Anda di halaman 1dari 6

POLITISI

DRS SIDARTO DANUSUBROTO, SH


Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat RI

Perbedaan itu dari Allah,


Mari Kita Rawat...
Dunia ini berisi perbedaan-perbedaan, itu adalah keniscayaan. Allah telah
membuatnya begitu dan kita harus merawat perbedaan-perbedaan itu,
ndak bisa kita memaksaan kehendak kita sendiri.
INTEGRITAS - Agustus 2013

51

POLITISI

alimat yang menyejukkan


itu diucapkan Ketua Majelis
Permusyawaratan
Rakyat
(MPR) Mayjen Pol (Purn) Drs
Sidarto Danusubroto, SH ketika
menerima INTEGRITAS di ruang
kerjanya, lantai 9 Gedung Nusantara
III, Kompleks Perkantoran MPRDPR-DPD, Senayan, Jakarta Pusat,
12 Juli lalu.
Sidarto, kini berusia 77 tahun, baru
beberapa hari menjalankan tugas
sebagai Ketua MPR. Ia dilantik pada
Juli 2013. Pensiunan mayor jenderal
polisi ini menggantikan Taufiq
Kiemas yang meninggal dunia karena
sakit. Sebagai Ketua MPR yang baru,
Sidarto yang pernah menjadi ajundan
Presiden Soekarno tidak menetapkan
target muluk-muluk.
Saya akan melanjutkan hal-hal baik
yang telah dikerjakan oleh almarhum
Pak Taufiq Kiemas. Sebab, selama
ini saya melihat MPR juga telah
memiliki kesatuan bahasa dan
persepsi dalam menjalankan tugas
dan kewajibannya, ujarnya.
Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) kini sudah memasuki usia 68
tahun dan politisi PDI Perjuangan
kelahiran Pandeglang (Banten), 11
Juni 1936, ini semakin cemas melihat
terkikisnya nilai-nilai kebangsaan dan

52

INTEGRITAS - Agustus 2013

keberagaman di Indonesia. Sekalipun


kehidupan berbangsa dan bernegara
di Indonesia tidak sampai pada tahap
sangat terancam, nilai-nilai yang sudah
dijadikan fondasi oleh para pendiri
bangsa harus tetap dikumandangkan
dan dijadikan acuan dalam proses
kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kemajemukan yang
dimiliki oleh bangsa ini
harus dihormati. Dahulu,
negara kita ini pun berdiri
dalam perbedaan yang
majemuk, perbedaan
etnis, budaya, agama
dan cara hidup. Ini
semua ciptaan Allah, dan
kita harus merawatnya
sebagai sebuah kekuatan
besar,
Kemajemukan yang dimiliki oleh
bangsa ini harus dihormati. Dahulu,
negara kita ini pun berdiri dalam
perbedaan yang majemuk, perbedaan
etnis, budaya, agama dan cara hidup.
Ini semua ciptaan Allah, dan kita

harus merawatnya sebagai sebuah


kekuatan besar, kata Sidarto.
Maraknya aksi penolakan oleh
sekelompok
orang
terhadap
kelompok lain yang memiliki
perbedaan merupakan salah satu
indikasi hilangnya pemahaman dan
rasa persaudaraan di Indonesia.
Menurut Sidarto, hal itu harus
menjadi perhatian bersama sebagai
sebuah bangsa.
Justru, perbedaan itu adalah
keniscayaan.
Allah
telah
menciptakannya begitu, dan isi
dunia ini pun terdiri dari perbedaanperbedaan. Kita harus merawat
perbedaan-perbedaan itu, ndak boleh
memaksakan kehendak sendiri,
jelasnya.
Pria yang sudah tiga periode menjadi
anggota DPR ini menegaskan
pentingnya empat pilar kebangsaan
Indonesia
yang
sudah
ada
diimplementasikan dan dibumikan
kepada seluruh elemen masyarakat di
Indonesia. Sebab, empat pilar itulah
nyawa dan keberlanjutan kehidupan
berbangsa dan bernegara Indonesia.
Keempat pilar yang dimaksudnya
adalah Pancasila sebagai ideologi
yang menjadi dasar NKRI. Pancasila
yang juga terdefinisikan sebagai

