Anda di halaman 1dari 20

5.

2 Kinetika
kinetika mengacu pada studi tentang laju dan mekanisme
reaksi dalam konteks proses perulangan kimiawi (Sun,
2023). Kinetika untuk memodelkan bioremediasi tanah yang
terkontaminasi bisa sangat rumit. Hal ini sebagian besar
disebabkan oleh fakta bahwa fungsi utama metabolisme
mikroba bukan untuk remediasi kontaminan lingkungan.
Sebaliknya, fungsi metabolisme utama, baik bakteri maupun
jamur, adalah untuk menumbuhkan dan mempertahankan
lebih banyak mikroorganisme.
Studi tentang kinetika proses bioremediasi berjalan
dalam dua arah: (1) yang pertama berkaitan dengan faktor-
faktor yang mempengaruhi jumlah senyawa yang
ditransformasikan dengan waktu dan (2) pendekatan lain
mencari jenis kurva yang menggambarkan transformasi dan
menentukan yang mana yang sesuai dengan degradasi
senyawa yang diberikan oleh kultur mikrobiologi di
laboratorium mikrokosmos dan kadang-kadang, di lapangan .
Studi tentang kinetika biodegradasi di lingkungan alami
sering kali bersifat empiris.
Salah satu contoh pendekatan empiris adalah model
sederhana (mungkin terlalu disederhanakan):
n
dC /dt =k C
C adalah konsentrasi substrat, t adalah waktu, k adalah
konstanta laju degradasi senyawa, dan n adalah parameter
yang sesuai (Hamaker 1972; Wethasinghe et al. 2006).
Dengan menggunakan model ini, kurva penyisihan substrat
dapat disesuaikan dengan memvariasikan n dan k hingga
diperoleh hasil yang memuaskan. Dari persamaan ini terlihat
bahwa laju sebanding dengan eksponen konsentrasi substrat.
Namun, para ilmuwan yang terlibat dalam studi kinetik tidak
selalu melaporkan apakah model yang mereka terapkan
didasarkan pada teori atau pengalaman dan apakah konstanta
dalam persamaan tersebut mempunyai arti fisis atau hanya
berfungsi sebagai parameter yang sesuai.

5.3 Pengaruh Garam


Garam berupa padatan putih dan terdiri dari sejumlah
senyawa, sebagian besar adalah natrium klorida (>80%) dan
termasuk magnesium klorida, magnesium sulfat, dan kalsium
klorida. Sumber garam alami berasal dari air laut, endapan
air tanah, danau garam, mata air tanah dan tambang garam
(Mukminati, 2023).
Garam adalah kontaminan umum yang dapat
mempengaruhi potensi bioremediasi di lokasi seperti lubang
suar dan lokasi pengeboran (lokasi hulu) yang
terkontaminasi air formasi yang mengandung garam, atau di
fasilitas pengolahan minyak bumi dan minyak mentah yang
terkontaminasi oleh limbah kilang yang mengandung garam
kalium klorida (KCl) dan natrium klorida (NaCl). Karena
meningkatnya perhatian dan ketertarikan pada kelayakan
bioremediasi intrinsik sebagai alternatif perbaikan, dampak
garam pada proses ini menjadi menarik. Berbagai jenis
polutan organik, termasuk hidrokarbon, telah terbukti dapat
dimineralisasi oleh mikroorganisme terestrial yang
beradaptasi dengan laut atau garam yang dapat untuk tumbuh
di sekitarnya.
Garam adalah senyawa kimia yang terbentuk dari
ikatan antara ion positif (kation) dan ion negatif (anion).
Dalam konteks fermentasi kecap kedelai, garam digunakan
sebagai salah satu bahan penting dalam proses pembuatan
kecap. Garam membantu dalam mengatur pertumbuhan
mikroorganisme yang menghasilkan fermentasi karena
konsentrasi garam yang berbeda dapat mempengaruhi
komposisi mikroba yang ada dan aktivitas enzim yang
terlibat dalam fermentasi, mempengaruhi karakteristik
fisikokimia kecap, dan memberikan rasa yang khas pada
produk akhir (Liu, 2023).

