Umn Upper Motor Neuron
Umn Upper Motor Neuron
Kelumpuhan UMN (Upper Motor Neuron) umumnya melanda sebelah tubuh sehingga
dinamakan hemiparesis, hemiplegia atau hemiparalisis. Istilah paralisis atau plegia merujuk pada
kehilangan total kontraktilitas otot. Sedangkan kehilangan kontraktilitas yang tidak total disebut
paresis. Hemiplegia adalah kelumpuhan pada salah satu lengan dan kaki pada sisi yang sama. Di
batang otak, daerah susunan piramidal dilintasi oleh akar saraf otak ke-3, ke-6, ke-7, dan ke-12,
sehingga lesi yang merusak kawasan piramidal batang otak sesisi mengakibatkan hemiplegia
yang melibatkan saraf otak secara khas dan dinamakan hemiplegia alternans. Sebagai contoh pada
pupil yang melebar unilateral dan tidak bereaksi, menunjukkan adanya tekanan pada saraf ke-3.
Lesi pada satu sisi atau hemilesi yang sering terjadi di otak jarang dijumpai pada medula
spinalis, sehingga kelumpuhan UMN akibat lesi di medula spinalis umumnya berupa tetraplegia
atau paraplegia. Lesi pada korda spinalis dapat komplit atau inkomplit. Lesi komplit,
mempengaruhi semua bagian dari korda pada satu tingkat tertentu, sehingga mengakibatkan:
Jika hemiparesis yang berasal dari serebral berprogresi dalam hari atau minggu, dapat
dicurigai lesi massa serebral, baik pada pasien anak-anak atau dewasa. Selain tumor otak,
kemungkinan lain termasuk malformasi arteriovenosus, abses otak, atau infeksi lainnya. Kelainan
otak metabolik biasanya mengakibatkan tanda bilateral dengan gangguan mental, tetapi
merupakan penyebab hemiparesis yang jarang. Secara umum, hemiparesis biasanya merujuk pada
lesi serebral daripada lesi di leher, dan penyebabnya dapat ditemukan dengan melihat gejala klinis
dan dengan CT atau MRI.
Tabel 1. Kemungkinan tempat lesi penyebab hemiparesis
Pemeriksaan
Jenis awitan. Awitan yang mendadak merujuk pada gangguan vaskular, seperti stroke, atau
akibat racun tertentu atau gangguan metabolik. Awitan subakut, dalam beberapa hari sampai
minggu, biasanya berhubungan dengan proses neoplastik, infektif, atau inflamasi. Kelumpuhan
yang timbul secara perlahan dalam beberapa bulan atau tahun biasa memiliki dasar herediter,
degeneratif, endokrinologik, atau neoplastik.
Perjalanan. Peningkatan progresif defisit neuron motorik dari awitannya merujuk pada aktivitas
yang berlanjut dari proses yang menyebabkan kelumpuhan. Progresi episodik merujuk pada
penyebab vaskular atau inflamasi. Progresi secara stabil lebih merujuk pada kelainan neoplastik
atau kondisi degeneratif. Fluktuasi cepat dari gejala dalam periode yang cepat merupakan
karakteristik myasthenia gravis.
Gejala yang berhubungan. Distribusi kelumpuhan dan keberadaan gejala yang berhubungan
dapat mengindikasikan tempat terjadinya lesi. Contohnya, kelumpuhan pada tangan dan kaki
kanan dapat disebabkan oleh lesi dari korteks motorik kontralateral atau traktus kortikospinal di
atas segmen servikal 5 korda spinalis. Kelumpuhan muka bagian kanan mengindikasikan lesi
berada di atas tingkat nukleus nervus fasialis (N. VII) pada batang otak, dan adanya aphasia atau
gangguan lapang pandang mengindikasikan lesi pada hemisfer serebral.
Rekam medis. Kepentingan rekam medis tergantung dari keluhan pasien sekarang dan penyakit
sebelumnya. Misalnya, pada pasien dengan karsinoma paru, kelumpuhan tungkai dapat
merupakan metastasis atau komplikasi nonmetastatik dari kanker. Kelumpuhan kaki pada pasien
diabetes dapat merupakan komplikasi yang mempengaruhi saraf atau pleksus perifer.
