Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN


DENGAN CHRONIC MYELOID LEUKEMIA
Di Dahlia 1 RSUP DR.Sardjito Yogyakarta

Tugas Mandiri
Stase Praktek Keperawatan Medikal Bedah

Oleh:
Tramirta Trendi Iriani
08/265291/KU/12691

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014

A. DEFINISI
Chronic Myeloid Leukemia (CML) adalah salah satu bentuk dari leukemia yang
ditandai dengan meningkatnya dan pertumbuhan yang tidak teratur dari sel myeloid di
dalam sum-sum tulang dan terakumulasi juga di dalam darah. Chronic myeloid Leukemia
adalah gangguan pda sum-sum tulang dimana terjadi proliferasi dari granulosit yang
matur (neutrofil, eosinofil, dan basofil). Chronic Myeloid Leukemia adalah leukemia
kronik yang karakteristik dengan didapatkan peningkatan jumlah leukosit dan
penumpukan semua bentuk matur dan immatur dari granulosit, namun yang dominan
adalah sel-sel dari seri mieloid. Walaupun kadangkadang pada limfosit-T. CML adalah
penyakit pada manusia yang pertama dengan abnormalitas spesi dari karyotype yaitu
adanya Philadelphia kromosom, mungkin karena keadaan linked to pathogenetic of
leukemogenesis. Diagnosis dari CML adalah didapatkan dengan identi! kasi sitogenetik
atau adanya ekspansi klonal molekuler dari hematopoietic stem cell melalui proses
reciprocal translocation antara kromosom 9 dan 22. Hasil translokasi ini pada kepalaekor gen bagian dari breakpoint cluster region (BCR)dari kromosom 22 pada cabang q 11
dengan lokasi gen ABL pada kromosom 9 pada cabang q 34, secara simultan gen C-Cis
dari kromosom 22 pindah ke kromosom 9. Kromosom Philadelphia mengkode protein
leukemia spesi! k yang dinamakan P210. Adanya protein ini membuat sel tidak
tergantung dari stimulasi faktor pertumbuhan ekstrasel, mungkin menyebabkan aktivasi
transkripsi dari gen sehingga sel terlindung dari kematian.
Prevalensi CML
a. CML mengenai orang dewasa antara 25 60 tahun, merupakan 15 20 % dari
seluruh kasus leukemia dan merupakan leukemia kronik yang paling sering dijumpai
di Indonesia, sedangkan di Negara Barat leukemia kronik lebih banyak di jumpai
dalam bentuk CLL
b. Insiden CML di Negara Barat: 1 1,4/100.000/tahun
c. Umumnya CML mengenai usia pertengahan dengan puncak umur 40 50 tahun. Pada
anak anak dapat dijumpai bentuk juvenile CML

B. ETIOLOGI
Penyebab leukemia myeloid kronis (CML) adalah tirosin konstitutif BCR-ABL aktif
kinase. Imatinib menghambat kinase ini, dan dalam studi jangka pendek lebih unggul
daripada interferon alfa plus sitarabin untuk baru didiagnosis CML dalam tahap kronis.
Pada CML dijumpai Phladelphia chromosom (Ph1 chr) suatu reciprocal translocation 9,22
(t 9;22). Pada hampir 90% penderita, kromosom Ph1 dengan translokasi t(9;22)
ditemukan di semua progeni sel asal myeloid multipoten yang sedang membelah (yaitu,
prekursor granulositik, eritroid, dan megakariositik). Pada kasus lainnya, dapat dideteksi
penyusunan ulang gen bcr-c-abl. Tidak seperti leukemia akut, diferensiasi sel asal
leukemik tidak terhambat dan darah perifer mengandung sel dewasa.
Pada t(9:22) terjadi translokasi sebagian materi genetic pada lengan panjang
kromosom 22 ke lengan panjang kromosom 9 yang bersifat respilokal. Sebagai akibatnya
sebagian besar onkogen ABL pada lengan panjang kromosom 9 mengalami juxtaposisi
(bergabung) dengan onkogen BCR pada lengan panjang kromosom 22. Akibatnya terjadi
gabungan onkogen baru (chimeric oncogen) yaitu bcr abl oncogen Gen baru akan

