Anda di halaman 1dari 12

PENENTUAN MEKANISME ADSORPSI Cr(III)

OLEH BIOMASSA S. cerevisiae


MAKALAH KIMIA ADSORPSI
Oleh:
IVO RISTI HANDAYANI
H23112013

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2016

BAB I
1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
S.cerevisiae merupakan mikrobia bersel tunggal, berukuran 5-15 mikron,
yang mengandung protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan zat-zat
nutrien yang lain (Young, 1985). Dinding sel S. cerevisiae tersusun atas glukan
30-35%, mannan 30%, protein 13 % , khitin 1-2% serta lemak 8,5-13,5%
(Fardiaz, 1992). Menurut Volesky (1990, dalam Schiever and Volesky 2000)
dinding sel fungi yang merupakan situs utama untuk deposisi logam mengandung
polisakarida sampai dengan 90 %.
Menurut Gadd (1990) adsorpsi ion logam dengan S. cerevisiae terjadi pada
permukaan sel. Meskipun beberapa peneliti (Patzak, et al., 1997; Suh, et al., 1998;
Amaria,dkk, 2000,2003, 2005) telah menunjukkan kemampuan adsorpsi biomassa
S.cerevisiae terhadap kation-kation logam berat, namun mekanisme adsorpsi
kation logam dengan biosorben belum dipahami dan dijelaskan dengan baik,
karena belum jelas senyawa kimianya. Biosorben-biosorben yang jenis selnya
berbeda, struktur kompleks molekul yang membangunnya berbeda pula, sehingga
situs ikatannya berbeda. Situs ikatan yang dapat berpartisipasi dalam ikatan adalah
gugus karboksil, dapat membentuk kompleks maupun tarikan elektrostatik dengan
kation logam (Schiewer dan Volesky, 2000). Akibatnya beberapa mekanisme
adsorpsi menjadi beraksi ganda baik membentuk kompleks maupun elektrostatik.
Kim, et al. (2005) menyatakan bahwa interaksi antara ligan-ligan pada adsorben
dengan adsorbat dapat terjadi melalui pertukaran ion, kompleksasi, koordinasi dan
mikropresipitasi.
Dalam penelitian ini dipilih kation logam Cr(III) untuk dipelajari
mekanisme adsorpsinya dengan biomassa S. cerevisiae. Berdasarkan klasifikasi
Pearson, asam basa keras lunak (Douglas, et al. 1994) kation Cr(III) termasuk
asam keras, sehingga akan membentuk ikatan yang kuat dengan basa keras,
seperti OH, -COO-, -NH2-, dengan sifat ikatannya cenderung ionik. Menurut
Sehol (2004), bahwa adsorpsi Cr(III) pada asam humat yang diimobilisasi kitin
didominasi oleh adsorpsi kimia.
Dalam penelitian ini untuk mengetahui mekanisme adsorpsi yang terjadi
secara fisika dilakukan desorpsi dengan eluen H2O (mekanisme pemerangkapan)

dan desorpsi dengan HNO3 (pembentukan ikatan hidrogen),untuk mengetahui


mekanisme adsorpsi kimia didesorpsi dengan KNO3 (pertukaran ion) dan
dilakukan

desorpsi

dengan

Na2EDTA (pembentukan

kompleks).

Untuk

memperkuat hasil penelitian, data desorpsi fraksinasi sekuensial dikonfirmasikan


dengan energi adsorpsinya dan juga dikonfirmasikan dengan hasil studi
spektroskopi infra merah biomassa S. cerevisiae antara sebelum dan setelah
diinteraksikan dengan kation logam.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana mekanisme
adsorpsi yang terjadi antara kation logam Cr (III) dengan situs aktif yang terdapat
pada biomassa S. cerevisiae.
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui mekanisme adsorpsi
yang terjadi antara kation logam Cr (III) dengan situs aktif yang terdapat pada
biomassa S. cerevisiae.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
mekanisme adsorpsi yang terjadi antara kation logam Cr (III) dengan situs aktif
yang terdapat pada biomassa S. cerevisiae.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Saccharomyces cerevisiae
Ragi (Saccharomyces cerevisiae) adalah mikroorganisme penghasil etanol
yang paling dikenal saat ini. Efesiensi fermentasi dapat ditingkatkan dengan cara
mengabolisasi sel mikroorganisme yang digunakan. Amobilisasi sel bertujuan
untuk membuat sel menjadi tidak bergerak atau berkurang ruang geraknya
sehingga sel menjadi terhambat pertumbuhannya dan subtract yang diberikan
hanya digunakan untuk menghasilkan produk (Putra A.E & Surya, R.P, 2006).

