Portofolio - CHF
Portofolio - CHF
Topik :
Congestive Heart Failure
Tanggal (kasus) :
5 November 2014
Presenter :
dr. Ristari Okvaria
Tanggal Presentasi :
2014
Pendamping : dr. Retno Suryani S
Tempat Presentasi :
Ruang Komite Medik RSUD Siti Aisyah
Objektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Seorang laki-laki, usia 59 tahun, sesak nafas yang semakin berat sejak tiga ha
Deskripsi :
SMRS, riwayat hipertensi tidak terkontrol sejak 6 tahun yang lalu
Tujuan :
Memberikan talaksana pada kasus gagal jantung kongestif dengan tepat
Bahan
Tinjauan Pustaka Riset
Kasus
Audit
Bahasan :
Cara
Diskusi
Presentasi dan Diskusi
E-mail
Pos
Membahas :
Nama : Tn. T, 59 tahun
Data Pasien :
BB sebelum sakit: 71 kg
Berat Badan : 78 kg
Nama Klinik : RSUD Siti Aisyah
Telp : (0733) 451902
Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Pasien mengeluh sesak nafas, sesak saat pasien istiraha
Sesak bertambah saat berbaring sehingga pasien lebih nyaman tidur dengan 3 bantal disusun
Pasien sering terbangun malam karena sesak, sehingga pasien sulit tidur. Pasien mengelu
kaki dan perut membengkak. Pasien juga mengeluh batuk pada malam hari dan tida
berdahak. Pasien cepat merasa lelah.
palpebra pucat (+), JVP (5+0) CmH2O, ronkhi basah halus pada bagian basal kedua lapanga
sakit jantung. Setelah keluar rumah sakit, kontrol di poliklinik RS Siti Aisyah, mendapatka
obat furosemid, letonal, HCT, KSR, asam folat, captopril 25 mg.
4. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
Riwayat darah tinggi ada, sejak 6 tahun yang lalu, tidak pernah kontrol.
Riwayat menderita penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya ada. Pasien perna
1. Ghanie, Ali. Ed: Aru W. Sudoyo, dkk. 2006. Gagal Jantung Kronik dalam Buku Ajar Ilm
Penyakit Dalam Jilid III Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 1511-1514.
2. O'Brien, Terrence. Congestive Heart Failure. South Carolina: Medical University of Sout
Carolina:
2006.
Available
from
http://www.emedicinehealth.com/congestive_heart_failure/article_em.htm.
URL
Diakses
pad
3. American Heart Association. 2010. Heart Disease And Stroke Statistics -2010 Updat
Available from: http://www.americanheart.org. [Diakses pada tanggal 7 November 2014].
Implications for Respiratory Care. San Antonio: University of Texas Health Science: 2006
p; 403412.
5. Dickstain A, Filippatos G, Cohen SA, et al. Guidelines for the diagnosis and treatment o
acute and chronic heart failure 2008. European Society Cardiology. European Heart Journ
(2008) 29. 2388-2442.
Subjektif :
Keluhan Utama
saat beraktivitas berat, seperti naik tangga dan berjalan jauh dan berkurang saat
beristirahat. Pasien masih dapat tidur dengan 1 bantal. Sesak nafas tidak dipengaruhi
cuaca, debu, emosi, dan tidak disertai dengan bunyi mengi. Pasien juga mengeluh
batuk pada malam hari dan tidak berdahak. Keluhan nyeri dada dan demam tidak
ada. Nafsu makan berkurang. Penurunan berat badan tidak ada. Mual dan muntah
tidak ada. Rasa berdebar-debar tidak ada. Pasien cepat merasa lelah. Pasien
mengeluh kakinya membengkak. Keluhan perut membesar dan sembab pada muka
tidak ada. BAK dan BAB biasa. Pasien lalu berobat ke poli RS Siti Aisyah. Sesak
dirasakan berkurang.
Sejak satu minggu SMRS, pasien mengeluh sesak nafas. Sesak napas timbul
saat beraktivitas ringan sehari-hari, seperti mandi dan berkurang saat beristirahat.
Sesak makin bertambah saat malam hari dan sering muncul tiba-tiba, kadangkadang pasien terbangun dari tidur akibat sesak napas. Pasien susah tidur. Pasien
hanya dapat tidur dengan 2 bantal tersusun.
Sejak tiga hari SMRS, pasien mengeluh sesak nafas bertambah hebat, sesak saat
pasien istirahat. Sesak napas dirasakan bertambah saat pasien berbaring sehingga
lebih nyaman tidur dengan 3 bantal disusun Pasien sering terbangun malam karena
sesak, sehingga pasien sulit tidur. Pasien mengeluh kaki dan perut membengkak.