mentranskripkan chimeric RNA sehingga terbentuk chimeric protein (protein 210 kd).
Timbulnya protein baru ini akan memengaruhi transduksi sinyal terutama melalui
tyrosine kinase ke inti sel sehingga terjadi kelebihan dorongan proliferasi pada sel sel
myeloid dan menurunnya apoptosis. Hal ini menyebabkan proliferasi pada seri myeloid.
Peningkatan massa sel myeloid tubuh total dalam jumlah besar bertanggung jawab
terhadap sebagian besar gambaran klinis penyakit ini. Pada sedikitnya 70% pasien, terjadi
suatu metamorphosis terminal menjadi leukemia akut yang seringkali didahului oleh
suatu fase akselerasi. Secara morfologi, fase kronis menyerupai CML ekspansi jinak
myelopoiesis. Namun, fase kronis genetis tidak stabil, dan tingkat proliferatif yang tinggi
memungkinkan untuk akumulasi tambahan molekul dan kromosom kelainan, proses ini
disebut "evolusi klonal." Evolusi klonal menyebabkan penurunan nilai hematopoietik
diferensiasi, akhirnya menghasilkan akut leukemia (ledakan-fase CML). Sekitar satu
leukemia
akut
ketiga
mirip
B-keturunan
akut
limfositik leukemia (ALL), sedangkan sisa kasus-kasus tersebut mirip dengan leukemia
myeloid akut (AML), sering dengan fenotipe dibeda-bedakan.
Fase Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit CML dibagi menjadi 2 fase, yaitu :
1) Fase kronik: Fase ini berjalan selama 2 5 tahun dan responsif terhadap kemoterapi.
2) Fase akselerasi atau transformasi akut:
a. Pada fase ini perangai klinik CML berubah mirip leukemia akut.
b. Proporsi sel muda meningkat dan akhirnya masuk kedalam blast crisis atau
krisis blastik.
c. Sekitar 2/3 menunjukkan sel blast seri myeloid, sedangkan 1/3 menunjukkan seri
limfoid

C. PATHWAY CHRONIC MYELOID LEUKEMIA (CML)

D. KLASIFIKASI
CML sering dibagi menjadi tiga fase berdasarkan karakteristik klinis dan hasil
laboratorium. CML dimulai dengan fase kronik, dan stelah beberapa tahun berkembang
menjadi fase akselerasi dan kemudian menjadi fase krisis blast. Krisis blast adalah
tingkatan akhir dari CML, dan mirip seperti leukemia akut. Perkembangan dari fase
kronik melalui akselerasi dan krisis blast diperoleh kromosom abnormal yang baru yaitu

kromosom philadelphia. Beberapa pasien datang pada tahap akselerasi ataupun pada
tahapan krisis blast pada saat mereka didiagnosa.
a. Fase Kronis
85% pasien dengan CML berada pada tahapan fase kronik pada saat mereka
didiagnosa dengan CML. Selama fase ini, pasien selalu tidak mengeluhkan gejala atau
hanya ada gejala ringan seperti cepat lelah dan perut terasa penuh. Lamanya fase
kronik bervariasi dan tergantung sebearapa dini penyakit tersebut telah didiagnosa dan
terapi yang digunakan pada saat itu juga. Tanpa adanya pengobatan yang adekuat,
penyakit dapat berkembang menuju ke fase akselerasi.
b. Fase Akselerasi
Pada fase akselerasi hitung leukosit menjadi sulit dikendalikan dan abnormalitas
sitogenik tambahan mungkin timbul. Kriteria diagnosa dimana fase kronik berubah
menjadi tahapan fase akselerasi bervariasi. Kriteria yang banyak digunakan adalah
kriteria yang digunakan di MD Anderson Cancer Center dan kriteria dari WHO.
Kriteria WHO untuk mendiagnosa CML, yaitu :
10-19% myeloblasts di dalam darah atau pada sum-sum tulang.
>20% basofil di dalam darah atau sum-sum tulang.
Trombosit <100.000, tidak berhubungan dengan terapi.
Trombosit >100.000, tidak respon terhadap terapi.
Evolusi sitogenik dengan adanya abnormal gen yaitu kromosom philadelphia.
Splenomegali atau jumlah leukosit yang meningkat.
Pasien diduga berada pada fase akselerasi berdasarkan adanya tanda-tanda yang telah
disebutkan di atas. Fase akselerasi sangat signifikan karena perubahan dan perubahan
menjadi krisis blast berjarak berdekatan.
c. Krisis blast
Krisis blast adalah fase akhir dari CML, dan gejalanya mirip seperti leukemia akut,
dengan progresifitas yang cepat dan dalam jangka waktu yang pendek. Krisis blast
didiagnosa apabila ada tanda-tanda sebagai berikut pada pasien CML :
>20% myeloblasts atau lymphoblasts di dalam darah atau sum-sum tulang.
Sekelompok besar dari sel blast pada biopsi sum-sum tulang.
Perkembangan dari chloroma.
E. MANIFESTASI KLINIK
CML terutama terjadi pada orang dewasa yang berusia antara 25 dan 60 tahun, insidens
puncaknya terletak pada usia antara 30 dan 50 tahun. Penyakit ini terjadi pada kedua jenis
kelamin (rasio pria:wanita sebesar 1,4:1), paling sering terjadi antara usia 40 dan 60
tahun. Walaupun demikian, penyakit ini dapat terjadi pada anak, neonates, dan orang yang
sangat tua. Pada sebagian besar kasus, tidak terdapat faktor predisposisi, tetapi
insidensinya meningkat pada orang orang yang selamat dari pajanan bom atom di
Jepang. Gejala Klinik CML tergantung pada fase yang kita jumpai pada penyakit tersebut,
yaitu
a. Fase kronik terdiri atas:
1) Gejala gejala yang berhubungan dengan hipermetabolisme, misalnya penurunan
berat badan, badan kelelahan, anoreksia, atau keringat malam
2) Splenomegali hampir selalu ada dan seringkali bersifat massif. Pada beberapa
pasien, pembesaran limpa disertai dengan rasa tidak nyaman, nyeri, atau gangguan
pencernaan.