Semangat seperti itulah yang direkam


Sidarto dari para founding fathers
bangsa Indonesia, seperti Soekarno,
Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir,
Tan Malaka, dan Amir Syarifuddin.
Pilar keempat, Bhinneka Tunggal Ika.
Bhinneka Tunggal Ika adalah moto
atau semboyan Indonesia. Frasa ini
berasal dari bahasa Jawa Kuna dan
sering diterjemahkan dengan kalimat
berbeda-beda tetapi tetap satu.

Bersama Gubernur DKI Jakarta

lima prinsip dasar atau lima asas itu,


yakni Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan,
dan Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia. Dasar ini juga
tercantum pada paragraf ke-4
Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945.

Republik Indonesia atau NKRI,


yakni bentuk dari negara Indonesia,
yang merupakan negara kepulauan.
Selain itu, juga bentuk negaranya
adalah republik.

Pilar kedua, Undang-Undang Dasar


1945. Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 atau
disingkat UUD 1945 atau UUD 45
adalah hukum dasar tertulis (basic
law), konstitusi pemerintahan negara
RI saat ini.

Keberadaan NKRI tidak dapat


dipisahkan dari peristiwa Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 karena
melalui peristiwa proklamasi tersebut
bangsa Indonesia berhasil mendirikan
negara sekaligus menyatakan kepada
dunia luar (bangsa lain) bahwa
sejak saat itu telah ada negara baru,
yaitu Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

UUD 1945 disahkan sebagai


undang-undang dasar negara oleh
PPKI pada 18 Agustus 1945. Sejak
27 Desember 1949, di Indonesia
berlaku Konstitusi RIS, dan sejak 17
Agustus 1950 berlaku UUDS 1950.
Dekrit Presiden5 Juli 1959 kembali
memberlakukan UUD 1945, dengan
dikukuhkan secara aklamasi oleh
DPR pada 22 Juli 1959.
Pada kurun waktu 1999-2002,
UUD 1945 mengalami empat kali
perubahan (amandemen), yang
mengubah susunan lembaga-lembaga
dalam sistem ketatanegaraan RI.
Pilar

ketiga,

Negara

Kesatuan

Kenapa NKRI? Karena, walaupun


terdiri dari banyak pulau, Indonesia
tetap merupakan suatu kesatuan
dalam sebuah negara dan bangsa yang
bernama Indonesia, papar Sidarto.

Sidarto mengibaratkan Pancasila


sebagai fondasi sebuah rumah,
UUD 1945 tiang-tiangnya, NKRI
rumahnya, dan Bhinneka Tunggal
Ika isi yang ada di dalam rumah
tersebut.
Menurut dia, para pemuda yang
terdidik pada masa pergolakan menuju
kemerdekaan Indonesia tempo dulu
lebih mengutamakan idealisme dan
semangat merdeka daripada hanya
memikirkan keuntungan-keuntungan
untuk diri sendiri dan segelintir
orang.

Diterjemahkan per patah kata, kata


bhinneka berarti beraneka ragam
atau berbeda-beda. Kata neka dalam
bahasa Sanskerta berarti macam
dan menjadi pembentuk kata aneka
dalam bahasa Indonesia.
Kata tunggal berarti satu. Kata ika
berarti itu. Secara harfiah Bhinneka
Tunggal Ika diterjemahkan Beraneka
Satu Itu, yang bermakna, sekalipun
berbeda-beda tetapi pada hakikatnya
bangsa Indonesia tetap adalah satu
kesatuan. Semboyan ini digunakan
untuk menggambarkan persatuan
dan kesatuan bangsa dan NKRI yang
terdiri atas beraneka ragam budaya,
bahasa daerah, ras, suku bangsa,
agama, dan kepercayaan.
Pemuda pemudi zaman sekarang
tidak seperti zaman Bung Karno dan
kawan-kawan. Kebanyakan mereka
lebih individualis dan menghalalkan
segala cara dalam mengejar karier dan
jabatan.
Bung Karno dan kawan-kawannya
pada masa itu tetap memelihara
idealismenya. Seharusnya pemudapemudi pun tetap meniru idealisme
tokoh-tokoh bangsa tersebut, ujar
Sudarto.
Sejumlah peninggalan para founding
fathers, seperti konsep pemikiran
Pancasila dan Trisakti, membuat
Indonesia sangat dihargai dan
mendapat tempat terhormat di mata
negara-negara lain.
Gerakan kemandirian bangsa harus
terus dikumandangkan dengan
berpatokan pada nilai-nilai yang