6. KIMIA DALAM LINGKUNGAN


Dalam hal bahan kimia organik, transformasi kimia ialah
konversi substrat (atau reaktan) menjadi sebuah produk.
Dalam istilah yang lebih general, transformasi kimia
melibatkan (atau merupakan) reaksi kimia yang ditandai
dengan terjadinya perubahan kimiawi, dan menghasilkan
satu atau lebih produk, yang biasanya memiliki sifat yang
secara substansial berbeda dengan sifat reaktan individual.
Reaksi sering kali terdiri dari urutan sub-langkah individual
yang dapat dijelaskan dengan menggunakan persamaan
kimia, yang secara simbolis menunjukkan bahan awal,
produk akhir, dan terkadang produk antara dan kondisi
reaksi.
Reaksi kimia terjadi pada laju reaksi dengan suhu dan
konsentrasi kimia. Biasanya, laju reaksi meningkat dengan
bertambahnya suhu karena ada lebih banyak energi panas
yang tersedia untuk mencapai energi aktivasi yang
dibutuhkan untuk memutus ikatan antar atom. Secara aturan
umum adalah bahwa untuk setiap kenaikan suhu 10°C (18°F)
laju reaksi kimia organik menjadi dua kali lipat dan tidak ada
alasan untuk meragukan bahwa hal ini tidak akan terjadi
pada bahan kimia organik yang dibuang ke lingkungan.
Produk yang dihasilkan bervariasi, namun meliputi bahan
bakar, petrokimia, pupuk, pestisida, cat, lilin, pengencer,
pelarut, cairan pembersih, deterjen, refrigeran, antibeku,
resin, sealant, isolasi, lateks, senyawa karet, plastik keras,
terpal plastik, busa plastik, dan serat sintetis. Komposisi
bahan kimia tersebut beragam dan hanya ada sedikit sekali
petunjuk tentang bagaimana bahan kimia ini akan bereaksi
ketika dibuang ke lingkungan, baik sebagai bahan kimia
tunggal maupun campuran. Bahan kimia organik ini
beragam, mulai dari hidrokarbon sederhana dengan berat
molekul kecil hingga sedang sampai senyawa organik
dengan berat molekul lebih besar yang mengandung sulfur,
oksigen, dan nitrogen, serta senyawa yang memiliki
konstituen logam, terutama nikel vanadium, besi, dan
tembaga, serta mengandung satu atau lebih gugus fungsi
yang menentukan perilaku bahan kimia tersebut. Namun,
karakteristik bahan kimia organik berdasarkan gugus fungsi
dipengaruhi oleh (1) jenis gugus fungsi, (2) jumlah gugus
fungsi, (3) posisi gugus fungsi di dalam molekul, dan (4)
ekosistem tempat bahan kimia tersebut dilepaskan.
Bahan kimia bisa masuk ke lingkungan (udara, air,
dan tanah) saat diproduksi dan dampaknya pada lingkungan
ditentukan oleh banyaknya bahan kimia yang dilepaskan,
jenis dan konsentrasi bahan kimia, dan di mana bahan kimia
tersebut dijumpai, serta melalui transformasi bahan kimia
yang terjadi setelah bahan kimia itu masuk ke dalam
lingkungan apakah itu di atmosfer, akuatosfer, atau biosfer
darat (Jury et al., 1987). Sejumlah bahan kimia dapat
berbahaya jika dilepaskan ke lingkungan meskipun tidak ada
dampak yang langsung terlihat. Beberapa bahan kimia
menjadi perhatian karena dapat memasuki rantai makanan
dan terakumulasi dan/atau bertahan di lingkungan dalam
kurun waktu yang lama, termasuk bertahun-tahun, yang
mana hal ini berlawanan dengan kebijaksanaan konvensional
sebelumnya yang menganggap bahwa bahan kimia organik
akan terurai menjadi produk sampingan yang tidak
berbahaya akibat reaksi mikroba atau kimia, tidak dapat
diimobilisasi secara sempurna karena terikat pada padatan
tanah, atau menguap ke atmosfer sehingga pengenceran ke
level yang tidak berbahaya dapat dipastikan. Dengan
demikian, ketidakstabilan bahan kimia organik menjadi
perhatian terutama untuk bahan kimia yang berada di
permukaan dan dipengaruhi oleh (1) suhu tanah, (2)
kandungan air tanah, (3) interaksi adsorptif antara bahan
kimia dengan tanah, (4) konsentrasi bahan kimia di dalam
tanah, (5) tekanan uap bahan kimia, dan (6) kelarutan bahan
kimia di dalam air yang mana merupakan cairan yang paling
dominan di dalam tanah.
Saat berhadapan dengan bahan kimia organik yang
telah dilepaskan (baik secara sengaja maupun tidak sengaja,
tergantung pada situasinya), maka terdapat beberapa jenis
reaksi transformasi kimia dari reaksi transformasi bahan
