Anda di halaman 1dari 28

PRESENTASI KASUS

SEORANG WANITA 53 TAHUN DENGAN


ULKUS DIABETIKUM PEDIS DEXTRA dan OSTEOMYELITIS

Oleh:
dr. Bethari Pusponing Fadli

Pembimbing:
dr. Sadiman Sp B
dr. Ike Indrayani
dr. Dyah ayu retnaningtyas

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH CEPU KABUPATEN BLORA 2016

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama pasien
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Pekerjaan
Status perkawinan

: Ny. S
: 53 tahun
: Wanita
: Wado cepu
: IRT
: Janda

Agama
Suku
Tanggal rawat di RS
Tanggal pemeriksaan
II.

: islam
: Jawa
: 18 januari 2016
: 2 februari 2016

ANAMNESIS
Riwayat penyakit pasien diperoleh secara autoanamnesis dan aloanamnesis.
A. Keluhan Utama
Pasien mengeluh lemas
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS PKU dengan keluhan lemas Pasien datang diantar
keluarga ke UGD dengan keluhan luka di kaki kanan sejak 14 hari sebelum masuk
rumah sakit. Luka disertai pembengkakan di sekitarnya. Luka dirasakan berawal dari
luka kecil akibat dari anyang-anyangan pada jempol kaki sebelah kanan ditali dengan
karet gelang setelah dilepas karet gelang terdapat bekas tali karet gelang tersebut dan
semakin hari luka semakin tidak sembuh. Dirasakan nyeri di daerah jempol kaki dan
tiba-tiba jempol kaki sebelah kanan lepas dengan sedirinya sejak 14 hari sebelum
masuk rumah sakit. Oleh keluarga pasien sempat diberikan obat betadin untuk luka
tetapi tidak ada perubahan. Pasien mengatakan telah memiliki riwayat sakit gula sejak
11 tahun yang lalu tetapi jarang periksa, saat di periksa di UGD, gula darah pasien
139 mg/dl. Pasien sering mengeluh kesemutan pada kedua tangan dan kaki, sering
terbagun malam untuk BAK kurang lebih 3-4x, BAB normal, demam (+)

C. Riwayat Penyakit Dahulu


1. Riwayat hipertensi
2. Riwayat diabetes melitus
3. Riwayat penyakit jantung
4. Riwayat penyakit ginjal
5. Riwayat penyakit liver
6. Riwayat maag
7. Riwayat atopi
8. Riwayat trauma
9. Riwayat penyakit serupa

: diakui
: diakui (11 tahun)
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: diakui

D. Riwayat Penyakit Keluarga


1. Riwayat penyakit serupa
: disangkal
2. Riwayat hipertensi
: disangkal
3. Riwayat diabetes melitus
: diakui
4. Riwayat penyakit jantung
: disangkal
5. Riwayat atopi
: disangkal
E. Riwayat Pribadi
1. Merokok
: disangkal
2. Konsumsi alkohol
: disangkal
3. Konsumsi obat bebas
: disangkal
4. Konsumsi jamu
: disankal
5. Konsumsi kopi
: disangkal
6. Makan tidak teratur
: disangkal

III.

PEMERIKSAAN FISIK(2 februari 2016)


Keadaan umum
: lemah
Kesadaran
: komposmentis, E4 V5M6
Vital Sign
:
Tekanan darah

: 140/60mmHg (berbaring, pada lengan kanan)

Nadi

: 72 x/menit (isi dan tegangan cukup), irama reguler

Respiratory rate

: 24 x/menit tipe thorako abdominal

Suhu

: 36,50C per aksile

A. Kulit
Ikterik (-), petekie (-), purpura (-), akne (-), turgorcukup, hiperpigmentasi (-), bekas
garukan (-), kulit kering(-), kulit hiperemis (-).
B. Kepala
Bentuk mesosefal, rambut warna hitam, mudah rontok (-), luka (-).
C. Mata
Sklera ikterik (-/-),konjungtiva anemis (+/+), injeksi konjungtiva (-/-), perdarahan
subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+),
edema palpebra (-/-), strabismus (-/-).
D. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
E. Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
F. Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), lidah tifoid
(-), papil lidah atrofi (-), luka pada tengah bibir (-), luka sudut bibir (-).
G. Leher
Leher simetris, deviasi trakea (-), JVP R0, pembesaran kelenjar limfe (-).
H. Thorak
1. Paru
- Inspeksi
- Perkusi
- Auskultasi

: kelainan bentuk (-), simetris (+),ketinggalan gerak (-),

retraksi otot-otot bantu pernapasan (-).