Pasien lalu berobat ke poli Rumah Sakit Siti Aisyah kemudian dirawat.
Riwayat darah tinggi ada, sejak 6 tahun yang lalu, tidak pernah kontrol.
Riwayat menderita penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya ada. Pasien
pernah dirawat di RS Siti Aisyah 1 bulan yang lalu. Dikatakan sakit jantung. Setelah
keluar rumah sakit, kontrol di poliklinik RS Siti Aisyah, mendapatkan obat
furosemid, letonal, HCT, KSR, asam folat, captopril 25 mg.
Riwayat Penyakit Keluarga
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan Darah
: 160/90 mmHg
Nadi
: 90x/menit.
Pernapasan
: 28x/menit.
Suhu
: 36.8 C
: 71 kg
Berat Badan
: 78 kg
Tinggi Badan
: 168 cm
Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi (-), Scar (-), Ikterus pada kulit (-), pucat pada telapak
tangan dan kaki (+), eritema palmar (-), pertumbuhan rambut normal.
KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal dan submandibula serta
tidak ada nyeri penekanan.
Kepala
Bentuk oval, simetris, ekspresi sakit sedang, deformasi (-).
Mata
Eksophtalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (+),
sklera ikterik (-), pupil isokor, refleks cahaya normal, pergerakan mata ke segala arah baik.
Edema subkonjungtiva (-).
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik, tidak
ditemukan penyumbatan maupun perdarahan.
Telinga
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi
Hemaglobin
: 9.3 gr/dl
Hematokrit
: 29 %
LED
: 12 mm/jam
: 7.200/mm3
: 3.580.000/mm3
Hitung Jenis
Eosinofil
:2
Basofil
:0
SUAF
:0
Segmen
: 71
Limfosit
: 24
Monosit
:3
Trombosit
: 312.000/mm3
: 5 gr/dl
Albumin
: 1,3 gr/dl
Globulin
: 3,7 gr/dl
Ureum
: 32 mg/dl
Kreatinin
: 0.6 mg/dl
: 243 mg/dl
HDL
: 38 mg/dl
LDL
: 183.4 mg/dl
Trigliserida
: 108 mg/dl
Faktor hipertensi berperan dalam proses terjadinya penyakit jantung kongestif yang dialami
pasien.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tanda tanda vital tensi 160/90mmHg, nadi
90x/menit, pernafasan 28x/menit, suhu 36,8 C. Pada pemeriksaan fisik khusus di dapatkan
JVP (5+0)cmH2O yang merupakan akibat dekompensasi jantung kanan. Terdapat ronkhi
basah halus pada bagian basal kedua lapangan paru (+) akibat edema paru yang dialaminya.
Pemeriksaan batas atas jantung ICS II, batas kanan jantung linea sternalis dextra, batas kiri
jantung linea axillaris anterior sinistra dari hasil pemeriksaan dapat ditemukan adanya
pembesaran jantung. Hal ini disebabkan proses perjalanan penyakit yang sudah kronis
sehingga jantung mengalami pembesaran. Hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae, shifting
dullness (+), edema pretibial (+) terjadi akibat gagal jantung kanan yang menyebabkan
kongestif sistemik ke organ sehingga terjadi hepatomegali, ke ruang peritoneum terjadi
shifting dullness, ke ruang interstitial terjadi edema pretibial.
Dari hasil rontgen thorax didapatkan kesan kardiomegali. Dan hasil EKG
didapatkan kesan LVH. Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan seperti echocardiografi.
Diagnosis gagal jantung kongestif dapat menggunakan Kriteria Framingham, yaitu:
Kriteria Mayor
paroksimal noktunal dispnea
distensi vena leher
ronki basah tidak nyaring
kardiomegali
edema paru akut
irama derap S3
peningkatan tekanan vena jugularis
refluks hepatojugular
Kriteria Minor
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dispnea deffort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardia (>120/menit).
Diagnosis Gagal Jantung ditegakkan dari 2 kriteria mayor; atau 1 kriteria mayor dan
2 kriteria minor harus pada saat yang bersamaan.
Pada pasien ini didapatkan empat kriteria mayor. Pertama terdapatnya paroxysmal
nocturnal dispneu dari hasil anamnesis. Kemudian dari pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi
basah halus di basal kedua paru, kardiomegali dan peninggian tekanan vena jugularis.
Sedangkan untuk kriteria minor, didapatkan dispnea deffort dan batuk malam hari, pada
pemeriksaan fisik didapatkan edema ekstremitas inferior dan hepatomegali. Oleh karena itu
pada pasien ini didiagnosis sebagai gagal jantung kongestif (Congestive heart failure)
Untuk penilaian fungsional New York Heart Association (NYHA), pasien ini
termasuk pada gagal jantung kongestif fungsional NYHA IV, yang berarti pasien tidak
dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah baring.