kimia organik yang dapat muncul di lingkungan. Reaksi-
reaksi ini dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori
utama yaitu reaksi reduksi-oksidasi, pembentukan ikatan
karbon-karbon, pembentukan ikatan karbon-heteroatom di
mana atom karbon dari satu molekul membentuk ikatan
dengan atom nitrogen atau atom oksigen atau atom belerang
dari molekul lain, pembelahan ikatan karbon-karbon,
pembelahan ikatan karbon-heteroatom, dan interaksi
organik-anorganik.
Reaksi redoks akan meliputi hidrogenasi turunan
olefin dan turunan asetilena, hilangnya hidrogen melalui
reaksi aromatisasi, oksidasi atau reduksi alkohol, aldehida,
dan keton, dan oksidatif pembelahan olefin. Contoh
transformasi kimia yang meliputi pembentukan ikatan yaitu
reaksi polimerisasi atau kondensasi, esterifikasi atau
pembentukan amida (−CON H 2), dan reaksi siklisasi
(pembentukan cincin). Interaksi organik-anorganik
mencakup pembentukan senyawa organologam dan interaksi
fase organo-mineral. Paling tidak ada dua jenis kompleks
organologam yang ditemukan di lingkungan: (1) senyawa
yang terdiri dari logam yang terikat secara kovalen seperti
metaloenzim dan juga senyawa alkil logam antropogenik,
yang diilustrasikan sebagai RM atau R-M+, di mana R adalah
gugus alkil dan M adalah logam, serta (2) kompleks jenis
khelat yang lebih tersebar luas, seperti turunan logam humat,
di mana turunan humat dihasilkan dari turunan asam humat
(yang dihasilkan dari kumpulan asam-asam organik melalui
proses biodegradasi bahan organik yang telah mati).
Sebagian produk alga membangun kompleks dengan logam
dan senantiasa ada potensi untuk detoksifikasi logam atau
membuat logam tersedia bagi sel fitoplankton sebagai
mikronutrien. Interaksi fase organo-mineral melibatkan
adsorpsi bahan organik terlarut yang sangat aktif di
permukaan ke partikel laut. Mekanisme yang digunakan
untuk melakukan hal ini mencakup pertukaran ion (bahan
seperti kalsium karbonat, CaCO3), pelapisan senyawa
organik dalam mineral lempung, pembentukan klatrat, ikatan
hidrogen, dan interaksi van der Waals. Sebagai penjelasan,
gaya van der Waals adalah gaya tarik-menarik atau tolak-
menolak sisa antara molekul atau atom (fungsional) yang
tidak muncul dari ikatan kovalen, atau interaksi elektrostatik
ion atau gugus ionik satu sama lain atau dengan molekul
netral. Gaya van der Waals yang dihasilkan Gaya van der
Waals yang dihasilkan dapat bersifat tarik-menarik atau
tolak-menolak.
Perkembangan jangka panjang dari spesies kimia di
lingkungan ditentukan oleh emisi dari sumber antropogenik
dan sumber alami serta oleh transportasi kimia organik,
proses fisika, dan kimia yang mempengaruhi perilaku kimia,
dan pengendapan. Sementara emisi yang terus meningkat
seperti seperti karbon dioksida (C O2 ), dinitrogen oksida
(N O2), dan metana ( C H 4 ) yang dapat timbul dari
transformasi yang terjadi selama siklus hidup bahan kimia
organik diprediksi akan meningkatkan suhu global melalui
efek rumah kaca, meningkatkan emisi sulfur dioksida (S O2),
yang membentuk sulfat (−S O4 ) aerosol melalui oksidasi
kemungkinan besar akan memiliki efek pendinginan dengan
memantulkan radiasi matahari kembali ke angkasa. Namun,
pernyataan-pernyataan ini tidak menjelaskan fakta bahwa
bumi berada dalam periode interglasial di mana akan ada
peningkatan suhu iklim secara keseluruhan sebagai tatanan
alami variasi iklim. Yang membuat rumit adalah kenyataan
bahwa reaksi kimia organik sensitif terhadap kondisi iklim,
sebagai fungsi dari suhu, keberadaan uap air, serta berbagai
parameter fisik lainnya. Dengan demikian, kimia organik
lingkungan-studi tentang proses kimia organik yang terjadi
di lingkungan dipengaruhi oleh berbagai aktivitas eksternal
(termasuk aktivitas antropogenik dan variasi iklim) dan
dampak ini dapat dirasakan dalam skala lokal (melalui
keberadaan polutan udara perkotaan atau zat beracun yang
timbul dari tempat pembuangan limbah kimia) atau dalam
skala global (melalui penipisan ozon stratosfer atau
fenomena yang dikenal sebagai perubahan iklim global).

