Anda di halaman 1dari 2

DEFINISI DAN RUANG LINGKUP ETNOFARMASI

Etnofarmasi adalah studi tentang bagaimana masyarakat suatu etnis atau wilayah dalam
menggunakan suatu tanaman obat atau ilmu multidisiplin yang mempelajari penggunaan obat-obatan
terutama obat tradisional oleh suatu masyarakat lokal (etnik).. Etnofarmasis merupakan orang yang
mengeksplorasi bagaimana suatu tanaman digunakan sebagai pengobatan. Hal ini terkait dengan studi
mengenai sediaan obat yang terkait dengan penggunaannya dalam konteks kultural (Midiana, 1983).
Etnofarmasi meliputi studi-studi (Midiana, 1983):
1. Identifikasi dan etnotaksonomi bahan alam yang digunakan dalam pengobatan (etnobiologi medis:
etnofarmasi, etnomikologi, etnozoologi).
2. Preparasi tradisional sediaan farmasi (etnofarmasetika).
3. Evaluasi aksi farmakologis suatu preparasi pengobatan tertentu (etnofarmakologi).
4. Efektivitas klinis (Etnofarmasi klinis).
5. Aspek medis-sosial yang terkait dalam penggunaan obat (antropologi kesehatan).
6. Kesehatan masyarakat dan farmasi praktis yang membahas penggunaan oleh publik dan atau reevaluasi obat-obatan.
Etnofarmasi seringkali salah disamakan dengan etnofarmakologi yang hanya fokus pada
evaluasi farmakologis pengobatan tradisional.

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ETNOFARMASI


Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati dalam dosis yang layak
dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit serta gejalanya (Sastroamijaya, 2001).
Obat Nabati. Kebanyakan obat yang digunakan di masa lalu adalah obat yang berasal dari tanaman.
Dengan cara coba-mencoba, secara empiris orang purba mendapatkan pengalaman dengan berbagai
macam daun atau akar tumbuhan untuk mengobati penyakit. Pengetahuan ini secara turun-temurun
disimpan dan dikembangkan, sehingga muncul ilmu pengobatan rakyat, seperti pengobatan tradisional
jamu di Indonesia (Sastroamijaya, 2001).
Munculnya obat kimiawi sintesis Pada permulaan abad ke-20, obat-obat kimia sintesis mulai
tampak kemajuannya, dengan ditemukannya obat-obat termashyur, yaitu salvarsan dan aspirin sebagai
pelopor, yang kemudian disusul oleh sejumlah obat lain. Pendobrakan sejati baru tercapai dengan
penemuan dan penggunaan kemoterapeutika sulfatilamid (1935) dan penisilin (1940). Sebetulnya,
sudah lebih dari dua ribu tahun diketahui bahwa borok bernanah dapat disembuhkan dengan menutupi
luka menggunakan kapang-kapang tertentu, tetapi baru pada tahun 1928 khasiat ini diselidiki secara
ilmiah oleh penemu penisilin Dr. Alexander Fleming (Anief, 2004).Sejak tahun 1945 ilmu kimia,
fisika dan kedokteran berkembang pesat (misalnya: sintesa kimia, fermentasi, teknologi rekombinan
DNA) dan hal ini menguntungkan sekali bagi penelitian sistematis obat-obat baru. Beribu-ribu zat
sintetik telah ditemukan, rata-rata 500 zat mengakibatkan perkembangan revolusioner di bidan
farmakoterapi. Kebanyakan obat kuno ditinggalkan dan diganti dengan obat-obat mutakhir (Hariana,
2004).

TATA LAKSANA EKSPLORASI ETNOFARMASI


Persiapan untuk ekspedisi dimulai dengan mengoleksi pengetahuan secara rinci mengenai
masyarakat lokal. Etnofarmasis mempersiapkan studi wilayah mengenai epidemologi, pengobatan
tradisional, budaya masyarakat dan ekologi lingkungan.
Untuk memprioritaskan tanaman yang dikoleksi maka sejumlah data base dicari untuk
menentukan semua informasi etnomedisinal, biologi dan kimia dari tanaman yang diketahui
digunakan di wilayah tersebut.
Di lapangan, etnofarmasis mempelajari tentang tanaman yang digunakan oleh masyarakat asli.
Etnofarmasis mendokumentasikan pengetahuan tentang tanaman yang bermanfaat dan yang beracun,
menyeleksi dan mengoleksi tanaman untuk budidaya dan perlindungan. Proses koleksi tanaman
menggunakan metode standar meliputi preparasi spesimen tanaman (herbaria). Tim etnofarmasis
mendeskripsikan penyakit kemudian dikomunikasikan dengan tabib tradisional dengan melakukan
proses wawancara. Hal ini difokuskan pada tanda-tanda dan gejala umum dan yang mudah dikenali.
Apabila penyakit telah dikenali dan digambarkan secara sama maka pengobatan dengan tanaman
untuk penyakit tersebut dicatat secara rinci oleh etnofarmasis. Jika beberapa tabib menyatakan hal
yang sama maka tanaman tersebut kemudian dikoleksi (Setiawan, 2004).
Proses koleksi tanaman menggunakan metode standar meliputi preparasi spesimen tanaman
(herbaria). Tanaman yang dikoleksi kemudian diuji laboratorium menggunakan berbagai peralatan
seperti HPLC. Tujuannya untuk melakukan skrining metabolit tanaman dan mendapatkan senyawa
murni. Senyawa tersebut kemudian diuji menggunakan metode in vitro. Apabila uji biologis berhasil
maka senyawa tersebut strukturnya ditentukan. Selanjutnya dilakukan uji pada hewan untuk menilai
keamanan dan keampuhannya sehingga dapat dilakukan uji klinis pada manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Hariani, Arief, 2006, Tumbuhan Obat dan Khasiat Seri 2, Penebar Swadaya, Jakarta.
Sastronomidjojo, 2001, Obat Asli Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai