Skin Tag
Skin Tag
TINJAUAN PUSTAKA
Tiga tipe klinis skin tag yaitu tipe furrowed, filiformis dan large bag-like
protuberances. Tipe furrowed ditandai dengan bentuk lesi berupa papul kecil
berukuran lebar dan tinggi 2 mm dengan permukaan beralur, sewarna dengan
kulit disekitarnya, konsistensi lunak dan sering terdapat pada daerah leher. Tipe
filiformis merupakan tipe yang paling sering dijumpai, ditandai dengan lesi kecil
berukuran lebar 1 mm dan tumbuh meninggi di atas permukaan kulit dengan
tinggi hingga 5 mm dan konsistensinya lunak. Tipe large bag-like
protuberances yang merupakan tipe skin tag dengan bentuk paling besar dan
jarang dijumpai, biasanya terdapat pada punggung atau tubuh bagian bawah. Tipe
yang terbesar ini sering disebut tipe fibroepithelial polyp dan jarang muncul
secara multipel pada satu individu (Thomas, et al., 2012).
Skin tag tipe furrowed biasanya didiagnosis banding secara klinis dengan
keratosis seboroik namun perbedaannya lesi ini memiliki warna yang lebih gelap
dan konsistensi lebih keras, diagnosis banding dengan hiperplasia kelenjar sebasea
10
karena memiliki permukaan lesi yang mirip yaitu beralur namun lesi ini memiliki
warna yang sedikit kekuningan dan sering terdapat pada bagian wajah. Veruka
plana sering sebagai diagnosis banding skin tag tipe furrowed namun veruka plana
memiliki konsistensi keras dan predileksi biasanya pada ektremitas atas atau
bawah. Diagnosis banding skin tag tipe filiformis adalah akantosis nigrikan yang
sering terdapat pada leher bagian belakang seorang individu yang mengalami
obesitas namun memiliki warna yang lebih gelap sampai kehitaman dibandingkan
lesi skin tag. Veruka pilaris mirip seperti skin tag tipe filiformis namun memiliki
konsistensi yang keras. Diagnosis banding skin tag tipe large bag-like
protuberances adalah neurofibromatosis namun lesi ini tidak memilki tangkai dan
sering dijumpai multipel pada tubuh penderita, sementara tipe large bag-like
protuberances jarang dijumpai lesi yang multipel (Thomas, et al., 2012).
Penegakan diagnosis skin tag seringkali cukup berdasarkan klinis, namun
pada tipe lesi yang meragukan dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi.
(Thomas, et al., 2012). Gambaran histopatologi skin tag secara umum adalah
tampak adanya hiperplasia epidermis dan jaringan ikat longgar serta serabut
kolagen longgar pada dermis yang bervariasi sesuai dengan tipe klinisnya.
Gambaran histopatologi skin tag secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.2.
(Weedon, 2010).
11
2.3 Epidemiologi
Epidemiologi skin tag sekitar 46% berdasar penelitian yang dilakukan di
Jerman (Barbato, et al. 2012). Berdasarkan penelitian retrospektif yang dilakukan
di RSUP Sanglah Denpasar periode tahun 2005-2009, prevalensi skin tag sebesar
9,8% dari seluruh penderita tumor jinak kulit (Laksmi-Dewi dkk, 2010).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Darjani, dkk (2013) didapatkan angka
kejadian skin tag sebesar 47,2% pada populasi penderita berumur 60-69 tahun.
Angka kejadian skin tag meningkat dengan bertambahnya usia yaitu sebesar
48,6% pada populasi penderita berumur 70-79 tahun, dan sebesar 58,7% pada
populasi penderita berumur 80 tahun.
2.4 Patogenesis
Sampai saat ini terdapat beberapa pendapat mengenai patogenesis dari skin
tag. Teori terdahulu menyebutkan bahwa skin tag terjadi sebagai akibat tekanan
yang persisten ataupun gesekan yang terus menerus pada daerah permukaan kulit,
12
13
ditemukan pada pria dan wanita dengan obesitas) (Safoury, et al., 2009; Safoury,
et al., 2010; Salem, et al. 2013).