Palpasi
: Ketinggalan gerak (-), fremitus (n)
: Sonor (+)
: (vesikuler/Vesikuler), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

2. Jantung
- Inspeksi
: iktus kordis tidak tampak.
- Palpasi
:iktus kordis tidak kuat angkat.
- Perkusi
: batas jantung.
Batas kiri jantung
Atas
: SIC II linea parasternalis sinistra.
Bawah
: SIC V linea midclavicula sinistra.
Batas kanan jantung
Atas
:SIC II linea parasternalis dextra.
Bawah
:SIC IV linea parasternalis dextra.
- Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, reguler, bising(-), gallop (-).
3. Abdomen
- Inspeksi
: dinding abdomen lebih tinggi dari dinding dada, venektasi(-).
- Auskultasi : peristaltik (+) meningkat, metallic sound (-).
- Perkusi
: timpani, pekak alih (-), undulasi (-), hepatomegali (-),
-

Palpasi

splenomegali (-).
: hepar danlien tidak teraba membesar, defans muskuler (-),Nyeri

tekan : (-) ulu hati


4. Pinggang
Nyeriketok kostovertebra (-/-).
5. Ekstremitas
-Superior
: clubbing finger (-), koilonikia (-), palmar eritema (-), edema (-),
akralhangat (+).
-Inferior
:clubbing finger(-), koilonikia (-), edema (+/+), akralhangat (+).
- Oedem (+/-), ADP (+/+pulsasi tidak adekuat), tampak luka dengan jaringan
granulasi di dorsal pedis dextra dengan diameter 2 cm dengan diameter 3 cm,
kedalaman 0,3 mm, bau busuk (+) dikelilingi peradangan disekitarnya, nyeri tekan
luka (-/-), nyeri saat dorsofleksi (+/-), akral dingin (-/-)
IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan darah rutin
Satuan
18/01/16
23,9
6,7
2,61
19,6

103 ul
gr/dl
106ul
%

4.0-10.0
11.0-16.0
3.50-5.50
37-50

MCV

75,1

fl

82-95

MCH

25,7

pg

27-31

Pemeriksaan
Leukosit
Hemoglobin
Eritrosit
Hematokrit
Indeks eritrosit

Nilai Normal

MCHC
34,2
Trombosit
551
B. Serologi / Imunologi
Pemeriksaan
HBs-Ag
C. Faal ginjal
Pemeriksaan
Urea
Creatinin

g/dl
103 ul

32-36
100-300

Satuan
18/01/16
(-)

Nilai Normal

Satuan
18/01/16
112,2
4,6

Nilai Normal

NEG

Mg/dl

10-50
0,4-1,1

E. Gula Darah
Pemeriksaan
GDS

Pemeriksaan
GDS

Pemeriksaan
GDS
Pemeriksaan
GDS
Pemeriksaan
GDS

Satuan
18/01/16
139
Satuan
24/01/16
200
Satuan
31/01/16
395
Satuan
01/02/16
249
Satuan
02/02/16
165

Nilai Normal
Mg/dl

<150

Nilai Normal
Mg/dl

<150

Nilai Normal
Mg/dl
<150
Nilai Normal
Mg/dl
<150
Nilai Normal
Mg/dl

<150

EKG

Kesan : sinus takikardi


LFG : 140-53x70
x 0,85 = 15,6 ( stadium akhir ) CKD
72x 4,6

V. ASSESMENT
A. Diagnosis Kerja
DM tipe II
Ulkus diabetikum
Osteomyelitis
CKD Stage IV
VI. PENATALAKSANAAN
- loading Nacl 1 flash/ 500 ml
- inj novorapid 4 4 4 unit IV
- transfuse PRC 3 kolf

Inj ceftriaxone 2 x 1vial


- inj farsix 2 x 1amp
- amlodipine 1x10mg
- dansera 3x2

Rawat luka ulkus diabetikum (nekrotomi)