Saccharomyces merupakan genus khamir /ragi/yeast memiliki kemampuan


mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces cerevisiae,
merupakan Khamir yang paling popular dalam pengolahan makanan. Khamir ini
telah lama digunakan dalam industri wine dan bir. Dlam bidang pangan, khamir
digunakan dalam pengembangan adonan roti dan dikenal sebagai ragi roti.(Nur
Hidayat, 2006).
2.2 Logam Kromium
Kromium adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang Cr dan nomor atom 24. Kromium trivalen (Cr(III), atau Cr3+) diperlukan
dalam jumlah kecil dalam metabolisme gula pada manusia. Kekurangan kromium
trivalen dapat menyebabkan penyakit yang disebut penyakit kekurangan
kromium (chromium deficiency). Kromium adalah 21 paling banyak unsur dalam
kerak bumi dengan konsentrasi rata-rata 100 ppm. Senyawa Kromium terdapat di
dalam lingkungan, karena erosi dari batuan yang mengandung kromium dan dapat
didistribusikan oleh letusan gunung berapi. Rentang konsentrasi dalam tanah
adalah antara 1 dan 3000 mg / kg, dalam air laut 5-800 g / liter, dan di sungai dan
danau 26 g / liter dengan 5,2 mg / liter. Hubungan antara Cr (III) dan Cr (VI)
sangat tergantung pada pH dan oksidatif sifat lokasi, tetapi dalam banyak kasus,
Cr (III) adalah spesies dominan, meskipun di beberapa daerah di tanah air dapat
mengandung sampai 39 g dari total kromium dari 30 g yang hadir sebagai Cr
(VI) (Krisbiyantoro, 2008).
Senyawa komponen khrom berwarna. Kebanyakan senyawa khromat yang
penting adalah natrium dan kalium, dikromat, dan garam dan ammonium dari
campuran aluminum dengan khrom . Dikhromat bersifat sebagai zat oksidator
dalam analisis kuantitatif, juga dalam proses pemucatan kulit. Senyawa lainnya
banyak digunakan di industri; timbal khromat berwarna kuning khrom,
merupakan pigmen yang sangat berharga. Senyawa khrom digunakan dalam
industri tekstil sebagai mordan atau penguat warna. Dalam industri penerbangan
dan lainnya,senyawa khrom berguna untuk melapisi aluminum. Krom digunakan
untuk mengeraskan baja, pembuatan baja tahan karat dan membentuk banyak
alloy (logam campuran) yang berguna. Kebanyakan digunakan dalam proses

pelapisan logam untuk menghasilkan permukaan logam yang keras dan indah dan
juga dapat mencegah korosi (Lanjar, 2006).
2.3 Biomassa
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetik,
baik berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain adalah
tanaman, pepohonan, rumput, limbah pertanian, limbah hutan, tinja dan kotoran
ternak. Selain digunakan untuk tujuan primer serat, bahan pangan, pakan ternak,
minyak nabati, bahan bangunan dan sebagainya, biomassa juga digunakan sebagai
sumber energi (bahan bakar). Yang digunakan adalah bahan bakar biomassa yang
nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil produk
primernya (Pari dan Hartoyo, 1983).
Sedangkan menurut Silalahi (2000), biomassa adalah campuran material
organik yang kompleks, biasanya terdiri dari karbohidrat, lemak, protein dan
mineral lain yang jumlahnya sedikit seperti sodium, fosfor, kalsium dan besi.
Komponen utama tanaman biomassa adalah karbohidrat (berat kering 75%),
lignin ( 25%) dimana dalam beberapa tanaman komposisinya bisa berbeda-beda.
Energi biomassa dapat menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan
bakar fosil (minyak bumi) karena beberapa sifatnya yang menguntungkan yaitu,
dapat dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang dapat diperbaharui
(renewable resources), relatif tidak mengandung unsur sulfur sehingga tidak
menyebabkan polusi udara dan juga dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan
sumber daya hutan dan pertanian (Widarto dan Suryanta, 1995).
2.4 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu terhadap
zat tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom
atau molekul pada permukaan zat padat tanpa meresap kedalam. Bila gas atau uap
bersentuhan dengan permukaan padatan yang bersih, maka gas atau uap tadi akan
teradsorpsi pada permukaan padatan tersebut. Permukaan padatan disebut sebagai
adsorben, sedangkan gas atau uap disebut sebagai adsorbat. Semua padatan dapat
menyerap gas atau uap pada permukaan. Banyak gas yang teradsorpsi yang
bergantung pada suhu dan tekanan gas serta luas permukaan padatan. Padatan