Fungsi dari hormon ini adalah sebagai pengaktivasi/pemecah trgliserida
dalam jaringan adiposa. Pada penderita obesitas terjadi penimbunan/penumpukan
jaringan adiposa dimana trigliserida yang tersimpan didalamnya mengalami
penumpukan dan resistensi, sehingga hormon estrogen yang seharusnya sebagai
pemecah
trigliserida,
dalam
hal
ini
merangsang
keratinosit
untuk
14
15
diekskresi oleh hati. Kilomikron ini memiliki nilai perbandingan lemak dan
protein yang tertinggi (lebih banyak lemaknya dibandingkan protein), dan
tugasnya adalah membawa energi dalam bentuk lemak ke otot. Walaupun
molekul-molekul ini tinggi lemak, diyakini bahwa kilomikron tidak menyebabkan
penyakit jantung karena dua alasan. Pertama, kilomikron adalah 90% trigliserida
dalam beratnya dan hanya memiliki sedikit saja kolestrol di dalamnya. Kedua,
orang dengan metabolisme lipid yang normal membersihkan kilomikron dari
aliran darah sekitar 12 jam setelah mengonsumsi makanan yang berlemak. Ini
merupakan dasar mengapa dokter meminta penderita untuk berpuasa selama 12
jam sebelum menjalani tes kolesterol sehingga kilomikron tidak akan ada dalam
darah sama sekali. lni memungkinkan dokter untuk mendapatkan angka akurat
dari lipoprotein lainnya, yang dianggap memiliki dampak lebih besar dalam risiko
penyakit jantung atau aterosklerosis (Jellinger, 2000; Khovidhunkit, 2004).
b. Very Low Density Lipoprotein (VLDL)
Molekul VLDL diproduksi di hepar dan mengandung trigliserol dan kolesterol
yang tidak diperlukan oleh hepar dalam sintesis asam empedu. VLDL merupakan
pembawa utama dari trigliserida. VLDL akan mengalami degradasi menjadi LDL
(Jellinger, 2000; Khovidhunkit, 2004).
c. Low Density Lipoprotein (LDL)
LDL adalah karier utama kolesterol dalam darah dan masing-masing molekul
mengandung sekitar 1.500 molekul kolesterol ester. Bila jumlah kolesterol dalam
darah berlebih, reseptor LDL akan dihambat sehingga molekul LDL tidak akan
diambil. Sebaliknya, reseptor LDL akan lebih banyak dihasilkan bila di dalam sel
16
kekurangan kolesterol. Bila regulasi sistem ini terganggu, banyak molekul LDL
muncul di darah tanpa reseptor sehingga akan teroksidasi dan ditangkap oleh
makrofag membentuk foam cell. Sel-sel ini terperangkap dalam dinding pembuluh
darah yang akan membentuk plak aterosklerotik. Low Density Lipoprotein
memiliki waktu paruh yang lebih lama dibandingkan dengan VLDL sehingga
LDL merupakan lipoprotein yang paling sering ditemukan pada peredaran darah.
Kadar kolesterol LDL yang normal adalah kurang dari 100 mg/dL. Dikatakan
risiko tinggi apabila kadar kolesterol LDL melebihi 130 mg/dL. Menurut The
Adult Treatment Panel III (ATP III), kadar kolesterol LDL dikatakan optimal
apabila 100 mg/dL, mendekati optimal bila 100-129 mg/dL, batas atas 130-159
mg/dL, dan sangat tinggi bila 160 mg/dL (Jellinger, 2000; Khovidhunkit, 2004).
d. High Density Lipoprotein (HDL)
Molekul HDL akan menghantarkan kolesterol kembali ke hepar untuk
diekskresikan atau dihantarkan ke jaringan lainnya untuk sintesis hormon yang
disebut dengan proses reverse cholesterol trigliseride (RCT). Kadar molekul HDL
yang tinggi berhubungan dengan status kesehatan yang lebih baik sehingga HDL
ini sering disebut dengan lemak baik. High Density Lipoprotein menunjukkan
kondisi sistem metabolik yang sehat dari individu, semakin tinggi kadar HDL
pada seseorang, semakin baik pula sistem metaboliknya. Nilai normal HDL
adalah 35-85 mg/dL. Menurut klasifikasi ATP III, kadar HDL rendah apabila 40
mg/dL, marginal bila 40-59 mg/dL, dan tinggi bila 60 mg/dL (Jellinger, 2000;
Khovidhunkit W, 2004).