TINJAUAN PUSTAKA
A Ulkus Diabetikum
1 Definisi

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir. Ulkus adalah
kematian jaringan yang luas dan disertai invasi kuman saprofit. Adanya kuman saprofit
tersebut menyebabkan ulkus berbau. Ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala
klinik dan perjalanan penyakit pada penyakit DM. Ulkus Diabetik merupakan komplikasi
kronik dari diabetes melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan
penderita diabetes.Ulkus diabetes dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu neuropati,
trauma, deformitaskaki, tekanan tinggi pada telapak kaki dan penyakit vaskuler perifer.
Pemeriksaan dan klasifikasi ulkus diabetes yang menyeluruh dan sistematik dapat
membantu memberikan arahan perawatan yang adekuat (Boulton, Loretta Robert, 2004),
(Chadwick, 2013).
2 Etiologi
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus diabetikum adalah angiopati,
neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang
mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki. Gangguan motorik juga akan mengakibatkan
terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan
ulsestrasi pada kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih
besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak
tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan
nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar
sembuh (Price, 2005). infeksi sering merupakan komplikasi yangmenyertai Ulkus
Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati.
3 Klasifikasi
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari Klasifikasi Edmonds dari
Kings College Hospital London, Klasifikasi Liverpool, Klasifikasi Wagner, Klasifikasi
Texas, serta yang lebih banyak digunakan adalah yang dianjurkan oleh International
Working Group On Diabetic Foot karena dapat menentukan kelainan apa yang lebih
dominan, vascular, infeksi, neuropatik.
Penilaian
dan
klasifikasi
ulkus

diabetes

sangat

penting

untuk

membantuperencanaan terapi dari berbagai pendekatan dan membantu memprediksi


hasil.Beberapasistem klasifikasi ulkus telah dibuat yang didasarkan pada beberapa

parameter yaituluasnya infeksi, neuropati, iskemia, kedalaman atau luasnya luka, dan
lokasi(Tjokroprawiro, 2001).
1

Klasifikasi Edmonds (2004 2005)


Stage 1 : Normal foot
Stage 2 : High Risk Foot
Stage 3 : Ulcerated Foot
Stage 4 : Infected Foot
Stage 5 : Necrotic Foot
Stage 6 : Unsalvable Foot
2 Sistem Klasifikasi Ulkus Wagner-Meggit
Sistem klasifikasi yang paling banyak digunakan pada ulkus diabetes adalah
Sistem Klasifikasi Ulkus Wagner-Meggit yang didasarkan pada kedalaman luka dan
terdiri dari 6 grade luka.
Grade 0 : Tidak ada luka, mungkin terdapat deformitas dan selulitis
Grade 1 : Ulkus superfisial tanpa terlibat jaringan dibawah kulit
Grade 2 : Ulkus dalam tanpa terlibat tulang / pembentukan abses.
Grade 3 : Ulkus dalam dengan selulitis/abses atau osteomielitis
Grade 4 : Tukak dengan Gangren lokal
Grade 5 : Tukak dengan Gangren luas / melibatkan keseluruhan kaki
3

Klasifikasi Liverpool
Klasifikasi primer : - Vascular
o Neuropati
o Neuroiskemik
Klasifikasi sekunder : - Tukak sederhana, tanpa komplikasi
Klasifikasi University of Texas
University of Texas membagi ulkus berdasarkan dalamnya ulkus dan
membaginyalagi berdasarkan adanya infeksi atau iskemi. Adapun sistem Texas ini
meliputi

Klasifikasi SAD
Klasifikasi SAD (Size, Sepsis, Arteriopathy, Depth and Denervation)
mengelompokkan ulkus ke dalam 4 skala berdasarkan 5 bentukan ulkus (ukuran,
kedalaman, sepsis, arteriopati, dan denervasi). The International Working Group on
theDiabetic Foot telah mengusulkan Klasifikasi PEDIS dimana membagi luka
berdasarkan 5 ciri berdasarkan: Perfusion, Extent, Depth, Infection dan Sensation.
Berdasarkan Guideline The Infectious Disease of America, mengelom-pokkan
kakidiabetik yang terinfeksi dalam beberapa kategori, yaitu :

Mild : terbatas hanya pada kulit dan jaringan subkutan


Moderate : lebih luas atau sampai jaringan yang lebih dalam
Severe :disertai gejala infeksi sistemik atau ketidakstabilan metabolik
Keadaan kaki penyandang diabetes digolongkan berdasarkan risiko terjadinya
dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetes

menurut risiko terjadinya masalah (Frykberg):


Sensasi normal tanpa deformitas
Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
Insensitivitas tanpa deformitas
Iskemia tanpa deformitas
Kombinasi/complicated.

