumil, dll
3. Program UKS/UKGS: Pembinaan dokter kecil, dll
4. Program P2PL: Pemicuan bebas BAB sembarang tempat (STBM), dll.
5. Program yang Bersifat Inovasi
6. Pembinaan dan pemberdayaan Pos UKK
7. Pembinaan kesehatan kerja perusahaan dan perkantoran
8. Pembinaan kebugaran jasmani anak sekolah
9. Pembinaan kebugaran jasmani Jemaah haji
10. Pembinaan kebugaran jasmani ASN
11. dll

PENERAPAN STANDAR PPI BAGI PETUGAS


A. KEWASPADAAN ISOLASI
 Kewaspadaan Standar YA TDK CATATAN
1 Kebersihan Tangan √
2 Penggunaan APD √ Gunakan Masker jika ada indikasi.
3 Pengendalian Lingkungan √
4 Pengelolaan Limbah dan Benda Tajam √
5 Pengelolaan Alat Medis √
6 Pengelolaan Linen √
7 Penyuntikan Yang Aman √
8 Kebersihan Pernapasan dan Etika Batuk √
9 Penempatan pasien √
10 Perlindungan kesehatan karyawan √
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
B. PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
C. PENGGUNAAN ANTIMIKROBA

YG BIJAK
D. DIKLAT PPI √ Semua Staff UKM sudah
tersosialisasi PPI
E. SURVEILANS √
F. MONEV √ Nilai CR SOP PPI Pada Kegiatan
Pembinaan dan pemberdayaan
masyarakat (UKBM)

PESAN EDUKASI PPI BAGI SASARAN ATAU MASYARAKAT

1. Saat ke/di Tempat Kegiatan:


 Menjaga kebersihan perseorangan.
 Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan (sebelum dan sesudah makan,
sesudah BAB, sesudah menyentuh sesuatu yang kotor atau sumber
penularan penyakit, dll
 Tidak membuang dahak disembarang tempat.
 Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak, melakukan
kebersihan tanganPerhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.
2. Saat di Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
Catatan: Penerapan Standar PPI:
 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama
dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan kondisi
di FKTP masing-masing.
BAB V
PPI PADA PENYAKIT INFEKSI EMERGING
DAN PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)

A. PENERAPAN PPI PADA PENYAKIT INFEKSI EMERGING

Pengertian: Penyakit Infeksi Emerging (Emerging Infection Diseases) adalah penyakit


yang muncul dan menyerang suatu populasi untuk pertama kalinya, atau telah ada
sebelumnya namun meningkat dengan sangat cepat, baik dalam hal jumlah kasus baru
didalam suatu populasi, atau penyebaranya ke daerah geografis yang baru disebabkan
oleh virus, bakteri atau parasit. Penyakit yang pernah terjadi di suatu daerah di masa
lalu, kemudian menurun atau telah dikendalikan, namun kemudian dilaporkan lagi
dalam jumlah yang meningkat, juga digolong sebagai penyakit emerging, bahkan
kadang- kadang sebuah penyakit lama muncul dalam bentuk klinis baru, yang bisa jadi
lebih parah atau fatal.

Tujuan: penerapan PPI pada penyakit infeksi emerging bertujuan untuk membantasi,
meminimalisir atau memutus rantai penularan penyakit agar terkendali dan tidak
meluas menjadi KLB atau pandemi.

1. Beberapa Istilah dalam Penyakit Infeksi Emerging.


a) New emerging infection disease adalah penyakit menular yang baru muncul
dalam suatu populasi atau yang telah dikenal selama beberapa waktu tetapi
dengan cepat meningkat dalam kejadian atau rentang geografis. Contohya :
Ebola virus, HIV/AIDS dan COVID-19 dimana bahwa penyakit ini:
 Belum pernah terjadi pada manusia sebelumnya (jenis kemunculan ini sulit
ditegakkan dan mungkin jarang);
 Telah terjadi sebelumnya tetapi hanya mempengaruhi sejumlah kecil orang
di tempat-tempat terpencil (AIDS dan demam berdarah Ebola adalah
contoh); atau
 Telah terjadi sepanjang sejarah manusia tetapi hanya baru-baru ini diakui
sebagai penyakit yang berbeda karena agen infeksi.
b) Re-emerging disease adalah penyakit infeksi yang ada di suatu daerah yang
kasusnya sudah sangat menurun atau terkontrol, tapi kemudian meningkat lagi
kejadiannya, kadang dalam bentuk klinis lebih berat atau fatal. Perilaku
manusia mempengaruhi kemunculan kembali. Misalnya, terlalu sering
menggunakan antibiotik sehingga menyebabkan organisme penyebab penyakit
kebal terhadap
obat-obatan. Penyakit yang muncul kembali (re-emerging) termasuk malaria,
TBC, kolera, pertusis, influenza, penyakit radang paru-paru, dan gonore.

2. Perkembangan Kasus Penyakit Infeksi Emerging

Sumber penularan: sekitar 75% penyakit infeksi emerging yang menyerang


manusia merupakan zoonosis yaitu penyakit yang ditularkan dari hewan ke
manusia. Sebagian besar akibat meningkatnya interaksi antara manusia, binatang
dan lingkungan. Beberapa merupakan hasil dari proses alami seperti evolusi
patogen, tetapi banyak yang merupakan hasil dari perilaku manusia. Perkembangan
bagaimana interaksi antara manusia dan lingkungan kita telah banyak berubah.

Faktor penyebab kemunculan penyakit baru: ada banyak faktor yang


mempercepat kemunculan kemudahan penyakit baru yang menyebabkan agen
infeksi berkembang menjadi bentuk ekologis baru, agar dapat menjangkau dan
beradaptasi dengan inang yang baru, dan agar dapat menyebar lebih mudah
diantar inang-inang baru.

Faktor-faktor penyebab tersebut antara lain, sbb:

 Pertumbuhan populasi yang cepat, dan kemiskinan.


 Urbanisasi (migrasi dari desa ke kota),
 Perang
 Transportasi (perjalanan udara internasional)
 Perubahan ekologis dan ekosistem (penngunaan lahan, penghancuran
habitat asli, yang menyebabkan hewan dan manusia hidup dalam jarak
dekat)
 Perubahan iklim dan perubahan ekosistem;
 Perubahan dalam populasi inang reservoir atau vektor serangga
perantara, dll.
Sebagaimana diketahui, penyakit infeksi emerging dalam kurun waktu tiga dasa
warsa terakhir terus menjadi ancaman bagi keamanan kesehatan global, karena
dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) yang tidak hanya menyebabkan
kesakitan dan kematian yang banyak tapi juga menimbulkan kerugian ekonomi
yang cukup besar.
Berbagai penyakit infeksi emerging telah mengakibatkan berbagai KLB, atau
dideklarasikan oleh WHO sebagai Public Health Emergency of International
Concern (PHEIC)/Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia
(KKMMD) hingga menjadi pandemi, antara lain adalah:
a) Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) pada tahun 2002-2003;
b) Influenza A (H1N1) pada tahun 2009;
c) Polio sejak tahun 2014 hingga saat ini;
d) Penyakit Virus Zika pada tahun 2016
e) Penyakit Virus Ebola pada tahun 2014 dan 2019.
f) Pada akhir 2019 dunia dikejutkan dengan adanya kasus klaster pneumonia
yang tidak diketahui penyebabnya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China.
Kasus ini kemudian dikenal sebagai COVID-19 )*.