Penatalaksanaan pada pasien ini berupa penatalaksaanaan farmakologis dan non
farmakologis. Penatalaksanaan non farmakologis meliputi: istirahat, pemberian oksigen 2-3
L/menit, diet jantung II (berupa bubur), rendah garam dan air, balance cairan negatif,
timbang BB/hari, dan edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal
serta upaya jika timbul keluhan, dan dasar pengobatan. Penatalaksanaan farmakologis
berupa IVFD D5% 100 cc + drip furosemid 5 ampul gtt xv/menit mikro, Letonal tab 1 x
25mg p.o, Captopril tab 2 x 25 mg p.o, Micardis tab 1x80 mg p.o, HCT 1x tablet, KSR 1
x 1 tab p.o, Ottozol 1x1 gr vial iv, dan Asam folat tab 1x1 mg tab p.o
Istirahat dengan posisi duduk dan pemberian oksigen 2-3 liter/menit diberikan
untuk mengurangi sesak napas yang dialami oleh pasien. Diet jantung II diberikan dalam
bentuk makanan saring atau lunak. Pada pasien, dijumpai adanya hipertensi, pasien
diberikan diet rendah garam. Pemberian captoril yang sangat baik untuk hipertensi dengan
hipertrofi ventrikel kiri. Captopril menghambat perubahan Angiotensin I menjadi
Angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu,
degradasi bradikin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan
berperan dalam vasodilatasi. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan,
sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi cairan dan natrium serta
retensi kalium yang juga bermanfaat untuk mengatasi sindrom vena kava superior. Selain
itu, captopril dapat mengurangi progresivitas proses maladaptif remodelling jantung yang
progresif dan hipertrofi ventrikel kiri. Selain itu, captopril bersifat renoprotektor karena
dapat memperbaiki fungsi glomerulus ginjal dan mengurangi proteinuria.
Penggunaan diuretik berupa furosemid dan letonal (spironolakton) pada kasus ini
dapat mengurangi gejala klinis berupa retensi cairan pada pasien dengan gagal jantung
kongestif. Selain itu, diuretik dapat menurunkan tekanan vena jugular, kongesti pulmonal,
dan edema perifer. Pengukuran berat badan diperlukan untuk mengevaluasi respon tubuh
terhadap pemberian diuretik. Pemberian diuretik ini mampu mengurangi gejala dan
memperbaiki fungsi jantung maupun toleransi aktifitas terhadap penderita gagal jantung.
Pemberian kombinasi spironolakton yang merupakan golongan diuretik hemat kalium
dilakukan untuk menghindari efek samping hipokalemia yang disebabkan oleh furosemid
Pada kasus ini, pasien juga mengalami anemia. Untuk penanganan anemia, pasien
diberikan asam folat.
3. Plan :
DIAGNOSIS KERJA
Congestive heart failure NYHA IV et causa hypertension heart disease + Anemia Ringan
TERAPI
Non Farmakologis
Istirahat posisi duduk
O2 2 liter/menit
Diet Jantung II, rendah garam dan air
Balance cairan negatif
Timbang BB/hari
Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta upaya jika
timbul keluhan, dan dasar pengobatan
Farmakologis
IVFD D5% 100 cc + drip furosemid 5 ampul gtt xv/menit mikro
10
6 November 2014
Sesak nafas berkurang
Tampak sakit sedang
Compos mentis
140/80 mmHg
84x/menit
24x/menit
36,7 C
77 kg
Conjungtiva palpebra pucat (+), Sklera ikterik (-)
JVP (5+0) cmH2O, Pembesaran KGB (-)
Tanggal
S
7 November 2014
Sesak nafas berkurang
Jantung
Abdomen
Ekstremitas
A
11
O : Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernafasan
Temperature
Berat badan
Keadaan Spesifik
Kepala
Leher
Thorax :
Pulmo
Jantung
Abdomen
Ekstremitas
A
P
Tanggal
S
O : Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernafasan
Temperature
Berat badan
Keadaan Spesifik
Kepala
Leher
Thorax :
Pulmo
Jantung
Abdomen
12
Ekstremitas
A
P
Tanggal
S
O : Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernafasan
Temperature
Berat badan
Keadaan Spesifik
Kepala
Leher
Thorax :
Pulmo
Jantung
Abdomen
Ekstremitas
A
P
Tanggal
S
O : Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernafasan
Temperature
Berat badan
Keadaan Spesifik
Kepala
Leher
Thorax :
Pulmo
Jantung
Abdomen
Ekstremitas
A
P
Tanggal
S
O : Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernafasan
Temperature
Berat badan
Keadaan Spesifik
Kepala
Leher
Thorax :
Pulmo
Jantung
Abdomen
Ekstremitas
A
P
Tanggal
6 November 2014
7 November 2014
8 November 2014
9 November 2014
10 November 2014
Input
(ml)
700
850
900
650
850
IWL
(ml)
665
660
655
650
647,5
Output
(ml)
1000
1200
1500
900
1300
14
Periode
makan Setiap hari, seumur hidup
obat
Nasihat
agar
pasien
dapat
kesehatannya
rutin
progresifitas
kualitas
hidup
penderita
TINJAUAN PUSTAKA
PENATALAKSANAAN GAGAL JANTUNG KONGESTIF
Pengobatan dilakukan agar penderita merasa lebih nyaman dalam
melakukan aktivitas fisik, dan bisa memperbaiki kualitas hidup serta
meningkatkan harapan hidupnya. Penatalaksanaan pasien gagal jantung kongestif
a.