6.1 Kimia di dalam Atmosfer


Bahan kimia organik bisa dilepaskan secara langsung ke
atmosfer atau terbentuk melalui konversi kimiawi. Dalam
reaksi-reaksi ini, bahan kimia organik yang sangat beracun
dapat dikonversi menjadi produk yang tidak terlalu beracun,
tetapi hasilnya juga dapat berupa produk yang mempunyai
toksisitas yang lebih tinggi daripada bahan kimia awal.
Untuk memahami reaksi-reaksi ini, diperlukan juga untuk
memahami komposisi kimiawi atmosfer alami, cara gas,
cairan, dan padatan di atmosfer berinteraksi satu sama lain
dan dengan permukaan bumi dan biota yang terkait, dan
bagaimana aktivitas manusia dapat mengubah karakteristik
kimia dan fisika atmosfer.
Banyak kegiatan penelitian dan pengembangan yang
bertujuan untuk memahami dan diharapkan dapat
memecahkan beberapa masalah yang ada. Asap
fotokimia/ozon troposfer merupakan masalah lingkungan
yang cukup serius terkait dengan pembakaran bahan bakar
fosil. Faktanya, pembakaran bahan bakar fosil adalah salah
satu urutan kimia yang paling lazim yang menimbulkan
polusi di atmosfer. Hasilnya adalah pembentukan dan
penumpukan hujan asam.
Hujan asam terjadi ketika sulfur dioksida dan
nitrogen oksida bereaksi dengan uap air dan bahan kimia
lainnya di bawah sinar matahari untuk menciptakan berbagai
senyawa asam di udara. Sumber utama polutan penyebab
hujan asam, sulfur dioksida dan nitrogen oksida, berasal dari
pembakaran bahan bakar fosil dan dari pembakaran bahan
bakar yang berasal dari bahan bakar fosil:
2¿
¿
2¿
¿
¿
2 S O 2+O2 →2 S O3
Hidrogen sulfida dan amonia dihasilkan dari
pemrosesan bahan baku yang mengandung sulfur dan
nitrogen:
[S ]fossil fuel + H 2 → H 2 S+ hydrocarbons
2[ N ] fossilfuel +3 H 2 → 2 N H 3 +hydrocarbons
S O2+ H 2 O → H 2 S O3 (sulfurous acid)
S O3+ H 2 O → H 2 S O4 (sulfurous acid)
NO+ H 2 O → HN O2 (nitrous acid)
3 NO+2 H 2 O→ HN O3 (nitrous acid)
Dua dari polutan yang diemisikan adalah hidrokarbon
(misalnya, bahan bakar yang tidak terbakar) dan oksida nitrat
(NO). Ketika polutan ini menumpuk hingga mencapai
tingkat yang cukup tinggi, reaksi berantai akan terjadi dari
interaksinya dengan sinar matahari, di mana NO diubah
menjadi nitrogen dioksida (N O2), gas berwarna cokelat, dan
pada tingkat yang cukup tinggi dapat berkontribusi pada
kabut asap di perkotaan. Namun, masalah yang lebih serius
adalah bahwa nitrogen dioksida (N O2) dapat menyerap sinar
matahari dan memecah untuk menghasilkan atom oksigen
yang bergabung dengan oksigen di udara untuk
menghasilkan ozon (O3 ), agen pengoksidasi yang kuat, dan
gas beracun. Selain itu, akibat berbagai aktivitas manusia
(misalnya, pertanian, transportasi, proses industri), sejumlah
besar polutan kimia organik beracun dilepaskan ke atmosfer.
Di antara bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan
manusia adalah pestisida, turunan poliklorobifenil (PCBs),
turunan hidrokarbon aromatik polisiklik (PAHs), turunan
dioksin, dan senyawa organik yang mudah menguap (mis.
benzena, karbon tetraklorida).
Gambar 6.1.1. Struktur dari Polychlorobiphenyl
Derivatives (SITASI BUKUNYA).