yang paling efisien adalah padatan yang sangat porous seperti arang dan butiran
padatan yang sangat halus (Bird,T., 1993).
Proses adsorpsi dapat terjadi karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada
permukaan padatan yang tidak seimbang. Adanya gaya ini, padatan cenderung
menarik molekul-molekul lain yang bersentuhan dengan permukaan padatan, baik
fasa gas atau fasa larutan kedalam permukaannya. Akibatnya konsentrasi molekul
pada permukaan menjadi lebih besar dari pada dalam fasa gas zat terlarut dalam
larutan. Pada adsorpsi interaksi antara adsorben dengan adsorbat hanya terjadi
pada permukaan adsorben (Tandy,E., 2012).

BAB III
METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: S.cerevisiae dari
limbah hasil fermentasi industri bir PT Multi Bintang Pacet Mojosari Jawa Timur,
larutan CrCl3, HNO3, KNO3, Na2EDTA, larutan buffer sitrat, aquades,
aquademineral. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
sentrifus,

shaker,

neraca

analitik,

oven,

pH

meter

merek

Jenway,

Spektrofotometer Serapan Atom Perkin Elmer 100, ayakan ukuran 100-200 mesh,
freeze dryer, pengaduk magnetik, tabung sentrifus, corong, reaktor (wadah untuk
mereaksikan adsorbat dengan adsorben terbuat dari bahan polipropilen), alat-alat
gelas (gelas ukur, tabung reaksi, gelas kimia, labu Erlenmeyer, kaca pengaduk).

3.2. Prosedur Kerja


3.2.1.
Mekanisme Adsorpsi
Penentuan jenis interaksi yang terjadi antara biomassa S. cerevisiae dengan
kation logam, dikaji dengan cara mendesorpsi kation logam Cr (III) yang telah
jenuh di dalam adsorben, dengan berbagai eluen yang memiliki kekuatan
mendesorpsi berbeda.
Pola Pemerangkapan. Endapan dari hasil adsorpsi (S. cerevisiae Cr) ditambah
50 ml akuademineral, dikocok 350 rpm selama 30 menit. Kemudian campuran
disentrifus. Filtrat yang didapat dianalisis dengan alat SSA.
Pola Pertukaran Ion dengan K+. Endapan dari hasil desorpsi dengan air,
ditambah dengan 50 ml KNO3 1 M, dikocok 350 rpm selama 2 jam dan
disentrifus. Filtrat dianalisis dengan alat SSA.
Pembentukan Ikatan Hidrogen. Endapan hasil desorpsi dengan KNO3 ditambah
50 ml HNO3 0,5 M, dikocok 350 rpm selama 30 menit. Filtratnya dianalisis
dengan Alat SSA.
Pembentukan Kompleks. Endapan dari hasil desorpsi dengan HNO3 ditambah
50 ml Na2EDTA 0,1 M, dikocok 350 rpm selama 18 jam, kemudian disentrifus.
Filtratnya dianalisis dengan spektrofotometer serapan atom.

BAB IV
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan untuk Untuk mengetahui mekanisme adsorpsi atau
jenis interaksi yang terjadi antara kation Cr(III) dengan biomassa S. cerevisiae
dilakukan dengan cara menjenuhkan lebih dulu adsorben dengan kation Cr(III),
kemudian mendesorpsinya dengan eluen-eluen yang memiliki kekuatan
mendesorpsi