Gambar 3. Derajat Ulkus Kaki Diabetik


Patofisiologi Ulkus Diabetikum
Diabetes Mellitus
(DM) berdampak pada multisistem

organ

tubuh.

Hiperglikemia mengakibatkan peningkatan fibrinogen dan peningkatan reaktivitas


trombosit sehingga terjadi peningkatan agregasi eritrosit atau terjadi peningkatan
viskositas vaskuler.Viskositas darah yang meningkat dapat menyebabkan trombosis,
trombosis memperlambat aliran darah ke tingkat sel, akibatnya terjadi hipoksia pada sel
dan berakhir menjadi nekrosis.Trombosit dapat juga diakibatkan karena kerusakan makro
(makroangiopati) dan athero-sclerosis (Frykberg, 2002).
Atherosklerosis menyebabkan menyempitkan diameter pembuluh darah dan
pembentukan foam yang bergabung dengan koleterol dan plaque atheroma sehingga
menyebabkan trombosis dan menggganggu pemasukan oksigen oleh sel dan berujung
pada nekrosis. Proses mikroangiopati berperan dalam proses terjadinya ulkus diabetikum.
Neuropati merupakan manifestasi klinis dari gangguan peredaran darah mikro.3 hal yang
mendasari neuropati yaitu neuropati autonomik, neuropati motorik dan neuropati
sensorik. Gangguan dari neuropati

autonomik yaitu berkurangnya aktivitasglandula

pseudorifera dan glandula sebasea sehingga kulit kering, terjadi kolaps sendi. Neuropati
sensoris yaitu hilangnya sensasi kepekaan terhadap rangsang, antara lain trauma,
mekanis, termal dan kimiawi.Neuropati motorik juga terjadi sehinggaa terjadi atropi otot.
Proses diatas merupakan proses terjadinya ulkus diabetikum pada seorang diabetisi, ulkus

diabetikum berpeluang besar berkembang menjadi infeksi sekunder sehingga


memerlukan perawatan luka secara intensif (Frykberg, 2002).

Gambar 4. Patofisiologi Ulkus Diabetikum


5

Diagnosis Ulkus Diabetikum


Diagnosis ulkus diabetikum ditentukan secara tepat melalui anamnesa riwayat dan
pemeriksaan fisik yang cermat.
a

Riwayat
Gejala

neuropati

perifer

meliputi

hipesthesia,

hiperesthesia,

paresthesia,

disesthesia,radicular pain dan anhidrosis.sebagian besar orang yang menderita


penyakit atherosklerosis pada ekstremitas bawah tidak menunjukkan gejala
(asimtomatik), Penderita yang menunjukkan gejala didapatkan claudicatio, nyeri
iskemik saat istirahat, luka yang tidak sembuh dan nyeri kaki yang jelas. Kram,
kelemahan dan rasa tidak nyaman pada kakisering dirasakan oleh penderita diabetes
karena kecenderungannya menderita oklusi aterosklerosis tibioperoneal (Boulton,
Robert, dan Loretta, 2004), (Chadwick, 2013).
b

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada penderita dengan ulkus diabetes dibagi menjadi 3 bagian
yaitu3:
1 Pemeriksaan ulkus dan keadaan umum ekstremitas
2 Penilaian kemungkinan isufisiensi vaskuler
3 Penilaian kemungkinan neuropati perifer
c Pemeriksaan Laboratorium
1 Pemeriksaan darah : lekositosis mungkin menandakan adanya abses atau
infeksilainnya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh adanya anemia. Adanya
insufisiensi arterial yang telah ada, keadaan anemia menimbulkan nyeri saat
istirahat.
2 Profil metabolik : pengukuran kadar glukosa darah, glikohemoglobin dan kreatinin
serum membantu untuk menentukan kecukupan regulasi glukosa dan fungsi ginjal.
3 Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif : Pulse Volume Recording (PVR), atau
6