Gambar 6.1.2. Struktur dari 1,4-Dioxin (SITASI


BUKUNYA).

Gambar 6.1.3. Struktur dari 1,2-Dioxin (SITASI


BUKUNYA).
Gambar 6.1.4. Struktur dari Polychlorinated Dibenzo-
P-Dioxin Derivatives (SITASI BUKUNYA).

Banyak senyawa yang lebih ramah lingkungan (seperti


PCBs) telah diukur dalam berbagai spesies tumbuhan dan
hewan.
6.2 Kimia di dalam Aquasphere
Pencemaran air sungai adalah suatu keadaan dimana kualitas
air sungai terganggu atau tercemar akibat dibuangnya bahan
atau limbah berbahaya ke sungai (Putri, 2023). Misalnya,
pada zaman dahulu sampai dengan awal abad ke-20,
kebanyakan kota membuang limbah ke sungai terdekat atau
bahkan ke laut. Di sungai, Pergerakan fisik dasar dari
molekul polutan adalah hasil dari adveksi, tetapi ada juga
efek penyebaran dan pencampuran dalam aliran dan emisi
lainnya. Konsentrasi beberapa bahan kimia hanya berubah
karena adveksi, dispersi, dan pencampuran karena beberapa
bahan kimia yang dibuang relatif inert. Dampak pencemaran
air di sungai sangat bervariasi. Pencemaran air sungai dapat
merusak ekosistem sungai dan mengancam kehidupan
makhluk yang bergantung pada sumber daya air tersebut,
termasuk manusia, hewan, dan tumbuhan. Selain itu, air
sungai yang tercemar juga dapat mempengaruhi kualitas air
minum, mengganggu organisme perairan, merusak habitat
alami dan menyebabkan penyebaran penyakit melalui air
yang tercemar (Putri, 2023).
Selain itu, ada indikasi bahwa bahan kimia organik di
lingkungan perairan mengalami proses transformasi kimia
dan daur ulang fisik yang intens dan terkait bahwa
pendekatan karbon organik total tidak cukup untuk
menyelesaikan berbagai proses yang terjadi. Transportasi
senyawa organik yang dihasilkan secara antropogenik atau
senyawa organik yang didistribusikan seperti hidrokarbon
minyak bumi dan hidrokarbon terhalogenasi, termasuk PCB,
turunan DDT, dan turunan Freon, dan kimiawi bahan kimia
organik ini di dalam air belum dipahami sepenuhnya.
Pengaruh bahan kimia organik yang dilepaskan ke
lingkungan laut bergantung pada beberapa faktor seperti
toksisitas bahan kimia, jumlah bahan kimia, konsentrasi
bahan kimia yang diproduksi di dalam lapisan air, jangka
waktu organisme flora dan fauna terpapar pada konsentrasi
tersebut, dan tingkat toleransi organisme, yang sangat
beragam di antara spesies yang berbeda dan sepanjang siklus
hidup organisme. Bahkan jika konsentrasi bahan kimia
berada di bawah tingkat yang dianggap mematikan,
konsentrasi bahan kimia organik subletal masih dapat
memiliki efek lingkungan jangka panjang. Sebagai contoh,
tekanan yang ditimbulkan oleh bahan kimia dapat
mengurangi keseluruhan kapabilitas organisme untuk
bereproduksi, bertumbuh, memberi makan, atau menjalankan
fungsinya secara normal dalam beberapa generasi.
Disamping itu, sifat-sifat beberapa bahan kimia organik
dapat menyebabkan akumulasi bahan kimia di dalam tubuh
organisme (bioaccumulation) dan organisme tersebut
mungkin sangat rentan terhadap masalah ini. Selain itu,
pertumbuhan biologis selanjutnya juga bisa terjadi jika bahan
kimia organik (atau produk beracun yang dihasilkan oleh
satu atau beberapa reaksi transformasi) dapat diteruskan,
mengikuti rantai makanan hingga ke flora atau fauna yang
lebih tinggi.
Mengenai lingkungan laut dan tumpahan minyak
mentah, proses konversi minyak yang kompleks mulai
berkembang setelah minyak menyentuh air, meskipun
kemajuan, durasi dan hasil konversi bergantung pada sifat
dan komposisi minyak itu sendiri, parameter dari tumpahan
minyak yang sebenarnya, dan kondisi lingkungan. Adapun
proses operasi utama adalah transportasi fisik, pembubaran,
emulsifikasi, oksidasi, sedimentasi, degradasi mikroba,
agregasi, dan pemurnian diri.
Terkait dengan transportasi fisik, distribusi minyak
yang tumpah di permukaan laut berlangsung di bawah
pengaruh gaya gravitasi dan dipengaruhi oleh viskositas dari
minyak mentah serta tegangan permukaan minyak dan air.
Selain itu, selama beberapa hari pertama setelah tumpahan,
sebagian hilang melalui penguapan minyak (ke dalam fase
gas) dan konstituen yang larut dalam air menghilang ke laut.
Bagian dari minyak mentah yang tersisa adalah bagian yang
lebih kental. Perubahan lebih lanjut terjadi di bawah
pengaruh gabungan faktor meteorologi dan hidrologi dan
terutama bergantung pada kekuatan dan arah angin,
gelombang, dan arus. Sebagian besar minyak terdispersi di
dalam air sebagai tetesan-tetesan halus yang dapat diangkut
dalam jarak yang jauh dari tempat tumpahan.
Minyak mentah tidak sepenuhnya larut dalam air
walaupun beberapa konstituennya dapat larut dalam air
sampai tingkat tertentu, khususnya alifatik yang memiliki
