Anda di halaman 1dari 4

Arum Violacca Inamas

3A/1331410053/4
TUGAS BAB V

Kasus Ledakan Tambang Batubara di Sawahlunto

Kecelakaan tambang di sawahlunto yang terjadi pada tanggal 16 juni 2010 hari selasa pukul
10.30 WIB ini menjadi cambuk bagi dunia pertambangan indonesia soalnya kecelakaan yang terjadi di
kecamatan talawi ini merupakan kecelakaan tambang terparah yang pernah terjadi beberapa dekade ini
yang menewaskan 33 pekerja tambang serta puluhan orang dirawat karena mengalami luka-luka.
Kecelakaan ini berupa ledakan tambang bawah tanah yang berada diwilayah kuasa pertambangan PT
Dasrat Sarana Arang Sejati di bukit ngalau cigak dengan status eksploitasi berdasarkan SK No.
05.39/PERINDAKOP/2006 berlaku mulai 2 juni 2006 sampai dengan 2 juni 2011 dengan pelaksana
pertambangan kontraktor CV. Perdana.
Sebagai informasi untuk kita menganalisis kesalahan-kesalahan apa yang menimbulkan ledakan
tambang bawah tanah yang memakan korban lebih dari 40 orang maka perlu kita meninjau tambng di
sawahlunto tersebut. Sawahlunto merupakan sebuah kabupaten yang terletak di provinsi sumatera barat
yang kaya akan Sumber daya alamnya berupa Batubara. Saat ini telah tercatat cadangan batubara di
sawahlunto sebesar 12.161.521,94 ton dengan cada ngan terbukti sebesar 7.755.690,03 serta cadangan
terkira sebesar 12.161.521,94. Besarnya cadangan batubara di sawahlunto telah memanggil para investor
untuk menanamkan modalnya untuk perusahaan-perusahaan tambang yang akan mengeksploitasi wilayah
tersebut sehingga sampai saat ini tercatat ada 13 perusahaan tambang yang telah mendapat izin dari dinas
ESDM setempat untuk melakukan kegiatan pertambangan diwilayah ini. Dengan 10 perusahaan
beroperasi dengan menggunakan metode tambang bawah tanah serta tiga perusahaan lainya menggunakan
metode tambang terbuka sehingg pendapatan terbesar APBD dari kabupaten sawahlunto adalah dari
pertambangan.
Dengan potensi yang besar serta banyaknya perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah tambang
batubara sawahlunto menimbulkan berbagai permasalahan diantaranya masyarakat di sekitar tambang,
PETI, serta pengawasan terhadap proses penambangan tersebut sehingga akibat dari semua permasalahan
tersebut berujung pada ledakan tambang yang terjadi bukit ngalau cigak tersebut. Ledakan tambang yang
terjadi di sawahlunto dikategorikan sebagai kecelakaan tambang karena mengandung unsur-unsur
diantaranya:

1.
2.
3.
4.

Benar-benar terjadi.
Mengakibatkan cedera pekerja tambang atau orang yang diberi ijin oleh KTT.
Akibat kegiatan usaha pertambangan.
Terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cedera atau setiap saat orang yang

diberi ijin.
5. Terjadi di dalam kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek.
Tentunya kecelakaan ini diakibatkan oleh adanya kesalahan-kesalahan dari berbagai aspek yang
mengakibatkan terjadinya bencana yang merugikan manusia atau perusahaan diantaranya adalah manusia,
peralatan, material, dan SOP suatu perusahaan. Empat aspek inilah yang akan membantu kita dalam
menganalisis ledakan tambang yang terjadi di sawahlunto ini. Berikut analisis ledakan tambang yang
terjadi di sawah lunto.
Dapat kita analisis satu persatu kesalahan-kesalahan yang terjadi sehingga mengakibatkan
ledakan tambang serta memberikan penegasan apakah aspek ini benar-benar penyebab utama dari
kecelakaan

tersebut.

1. Manusia
PT. Dasrat Sarana Arang Sejati merupakan perusahaan tambang yang memfasilitasi para korban
yang melakukan penambangan atau dengan kata lain 50 orang yang menjadi korban ledakan tambang
tersebut adalah karyawan dari PT. Dasrat Sarana Arang Sejati. Sebuah data yang dilansir oleh majalah
tambang terbitan 25 juni 2009 menyatakan bahwa PT. Dasrat Sarana Arang Sejati mempekerjakan 40-50
orang dengan teknik manual pada tambang bawah tanah. Berdasarkan data diatas maka 40-50 orang
tersebut adalah kuli tambang yang memiliki keterampilan dan ilmu pertambangan dibawah standar
nasional serta tidak menghiraukan K3. Maka dengan ini kita dapat beranggapan bahwa 50 orang yang
menjadi korban ledakan tersebut adala kuli tambang yang dipekerjakan oleh PT. DSAJ dengan
menggunakan peralatan manual dan memiliki keterampilan serta tidak memiliki ilmu dan pengalaman
dalam hal pertambangan. Sehingga dapat kita katakan manusia dalam masalah ini adalah aspek yang
sangat berpengaruh dalam terjadinya kecelakaan tambang ini. Berikut ini faktor manusia dalam
kecelakaan tambang ini:
a. 50 orang yang menjadi korban ledakan tambang tersebut merupakan kuli tambang.
b. 50 orang tersebut tidak memiliki keterampilan dalam hal pertambangan.
c. 50 orang tersebut tidak memiliki pengalaman dan ilmu yang cukup tentang K3 dan seluk
beluk pertambangan.
d. 50 orang tersebut mengabaikan K3.
e. 50 orang tersebut terdata lulusan SMA kebawah.
f. Adanya kebiasaan buruk dari pekerja tersebut yaitu merokok dalam tambang bawah tanah.
Padahal ini sangat dilarang dalam K3 karena sedikit percikan api akan menyulutkan gas