3) Hepatomegali lebih jarang dan lebih ringan.


4) Gambaran anemia meliputi pucat, dispnea, dan takikardia.
5) Memar, epistaksis, menorhagia, atau perdarahan di tempat tempat lain akibat
fungsi trombosit yang abnormal.
6) Gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh hiperurikemia akibat pemecahan
purin yang berlebihan dapat menimbulkan masalah.
7) Gejala yang jarang dijumpai meliputi gangguan penglihatan dan priapismus.
8) Hingga 50% kasus, diagnosis ditegakkan secara tidak sengaja dari pemeriksaan
hitung darah rutin.
b. Fase transformasi akut terdiri atas:
1) Perubahan terjadi pelan pelan dengan prodromal selama 6 bulan, disebut sebagai
fase akselerasi. Timbul keluhan baru yaitu demam, lelah, nyeri tulang (sternum)
yang semakin progresif. Respons terhadap kemoterapi menurun, leukositosis
meningkat dan trombosit menurun dan akhirnya menjadi gambaran leukemia akut.
2) Pada sekitar sepertiga penderita, perubahan terjadi secara mendadak, tanpa
didahului masa prodromal, keadaan ini disebut krisis blastik (blast crisis). Tanpa
pengobatan adekuat penderita sering meninggal dalam 1 2 bulan

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Darah Tepi
a. Leukositosis biasanya berjumlah >50 x 109 /L dan kadang kadang >500 x
109/L.
b. Meningkatnya jumlah basofil dalam darah.
c. Apusan darah tepi : menunjukkan spektrum lengkap seri granulosit mulai dari
mieloblast sampai netrofil, dengan komponen paling menonjol ialah segmen
netrofil dan mielosit. Stab, metamielosit, promielosit dan mieloblast juga
dijumpai. Sel blast kurang dari 5%.
d. Anemia mula mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut, bersifat
normokromik normositer.
e. Trombosit bisa meningkat, normal, atau menurun. Pada fase awal lebih sering
meningkat.
f. Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase [NAP] score) selalu
rendah
2) Sumsum Tulang
Hiperseluler dengan sistem granulosit dominan. Gambarannya mirip dengan apusan
darah tepi. Menunjukkan spectrum lengkap seri myeloid, dengan komponen paling
banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast kurang dari 30%. Megakariosit pada fase
kronik normal atau meningkat.
3) Sitogenik: dijumpai adanya Philadelphia (Ph1) chromosome pada kasus 95% kasus.
4) Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat.
5) Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya chimeric
protein bcr abl pada 99% kasus.
6) Kadar asam urat serum meningkat