berat molekul rendah dan hidrokarbon aromatik. Senyawa
polar yang dihasilkan dari oksidasi sejumlah fraksi minyak di
lingkungan laut pun ikut larut dalam air laut. Pelarutan
konstituen minyak yang diawetkan dalam air adalah proses
yang lambat jika dibandingkan dengan proses penguapan.
Namun, emulsifikasi konstituen minyak mentah di
lingkungan laut benar-benar terjadi tetapi sebagian besar
bergantung pada keberadaan gugus fungsi dalam minyak,
yang dapat bertambah seiring waktu karena oksidasi. Saat
minyak berat tumpah ke laut karena proporsi konstituen
kutub yang lebih besar dibandingkan dengan minyak mentah
konvensional (yang lebih ringan), maka emulsi muncul
(Speight, 2014). Kecepatan proses emulsifikasi dapat
diperlambat dengan penggunaan pengemulsi - bahan kimia
aktif permukaan dengan sifat hidrofilik kuat yang digunakan
untuk membersihkan tumpahan minyak - yang membantu
menstabilkan emulsi minyak dan mendorong minyak
terdispersi untuk membentuk tetesan mikroskopis (tidak
terlihat), yang mempercepat proses penguraian komponen
minyak mentah dalam air.
Oksidasi adalah proses di mana suatu zat kehilangan
elektron atau meningkatkan bilangan oksidasi
(Athanasopoulos, 2023). Oksidasi adalah proses kompleks
yang pada dasarnya menghasilkan penghancuran komponen-
komponen minyak mentah. Produk akhir oksidasi (seperti
turunan hidroperoksida, turunan fenol, turunan asam
karboksilat, turunan keton, dan turunan aldehida) umumnya
memiliki solubilitas yang lebih tinggi di dalam air. Hal ini
dapat menyebabkan hilangnya minyak dari permukaan air.
Apa yang sebenarnya terjadi adalah penggabungan gugus
fungsi ke dalam konstituen minyak, menghasilkan perubahan
densitas, yang meningkatkan kemampuan komponen untuk
menjadi mudah larut (atau teremulsi) dan tenggelam ke
kedalaman laut yang berbeda saat perubahan ini
ditingkatkan. Sebagian komponen minyak terserap pada
bahan tersuspensi dan mengendap di dasar laut
(sedimentasi), yang kecepatannya bergantung pada
kedalaman laut. Di daerah yang lebih dalam dan lebih jauh
dari pantai, pengendapan minyak (kecuali fraksi berat)
merupakan proses yang lambat. Pada saat yang sama, proses
biosedimentation terjadi, plankton dan organisme lain
menyerap minyak yang teremulsi, dan komponen minyak
mentah dikirim ke dasar laut sebagai sedimen bersama
dengan metabolit plankton dan organisme lain. Namun,
situasi ini berubah secara radikal ketika minyak yang
tersuspensi mencapai dasar laut, di mana laju degradasi
minyak di dasar laut berhenti secara tiba-tiba, terutama
dalam kondisi anaerobik yang berlaku, dan komponen
minyak yang terkumpul di sedimen dapat bertahan selama
beberapa bulan. bahkan bertahun-tahun. Akibat turbulensi,
produk-produk tersebut dapat segera diangkut ke pesisir
(pantai).
Nasib sebagian besar komponen minyak bumi di
lingkungan laut pada akhirnya ditentukan oleh transformasi
dan degradasinya melalui degradasi mikroba. Kecepatan dan
laju biodegradasi bergantung terutama pada struktur
komponen minyak (alkana), yang terdegradasi lebih cepat
daripada komponen aromatik dan naftenat. Dengan
meningkatnya kompleksitas struktur molekul dan berat
molekul, indeks mikroba juga meningkat dan degradasi
umumnya menurun. Selain itu, laju ini bergantung pada
keadaan fisik minyak, termasuk laju penyebarannya dan
faktor lingkungan seperti suhu, ketersediaan oksigen, dan
kelimpahan mikroorganisme pengurai minyak.
Self-purification merupakan hasil dari proses Yang
sebelumnya telah dibahas dimana crude oil di lingkungan
laut kehilangan bentuk aslinya Dan terpecah menjadi
beberapa bagian. Pada akhirnya, senyawa aslinya akan
menghilang Dan terbentuk karbon dioksida Dan air. Self
purification ini pasti berlangsung pada ekosistem air jika
polutan toksik tidak melebihi batas. Contoh perubahan kimia
Yang bisa terjadi pada sistem air yaitu proses kimia metil
iodida (tidak stabil pada air laut) Yang terkontrol kinetiknya.
Ion klorida secara teori diprediksikan Yang paling reaktif. Ini
menunjukkan bahwa metil iodida di air laut akan bereaksi
dengan reaksi substitusi nukleofilik dengan ion klorida
membentuk metil klorida Yang akan bereaksi dengan air
membentuk metanol Dan ion halida.
Steroid merupakan senyawa biogenik Yang bisa
digunakan sebagai indikator pada proses perubahan senyawa
organik tertentu pada air laut Dan sedimen. Struktur
hidrokarbon steroid membentuk nukleus Yang stabil Yang
bisa mendukung gugus fungsi seperti alkohol, keton, Dan
olefin entah pada sistem empat cincin atau pada rantai
samping dari C-17. Senyawa tersebut diproduksi oleh
berbagai organisme lautan Dan organisme terestrial.
Gambar 6.2.1. Kerangka Hidrokarbon dari Sistem Steroid
(SITASI BUKUNYA).