plethymosgrafi.
Terapi Diabetes Mellitus
Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu
pencegahan terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus (pencegahan primer sebelum
terjadi perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar tidak terjadi kecacatan yang lebih
parah (pencegahan sekunder dan pengelolaan ulkus/gangrene diabetik yang sudah
terjadi).
Tujuan utama dalam penatalaksanaan sekunder pada ulkus diabetes adalah
penutupan luka. Penatalaksanaan sekunder ulkus diabetes secara garis besar ditentukan
oleh derajat keparahan ulkus, vaskularisasi dan adanya infeksi. Dasar dari perawatan
ulkus diabetes meliputi 3 hal yaitu debridement, offloading dan kontrol infeksi.
a Perawatan Umum dan Diabetes
Regulasi glukosa darah perlu dilakukan, meskipun belum ada bukti adanya hubungan
langsung antara regulasi glukosa darah dengan penyembuhan luka. Hal itu
disebabkan fungsi leukosit terganggu pada pasien dengan hiperglikemia kronik.
Perawatan meliputi beberapa faktor sistemik yang berkaitan yaitu hipertensi,
hiperlipidemia, penyakit jantung koroner, obesi-tas, dan insufissssiensi ginjal
(Boulton, Robert, dan Loretta, 2004) (Chadwick, 2013).
b

Debridemen
Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam perawatan
luka. Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jari-ngan nekrosis, callus

dan jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi luka ke
jaringan sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan yang
membantu proses penyembuhan luka.
Metode debridement yang sering dilakukan yaitu surgical (sharp), autolitik,
enzimatik, kimia, mekanis dan biologis. Metode surgical, autolitik dan kimia hanya
membuang jaringan nekrosis (debridement selektif), sedangkan metode mekanis
membuang jaringan nekrosis dan jaringan hidup (debridement non selektif)
c

(Chadwick, 2013).
Offloading
Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi salah satu
komponen penanganan ulkus diabetes. Ulserasi biasanya terjadi pada area telapak
kaki yang mendapat tekanan tinggi. Bed rest merupakan satu cara yang ideal untuk

mengurangi tekanan tetapi sulit untuk dilakukan (Boulton, Robert, dan Loretta, 2004).
Penanganan Infeksi
Ulkus diabetes memungkinkan masuknya bakteri, serta menimbulkan infeksi
padaluka. Karena angka kejadian infeksi yang tinggi pada ulkus diabetes, maka
diperlukan pendekatan sistemik untuk penilaian yang lengkap.Diagnosis infeksi
terutama berdasarkan keadaan klinis seperti eritema, edema, nyeri, lunak, hangat dan
keluarnya nanah dari luka (Boulton, Robert, dan Loretta, 2004).
Penentuan derajat infeksi menjadi sangat penting. Menurut The Infectious
Diseases
Society of America membagi infeksi menjadi 3 kategori, yaitu:
Infeksi ringan : apabila didapatkan eritema < 2 cm
Infeksi sedang: apabila didapatkan eritema > 2 cm
Infeksi berat : apabila didapatkan gejala infeksi sistemik.
Ulkus diabetes yang terinfeksi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
Non-limb threatening : selulitis < 2cm dan tidak meluas sampai tulang atau sendi.
Limb threatening : selulitis > 2cm dan telah meacapai tulang atau sendi,
sertaadanya infeksi sistemik.
Penelitian mengenai penggunaan antibiotika sebagai terapi ulkus diabetes
masih sedikit, sehingga sebagian besar didasarkan pada pengalaman klinis. Terapi
antibiotik harus didasarkan pada hasil kuftur bakteri dan kemampuan toksistas
antibiotika tersebut.
Pada infeksi yang tidak membahayakan (non-limb threatening) biasanya
disebabkan oleh staphylokokus dan streptokokus. Infeksi ringan dan sedang dapat

dirawat poliklinis dengan pemberian antibiotika oral, misalnya cephalexin, amoxilinclavulanic, moxifloxin atauclindamycin.
Pada infeksi berat biasanya karena infeksi polimikroba, seperti staphylokokus,
streptokokus, enterobacteriaceae, pseudomonas, enterokokus dan bakterianaerob
misalnya bacteriodes, peptokokus, peptostreptokokus. Pada infeksi berat harusdirawat
dirumah sakit, dengan pemberian antibiotika yang mencakup gram posistif dan
gramnegatif, serta aerobik dan anaerobik. Pilihan antibiotika intravena untuk infeksi
berat meliputi imipenem-cilastatin, B-lactam B-lactamase (ampisilin-sulbactam dan
e

piperacilintazobactam), dan cephalosporin spektrum luas.