Catatan)*: Covid-19 dinyatakan sebagai PHEIC oleh WHO pada 30 Januari 2019. Pemerintah
Indonesia kemudian menetapkan sebagai pandemic pada 11 Maret 2020. Hingga penulisan
pedoman ini selesai dibuat, data menujukkan per 30 September 2020 telah tercatat 33.249.565
kasus konfirmasi diseluruh dunia, dengan jumlah 1.000.040 kematian (3,0% angka kematian).
Sementara di Indonesia terdapat 287.008 kasus konfirmasi dengan 10.740 kematian (3.7%
angka kematian (sumber: https://infeksiemerging.kemkes.go.id/)

Dampak yang ditimbulkan dari sebuah penyakit baru sulit diprediksi namun
diketahui bisa sangat bermakna, karena pada saat penyakit baru itu menyerang
manusia, mungkin hanya sedikit kekebalan yang dimiliki manusia atau bahkan tidak
ada sama sekali.

Penyakit infeksi emerging adalah penyakit infeksi yang memerlukan penelaahan


risiko karena dapat menimbulkan risiko kepedulian dan kedarutan kesehatan
masyarakat dan/atau keresahan masyarakat, menyebar secara cepat lintas wilayah
maupun lintas negara, berpotensi dipergunakan sebagai senjata biologi dan mampu
memberikan dampak besar ekonomi bagi negara dan masyarakat, sehingga
memerlukan tanggap nasional secara terkoordinasi (lihat: Permenkes RI
No.658/MENKES/PER/VIII/2009).

3. Penerapan PPI pada Penyakit Infeksi Emerging, sbb:


Penerapan PPI pada saat terjadi penyakit Infeksi emerging oleh petugas
kesehatan, secara garis besar, sbb:

a) Penerapan kewaspadaan standar antara lain :


(1) Menerapkan dan mematuhi kebersihan tangan dengan 5 momen dan 6
langkah kebersihan tangan.
(2) Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai indikasi dengan
mempertimbangkan risiko paparan pada tindakan atau prosedur yang
akan dilakukan.
(3) Melakukan tindakan kebersihan pernapasan dengan tepat dan benar.
(4) Menjaga jarak < 1 meter (Physical distancing).
(5) Menjaga dan memperhatikan kebersihan lingkungan.
(6) Melakukan penanganan linen sesuai standar yang ditetapkan.
(7) Melakukan pengelolaan limbah sesuai kriteria infeksius, non infeksius dan
benda tajam yang merujuk pada Pedoman Pengelolaan Limbah Rumah
Sakit Rujukan, Rumah Sakit Darurat dan Puskesmas yang menangani
penyakit infeksi emerging yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat yang sudah ada atau yang diterbitkan saat
pandemi terjadi.
(8) Melakukan dan mengawasi prosedur desinfeksi peralatan perawatan
pasien berdasarkan kriteria peralatan kritikal, semi kritikal dan non kritikal.
(9) Melaksanakan parktik penyuntikan yang aman.
(10) Melaksanakan program pemberian anti mikroba yang bijaksana.
(11) Pengelolaan kesehatan petugas sesuai kebijakan dan standar yang
ditetapkan.

b) Penerapan Kewaspadaan Transmisi.


Menerapkan prosedur, standar pencegahan penularan penyakit infeksi
berdasarkan transmisi kontak, droplet dan airborne sesuai pedoman
pencegahan dan pengendalian infeksi yang sudah ada atau yang dikeluarkan saat
terjadi pandemi.

c) Pengendalian Administratif.
(1) Penyediaan infrastruktur dan kegiatan PPI yang berkesinambungan.
(2) Membuat pedoman/panduan dan prosedur–prosedur dan kebijakan semua aspek
kesehatan kerja dengan penekanan pencegahan Penyakit Infeksi Emerging.
(3) Identifikasi dini pasien dengan kasus Penyakit Infeksi Emerging baik ringan
maupun berat, diikuti dengan penerapan tindakan pencegahan yang
cepat dan tepat, serta pelaksanaan pengendalian sumber infeksi dengan
menempatkan di area terpisah dari pasien lain, dan segera lakukan
kewaspadaan tambahan. Aspek klinis dan epidemiologi pasien harus
segera dievaluasi dan penyelidikan harus dilengkapi dengan evaluasi
laboratorium.
(4) Membuat kebijakan tentang kesehatan dan perlindungan petugas
kesehatan.
d) Melakukan Pendidikan dan pelatihan
(1) Berikan pendidikan pelatihan kepada seluruh staf fasilitas pelayanan
kesehatan tentang Penyakit Infeksi Emerging yang terkait kondisi yang
terjadi dengan materi:
 Konsep kejadian Penyakit Infeksi Emerging (sesuai kasus yang
terjadi).
 Konsep Infeksi penyakit infeksi.
 Mikrobiologi dasar.
 Program PPI : Kewaspadaan Isolasi, Bundles, Surveilans HAIs,
Penggunaan Anti Mikroba yang bijak..
(2) Berikan sosialisasi kepada masyarakat tentang Penyakit Infeksi Emerging:
 Rantai Infeksi untuk awam.
 Kewaspadaan Isolasi: kewaspadaan standar dan kewaspadaan
berdasarkan transmisi.
 Konsep Penyakit Infeksi Emerging (sesuai kondisi jika terjadi wabah)

4. Pencegahan Penularan pada Individu


(1) Membersihkan tangan secara teratur dengan cuci tangan pakai sabun dan air
mengalir selama 40-60 detik atau menggunakan cairan antiseptik berbasis
alkohol (handsanitizer) minimal 20 – 30 detik. Hindari menyentuh mata, hidung
dan mulut dengan tangan yang tidak bersih.
(2) Menggunakan alat pelindung diri berupa masker yang menutupi hidung dan
mulut jika harus keluar rumah atau berinteraksi dengan orang lain yang tidak
diketahui status kesehatannya (yang mungkin dapat menularkan
mikroorganisme).
(3) Menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain untuk menghindari terkena
droplet dari orang yang yang batuk atau bersin. Jika tidak memungkin
melakukan jaga jarak maka dapat dilakukan dengan berbagai rekayasa
administrasi dan teknis lainnya.
(4) Membatasi diri terhadap interaksi/kontak dengan orang lain yang tidak diketahui
status kesehatannya.
(5) Saat tiba di rumah setelah bepergian, segera mandi dan berganti pakaian
sebelum kontak dengan anggota keluarga di rumah.
(6) Meningkatkan daya tahan tubuh dengan menerapkan pola hidup bersih dan
sehat (PHBS) seperti konsumsi gizi seimbang,
(7) Mengelola penyakit penyerta/komorbid agar tetap terkontrol.
(8) Menerapkan etika batuk dan bersin, terutama jika sakit. Jika berlanjut segera
berkonsultasi dengan dokter/tenaga kesehatan.