Pada kelompok senyawa klorinasi, turunan etilen


terklorinasi merupakan polutan air tanah Yang paling sering
terdeteksi. Tetrakloroetilen (PCE) merupakan satu-satunya
turunan etilen trrklorinasi Yang menolak biodegradasi
aerobik. TCE, ketiga isomer dikloroetilen, Dan vinyl klorida
dimineralisasi pada proses kometabolik aerobik oleh
methanotropik atau bakteri pengoksidasi phenol. Semua
turunan etilen terklorinasi di deklorinasi dalam kondisi
anaerobik dengan etilen atau etana sebagai produk akhir.
PCE di deklorinasi menjadi trikloroetilen pada proses
kometabolik. Selanjutnya, PCE & TCE berfungsi sebagai
penerima elektron terminal pada proses respirasi. Batu bara
Dan crude oil yang merupakan produk organik bawah tanah
Yang biasa digunakan Untuk memenuhi permintaan energi
pada negara industri Dan memproduksi berbagai produk
kimia sintesis. Tetapi, karena banyaknya kebocoran,
pembuangan Yang tidak baik, Dan kecelakaan saat transport,
senyawa organik telah menjadi polutan Yang mengotori
lingkungan bawah tanah Yang mengancam sumber air
bersih. Salah satu strategi untuk mengatasi lingkungan
bawah tanah Yang terpolusi yaitu memanfaatkan
kemampuan degradasi bakteri.