INTEGRITAS - Agustus 2013

53

POLITISI
sudah dikonsepkan para pendiri
bangsa. Seperti ajaran Trisakti yang
dijabarkan sebagai berdaulat dalam
bidang politik, berdikari dalam
bidang ekonomi, dan berkepribadian
dalam kebudayaan, merupakan
rumusan yang digali Bung Karno
selama menghadapi upaya-upaya
imperialis yang ingin menghancurkan
Indonesia.
Pada masa itu, lanjut Sidarto, politik
Indonesia pun berdasarkan Pancasila
sebagai salah satu asas kemandirian
bangsa, sebagai ideologi negara
sendiri. Dalam hal urusan politik luar
negeri, Indonesia menganut politik
bebas aktif yang tidak berpihak
pada salah satu blok dunia, sosialis
atau kapitalis, tetapi turut praktif
mendorong terciptanya perdamaian
dunia.
Tersandera Kepentingan Asing
Selain persoalan pemahaman dan rasa
kebangsaan Indonesia yang perlahan
tergerus, Sidarto mengingatkan,
membanjirnya modal
asing di
Indonesia membuat kita tersandera
dengan
kepentingan-kepentingan
asing tersebut.
Sejak Bung Karno jatuh, arus
modal asing begitu deras masuk
ke Indonesia, yang pada akhirnya
membuat semua sumber daya alam
serta penyusunan berbagai undangundang yang mengatur tata kelola
kehidupan berbangsa dan bernegara
di Indonesia berkiblat kepada
kepentingan pemodal asing itu.
Contoh, dalam hal pengelolaan
tambang emas Freeport di Timika,
Papua. Begitu bercokolnya investasi
asing dan kekuatan asing yang
membuat Indonesia tidak berdaya.
Bahkan, besaran dan jumlah emas
yang dikeruk dari perut bumi di sana
pun orang-orang Indonesia tidak
tahu persis berapa jumlahnya.
Selain emas, ada tembaga, nikel dan
uranium, kita mana tahu seberapa
banyak itu semua, sambung Sidarto.

54

INTEGRITAS - Agustus 2013

Pengangkatan Sumpah MPR

Ia mengingatkan, jika memang ingin


melihat sejauh mana pemanfaatan
sumber daya alam Indonesia oleh
kekuatan modal asing, apakah
benar-benar untuk menyejahterakan
masyarakat Indonesia, bisa ditelusuri
melalui penerapan Pasal 33 UUD
1945. Napas liberalisasi sudah kian
menggila di Indonesia. Apakah benar
pengelolaannya? Sedangkan sejumlah
regulasi atau undang-undang yang
dibuat kini pun banyak yang sudah
mengabdi
kepada
kepentingan
pemodal asing.

alam Indonesia seperti minyak, gas,


emas, dan batu bara semakin banyak
beralih dan dikuasai oleh pemodal
asing dan swasta nasional. Perbankan
dan telekomunikasi sudah menjadi
domain koorporasi multinasional.
Pusat-pusat
perbelanjaan,
mal,
dan hipermarket semakin banyak
berdiri, menutup peluang usaha kecil
menengah.