Perawatan Luka
Penggunaan balutan yang efeklif dan tepat menjadi bagian yang penting
untukmemastikan penanganan ulkus diabetes yang optimal. Pendapat mengenai
lingkungan sekitar luka yang bersih dan lembab telah diterima luas. Keuntungan
pendekatan ini yaitu mencegah dehidrasi jaringan dan kematian sel, akselerasi
angiogenesis, dan memungkinkan interaksi antara faktor pertumbuhan dengan sel
target. Pendapat yang menyatakan bahwa keadaan yang lembab dapat meningkatkan
kejadian infeksi tidak pernah ditemukan.

Pencegahan
Pencegahan diabetes melitus meliput (Jefcoate, 2003), (Chadwick, 2013):
Pengawasan dan perawatan penyakit diabetes dapat mencegah ulkus diabetes.
Pengaturankadar gula darah dapat mencegah neuropati perifer atau mencegah
keadaan yang lebih buruk.
1

Penderita diabetes harus memeriksa kakinya setiap hari, menjaga tetap bersih dengan

sabun dan air serta menjaga kelembaban kaki dengan pelembab topikal.
Sepatu dan alas kaki harus dipilih secara khusus untuk mencegah adanya gesekan

atau tekanan pada kaki.


B Osteomylitis
Osteomielitis (berasal dari kata osteo dan mielitis) adalah radang tulang yang disebabkan
oleh organisme piogenik, walaupun berbagai organ infeksi lain juga dapat menyebabkannya.
Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks,
jaringan kanselosa, dan periosteum.3

Osteomyelitis

Ada empat jalur utama dimana osteomyelitis supuratif menyerang tulang:


1. Penyebaran hematogen dari infeksi. Ini merupakan deposisi ke dalam aliran darah
dari organisme yang dapat mencapai lokasi skelet jauh. Hal ini adalah penyebab
umum dari osteomielitis.
2. Menyebar dari sumber yang bersebelahan dengan infeksi. Infeksi dapat meluas ke
tulang dari situs yang terkontaminasi berdekatan. kulit, sinus, dan infeksi gigi adalah
situs umum asal untuk osteomyelitis berdekatan.

3. Implantasi langsung infeksi. Hal ini biasanya terjadi sebagai akibat langsung adanya
cedera tembus atau luka tusukan, seperti disebabkan oleh paku, serpihan, atau gelas;
Infeksi tersebut paling umum pada kaki. Fraktur terbuka merupakan sumber
tambahan implantasi langsung.
4. Infeksi pasca operasi. Kontaminasi situs bedah terus menjadi penyebab penting dari
osteomyelitis supuratif.
PERUBAHAN TULANG
Kini telah ditetapkan untuk proses patologis yang mendasari yang akan terlihat pada
radiograf tulang. dasarnya, dua perubahan akan terlihat: destruksi tulang dan respon
periosteal.
Kerusakan tulang (Bone Destruction). Lesi awal adalah bahwa dari moth-eaten
atau pola destruktif permeative, menciptakan kerugian fokus kepadatan tulang yang
selalu mempengaruhi metafisis. Fokus destruktif ini, jika tidak diobati dini , maka
dapat menyebark ke epiphysis atau diaphysis tulang. Ekstensi di seluruh lempeng
pertumbuhan tergantung pada usia pasien. Akhirnya, lesi osteolitik merusak medula
besar terjadi yang sering mencapai korteks. Pembentukan sequestrum tulang muncul
3 sampai 6 minggu setelah onset awal terjadinya tanda. Fragmen-fragmen nekrotik
sebenarnya mempertahankan kepadatan radiografi aslinya. Akibatnya, mereka
muncul sklerotik relatif terhadap tulang osteopenic berdekatan. Dengan gangguan
kortikal, keuntungan eksudat purulen akses ke jaringan lunak melalui kloaka.
Tanggapan periosteal (Periosteal Response). Dengan infeksi supuratif,
pembentukan tulang periosteal yang baru sering mengasumsikan pola dilaminasi atau
pipih. Tanda ini paling sering terjadi pada bayi dan anak-anak. Segitiga reaktif
Codman sesekali mungkin terlihat, dan penampilannya di oateomyelitis piogenik akut
tidak dapat dibedakan dari yang neoplasma ganas primer, atau bahkan periostitis
traumatis. mengangkat signifikan dari periosteum oleh nanah tidak hanya