6.3 Kimia dalam Biosfer Terestrial


Lingkungan terrestrial merupakan tanah Yang berada
di permukaan bumi. Ketika memprediksi jalannya polusi,
perlu diketahui manakah Yang terpengaruh, tanah atau air.
Senyawa aromatik monosiklik benzena, toluen, etilbenzena,
Dan isomer xilen merupakan kontaminan bawah tanah Yang
paling sering ditemui. Bakteri aerobakteri bisa mendegradasi
senyawa aromatik tersebut. Tetapi, ada beberapa
permasalahan Yang membuat penanganan aerobik ini sulit
dilakukan. Salah satunya yaitu terbatasnya kadar oksigen,
padahal oksigen diperlukan bakteri aerobic untuk
mengaktifasi Dan membelah cincin aromatik dengan turunan
oksigenase. Senyawa nitroaromatik berlimpah di lingkungan
Dan kebanyakan berasal dari antropogenik. Bakteri aerobik
bisa menggunakan senyawa nitroaromatik sebagai media
tumbuh Dan mendapatkan karbon, nitrogen, Dan energi dari
degradasinya.

Daftar Singkatan

DDT Dichoro-Diphenyl Trichlorethane


PAHs Polycyclic-Aromatic Hydrocarbon
Derivatives
PCBs Polychlorobiphenyl-Derivatives
PCE Perchloroethylene
TCE Tetrachloroethylene

Pertanyaan
1. Bagaimana kinetika proses bioremediasi dapat
mempengaruhi transformasi senyawa yang
terkontaminasi dalam tanah?
Jawab:
Kinetika proses bioremediasi dapat mempengaruhi
transformasi senyawa yang terkontaminasi dalam tanah
melalui beberapa mekanisme. Berikut adalah beberapa
cara di mana kinetika proses bioremediasi dapat
mempengaruhi transformasi senyawa terkontaminasi:
 Laju degradasi: Kinetika bioremediasi melibatkan
pemahaman tentang laju degradasi senyawa
terkontaminasi. Laju degradasi ini dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor seperti suhu, pH, konsentrasi
substrat, dan ketersediaan nutrisi. Perubahan dalam
faktor-faktor ini dapat mempengaruhi kecepatan
degradasi senyawa terkontaminasi oleh mikroba.
 Transformasi senyawa: Kinetika bioremediasi juga
melibatkan pemahaman tentang bagaimana senyawa
terkontaminasi berubah atau mengalami transformasi
seiring waktu. Mikroba dapat melakukan berbagai
reaksi transformasi, seperti biodegradasi,
biotransformasi, atau mineralisasi, yang mengubah
struktur dan sifat senyawa terkontaminasi.
 Interaksi mikroba-tanah: Kinetika bioremediasi juga
dipengaruhi oleh interaksi antara mikroba dan tanah.
Interaksi ini melibatkan adsorpsi senyawa
terkontaminasi ke permukaan tanah, interaksi antara
senyawa terkontaminasi dengan mikroba, dan
ketersediaan nutrisi bagi mikroba. Faktor-faktor ini
dapat mempengaruhi efisiensi dan kecepatan
transformasi senyawa terkontaminasi.

2. Jelaskan apa itu oksidasi


Jawab:
Oksidasi adalah proses di mana suatu zat kehilangan
elektron atau meningkatkan bilangan oksidasi. Proses
oksidasi ini kompleks dan pada dasarnya menghasilkan
penghancuran komponen-komponen minyak mentah.
Produk akhir oksidasi umumnya memiliki solubilitas
yang lebih tinggi di dalam air, seperti turunan
hidroperoksida, turunan fenol, turunan asam karboksilat,
turunan keton, dan turunan aldehida. Oksidasi juga dapat
terjadi dalam konteks bioremediasi tanah, di mana
senyawa terkontaminasi mengalami oksidasi oleh
mikroba atau proses kimia lainnya.

3. Apa itu steroid ?


Jawab :
Steroid adalah senyawa biogenik yang dapat digunakan
sebagai indikator dalam proses perubahan senyawa
organik tertentu dalam air laut dan sedimen. Struktur
hidrokarbon steroid membentuk nukleus yang stabil yang
dapat mendukung gugus fungsi seperti alkohol, keton,
dan olefin, baik pada sistem empat cincin atau pada
rantai samping dari C-17. Senyawa steroid diproduksi
oleh berbagai organisme lautan dan organisme terestrial.

Anda mungkin juga menyukai