Ketika Bung Karno meninggal,


Indonesia masih sangat kaya
dan perawan (the rich and virgin
archipelago). Utang luar negeri
Indonesia pada saat itu hanya 2,5
miliar dolar Amerika, dengan kekuatan
angkatan perang nomor dua terkuat
di Asia. Sumber-sumber daya alam,
termasuk hutan-hutan yang masih
perawan sama sekali belum tersentuh
oleh perusahaan-perusahaan pemilik
HPH (hak pengusahaan hutan)
maupun modal asing.

Kini, sebagian besar rakyat Indonesia


semakin merasakan beratnya beban
hidup. Biaya pendidikan semakin
tinggi, harga kebutuhan pokok
semakin tidak terjangkau, biaya
kesehatan mahal, daya beli masyarakat
semakin merosot, pengangguran
meningkat, dan jumlah rakyat miskin
terus meningkat.

Namun, pada masa Orde Baru


utang Indonesia sudah membengkak
menjadi 60 kali lipat.
Dan saat ini, utang pemerintah sudah
mencapai sekitar dua ribu triliun,
hutan dibabat habis, kekayaan alam
Indonesia terkuras, dan pembangunan
hanya dirasakan orang-orang tertentu
saja, papar Sidarto.
Fakta menunjukkan, sumber daya

Pada masa Bung Karno, justru asetaset penjajah dinasionalisasi. Malah


kebalik sekarang ini, ujarnya.

Buruh semakin terjepit dalam


berhadapan dengan investor asing,
nelayan tidak sanggup membeli
solar untuk melaut, sementara para
petani semakin kekurangan lahan
karena banyak yang telah beralih
fungsi. Semua itu sangat berpengaruh
terhadap keberlangsungan Indonesia
ke depan.
Liberalisasi juga terjadi di bidang
legislasi. Saat ini, banyak undangundang dan peraturan yang berlaku
sangat bernuansa neoliberal seperti
Undang-Undang
Perkebunan,
Undang-Undang Minerba, dan

Undang-Undang Penanaman Modal.


Berbagai
undang-undang
itu
malah membenarkan penguasaan
sumber daya alam oleh swasta dan
bahkan pihak asing. Pemberian hak
penguasaan hutan dan perkebunan
dalam skala yang sangat luas, bahkan
penguasaan lahan secara besar-besaran
oleh penguasa juga sering merambah
tanah milik rakyat maupun lahan
yang merupakan hak ulayat.
Yang terjadi selanjutnya adalah
konflik rakyat dengan penguasa,
seperti yang terjadi di Mesuji dan
daerah-daerah lain, jelasnya.
Kemandirian memang sangat penting
agar perekonomian bangsa Indonesia
tidak didikte oleh pihak lain.
Liberalisasi ekonomi yang terjadi saat
ini, lanjut Sidarto, sudah kebablasan.
Itu harus dihentikan.

di masyarakat dan dapat mengancam


persatuan dan kesatuan Indonesia,
ujarnya.
Oleh karena itu, agar kemandirian
bangsa dan keutuhan NKRI tetap
terjaga, menurut Sidarto dibutuhkan
pemimpin nasional yang kuat, yang
mampu dan mau melindungi seluruh
bangsa Indonesia, tanpa membedakan
suku, agama, etnis, dan daerah.
Ia menggambarkan, pada masa
kecilnya hingga dia berkarier di
kepolisian, masa peralihan penjajahan
Belanda ke masa pendudukan Jepang
adalah zaman idealisme atau the
power of idealism. Mengapa? Sebab,
yang menonjol pada saat itu adalah
upaya merebut, mempertahankan
dan mengisi kemerdekaan, yang tidak
jarang harus mengorbankan harta
dan nyawa.

Indonesia adalah bangsa yang


pluralistik, multikultural, multietnik
dan multiagama. Di satu sisi,
keberagaman yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia adalah aset
berharga yang menyimpan berbagai
kekayaan lokal yang menjadi modal
kemakmuran dan kesejahteraan
bangsa.

Menjadi ajudan Presiden Soekarno


pada masa peralihan kekuasaan 19671968
juga berdampak terhadap
dirinya. Selama empat tahun dia
mengalami interogasi. Kariernya pun
terhambat, yakni selama 7,5 tahun
sebagai kolonel dalam dua jabatan
jenderal karena pada saat itu dia
sudah diprogram hanya akan sampai
kolonel karena dinilai cacat politik.