17
e. Trigliserida
Trigliserida adalah komponen utama dari VLDL dan kilomikron. Trigliserida
merupakan komponen lemak yang tidak larut dalam air dan tersimpan pada
jaringan lemak. Trigliserida berasal dari dua sumber yaitu sumber eksogen dari
asupan makanan yang mengandung lemak dan sumber endogen dari hati yang
dibawa partikel VLDL. Obesitas merupakan kondisi metabolik yang paling sering
dikaitkan dengan hipertrigliseridemia. Hal ini disebabkan individu dengan
jaringan adipose viseral berlebih seperti pada pasien obesitas seringkali
menunjukkan peningkatan plasma trigliserida yang disertai rendahnya kadar HDL.
Kadar normal trigliserida adalah kurang dari 150 mg/dL. Borderline bila 150-199
mg/dL, 200-499 mg/dL dikatakan tinggi, dan lebih dari 500 mg/dL adalah sangat
tinggi (Jellinger, 2000; Khovidhunkit, 2004).
f. Total Kolesterol
Kolesterol adalah steroid dengan kelompok hidroksil sekunder pada C3.
Kolesterol disintesis di berbagai macam jaringan, terutama hepar dan dinding
usus. Hampir tiga per empat dari kolesterol baru disintesis dan seperempat lagi
berasal dari makanan. Pemeriksaan kolesterol digunakan untuk skrining risiko
aterosklerosis. Kadar total kolesterol dianggap normal bila 200 mg/dL, batas atas
bila 200-240 mg/dL, dan tinggi bila 240 mg/dL (Jellinger, 2000; Khovidhunkit,
2004).
18
19
penguraian lebih lanjut oleh enzim lipoprotein lipase, sehingga terbentuk asam
lemak bebas dan kilomikron remnan. Asam lemak bebas yang dihasilkan akan
menembus jaringan lemak di bawah kulit dan sel otot untuk diubah menjadi
trigliserida kembali sebagai cadangan energi. Sedangkan kilomikron remnan akan
dimetabolisme dalam hati sehingga menghasilkan kolesterol bebas. Sebagian
kolesterol yang mencapai hati akan diubah menjadi asam empedu, yang akan
dikeluarkan ke dalam usus, berfungsi seperti pembersih dan membantu proses
penyerapan lemak dari makanan. Sebagian lagi dari kolesterol yang dikeluarkan
melalui saluran empedu tanpa dimetabolisme lagi kemudian menjadi asam
empedu yang oleh hati akan didistribusikan ke jaringan tubuh lainnya melalui
jalur endogen (Bhargara, P dan Mathur, D. 2006; Schaefer dan Santos, 2012).
Skema jalur eksogen metabolisme lipid dapat dilihat pada Gambar 2.4.
2.7.2 Jalur Endogen
Makanan yang masuk ke dalam tubuh dengan kandungan karbohidrat yang
tinggi akan diolah oleh hati menjadi asam lemak yang akhirnya akan terbentuk
trigliserida. Trigliserida tersebut akan ditransportasikan di dalam tubuh dalam
bentuk lipoprotein yang bernama VLDL (Very Low Density Lipoprotein). VLDL
ini akan dimetabolisme kembali oleh tubuh menjadi IDL (Intermediate Density
Lipoprotein) yang akan diproses kembali oleh tubuh menjadi LDL (Low Density
Lipoprotein) yang kaya akan kolesterol. LDL tersebut akan mendistribusikan
kolesterol yang dimilikinya ke seluruh jaringan tubuh melalui sistem peredaran
darah untuk digunakan tubuh dan sebagian lagi akan dilepaskan di dalam darah.
Kolesterol yang dilepaskan tersebut kemudian akan berikatan dengan HDL (High
20
21
Gambar 2.4 Jalur endogen dan eksogen dari metabolisme lipid (Schaefer dan
Santos, 2012)
22