Diagnosa Keperawatan
NANDA
Kerusakan integritas jaringan

Resiko infeksi

Kelebihan volume cairan

NOC
Tissue integrity: skin and mucous
membranes
Definisi: keutuhan struktur dan fungsi
fisiologis normal kulit dan selaput lender
#Kriteria Hasil
1. Temperature kulit
2. Hidrasi
3. Kelemahan
4. Pertumbuhan rambut di kulit
5. Teksture
6. Elastisitas kulit

NIC
Wound care
Definisi: pencegahan komplikasi luka dan
promosi penyembuhan luka
#Aktivitas
1. Monitor karakteristik luka termasuk
drainase, warna, ukuran, dan bau
2. Membersihkan luka dengan normal
saline atau pmebersih yang tidak
beracun
3. Mengelola perawatan ulkus yang
dibutuhkan
4. Mengelola cairan sesuai kebutuhan
Infection severity
Infection Protection
Definisi: keparahan tanda dan gejala infeksi
Definisi: pencegahan dan deteksi dini pada
#Kriteria hasil
pasien yang berisiko
1. Kemerahan
#Aktivitas
2. Demam
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
3. Hipotermia
2. Monitor kerentanan infeksi
4. Temperature tidak stabil
3. Mempertahankan asepsis untuk pasien
5. Nyeri
yang berisiko
4. Menganjurkan beristirahat
5. Menganjurkan minum sesuai
kebutuhan
6. Anjurkan pasien untuk meminum
antibiotic yang sesuai
Fluid Balance
Fluid management
Definisi:
keseimbangan
cairan
di Definisi: dukungan keseimbangan cairan dan
kompartemen intraselular dan ekstraselular pencegahan komplikasi dari level cairan yang
tubuh.
abnormal
#Kriteria Keberhasilan
#Aktivitas

1. Tekanan darah
2. Keseimbangan cairan
keluar selama 24 jam
3. Turgor kulit
4. Berat badan
5. Perasaan haus

Gangguan mobilitas fisik

1.
2.
3.
4.

Monitor berat sehari-hari


masuk dan
Monitor status hidrasi
Monitor tanda vital
Monitor
hasil
hemodinamik,
peningkatan CVP, MAP, PAP, dan
PCWP yang sesuai
5. Monitor indikasi kelebihan cairan
Mobility
Positioning
Definisi: kemampuan untuk bergerak sengaja Definisi: penempatan deliberative dari pasien
dalam lingkungan mandiri dengan atau tanpa atau bagian tubuh untuk mempromosikan
kesejahteraan fisiologis dan/atau psikologis
perangkat bantu.
#Aktivitas
#Kriteria hasil
1. Ajarkan
pasien
bagaimana
1. Keseimbangan
menggunkan
postur
dan
mekanika
2. Kecepatan
tubuh yang benar saat melakukan
3. Gerakan otot
aktivitas
4. Kekuatan memposisikan tubuh
2. Ajarkan dan dukung pasien dalam
5. Berpindah dengan mudah
latihan ROM
3. Monitor status oksigenasi sebelum dan
sesudah perubahan posisi
4. Memposisikan bagian tubuh pasien
yang sesuai
5. Instruksikan kepada pasien bagaimana
posture yang baik dan mekanisme
tubuh sambil melakukan aktivitas

Daftar Pustaka
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. 2013. Nursing
Intervention Classification (NIC). Elsevier
Heslop, H. E. 2005. Leukemia myeloid kronik. Jakarta: EGC
Lanzkowsky, P. 2006. Manual of Pediatric Hematology and Oncology; 4th Edition. London;
Elsevier Academic Press
Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L., & Swanson, E. 2013. Nursin Outcomes
Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes. Elsevier
Roberts, I. A.G. 2006. Chronic myeloid leukemia. London: Blackwell
Sondheimer, J. M. 2007. Myeloproliferative disease. London: Lange
Suega, K. 2010. Seorang Penderita dengan Leukemia Mieloid Kronik dan Mieloma Multipel.
Jurnal Penyakit Dalam, Volume 11 Nomor 3
Wiley, A. J., & Sons. 2009. Nursing Diagnoses: Definitions and Classification. WileyBlackwell

Anda mungkin juga menyukai