15
antara monitor berat badan per hari dan penatalaksanaan gagal jantung
kongestif. Namun, monitor terhadap berat badan ini perlu dilakukan untuk
mengidentifikasi perolehan berat badan atau kehilangan berat badan per
hari pada penderita gagal jantung kongestif.
b.
Penatalaksanaan Farmakologis1,4-6
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)
ACEI dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan
dengan fraksi ejeksi 40-45% untuk meningkatkan survival, memperbaiki
16
Sebagai pilihan lain pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II-IV NYHA) yang tidak toleran terhadap ACEI.
17
Alasan penggunaan beta bloker (BB) pada pasien gagal jantung adalah
adanya gejala takikardi dan tingginya kadar katekolamin yang dapat
memperburuk kondisi gagal jantung. Pasien dengan kontraindikasi atau tidak
ditoleransi, BB harus diberikan pada pasien gagal jantung yang simtomatik, dan
dengan LVEF < 40%.
Manfaat beta bloker dalam gagal jantung melalui:
Meningkatkan LVEF
Dosis optimal untuk ACEI dan/atau ARB (dan aldosterone antagonis jika
diindikasikan).
Pasien harus secara klinis stabil (tidak terdapat perubahan dosis diuresis).
Inisiasi terapi sebelum pulang rawat memungkinkan untuk diberikan pada
pasien yang baru saja masuk rawat karena gagal jantung akut, selama
pasien telah membaik dengan terapi lainnya, tidak tergantung pada obat
inotropik intravenous, dan dapat diobservasi di rumah sakit setidaknya 24
jam setelah dimulainya terapi BB.
Kontraindikasi :
Diuretik
Loop diuretic, tiazid, metolazon
18
Antagonis Aldosteron
Pasien yang seharusnya mendapat antagonis aldosteron :
Pertimbangkan
peningkatan
dosis
setelah
4-8
minggu.
Jangan
19
Sebagai terapi tambahan terhdap ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron
tidak dapat ditoleransi.
Meningkatkan
penghantaran
natrium
ke
tubulus
distal
sehingga
Pasien dengan irama sinus dan disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF <
40%) yang mendapatkan dosis optimal diuretik, ACEI atau/ dan ARB,
beta bloker dan antagonis aldosteron jika diindikasikan, yang tetap
simtomatis, digoksin dapat dipertimbangkan.
20
Pada pasien atrial fibrilasi yang dilibatkan pada serangkaian uji klinis
acak, termasuk pada pasien dengan gagal jantung, warfarin ditemukan
dapat mengurangi risiko stroke dengan 60-70%.
Pada analisis dua uji klinis skala kecil yang membandingkan efektifitas
warfarin dan aspirin pada pasien dangan gagal jantung, ditemukan bahwa
risiko perawatan kembali secara bermakna lebih besar pada pasien yang
mendapat terapi aspirin, dibandingkan warfarin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ghanie, Ali. Ed: Aru W. Sudoyo, dkk. 2006. Gagal Jantung Kronik dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Halaman 1511-1514.
2. O'Brien, Terrence. Congestive Heart Failure. South Carolina: Medical
University
of
South
Carolina:
2006.
Available
from
URL:
21
http://www.emedicinehealth.com/congestive_heart_failure/article_em.htm.
Diakses pada tanggal 7 November 2014.
3. American Heart Association. 2010. Heart Disease And Stroke Statistics
-2010 Update. Available from: http://www.americanheart.org. [Diakses
pada tanggal 7 November 2014].
4. Figueroa,
Michael
S.
Congestive
Heart
Failure:
Diagnosis,
22