MANAJEMEN
BERBAGAI PANDANGAN MENGENAI IRM
Minat terhadap manajemen sumber informasi (IRM) meningkat sangat besar sejak Mehdi
Khosrowpour, seorang professor MIS pada Pennylvania State University di Harrisburg,
pada tahun 1988, mendirikan Information Resource Management Association dan mulai
menerbitkan Information Resource Management journal. Dalam terbitan pertamanya, Tor
Guimaraes, seorang professor MIS pada St. Cloud State University, mengemukakan
bahwa walaupun telah banyak tulisan mengenai IRM, namun tak ada satupun definisi
yang diterima secara umum. Ia memberi tiga pandangan pokok. Pandangan pertama
menyatakn bahwa informasi adalah sebagai sumber yang harus dikelola, yang kedua
mengenai pengelolaan siklus hidup system, dan yang ketiga berkenaan dengan
pengelolaan sumber-sumber yang menghasilkan informasi.
Kritik terhadap pandangan IRM ini muncul. Alasannya adalah bahwa denga pandangan
seperti itu, maka pengukuran nilai informasi menjadi sulit. Dan adanya kenyataanbahwa
informasi bersifat konseptual bukan fisik.
Dasar dari pandangan ini adalah adanya keyakinan bahwa tugas-tugas pengelolaan semua
informasi dalam perusahaan begitu banyak bila hanya dilkakuan dengan satu
usaha.situasi ini sama seperti pada waktu usaha MIS pertama kali dilakukan, yaitu
dengan menerapkan satu sistem untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi seluruh
organisasi. Kita telah mengetahui bahwa usaha-usaha awal tersebut umumnya gagal dan
mendorang diketemukannya DSS.
Walalupun argumen bahwa kebijaksanaan yang dibuat sendiri tidak akan cukup adalah
benar, namun kelemahan utama dari pandangan ini adalah bahwa ia mengabaikan
perlunya control terpusat dan control yang terkoordinasi.
Kritik terhadap pandangan ini menyatakan bahwa perusahaan dapat dikelabui untuk
percaya bahwa informasinya telah dikelola, dimana pada kenyataanya pada waktu itu ia
tidak kelola. Perusahaan tidak boleh terlalu terlibat dalam manajemen sumber, yang hal
ini akan menghilangkan pandangan mengenai komoditi yang dihasilkan oleh sumber
tersebut yaitu informasi.
PANDANGAN YANG LUAS TERHADAP IRM
Mehdi Khosrowpour mengemukakan kepada penulis buku ini, melalui surat pribadi,
bahwa definisi IRM adalah, “Konsep manajemen sumber informasi mengenal informasi
sebagai sumber oraganisasional utama yang harus dikelola dengan tingkat kepentingan
yang sama seperti sumber organisasional dominant yang lain, seperti orang, bajan,
keuangan, peralatan, dan manajemen. Lebih jauh lagi, IRM ini menghendaki adanya
manajemen komprehensif terhadap semua komponen teknologi pemrosesan informasi
maupun terhadap elemen manusia, agar keduanya dapat mengumpulkan, memproses,
menyebarkan, dan mengelola informasi, yang merupakan aset organisasional yang utama.
“Ia mengidentifikasi sumber informasi yang meliputi: informasi, hardware pemrosesan,
software pemrosesan, telekomunikasi, otomatisasi kantor, struktur sistem informasi, para
professional system, end-user, dan struktur manajemen. Pandangan mengenai IRM dalam
buku ini adalah sesuai dengan definisi dan dafar sumber yang dikemukakan oleh
Khosrowpour ini.
Tujuan utama dari perusahaan adalah untuk memelihara operasi yang menghasilkan
keuntungan, sehingga ia dapat terus memberikan produk dan pelayanan (barang dan jasa)
yang dibutuhkan oleh pelanggannya. Perusahaan harus menjalankan tujuannya tersebut
dalam kendala yang diakibatkan oleh lingkungan.walaupun semua elemen dapat
mengakibatkan terjadinya kendala, namun yang paling kelihatan adalah yang datangnya
dari pesaing. Pesaing secara aktif berusaha untuk menyaingi keberhasilan perusahaan
tersebut.
Salah satu cara untuk menggunakan informasi sebagai senjata kompetitif adalah dengan
hanya memfokuskan pada pelanggan dan membangun sistem informasi yang bisa
meningkatkan arus informasi antara perusahaan dan elemen lingkungannya.