berbeda,

yaitu

H2O

untuk

mengetahui

interaksi

secara

pemerangkapan, KNO3 untuk mengetahui mekanisme pertukaran ion, HNO 3


untuk mengetahui mekanisme jenis ikatan hidrogen dan dengan eluen Na2EDTA
untuk mengetahui kation logam yang membentuk kompleks. Hasil desorpsi kation
logam Cr(III) disajikan pada Tabel 1. Pada Tabel 1 tampak bahwa persentase
desorpsi Cr(III) yang terbesar adalah dengan eluen KNO 3 yang dapat digunakan
menunjukkan mekanisme adsorpsi Cr(III) dengan situs aktif biomassa S.
cerevisiae adalah mekanisme pertukaran ion, kemudian mekanisme adsorpsi
berikutnya adalah melalui pemerangkapan, pembentukan ikatan hidrogen dan
melalui pembentukan kompleks.
Apabila dikonfirmasikan pada harga energi adsorpsinya, adsorpsi Cr(III)
dengan biomassa S. cerevisiae menunjukkan adsorpsi fisika dan demikian pula
jika dikaji bilangan gelombang data spektra FTIR S. cerevisiae yang belum dan
telah berinteraksi dengan Cr(III) tampak ada pergeseran yang relatif kecil. Hal ini
menunjukkan bahwa mekanisme adsorpsi Cr(III) dengan situs-situs aktif S.
cerevisiae menjadi beraksi ganda, seperti yang dikemukakan Schiewer dan
Volesky (2000) dan Kim, et al. (2005).

Berdasarkan klasifikasi Pearson, kation Cr(III) termasuk asam keras,


sehingga akan membentuk ikatan yang kuat dengan basa keras, seperti OH,
-COO-, -NH2-, dan gugus gugus fungsional ini yang telah teridentifikasi ada pada
situs biomassa S. cerevisiae.

Tabel 1. Desorpsi kation Cr(III) pada biomassa S. cerevisiae


Pelarut
H2O
KNO3
HNO3
Na2EDTA
Jumlah

Presentase Cr(III) yang terdesorpsi (%)


7,94
26,73
7,03
6,74
48,44

BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Mekanisme adsorpsi Cr(III) pada biomassa S. cerevisiae didominasi oleh
mekanisme pertukaran ion dengan urutan persentase desorpsi oleh KNO 3 sebesar
26,73 %, H2O 7,94 %, HNO3 7,03 %, dan Na2EDTA 6,74 % . Energi adsorpsi
yang terlibat termasuk energi fisika, yaitu sebesar 13,38 kJ/mol.

10

DAFTAR PUSTAKA

Amaria, Suyono, dan Toeti Koestiari. 2007. Penentuan mekanisme adsorpsi


Cr(III) oleh biomassa S. cerevisiae. Jurusan Pendidikan Kimia Universitas
Negeri Surabaya. Surabaya.
Amaria, S.E. Cahyaningrum, R. Agustini, 2005. Imobilisasi Saccharomyces
cerevisiae Limbah Fermentasi Industri Bir melalui Pembentukan Sol Gel
Silika dan Aplikasinya Untuk Adsorpsi Kation-kation Logam Berat,
Lembaga Penelitian, Universitas Negeri Surabaya
Douglas, B. , McDaniel D., and Alexander, J.1994. Conceps And Models Of
Inorganic Chemistry, Third Edition, John Wiley & Sons, Inc. Canada.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
Gadd,G.M., 1990, In Biotechnology. Biosorption , Chemistry and Industry : 421
426
Kim, Tae Young, Sun-Kyu Park, Sung-Yong Cho, Hwan-Beom Kim, Yong Kang,
SangDone Kim, dan Seung-Jai Kim, 2005. Adsorption of Heavy Metal by
Brewery Biomass, Korean J. Chem. Eng., 22 (1) , 91-98. Oscik, J., 1982,
Adsorption, Ellis Horwood Limited, England.
Patzak M., Dostalek P., Fogarty R.V. Safarik I. and Tobin J.M, 1997, Develepment
of Magnetic Biosorbents For Metal Uptake, Biotechnology Techniques,
Vol.11, No. 7: 483 487.
Schiewer, S. dan Volesky B.2000. Biosorption Processes for Heavy Metal
Removal, Chapman and Hall, London. UK. Sehol, M. 2004. Immobilisasi
Asam Humat Pada Kitin dan Alikasinya Sebagai Adsorben Cr(III), Tesis
S2, Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Shaw,D.J., 1983, Introduction to Colloid and Surface Chemistry, New York.:
Butterworth & Co.Ltd.
Suh J.H., Yun J.W. and Kim D.S.,1998., Comparison of Pb2+ Accumulation
Characteristics Between Live and Dead Cells of Saccharomyces cerevisiae
and Aureobasidium pullulans, Biotechnology Letters, Vol. 20, No.3 : 247251.

11

Volesky, B and Holan, Z.R., 1995, Biosorption of Heavy Metal, Biotechnol.


Prog. Vol 11, no.3.
Young, M.M. 1985. Comprehensive Biotechnology. Oxford, Pergamon Press

12

Anda mungkin juga menyukai