menciptakan respon dilaminasi, tapi dengan produksi tulang baru periosteal lanjutan
yang involurum besar dapat terjadi

a) Patologi dan Patogenesis


Penyebaran osteomielitis terjadi melalui dua cara, yaitu sebagai berikut.5,8
1. Penyebaran umum
Melalui sirkulasi darah berupa bakterimia dan septikemia
Melalui embolus infeksi yang menyebabkan infeksi multifokal
pada daerah-daerah lain.
2. Penyebaran lokal
Subperiosteal abses akibat penerobosan abses melalui periostium
Selulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai di bawah

kulit
Penyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi artritis septik.
Penyebaran ke medula tulang sekitarnya sehingga sistem sirkulasi
dalam tulang terganggu. Hal ini menyebabkan kematian tulang
lokal dengan terbentuknya tulang mati yang disebut sekuestrum.

Gambar 2. Skema perjalanan penyakit osteomielitis2


Gambar skematis perjalanan penyakit osteomielitis
a) Fokus infeksi pada lubang akan berkembang dan pada tahap ini menimbulkan edema
periosteal dan pembengkakan jaringan lunak.
b) Fokus kemudian semakin berkembang membentuk jaringan eksudat inflamasi yang
selanjutnya terjadi abses subperiosteal serta selulitis di bawah jaringan lunak
c) Selanjutnya terjadi elevasi periosteum diatas daerah lesi, infeksi menembus
periosteum dan terbentuk abses pada jaringan lunak di mana abses dapat mengalir
keluar melalui sinus pada permukaan kulit. Nekrosis tulang akan menyebabkan
terbentuknya sekuestrum dan infeksi akan berlanjut kedalam kavum medula.
Patologi yang terjadi pada osteomielitis hematogen akut tergantung pada umur,
daya tahan penderita, lokasi infeksi serta virulensi kuman. Infeksi terjadi melalui aliran
darah dari fokus tempat lain dalam tubuh pada fase bakterimia dan dapat menimbulkan
septikemia.9 Embolus infeksi kemudian masuk kedalam juksta epifisis pada daerah
metafisis tulang panjang. Proses selanjutnya terjadi hiperemi dan edema didaerah
metafisis disertai pembentukan pus. Terbentuknya pus menyebabkan tekanan dalam
tulang bertambah. Peninggian tekanan dalam tulang mengakibatkan terganggunya

sirkulasi dan timbul trombosis pada pembuluh darah tulang yang akhirnya menyebabkan
nekrosis tulang. Di samping itu pembentukan tulang baru yang ekstensif terjadi pada
bagian dalam periosteum sepanjang diafisis (terutama anak-anak) sehingga terbentuk
suatu lingkungan tulang seperti peti mayat yang disebut involucrum dengan jaringan
sekuestrum didalamnya. Proses ini terlihat jelas pada akhir minggu kedua. Apabila pus
menembus tulang, maka terjadi pengaliran pus (discharge) dari involucrum keluar
melalui lubang yang disebut kloaka atau melalui sinus pada jaringan lunak dan kulit.
Pada tahap selanjutnya akan berkembang menjadi osteomielitis kronis. Pada
daerah tulang kanselosa, infeksi dapat terlokalisir serta diliputi oleh jaringan fibrosa yang
membentuk abses tulang kronik yang disebut abses Brodie. 3,5
b) Gambaran Klinis
Osteomielitis hematogen akut berkembang secara progresif atau cepat. Pada
keadaan ini mungkin dapat ditemukan adanya infeksi bakterial pada kulit dan saluran
napas atas. Gejala lain dapat berupa nyeri yang konstan pada daerah infeksi, nyeri tekan,
dan terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang bersangkutan.
Gejala-gejala umum timbul akibat bakterimia dan septikemia berupa panas tinggi,
malaise serta nafsu makan yang berkurang. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
gejala nyeri tekan dan gangguan pergerakan sendi oleh karena pembengkakan sendi dan
gangguan akan bertambah berat bila terjadi spasme lokal.
c) Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto polos dalam sepuluh hari pertama, tidak ditemukan kelainan
radiologik yang berarti dan mungkin hanya ditemukan pembengkakan jaringan lunak.3,5,10