metana yang terperangkap dengan kadar tinggi menjadi bom yang dahsyat dan mampu
melontarkan material 150 m.
g. Mengabaikan instruksi dari inspektur tambang atau pengawas pertambangan.
h. Pengusaha dan pengawas tidak memfasilitasi para pekerja tentang K3 baik secara
pengetahuan maupun peralatan.
2. Peralatan
Dalam melakukan proses penambangannya 50 orang korban ledakan ini menggunakan peralatan
seadanya yaitu berupa belincong dan palu. Dan tidak ada perlatan-perlatan tambang bawah tanah modern
yang digunakan. Tentu ini berdampak buruk karena belincong yang digunakan untuk melubangi lapisan
batu bara akan memercikan api dan ini mengakibatkan gas metana yang terperangkap dalam tambang
tersebut meledak. Kedaaan ini sebenarnya dapat diatas asal saja para pekerja memiliki peralatan yang
memadai berupa ventilasi buatan yang akan menormalkan kadar gas metana dalam tambang bawah tanah
tersebut. Selain dari pada itu juga diperlukan gas detector untuk mengetahui kandungan gas-gas
berbahaya dalam tambang tersebut. Andaikan para pekerja dengan peralatan yang lengkap dan modern
tentunya kecelakaan dapat dihindari karena dengan perlatan seperti gas detector maka akan diketahui
kandungan gas metana saat itu adalah 5-15% dan ini berbahaya jika dilakukan penambangan maka salah
satu cara mengantisipasinya dengan mengaktifkan ventilasi buatan untuk mengalirkan udara kedalam
tambang sehingga mampu meneralkan gas metana hingga menjadi normal kembali sampai 0,25-2%.
Dengan ini jelas peralatan yang digunakan berpengaruh terhadap terjadinya ledakan tambang tersebut
selain itu diperkirakan ledakan tambang tersebut disebabkan oleh peralatan yang dibawa para pekerja
seperti genzet dan genzet ini mengalami konsleting sehingga memercikkan api yang mengakibatkan
munculnya ledakan tambang batu bara tersebut.
3. Material
Tambang sawah lunto merupakan tambang bawah tanah dengan barang tambang berupa batubara.
Kita mengetahui setiap lapisan batubara mengandung CBM atau coal bed methane (gas metana). Gas
metatna ini akan keluar dengan sendirinya jika bersentuhan dengan udara. Kadar normal gas metan yang
diperbolehkan dalam tambang bawah tanah adalah 0,25-2% sedangkan kondisi saat ledakan tersebut
berkisar antara 5-15%. Apakah ini sebuah masalah tentu saja tidak. Keadaan seperti ini sebenarnya kerap
terjadi di tambang bawah tanah hanya saja untuk menetralkannya dibutuhkan ventilasi buatan yang
memadai. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa material bukanlah faktor yang berpengaruh akan
terjadinya kecelakaan tersebut.
4. SOP

Perusahaan memiliki tanggung jawab atas semua yang terjadi di wilayah KP-nya seperti
kecelakaan dan sebagainya. Maka dari pada itu untuk mengantisipasi hal tersebut dibutuhkan pemahaman
karyawan akan K3 dan SOP yang berlaku di perusahaan tersebut untuk dapat menimalisir kecelakaankecelakaan yang akan terjadi. Beberapa korban yang selamat ada yang menturkan bahwa ada beberapa
karyawan yang merokok dalam melakukan proses penambangannya tentu saja ini sudah menyalahi K3.
Dengan ini di dapat dua kemungkinan apakah perusahaan tersebut yang tidak memiliki manajemen K3
dan SOP atau karyawannya yang tidak menghiraukan SOP dan K3 dari perusahaan. Maka untuk
menjawab ini kita membutuhkan data-data penunjang salah satunya bahwa kecelakaan yang terjadi pada
16 juni 2009 ini bukanlah kecelakaan yang pertama namun ini adalah kecelakan yang ke sekiankalinya
pada posisi yang sama. Dari tahun 2002-2009 terhitung 91 korban meninggal akibat ledakan tambang
bawah tanah tersebut. Ini menandakan tidak adanya SOP dan K3 di perusahaan yang menguasai wilayah
KP tersebut karena seringnya terjadi kecelakaan tambang dan tidak ada upaya antisipasi.
Berdasarkan 4 aspek tersebut dapat kita simpulkan bahwa kasus ledakan tambang di sawah lunto
ini termasuk dalam jenis kecelakaan prosedural, yaitu jenis kecelakaan berdasarkan Langewiecke, 1998,
dimana merupakan kecelakaan paling umum terjadi akibat pilihan buruk yang diambil seseorang atau
tidak mengikuti aturan/prosedur yang ditetapkan. Dilihat dari aspek manusia, aspek inilah yang sangat
berpengaruh terhadap ledakan tambang tersebut dikarenakan banyaknya faktor manusia yang lalai dan
tidak memenuhi aturan yang ditetapkan, seperti merokok di dalam tambang yang memicu terjadinya
ledakan,lalu standar pekerja yang rendah juga berpengaruh terhadap keselamatan kerja. Dari segi
peralatan, peralatan yang digunakan juga belum memenuhi standar industri karena menggunakan
peralatan manual yang berpotensi memicu ledakan karena memercikkan api. Serta minimnya manajemen
K3 dan SOP yang dijalankan oleh karyawan perusahaan sehingga berpengaruh terhadap minimnya
kesadaran keselamatan kerja karyawan yang bekerja di perusahaan tambang tersebut. Perlu ditinjau ulang
terhadap standar perusahaan tersebut layak operasi atau tidak untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan
kerja.

Anda mungkin juga menyukai