Pemeriksaan sistem motorik
Keadaan otot. Wasting, atau atrofi, menunjukkan bahwa kelumpuhan diakibatkan oleh lesi pada
lower motor neuron (LMN) atau pada otot itu sendiri. Distribusi dari otot yang atrofi juga dapat
menunjukkan tempat terjadinya lesi. Lesi UMN biasanya tidak disertai dengan atrofi otot, tetapi
dapat terjadi pada disuse yang berkepanjangan. Adanya fasikulasi mengindikasikan bahwa
kelumpuhan disebabkan oleh lesi LMN.
Tonus otot. Tonus dapat diartikan sebagai hambatan otot terhadap gerak pasif dari sendi. Tonus
otot dinilai dengan menginspeksi posisi ekstremitas pada posisi istirahat, palpasi otot perut, dan
dengan menentukan hambatan otot terhadap pergerakan pasif. Tonus otot dapat dikategorikan
sebagai hipertonus, hipotonus, atau paratonus.
Kekuatan otot. Untuk menilai kekuatan otot, pasien diminta menahan tekanan yang diberikan
oleh pemeriksa. Beberapa kekuatan otot individual dinilai secara bergantian dan kekuatan otot
kedua sisi dibandingkan agar kelemahan ringan pada salah satu sisi dapat dideteksi. Kekuatan
otot dinilai dalam derajat 0-5.
Tabel 2. Derajat kekuatan otot
Derajat
5
4
3
2
1
0
Kekuatan Otot
Kekuatan normal
Pergerakan aktif terhadap gravitasi dan tekanan
Pergerakan aktif terhadap gravitasi tetapi tidak terhadap tekanan
Pergerakan aktif tetapi tidak dapat melawan gravitasi
Hanya terdapat kedutan (flicker)
Tidak ada kontraksi
Refleks tendon. Perubahan pada refleks tendon dapat menyertai gangguan fungsi motorik atau
sensorik. Ketika refleks diuji, kedua tungkai pada kedua sisi harus berada di posisi yang sama dan
refleks ditimbulkan dengan cara yang sama. Refleks dinilai dari 0 (tidak ada), 1 (response trace),
2 (lower half dari jangkauan normal), 3 (upper half dari jangkauan normal), 4 (lebih kuat, dengan
atau tanpa klonus).
Lokalisasi Lesi UMN
1. Lesi intrakranial parasagittal menghasilkan defisit UMN yang secara khas mempengaruhi
kedua kaki dan dapat meluas ke tangan.
2. Lesi terisolir pada korteks serebral
misalnya tangan kontralateral. Kelumpuhan dapat terbatas di kaki kontralateral pada pasien
dengan oklusi a. serebri anterior atau di wajah dan lengan kontralateral jika a. serebri media
juga terlibat. Lesi kortikal atau subkortikal yang lebih ekstensif akan menghasilkan
kelemahan atau kelumpuhan di wajah, lengan, dan kaki kontralateral disertai dengan aphasia,
defek lapang pandang, atau gangguan sensorik.
3. Lesi pada tingkat kapsula interna , dimana serat desendens dari korteks serebral banyak
mengumpul, biasa berakibat pada hemiparesis parah dengan melibatkan tungkai dan wajah
kontralateral.
4. Lesi batang otak biasanya berakibat pada defisit motorik bilateral, dengan disertai gangguan
sensorik dan nervus kranial, dan disekuilibrium.
Daftar Pustaka:
1. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Edisi 5. Jakarta: Dian Rakyat; 2008: 267.
2. Wilkinson I, Lennox G. Essential neurology. 4 th ed. Massachusetts: Blackwell Publishing;
2005: 86-7.
3. Rowland LP. Syndromes caused by weak muscles. In: Merritts neurology. Ed: Rowland
LP. 11th ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2005.
4. Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. Clinical neurology. 6 th ed. New York: McGrawHill; 2005.