5. Perlindungan Kesehatan Pada Masyarakat


a) Upaya pencegahan (prevent)
(1) Kegiatan promosi kesehatan (promote) dilakukan melalui sosialisasi,
edukasi, dan penggunaan berbagai media informasi untuk memberikan
pengertian dan pemahaman bagi semua orang, serta keteladanan dari
pimpinan, tokoh masyarakat, dan melalui media mainstream.
(2) Kegiatan perlindungan (protect) antara lain dilakukan melalui penyediaan
sarana cuci tangan pakai sabun yang mudah diakses dan memenuhi
standar atau penyediaan handsanitizer, upaya penapisan kesehatan orang
yang akan bepergian.
(3) Kegiatan promosi kesehatan (promote) dilakukan melalui sosialisasi,
edukasi, dan penggunaan berbagai media informasi untuk memberikan
pengertian dan pemahaman bagi semua orang, serta keteladanan dari
pimpinan, tokoh masyarakat, dan melalui media mainstream.

b) Upaya penemuan kasus (detect).


(1) Deteksi dini untuk mengantisipasi penyebaran kasus infeksi dapat
dilakukan semua unsur dan kelompok masyarakat melalui koordinasi
dengan dinas kesehatan setempat atau fasilitas pelayanan kesehatan.
(2) Melakukan pemantauan kondisi kesehatan (gejala penyakit yang muncul)
terhadap semua orang yang berada di lokasi kegiatan tertentu seperti
tempat kerja, tempat dan fasilitas umum atau kegiatan lainnya.

c) Unsur penanganan secara cepat dan efektif (respond)


Melakukan penanganan untuk mencegah terjadinya penyebaran yang lebih
luas, antara lain berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat atau fasilitas
pelayanan kesehatan untuk melakukan pelacakan kontak erat, pemeriksaan
laboratorium serta penanganan lain sesuai kebutuhan.

6. Budaya Adaptasi Kebiasaan baru (AKB)

Pada kejadian Penyakit Infeksi Emerging, maka penerapan adaptasi kebiasaan


baru diartikan sebagai perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas
normal. Sebagai contoh kasus: penerapan AKB dimasa pandemik Covid-19, masa
adaptasi kebiasaan baru dapat didefinisikan sebagai suatu tatanan baru yang
memungkinkan masyarakat hidup “berdampingan” dengan Covid-19, yakni
masyarakat dapat
melakukan kegiatan seperti biasa namun dengan mengikuti protokol kesehatan
yang ada (menerapkan pola hidup bersih sehat, menjaga jarak dan mengurangi
kontak fisik dengan orang lain, dan lainnya) atau mengikuti kebijakan dan pedoman
yang dikeluarkan terkait pandemi untuk menghindari penularan dan penyebaran
virus.

a) Prinsip AKB antara lain melakukan, sbb :


(1) Jaga kebersihan tangan yaitu bersihkan tangan dengan sabun dan air
mengalir jika tangan kotor atau handsanitizer jika tangan tampak bersih
sesuai standar yaitu melalui 6 langkah kebersihan tangan.
(2) Jangan menyentuh wajah dalam kondisi tangan yang belum bersih sebisa
mungkin hindari menyentuh area wajah khususnya mata, hidung dan mulut.
(3) Terapkan etika batuk dan bersin dengan menutup mulut dan hidung
menggunakan lengan atas bagian dalam ketika batuk atau bersin, selain
dengan lengan bisa juga menutup mulut dan hidung menggunakan tisu
yang setelahnya harus langsung dibuang ke tempat sampah.
(4) Pakai masker bagi yang memiliki gejala gangguan pernapasan ,
kenakanlah masker medis kemanapun anda pergi keluar rumah atau
berintekaksi dengan orang lain dan jika anda yang tidak memiliki gejala
apapun cukup gunakan masker kain karena masker medis terbatas dan
diprioritaskan untuk mereka yang membutuhkan misalnya : tenaga
kesehatan.
(5) Jaga jarak untuk menghindari terjadinya paparan virus dari orang ke orang
lain kita harus senantiasa menjaga jarak dengan orang lain minimal 1
meter. Menjaga jarak juga dikenal dengan isitilah physical distancing, kita
dilarang mendatangi kerumunan, meminimalisir kontak fisik dengan orang
lain dan tidak mengadakan acara yang mengundang banyak orang.
(6) Isolasi mandiri bagi yang merasa tidak sehat seperti mengalami deman,
batuk/pilek/nyeri tenggorokan/sesak napas diminta secara sadar dan
sukarela melakukan isolasi mandiri di dalam rumah.
(7) Jaga kesehatan dengan memastikan kesehatan fisik tetap terjaga dengan
berjemur sinar matahari pagi selama beberapa menit, mengkonsumsi
makanan bergizi seimbang, melakukan olahraga ringan dan istirahat yang
cukup.
b) Tindakan PPI di Unit Pelayanan Saat Terjadi Penyakit Infeksi Emerging
(1) Pelayanan Kesehatan pada Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP)
(a) Petugas Kesehatan, sbb:
(i) Patuhi kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun atau
menggunakan handsanitizer sesuai standar.
(ii) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan, patuhi cara
penggunaan dengan benar, pelepasan dengan benar dan
disposal (pembuangan) dengan benar.
(iii) Lakukan etika batuk dan kebersihan pernapasan dengan
menggunakan masker, face shield dan membatasi menggunakan
barier jika memungkinkan dan diperlukan.
(iv) Memastikan melakukan pengelolaan peralatan kesehatan sesuai
kategori alat kesehatan kritikal, semi kritikal dan non kritikal.
(v) Memastikan menggunakan dan membersihkan linen sesuai
standar yang ditetapkan.
(vi) Memastikan lingkungan dengan sirkulasi udara yang baik, tidak
pengab dan panas dengan aliran udara 12 kali per menit, bersih
dan tertata dengan baik.
(vii) Melakukan penyuntikan yang aman dengan mematuhi prinsip
satu spuit, satu pasien, satu waktu.
(viii) Menempatkan pasien dengan risiko penularan kontak, droplet
dan airborne sesuai indikasi risiko penulan penyakit dalam
ruangan tersendiri atau menggunakan sistim kohort.
(ix) Membuang limbah sisa pelayanan sesuai kategori limbah
infeksius, non infeksius dan benda tajam dkedalam tempat
limbah yang sesuai.
(x) Mendapatkan pelayanan perlindungan petugas dari risiko
penularan penyakit infeksi dan penyakit akibat kerja,
(xi) Lakukan isolasi mandiri jika dirasakan ada keluhan demam,
batuk, flu atau filek.
(xii) Melakukan prosedur tindakan berdasarkan SOP atau bundles
HAIs.
(b) Pasien, sbb:
(i) Pastikan melakukan pendaftaran pendaftaran/registrasi melalui
telepon atau secara online.
(ii) Datanglah sesuai dengan jam perjanjian yang telah ditetapkan.
(iii) Setelah tiba di Fasilitas pelayanan kesehatan segera lakukan
kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun atau
menggunakan handsanitizer.
(iv) Jaga jarak saat berada di antrian minimal 1 meter.
(v) Duduklah di ruang tunggu sesuai tempat duduk yang disediakan.
(vi) Gunakan masker jika mengalami gejala saluran pernapasan akut
(batuk, filek atau bersin).
(vii) Lakukan etika batuk dan kebersihan pernapasan dengan benar.
(viii) Jaga jarak dengan pasien lain minimal 1 meter terutama dengan
pasien dengan gejala ISPA.
(ix) Segera meninggalkan fasilitas pelayanan kesehatan jika
pelayanan setelah selesai.