Namun, di sisi lain, keberagaman ini


jika tidak dikelola dengan bijaksana
dapat menjadi sumber konflik sosial

Secara perlahan dia meneruskan


kariernya di kepolisian dan dua kali

menjadi kapolda. Itu terjadi pada era


Orde Baru, yang dikenang Sidarto
sebagai masa yang mementingkan
kekuatan atau the power of force.
Setelah pensiun dari kepolisian,
dia bergerak dalam bidang swasta.
Peralihan kekuasaan pada 1998
membawanya masuk ke ranah
politik. Namun, pada masa inilah
Sidarto melihat betapa masyarakat
menganggap uang sebagai segalanya
atau the power of money.
Pada masa Bung Karno ia pernah
ditugasi ke Amerika. Orang-orang
Amerika
bertanya
kepadanya,
Mengapa Presiden Anda, Soekarno,
menolak investasi asing? Ketika
kembali ke Indonesia Sidarto bertanya
langsung kepada Bung Karno.
Sesungguhnya Indonesia tidak
menolak penanaman modal asing.
Hanya saja Indonesia masih perlu
memperkuat sumber daya manusianya,
juga sistem pemerintahan dan
berbangsa bernegaranya agar tidak
tergerus kekuatan asing agar kita bisa
mengendalikan kekuatan-kekuatan
modal asing yang masuk itu, jelas
Bung Karno.
Sistem Demokrasi Termahal
Sidarto berpendapat, demokratisasi
yang masih terus berlangsung di
Indonesia harus terus dikawal dan
tetap berpatokan pada pilar bangsa
Indonesia. Sebab, dalam perjalanan
sejarah Indonesia sejak masa peralihan
kekuasaan era reformasi 1998 banyak
proses demokratisasi yang malah
melenceng.
Sistem kita adalah sistem yang
termahal di dunia. Untuk menjadi
anggota DPR saja minta ampun
mahalnya, apalagi untuk menjadi
presiden, sungguh mahal, ujarnya.
Padahal, demokratisasi di Indonesia
pun masih hanya sebatas demokrasi
prosedural. Ongkos demokrasi yang
mahal seperti itu menunjukkan
bahwa Indonesia masih miskin dan
belum ter-entaskan dari kebutuhan
perut.

INTEGRITAS - Agustus 2013


Pimpian MPR Bersama Istri

55

POLITISI
Demokrasi kita masih sebatas
prosedural,
belum
substansial.
Demokrasi itu akan efektif untuk
bangsa yang masyarakatnya sudah
cerdas, yang sudah tidak ribut dengan
urusan perut lapar dan yang tidak
akan terpengaruh oleh iming-iming
uang dalam berdemokrasi, ujarnya.
Menurut dia, proses demokrasi yang
memenangkan Barack Obama sebagai
Presiden Amerika Serikat perlu
dicontoh. Obama tidak membagibagikan uang kepada pemilihnya agar
menang dalam pemilihan.
Yang ada, malah masyarakatnya yang
mendukung dia yang mengeluarkan
uang
untuk
membantu
dan
memenangkan
Obama,
sebab
mereka berkeyakinan bahwa orang
itu bisa membawa aspirasi dan
memperjuangkan mereka, ujarnya.
Karena itulah, pemahaman dan
perbaikan-perbaikan
fundamental
harus terus dilakukan di Indonesia.
Sebab,
kekuatan
uang
yang

mendominasi proses demokratisasi


di Indonesia saat ini jika terusmenerus dilakukan maka akan sulit
mempertahankan Indonesia untuk
terus utuh.
Sampai saat ini, saya melihat empat
pilar kebangsaan masih membuat
NKRI survive. Dan memang kian
banyak pihak yang memiliki persepsi
yang berbeda, dan itu sebenarnya
yang harus diluruskan dan dibenahi.
Proses demokratisasi juga tak jauh
beda dengan situasi itu. Maka,
hendaklah idealisme kebangsaan
yang mendominasi kita, jangan pula
kekuatan uang yang mendominasi,
paparnya.
Kondisi
kebangsaan
Indonesia
saat ini sudah masuk dalam
tahapan sangat menakutkan dan
sangat mencemaskan. Jika tidak
membangkitkan nasionalisme, bukan
tidak mungkin Indonesia hanyalah
tinggal kenangan.