Gambar 3. Proyeksi AP pada tibia dan fibula proksimal; terlihat gambaran destruksi
awal kortikal diafisis fibula11

Gambar . Proyeksi lateral pada tibia terlihat gambaran sklerotik di diametafisis tibia

Gambar . Proyeksi AP pada tibia terlihat gambaran sklerotik di lateral diametafisis tibia.

Gambaran destruksi tulang dapat terlihat setelah sepuluh hari (2 minggu) berupa
refraksi tulang yang bersifat difus pada daerah metafisis dan pembentukan tulang baru di
bawah periosteum yang terangkat. Sedangkan pemeriksaan ultrasonografi dapat
memperlihatkan adanya efusi pada sendi.5

Gambar. Radiografi tulang tibia dengan osteomielitis; tampak destruksi tulang pada tibia dengan
pembentukan tulang subperiosteal
d) Pengobatan
o Pemberian antibiotik secepatnya sesuai dengan penyebab utama yaitu Stafilokokus
aureus sambil menunggu hasil biakan kuman. Antibiotik diberikan selama 3-6

minggu dengan melihat keadaan umum dan laju endap darah penderita. Antibiotik
tetap diberikan hingga 2 minggu setelah laju endap darah normal.
o Istirahat dan pemberian analgesik juga diperlukan untuk menghilangkan nyeri.
o Apabila setelah 24 jam pengobatan lokal dan sistemik antibiotik gagal (tidak ada
perbaikan keadaan umum), maka dapat dipertimbangkan drainase bedah. Pada
drainase bedah, pus subperiosteal dievakuasi untuk mengurangi tekanan intraoseus kemudian dilakukan pemerikasaan biakan kuman. Drainase dilakukan
selama beberapa hari dengan menggunakan cairan NaCl 0,9% dan dengan
antibiotik.1,3,5

Gambar. Skematis drainase bedah. Sebuah kateter dimasukkan kedalam tabung pengisap
( suction ) yang lebih besar. Antibiotik dimasukkan melalui kateter dan diisap melalui
suction.

DAFTAR PUSTAKA
1. Boulton, Andrew J.M., Robert S. Kirsner dan Loretta Vileikyte. 2004 Clinical Practice :
Neuropathic Diabetic Foot Ulcers. Massachuset :New England Journal of Medicine;
Vol.351; Issue 1:48-55.
2. Chadwick, Paul et al.. 2013. Best Practice Guidelines : Wound Management in Diabetic
Foot Ulcers Management in Diabetic Foot Ulcers. London :Wounds InternationalA
division of SchofieldHealthcare Media LimitedEnterprise House
3. Frykberg, Robert G. 2002. Diabetic Foot Ulcers: Pathogenesis and Management. Iowa :
Des Moines University; Vol. 22; No. 9
4. Jeffcoate, William J. dan Keith G Harding. 2003. Diabetic Foot Ulcers. Nottingham
:Department of Diabetes and Endocrinology City Hospital.
5. Perkeni.2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia.Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
6. Price, Sylvia A..2005. Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4. Jakarta:
EGC
7. Singh, Simerjit, Dinker R Pai dan Chew Yuhhui. 2013. Diabetic Foot Ulcer Diagnosis
and Management. Melaka :Department of Orthopaedics, Melaka Manipal Medical
College; Vol.1; Issue 3
8. Tjokroprawiro, Askandar. 2001. Angiopati Diabetik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
I Edisi III, Jakarta : Balai Penerbitan FKUI; 601 16.
9. Waspadji, Sarwono.2001. Gambaran Klinis Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid IEdisi III, Jakarta : Balai PenerbitanFKUI; 586 9.
10. Weir, Gregory. 2010. .A Diabetic Foot Ulcer Should Be Regarded as AMedical
Emergency.Pertoria :Diabetic Foot Ulcers Evidence-Based Wound Management. Vol.28
No.4

Anda mungkin juga menyukai