(2) Pelayanan Kesehatan pada Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)


(a) Petugas, sbb:
(i) Patuhi kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun atau
menggunakan handsanitizer sesuai standar yang sudah disiapkan
saat akan ke masyarakat.
(ii) Gunakan APD sesuai risiko dan jenis paparan yang akan
ditemukan.
(iii) Jaga jarak minimal 1 meter dan gunakan masker jika berhadapan
dengan pasien atau anggota masyarakat dengan gejala saluran
pernapasan akut (batuk, filek atau bersin).
(iv) Pastikan lingkungan dan sirkulasi udara tempat lokasi
pertemuan/pemeriksaan dalam kondisi baik tidak panas, pengab
dengan sirkulasi udara minimal 12 kali perputaran per jam.
(v) Persiapkan dan bawa peralatan kesehatan yang akan
dipergunakan sesuai jenis kritikal, semi kritikal dan non kritikal
dalam kondisi aman dan tidak terkontaminasi (dalam box tertutup).
(vi) Melakukan penyuntikan yang aman (immunisasi atau
pengobatann) dengan mematuhi prinsip satu spuit, satu pasien,
satu waktu dengan membawa bak spuit, kapas alkohol, safety box
dan bengkok dan vaksin dalam tempatnya.
(vii) Mengumpulkan limbah infeksius dalam kantong infeksius dan
benda tajam dalam safety box untuk di proses insenerator di
fasilitas pelayanan kesehatan.
(b) Klien/masyarakat, sbb:
(i) Menyediakan sarana kebersihan tangan air mengalir dan sabun
atau handsanitiser.
(ii) Bila merasakan gangguan Infeksi Saluran Pernasan Akut (ISPA)
segera memberi tahu kepada petugas.
(iii) Menjaga jarak tempat duduk antar individu dengan jarak minimal 1
meter dan tidak berkerumun.
(iv) Menjaga lingkungan tempat kegiatan dalam kondisi bersih,
sirkulasi udara tidak panas, pengab dengan perputaran udara
baik.
(v) Gunakan masker jika mengalami gejala saluran pernapasan akut
(batuk, filek atau bersin).
(vi) Lakukan etika batuk dan kebersihan pernapasan dengan benar.
(vii) Menjaga kebersihan lingkungan.
(viii) Membuang limbah sesuai kategori limbah .
B. PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
Pembahasan tentang penanggulangan KLB dalam pedoman ini hanya dikaji secara
singkat karena keterkaitannya yang erat dengan Penyakit Infeksi Emerging. Pedoman
Penanggulangan KLB dan penyelenggaraan kewaspadaan dini, secara rinci dapat
dilihat pada Permenkes 949/MENKES/SK/VIII/2004 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini dan Kejadian Luar Biasa. Rujukan lainnya
tentang ketentuan teknis penanggulangan KLB terutama pada penyakit infeksi
emerging adalah pedoman penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB yang
dikeluakan oleh Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan, Kementerian
Kesehatan.

1. Penyakit Infeksi Emerging dan Penanggunalangan KLB


Beberapa jenis penyakit infeksi emerging yang ada di Indonesia, seperti penyakit
infeksi yang bestatus endemis bisa berubah menjadi kejadian luar biasa (KLB),
demikian pula ancaman munculnya penyakit baru yang selama ini hanya terjadi
penularan antar binatang namun kemudian bisa menular dan mewabah antar
manusia. Kondisi ini menuntut perlunya suatu sistem kewaspadaan dini, untuk
merespon KLB yang dapat terjadi setiap saat. Sistem kewaspadaan yang
terencana, terprogram dan akurat sehingga proses penanggulangannya juga dapat
lebih cepat, cepat dan akurat pula.
Penanggulangan KLB merupakan kegiatan yang dilakukan secara terpadu oleh
pemerintah pusat, daerah dan masyarakat. Kegiatan penanggulangan KLB secara
garis besar meliputi meliputi: penyelidikan epidemiologi, penatalaksanaan
penderita, yang mencakup kegiatan pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan
isolasi penderita, termasuk tindakan karantina, pemusnahan penyebab penyakit
dan pencegahan dan pengebalan termasuk PPI.
2. Pengertian kejadian luar biasa (KLB) atau Wabah (outbreak) ditandai dengan:
a) Peningkatan jumlah kasus yang cukup bermakna dari yang diharapkan/tingkat
endemisitas pada kurun waktu tertentu
b) Peningkatan jumlah kematian dari yang biasa
c) Munculnya kasus yang sebelumnya belum pernah ada atau muncul kembali
3. Sumber terjadinya KLB

Gambar 39. Sumber KLB dan penyebaran infeksi

4. Kriteria kerja KLB


a) Timbulnya suatu penyakit/kesakitan yang sebelumnya tidak ada/tidak diketahui
b) Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali atau lebih dibandingkan periode
sebelumnya
c) Case fatality rate dari suatu penyakit dalam kurun waktu tertentu menunjukkan
50% atau lebih dibandingkan CFR dari periode sebelumnya
d) Proporsional rate (PR) penderita baru dari periode tertentu menunjukkan
kenaikan 2 kali lipat atau lebih dibandingkan periode yang sama dalam kurun
waktu/tahun sebelumnya.
5. Penetapan Diagnosis KLB

Is this an outbreak? What is the diagnosis

Hub antara Manifesytasi


masalah ? Klinis Hasil
Peningkatan kasus? Laboratory

Outbreak confirm

Tindakan pencegahan lansung


Investigasi lanjut

Profilaksis
Etiologi agent
Isolasi
Modus penularan
Peringatan publik
Cara penularan
Tindakan higiene
Sumber kontaminasi
Populasi berisiko
Sumber paparan

Gambar 40. Skema diagnosis KLB

6. Tim penanggulangan KLB


1. Tim Multidisiplin/multi lintas sektoral, bekerjasama dalam penanggulangan KLB
2. Salah satu anggota tim kesehatan adalah perawat (IPCN)
3. IPCN dapat terlibat lansung dalam penagnggulangan KLB

7. Manajemen Investigasi
a) Pengumpulan data kasus: data Mikrobiologi, Data Surveilans HAIs. Dan hasil
diskusi dengan para klinisi.
b) Catat data berdasarkan: tanda dan gejala, apakah menujukkan KLB,
Medications, Procedures, Consults, lokasi, Staff contact, Host factors?
8. Langkah-Langkah Investigasi KLB
a) Persiapan Lapangan
b) Memastikan KLB
c) Verifikasi DX
d) Tetapkan Kasus KLB (umumkan)
e) Pengolahan data deskriptif
f) Buat langkah Penanggulangan
g) Evaluasi hasil
h) Komunikasi Hasil Temuan
i) Pencegahan dan Penagggulangan
j) Observasi hasil tindakan
k) Kasus Dihentikan
9. Verifikasi Diagnosa KLB, Untuk memastikan diagnosis:
a) Review temuan klinis dan
b) Lab, termasuk teknik yang dipakai
c) Hasil konsultansi tenaga ahli
10. Penemuan kasus mencakup informasi :
a) Identitas : nama, alamat
b) Demografi : umur, sex, pekerjaan
c) Klinis
d) Faktor Risiko
e) Pelapor
11. Tindakan awal pada pasien perawatan akut dan non akut
a) Cohorting patients & staff
b) Batasi mobilitas pasien
c) Staff Screening
d) Komunikasi
e) Peralatan pasien & Pembersihan
f) Kepatuhan terhadap aturan
g) Kebutuhan sarana dan prasarana
12. Pengendalian Kejadian Luar Biasa
a) Jangan menunggu akhir penyedlidikan :
 Penilaian umum KLB
 Penilaian spesifik menurut hasil temuan
b) Jenis tindakan untuk mengendalikan
 Sumber
 Transmisi
 Mengurangi kerentanan host
c) Tindakan pencegahan melalui
 Kewaspadaan isolasi
 Isolasi
 Imunisasi
13. Persiapan Dalam Pencegahan KLB
a) Struktur bangunan
 Ruangan tersendiri
 Jarak antara – pasien, kemudahan dalam pembersihan
 Ventilasi yang adekuat
 Penempatan sarana kebersihan tangan
b) Penyediaan sarana kesehatan
 Sarana kebersihan tangan
 Alat kesehatan
 Monitor dan tekanan negative ruangan
c) Sarana & tindakan Sterilisasi
 SPO
 Kepatuhan terhadap kebijakan
d) Pendidikan dan Pelatihan.