Kiemas sebagai Ketua MPR hingga


2014.
Mengawali karier di kepolisian pada era
Presiden Soekarno, pangkat terakhirnya
adalah inspektur jenderal polisi. Sidarto
pernah menjadi ajudan Presiden
Soekarno saat peralihan kekuasaan dari
Orde Lama ke Orde Baru (1967-1968).
Sementara, di kepolisian dia menjabat
dua kali menjabat kapolda.

Sidarto Danusubroto
Lahir di Pandeglang, Banten, 11 Juni
1936, Sidarto Danusubroto adalah
tokoh kepolisian Indonesia. Namanya
mencuat setelah ditunjuk menjadi
Ketua MPR menggantikan Taufiq
Kiemas. Ia ditunjuk oleh Ketua Umum
PDIP Megawati Soekarnoputri untuk
mengemban jabatan tersebut. Sidarto
akan meneruskan masa tugas Taufiq

56

INTEGRITAS - Agustus 2013

Setelah pensiun, dia terjun di bidang


swasta. Sidarto aktif di dunia politik
dan menjadi anggota DPR selama tiga
periode. Pada 1988 dia bergabung
dengan PDI Perjuangan dan menjadi
anggota DPR sejak 1999.
Terpilihnya Sidarto bukan tanpa alasan.
Dia merupakan politisi paling senior. Di
usianya yang ke-77, Sidarto merupakan
Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan.
Dia juga adalah Wakil Ketua Badan
Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP)
DPR.

Meskipun saat ini Indonesia


masih termasuk negara yang survive
dibandingkan negara-negara yang
sedang mengalami krisis, tambahnya.
Dia melihat, dalam sektor pendidikan
serta sektor-sektor lain nilai-nilai
nasionalisme harus dikembangkan.
Kita butuh penerus dan anakanak muda yang idealis, bersih, dan
dipercaya.
Sejumlah lembaga negara dan
lembaga pemerintahan juga harus
terus saling bersinergi. Membuka
ruang komunikasi dan dialog untuk
membicarakan dan memecahkan
persoalan-persoalan
kebangsaan.
Saya akan teruskan pertemuanpertemuan lembaga, dan itu
harus menjadi concern bersama.
Nasionalisme itu harus menjadi
tanggungjawab
semua
unsur
masyarakat, semua elemen bangsa,
semua lembaga di Indonesia,
ucapnya.
Hendrik

Sidarto
menamatkan
pendidikan
di Sekolah Rakyat Pujokusuman,
Yogyakarta, pada 1949, kemudian
melanjutkan ke SMPN 1, Yogyakarta
(1952), SMA Negeri VI, Yogyakarta
(1955), dan Ujian Negara Sarjana
Hukum (1965). Pada 1962 dia lulus dari
Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK),
Jakarta; Police Academy Washington
DC, USA (1964); Special Army Warfare
School, Fort Bragg,
USA (1964);
Instructor School, US Naval Training
School, Norfolk, USA (1965); Seskopol
(1969-1970); dan Sekogab, Bandung
(1977). Jabatan Kapolres Tangerang
dipegangnya pada 1974-1975. Setelah
itu, ia menjadi Kadispen Polri (19751976); Kabakersinpol/KA Interpol
(1976 - 1982); Kepala Staf Komapta
Polri (1982-1985); Wakapolda Jawa
Barat (1985-1986); Kapolda Sumbagsel
(1986-1988); Kapolda Jawa Barat (19881991). Di DPR, ia menjadi anggota
Komisi II pada 1999-2002 lalu menjabat
Wakil Ketua Komisi I (2005-2009).

Anda mungkin juga menyukai