14. Indikator Keberhasilan penagggulangan KLB


a) Menurunnya frekuensi KLB
b) Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB
c) Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB
d) Memendeknya periode KLB
e) Menyempitnya penyebar luasan wilayah KLB

15. Berakhirnya KLB


a) Membuat laporan tertulis KLB
b) Komunikasi dan menyampaikan
c) Adanya kebijakan
d) Evaluasi kinerja
BAB VI
MANAJEMEN DAN SUMBER DAYA
PPI DI FKTP

A. KEBIJAKAN DAN PENGORGANISASIAN PPI DI FKTP


1) Kebijakan
Peraturan Menteri Kesehatan no. 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Pasal 3 menyebutkan bahwa
setiap Fasilitas Ksehatan harus melaksanakan PPI. Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi dimaksud terkait HAIs dan infeksi yang bersumber dari masyarakat. Selanjutnya
pada Pasal 5 disebutkan bahwa pelaksanaan PPI di fasilitas kesehatan dilaksanakan
melalui pembentukan Tim PPI. PPI di FKTP dilaksanakan dengan tujuan melindungi
pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan
dari risiko infeksi.

Untuk memastikan program tersebut dapat berjalan, perlu diatur dan dicamtumkan
dalam Peraturan Internal FKTP yang mencakup Manajemen Mutu, Manajemen Risiko
dan Keselamatan Pasien, dll yang dibuat dengan mengacu pada peraturan-peraturan
eksternal baik tingkat pusat maupun daerah masing-masing, antara lain, sbb:

 SK pembentukan Tim PPI yang dilengkapi uraian tugas tim,


 Peraturan Internal PPI mencakup program PPI dan pengorganisasiannya
(diadoptasi dari Pedoman Teknis ini, PMK 27/2017, dll)
 Rencana Kegiatan PPI (Jangka Panjang 5 tahunan dan rencana tahunan).
 Kerangka Acuan Kegiatan (melengkapi rencana kegiatan yang telah disusun)
 Standar Operasional Prosedur (SOP),
 Format pencatatan, pelaporan, mengembangkan instrumen pemantauan
terhadap pelaksanaan PPI dimaksud.

Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota berkewajiban membantu, memfasilitasi


dan memonitor terlaksananya PPI sebagaimana yang diatur dalam Permenkes 27
tahun 2017 serta penjelasan teknis lainnya yang tertuang dalam Pedoman Teknis
PPI di FKTP ini.
2) Pengorganisasian

a) Tim PPI atau penanggung jawab PPI


Agar program PPI dapat berjalan sesuai dengan tujuan maka perlu ditetapkan tim
atau penangung jawab PPI yang merupakan bagian dari struktur organisasi di FKTP
dengan tugas dan peran yang harus tercantum dengan jelas. Pembentukan
organisasi disesuaikan dengan kebutuhan, beban kerja dan/atau klasifikasi FKTP.
Jika pertimbangan ketersediaan sumber daya yang terbatas di FKTP maka berikut
contoh struktur yang dapat diadopsi untuk tim PPI atau penanggung jawab PPI yaitu
:

Contoh 1 : Struktur Organisasi PPI di Puskesmas

KA. PUSKESMAS

KA. TU

PJ UKM & PERKESMAS


PJ UKP, FARMASI & LAB PJ PJ BANGUNAN, PRASARANA & ALAT
JARINGAN PJ
MUTU TIM PPI / PJ PPI
& JEJARING

Contoh 2 : Struktur Organisasi PPI di Puskesmas

KA. PUSKESMAS

KA. TU

PJ UKM & PERKESMAS PJ UKP, FARMASI & LABPJ JARINGAN & JEJARING
PJ BANGUNAN, PRASARANA & ALAT
PJ MUTU

TIM PPI
/ PJ PPI
Contoh 3 : Struktur Organisasi PPI di Klinik

KA. KLINIK

PJ UKP PJ LAIN YANG DIPERLUKAN PJ MUTU


TIM PPI / PJ PPI

Contoh 4 : struktur organisasi PPI di Klinik

KA. KLINIK

PJ UKP PJ LAIN YANG DIPERLUKAN PJ MUTU

TIM PPI / PJ PPI

b) Tim atau penangung jawab PPI yang telah ditetapkan memiliki tugas dan tanggung
jawab sebagai berikut:

(1) Ketua Tim atau Penanggung Jawab PPI


(a) Terselenggaranya kegiatan dan evaluasi PPI
(b) Penyusunan rencana strategis kegiatan PPI
(c) Penyusunan pedoman manajerial dan pedoman PPI
(d) Tersedianya SPO PPI
(e) Penyusunan dan mengevaluasi kebijakan PPI
(f) Pengembangan dan penyebarluasan kegiatan PPI
(g) Terselenggaranya KIE PPI
(h) Terselenggaranya kunjungan rutin dalam pelaksanaan PPI di pelayanan.
(i) Terselenggaranya pengkajian pencegahan dan pengendalian risiko infeksi
(j) Terselenggaranya pengadaan SPA dan bahan terkait pelaksanaan PPI
(k) Tersenggaranya pertemuan berkala
(l) Melaporkan hasil kegiatan PPI kepada Kepala FKTP
(2) Anggota TIM PPI
(a) Bersama ketua Tim melaksanakan program PPI
(b) Berkoordinasi dengan unit dan petugas lain dalam penerapan PPI
(c) Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalam penerapan PPI
(d) Membantu semua petugas untuk memahami PPI
(e) Memberikan masukan terhadap pedoman maupun kebijakan terkait PPI
(f) Melaksanakan tugas lain yang diberikan Ketua Tim PPI

3) Penetapan indikator PPI

Indikator PPI digunakan sebagai tolok ukur untuk menilai pelaksanaan PPI dengan
menggunakan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Indikator PPI yang
ditetapkan harus memenuhi prinsip SMART, dimana indicator harus (lihat Bab III), sbb:
a) Spesifik,
b) Terukur,
c) Dapat tercapai,
d) Sesuai,
e) Memiliki batas waktu.
B. PERENCANAAN PPI
Sebagaimana dipahami bersama bahwa dalam pengelolaan sebuah fasilitas kesehatan
memerlukan Perencanaan Kegiatan (P1), selanjutnya Penggerakan dan Pelaksanaan (P2)
yang diikuti oleh Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian Kinerja (P3). Penyusunan
rencana kegiatan PPI disuatu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari perencanaan keseluruhan yang dibuat oleh FKTP baik untuk 5 tahunan
maupun yang sifatnya tahunan.

Berikut ini tahapan yang dapat dilakukan Tim PPI dalam membuat rencana Kerja, sbb:

1. Persiapan Penyusunan Rencana Kegiatan PPI


Kebutuhan sumber daya program PPI terintergrasi dalam perencanaan tingkat FKTP
sehingga perlu dilakukan persiapan oleh tim atau penanggung jawab PPI. Untuk
Puskesmas dengan mempelajari rencana lima tahunan dinas kesehatan kab/ kota,
SPM Kab/ Kota, target yang disepakati dengan Dinas Kesehatan Kab/ Kota serta
pedoman danregulasi lain yang berlaku. Untuk klinik mempelajari kebijakan dan target
dari pemilik FKTP.
2. Analisis Situasi PPI
Tim atau penanggung jawab PPI melakukan analisa situasi untuk mengidentifikasi dan
memperoleh informasi mengenai masalah kesehatan yang ada di FKTP sehingga
dapat dirumuskan kebutuhan pelayanan sesuai dengan kondisi wilayah kerja.
Selanjutnya maka tim atau penanggung jawab PPI dapat mengetahui kebutuhan
program PPI dalam mengurangi risiko infeksi pada pelayanan kesehatan. Mulai dari
kebutuhan akan instalasi air bersih bagi pelayanan, instalasi listrik, sistem
pencahayaan, ketersediaan bahan habis pakai untuk hand hygiene, disinfeksi, APD
dan lain-lain.

3. Perumusan Masalah PPI


Berdasarkan hasil analisa situasi maka dilakukan perumusan masalah oleh tim atau
penanggung jawab PPI melalui identifikasi masalah berdasarkan prinsip 5W 1H.
Kemudian akan ditentukan prioritas masalah, mencari akar penyebab masalah dan
cara pemecahan masalah.

4. Penyusunan Rencana 5 Tahunan dan Tahunan PPI


Selanjutnya dilakukan penyusunan rencana 5 tahunan dan tahunan kegiatan PPI.
Untuk Puskesmas bersama dengan lintas program dengan pendampingan dari Kepala
Puskesmas dan tim manajemen puskesmas. Penyusunan rencana juga berkoordinasi
dengan pemerintah daerah dimulai dari tingkat desa sampai dengan kecamatan
(musrembang).
Rencana penerapan PPI yang dibuat hendaknya dapat dituangkan bentuk kegiatan
yang disertai volume kegiatan, kapan dilaksanakan, siapa penanggunjawabnya dan
sumber pembiayaannya dari mana, sbb::

a) Perencanaan SDM:
 Hitung kebutuhan tenaga (Tim PPI) berdasarkan beban kerja untuk
melaksanakan program kerja yang telah dibuat.
 Jika ketersediaan tenaga terbatas maka FKTP dapat mendayagunakan staff
yang ada maka duplikasi tugas tidak dapat dihindari apabila ketersediaan
tenaga tidak mencukupi.
 Tuangkan dalam rencana kegiatan untuk peningkatan pengetahuan dan
keterampilan (kompetensi) petugas tentang PPI. Dalam hal ini FKTP dapat
merencanakan pengiriman petugas untuk mengikuti pelatihan dasar PPI, IPCN
atau IPCD sesuai kebutuhan, skala prioritas dan kemampuan FKTP..

b) Kebutuhan Sarana, Prasarana, dan Alkes


 Identifikasi kebutuhan dari masing-masing unit; yang belum tersedia, tersedia
namun perlu perbaikan, dll berkaitan dengan sarana, prasarana dan alkes
untuk pelaksanaan kewaspadaan standar, kewaspadaan transmisi, bundles
dan PPI di unit pelayanan FKTP.
 Buat skala prioritas jika kemampuan pembiayaan FKTP terbatas.
 Tuangkan dalam format perencanaan, pengusulan pengadaan atau
pemeliharaan yang sudah berlaku di disetiap FKTP.

c) Alokasi dan sumber pembiayaan.


 Semua kebutuhan sumber daya (SDM, Sarpras dan Alkes) berkaitan dengan
penerapan PPI di FKTP dapat dituangkan dalam matriks perencanaan yang
mencakup nama kegiatan, volume, jadwal pelaksanaan, penanggungjawab,
besar anggaran yang dibutuhkan serta sumber pembiayaanya.
 Pembiayaan dapat bersumber dari mana saja dengan tetap mengikuti
kebijakan, peraturan dan perundangan yang berlaku di masing -masing FKTP
atau dukungan pemerintah kabupaten/kota misalnya APBD, APBN (DAK fisik
dan non-fisik), JKN, BLN, Donasi, dll.
 Jika sumber pembiayaan tidak tersedia atau terbatas maka FKTP dapat
membuat skala prioritas.
Tabel 46. Contoh matriks perencanaan PPI

BIAYA SUMBER
NO KEGIATAN VOLUME WAKTU PIC
(Rp) BIAYA
Sumber Daya Manusia
1 Pelatihan Dasar 2 orang Maret dr.Anita 10.000.000 JKN/
PPI 2021 Kapitasi
2 Sosialisasi PPI 2 kali Juni – Juli Bidan 500.000 BOK
kepada petugas pertemuan 2021 Yunita
3 dst
Sarana dan Prasarana
1
2
3 dst
Alat Kesehatan
1
2
3 dst
Pelaksanan/penerapan PPI
1
2
3 dst
Monitoring dan Evaluasi
1
2
3 dst

5. Pengusulan Kegiatan PPI Ke Perencanaan Tingkat FKTP


Perencanaan dan usulan kegiatan 5 tahunan dan tahunan PPI selanjutnya
dintegrasikan dengan rencana 5 tahunan dan tahunan tingkat FKTP. Untuk puskesmas
perencanaan dan usulan diterukan ke Dinas Kabupaten/Kota untuk diintegrasikan
dengan sistem perencanaan daerah.

Dari perencanaan 5 tahunan dan tahunan yang telah dibuat oleh FKTP, maka
diharapkan dapat ditindaklanjuti oleh pemilik baik itu terkait kebutuhan sumber daya
sesuai dengan usulan yang disampaikan, usulan kegiatan dan pencairan pembiayaan
untuk sarana prasarana dan alat kesehatan program PPI serta mengawasi dan
mengendalikan program PPI sesuai dengan indikator yang ditentukan.
C. PELAKSANAAN PPI

Setelah setiap FKTP sudah memiliki rencana 5 tahunan dan rencana tahunan, maka
selanjutnya bagaimana agar Program PPI tersebut dapat berjalan dengan baik. Dalam
pelaksanaan kegiatan PPI di FKTP diperlukan sumber daya meliputi sumber daya
manusia, sarana, prasarana, alat dan pembiayaan didukung sistem informasi.
1. Sumber Daya Manusia
Pada Permenkes Nomor 27 Tahun 2017 pasal 6 ayat (2) pembentukan komite atau
Tim PPI disesuaikan dengan jenis kebutuhan, beban kerja dan/ atau klasifikasi fasilitas
pelayanan kesehatan.
Tujuan tim PPI dan Penanggung Jawab PPI adalah untuk memastikan agar PPI dapat
dikelola dengan baik dan konsisten sesuai dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai
Fasilitas pelayanan kesehatan agar mutu pelayanan medis serta keselamatan pasien
dan pekerja di FKTP terjamin dan terlindungi.
Untuk kriteria tim PPI atau penanggung jawab PPI di FKTP adalah sebagai berikut :
a) Ketua tim PPI atau penanggung jawab PPI
1) Pendidikan Minimal D III bidang Kesehatan
2) Pernah mengikuti pelatihan dasar PPI, workshop, in house training
3) Pengalaman kerja di Puskesmas minimal dua tahun
4) Bersedia mengembangkan diri dengan mengikuti seminar, lokakarya dan
sejenisnya
b) Anggota tim PPI
1) Pendidikan Minimal D III bidang Kesehatan
2) Diutamakan pernah mengikuti pelatihan dasar PPI, workshop, in house training
3) Bersedia mengembangkan diri dengan mengikuti seminar, lokakarya dan
sejenisnya
2. Sarana, Prasarana dan Alat
Ketersediaan sarana, parasana dan alat kesehatan dalam mendukung pelaksanaan
program PPI disesuaikan dengan kebijakan FKTP dan pelayanan yang tersedia
dengan mengacu pada peraturan dan pedoman yang berlaku.
3. Pembiayaan
Pelaksanaan kegiatan PPI perlu didukung dengan ketersediaan pembiayaan yang
cukup untuk mendukung rencana yang telah dibuat atau setidaknya memenuhi standar
minimal serta digunakan secara efektif dan efisien. Anggaran dapat berasal dari
sumber- sumber yang dapat dipertanggungjawabkan dan dalam pengelolaannya harus
dipantau dan dievaluasi oleh Kepala FKTP.
4. Sistim Informasi
Pelaksanaan PPI harus dimonitoring, dievaluasi dan dilaporkan secara berkala. Hal ini
dilakukan karena informasi yang didapat dapat digunakan sebagai dasar tindakan
korektif dan preventif dalam kegiatan perencanaan dan pengambilan keputusan baik
oleh pimpinan dan tim PPI atau penanggung jawab PPI.
Untuk mempermudah proses ini diperlukan dukungan sistem informasi baik yang
sederhana maupun melalui aplikasi khusus yang terintegrasi.
D. PEMANTAUAN, PELAPORAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PPI

Pemantauan pelaksanaan PPI di FKTP dilakukan oleh Tim PPI/ Penanggung Jawab PPI
secara periodik. Pemantauan dilakukan mulai dari kegiatan pengumpulan data, monitoring,
pencatatan dan pelaporan kegiatan PPI dari unit pelayanan.

1. Pengumpulan data
a) Pengumpulan data kejadian infeksi
(1) Pengumpulan data kejadian infeksi dilakukan menggunakan sistim manual
atau menggunanan sistim informasi tehnologi (IT) dengan mencatat data :
 Data pasien : nama , tanggal lahir, nomor medikal record (MR),jenis
kelamin
 Data tindakan pelayanan : unit kerja, jenis tindakan, tanggal tindakan,
Tanggal infeksi muncul, lokasi infeksi serta jenis anti mikroba yang
diberikan
 Pendataan dan pengumpulan data dilakukan setiap hari dan rekapitulasi
per periode bulanan
 Pengumpulan data kejadian infeksi dilakukan oleh orang yang terlatih,
berpegalaman yang dilakukan oleh Penanggung Jawab PPI atau orang
yang ditunjuk
(2) Pengumpulan data dilakukan melalui hasil pengamatan, wawancara dan
catatan status pasien dan sumber data yang tepat.
b) Analisis dan Evaluasi
Evaluasi dapat dialkukan berdasarkan data yang telah dikumpulkan baik terhadap
pelaksanaan secara manajerial PPI, data hasil monitoring, data hasil pencatatan
dan pelaporan, data hasil audit PPI. Selain itu evaluasi terhadap kejadian HAIs
dapat dinilai dengan membandingkan terhadap indikator penilaian risiko infeksi.

2. Pencatatan dan Pelaporan


Laporan kegiatan PPI di fasilitas pelayanan kesehatan dibuat secara terintegrasi
dengan system pelaporan yang berlaku selama ini. Untuk mengukur tingkat
keberhasilan pelaksanaan program PPI di lapangan, laporan harus dibuat secara
periodik, tergantung kebijakan yang berlaku dimasing-masing daerah bisa setiap
triwulan, semester, tahunan atau sewaktu-waktu jika diperlukan. Laporan dilengkapi
dengan rekomendasi tindak lanjut bagi pihak terkait dengan peningkatan infeksi dan
hasil laporan didesiminasikan kepada pihak-pihak terkait agar dapat memanfaatkan
informasi tersebut untuk menetapkan strategi pengendalian infeksi di FKTP.
a) Bentuk laporan

Laporan dilakukan dengan pengumpulan data menggunakan form manual atau sistim
IT yang dimiliki dengan contoh sebagai berikut :

Tabel 47. Contoh format laporan PPI

INFEKSI POST INFEKSI POST


ABSES GIGI IMMNUNISASI PELBITIS
No UNIT PELAYANAN % TARGET PARTUM
N D % N D % N D % N D %
1 KEBIDANAN 5%
2 POLI GIGI
3 IMMUNISASI
4 RAWAT INAP

Keterangan
 Unit pelayanan adalah unit yang akan dilakukan penilaian angka kejadian infeksi
 % target adalah target yang ditetapkan dalam mencapaian tujuan kinerja bidang
PPI dari unit yang ditetapkan
 Infeksi post partum adalah infeksi yang terjadi pada pasien post partum
 Abses gigi adalah pasien yang mengalami abses pada area gigi yang dilakukan
tindakan perawatan gigi dimana pada saat datang tidak ditemukan tanda tanda
infeksi
 Infeksi paska imunisasi adalah pasien yang dilakukan imunisasi mendapatkan
tanda tanda infeksi panas, sakit, merah dan bengkak
 N adalah Numerator yaitu jumlah kasus infeksi pada periode tertentu
 D adalah dnominator yaitu jumlah pasien yang dilakukan tindakan pada periode
tertentu
 % adalah numertor dibagi denominator dikali 10 %

b) Periode pelaporan
(1) Pelaporan kejadian infeksi dilakukan per periode satu bulan
(2) Laporan disampaikan ke pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan oleh Ketuan
Tim PPI atau Penanggung jawab PPI untuk dilakukan tindak lanjut dan
perbaikan
BAB VII

PENUTUP
Keberhasilan sebuah bangsa dalam mencegah atau meminimalisir terjadi kasus
penularan penyakit berkaitan dengan pelayanan yang diberikan (HAIs) maupun penyakit
infeksi emerging sangat tergantung pada sejauh mana fasilitas pelayanan kesehatan mampu
menerapkan PPI secara konsisten dan berkesinambungan. Termasuk dalam hal ini Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (Puskesmas, Klinik, TPMD/DG). Sebagaimana kita
ketahui bahwa FKTP di seluruh Indonesia jumlahnya sangat besar yakni sekitar 27.000-an
yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu merupakan tantangan besar
yang memerlukan komitmen dan peran aktif semua pihak terutama jajaran Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota agar semua FKTP yang ada diwilayahnya mampu menerapkan Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (PPI).

Kepatuhan petugas menerapkan kebijakan, pedoman, aturan dan prosedur


merupakan kunci keberhasilan penerapan PPI. Meski demikian penerapan PPI harus
didukung oleh ketersediaan SDM, Sarana dan Prasarana, Alkes, BMHP, dll yang tentu
merupakan tugas dan tangggungjawab manajerial dari pimpinan atau pengelola FKTP
termasuk Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Selain itu aspek pencatatan, pelaporan,
monitoring dan evaluasi menjadi penentu keberlangsungan pelaksanaannya di lapangan.

Aspek lain yang tidak kalah pentingnya adalah edukasi kepada pengguna layanan,
sasaran, keluarga dan masyarakat bagaimana penting mengetahui praktek atau perilaku yang
berkaitan dengan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Infeksi mencegah atau memutus
secara dini rantai penularan infeksi di masyarakat termasuk menerapkan Pola Hidup Bersih
Sehat (PHBS), melaksanakan Gerakan Masyarakat Sehat (Geramas).

Pedoman ini tidak diharapkan menjadi acuan mengelola pelayanan yang disediakan oleh
setiap FKTP, dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan di FKTP. Pedoman teknis
PPI di FKTP ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan, peraturan
perundang- undangan, pedoman dan standar yang telah dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan.

Penerapan PPI secara konsisten dan berkelanjutan bukan hanya akan mengurangi
kasus HAIs di fasilitas pelayanan kesehatan, tapi juga dalam upaya memutus mata rantai
infeksi sejak di masyarakat, serta bagian dari upaya memperkuat dan mempersiapkan seluruh
FKTP dalam menghadapi kasus penyebaran penyakit infeksi emerging seperti wabah
Pandemi Covid-19 yang telah melanda lebih dari 200 negara di seluruh dunia.
Akhirnya, dengan telah diterbitkannya Pedoman Teknis Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di FKTP ini, sebagai penjabaran lebih lanjut secara teknis dari Permenkes No. 27
tahun 2017 tentang Pedoman PPI di Fasilitas Pelayanan Kesehatan serta implementasi
Permenkes 43 tahun 2019 tentang Puskesmas, maka diharapkan menjadi acuan bagi semua
pihak agar penerapan PPI di FKTP mampu laksana sesuai dengan kondisi dan kemampuan
masing- masing FKTP.

Hanya dengan demikian, kita semua dapat menjawab tuntutan pelayanan yang bermutu
menuju tercapainya UHC 2030 yang berkualitas sebagaimana yang telah menjadi komitmen
semua bangsa untuk mencapai tujuan SDGs 2030.

Selanjutnya, diharapkan jajaran di Kementerian Kesehatan RI mengambil peran dan


tanggungjawab sesuai tupoksi masing-masing termasuk melakukan sosialisasi, pelatihan,
monitoring, pengkajian dan evaluasi terhadap pelaksanaan PPI di lapangan dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan secara komprehensif, termasuk perbaikan dan penyesuian isi
pedoman ini.
Daftar Kepustakaan

1. Peraturan Menteri Kesehatan No. 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Fasiltas Pelayanan Kesehatan, 2017.
2. Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RS dan Fasilitas
Kesehatan Lainnyaa, Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia, 2018
3. World Health Statistic, Monitoring Health For SDGs, WHO, 2018
4. Pedoman Praktik Pengendalian Infeksi Dalam Pengaturan Klinik Depkes, Komite
Pengendalian Infeksi, Kementerian Kesehatan, November 2017 (Revisi)
5. Standar Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
di FKTP Kementerian Kesehatan, RI Tahun 2014
6. Primary Health Care on the Road to Universal Health Coverage, Monitoring
Report, Conference Edition, WHO, 2019
7. Delivering Quality Healh Services, A Global Imperative for Universal Helath Coverage,
WHO, OECD and World Bank, 2018
8. Building Block for Universal Health Coverage: Strong Primary Health Care System
and Essential Health Services Packages, Champion of Global Reproductive Right,
Pai. Org, 2018
9. Buku Pedoman Pengendalian Infeksi Nosocomial di RS Kariadi Semarang 1989 Edisi 1
10. Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI Dirjen P2MPL Cetakan III, 2010
11. Pedoman Teknis Bangunan dan Prasarana Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama Untuk Mencegah Infeksi yang Ditransmisikan Melalui Udara (Airborne
Infection), Kemkes RI Edisi Pertama, September 2014
12. Minimum Requirements for Infection Prevention and Control Programs, WHO, 2019
13. Pedoman PPI Tuberkulosis di Fasyankes, Kemkes Ri Direktorat Bina Upaya
Kesehatan Jakarta, Mei 2012
14. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberculosis, Kemkes RI Direktur Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2011
15. Pedoman Teknis Bangunan RS Instalasi Sterilisasi Sentral (CSSD), Direktorat Bina
Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan Kemkes RI, 2012
16. Infection Prevention Control, Community Infection Prevention and Control Policy For
Domiciliary Care, MRSA 09 August 2017 (Harrogate And District NHS Foundation
Trust)
17. Asia Pacific Society of Infection Control, APSIC, The Apsic Guidelines For Disinfection
And Sterilisation Of Instrumens In Health Care Facilities, 2008
18. Guideline for Disinfection and Sterilization In Healthcare Facilities, 2008 ,
Https//Www.Cdcgov/Infectioncontrol/Guidelines/Disinfection, Hospital Epidemiology
University Of North Carolina Health Care System, Chapel Hill, NC 27514
19. Pedoman Pengelolaan Limbah di Puskesmas, RS, RS Rujukan, dan RS Darurat Yang
Menangani Pasien Covid19, Kemkes Ri 2019
20. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 8 Tahun 2015, Tentang Program
Pengendalian Resistensi Antimikroba Di Rumah Sakit, 2015
21. Pedoman Penggunaan Antibiotik, Kementerian Kesehatan RI 2011
22. Rosengren, Helena, Heal, Clare, and Smith, Samuel. An Update on Antibiotic
Prophylaxis in Dermatologic Surgery. Current Dermatology Reports, 2012:1 (2). Pp55-
63.
23. Antibiotic Prophylaxis for Dental Patients at Risk of Infection. The Reference Manual of
Pediatric Dentistry.2019: Pp 416-21
24. Permenkes Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas, 2016
25. Permenkes Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, 2017
26. Juknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Tahun 2019
27. Permenkes 236/Menkes/IV/1997 Tentang Persyaratan Kesehatan Makanan Jajanan
28. Materi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Pelayanan Makanan, Dr Zulharman,
M. Med. Ed
29. Health care without avoidable infections the critical role of infection prevention
and control, WHO, 2016
30. Keputusan Menteri Kesehatan HK.01.07/Menkes/413/2020 tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Covid-19, Kemkes 2020.
TIM PENYUSUN
……………………………….………

KONTRIBUTOR
………………………….………………….

EDITOR
…………………………………………….
TIM PENYUSUN
……………………………….………

KONTRIBUTOR
………………………….………………….

EDITOR
…………………………………………….
Lampiran-lampiran:

Anda mungkin juga menyukai