Seperti terlihat pada gambar 19.2. ada tiga arus informasi utama. Pertama, arus informasi
ke perusahaan dalambentuk spesifikasi produk yang dibutuhkan. Mungkin perusahaan
melakukan riset marketing untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan, atau mungkin
pelanggan melakukan pesanan atas produk yang dibuat oleh perusahaan. Kedua,
perusahaan memenuhi pesan pelanggan dan juga memberikan informasi kepada pelaggan
tersebut mengenai cara penggunaan produk yang dibelnya. Sebagai contoh, ada petunjuk
yag disertakan pada produk, yang menjelaskan mengenai pengasemblingannya dan
fasilitas pengamannya. Ketiga, perusahaan memperoleh informasi feedback dari
pelanggan mengenai sejauh mana kebutuhannya dapat terpenuhi. Pelanggan dapat
menggunakan hotline untuk mencurahkan keluhannya, dan riset marketing dapat
melakukan survey mengenai pelanggan.
Contoh-contoh yang jelas mengenai bagaimana sistem informasi dapat digunakan untuk
mendapatkan keuntungan kompetitif adalah terjadinya sambungan atau hubungan antara
perusahaan dengan pelanggan seperti tersebut. Strategi untuk meningkatkan atau
memperkuat sambungan tersebut adalah dengan cara menyederhanakan proses
pemesanan bagi para pelanggan. Sistem reservasi bandara udara yang menggunakan
komputer adalah contohnya. Baik American Airlines maupun United Airlines
menginvestasikan dalam jumlah besar pada sistem reservasi mereka dan membuatnya
bisa digunakan oleh agen perjalanan. Dengan cara ini, mereka dapat mencapai sisi
kompetitif dan memaksa pesaing mereka untuk mengikuti apa yang telah dilakukannya.
Namun, karena merekalah yang pertama melakukannya, maka American dan United
dapat menjadi yang teratas dan memimpin yang hal ini akan sulit dicapai oleh pesaing-
pesaing yang mengikuti mereka kemudian.
Dua contoh lain mengenai bagaimana komputer dapat digunakan untuk memenangkan
persaingan adalah yang dilakukan oleh American Hospital Supply dan McKesson Drug
Company. American Hospital Supply memungkinkan para pelanggannya melakukan
secara langsung melalui komputernya. McKesson melakuka hal yang sama pula. Bagi
para pelnggan, proses pemesanan tersebut disederhanakan, dana para pelanggan ini bisa
menerima barangnya secara lebih cepat daripada jika ia melakukan pemesanan melalui
pengiriman. McKesson bisa mengurangi 250 klerknya yang tugasnya mengurusi form
pemesanan dan pembelian, dan American Hospita Supply bisa meningkatkan tiga kali
volume penjualannya, tanpa adanya penambahan staf. Para pesaing kedua perusahaan
tersebut terpaksa harus mengimplementasikan sistem yang sama bila mereka tetap bisa
bersaing dengan kedua perusahaan tadi.
Porter dan Millar menggunakan istilah value chain (sambungan nilai) untuk menjelaskan
urutan yang dijalankan perusahaan dalam memberikan produknya. Seperti terlihat pada
gambar 19.3., sambungan nilai perusahaan terdiri atas aktifitas inbound logistics (logistik
yang terikat masuk), yang membutuhkan bahan dari pemasok; aktivitas operasi internal
perusahaan; aktivitas outbound logistics (logistik yang terikat keluar), yang menjadikan
produk dapat keluar; aktivitas marketing dan penjualan; dana aktivitas pelayanan
pelanggan purna jual. Masing-masing aktivitas utama ini mempunyai komponen fisik
yang menjalankan aktivitas tersebut dana komponen informasional yang memberikan
informasi yang dibutuhkan.
Contoh komponen informasional dari logistik yang terikat masuk adalah informasi yang
diperlukan untuk memperoleh bahan dari pemasok. Bila perusahaan menetapkan
sambungan komunikasi data dengan pemasok, mungkn dengan menggunakan teknologi
seperti ISDN, maka arus informasi dapat diperlancar. Dengan demikian, hal ini akan
menghasilkan keuntungan kompetitif, kaitannya dengan porsi keuntungan dari
sambungan tersebut. Contoh yang sama untuk aktifitas yang lain dapat dilihat pada
gambar diatas.
Jika perusahaan menghubungkan sambungannya dengan sambungan nilai dari pemasok,
anggota channel, dan pelanggan, maka ia menciptakan value system (sistem nilai), seperti
yang terlihat pada gambar 19.4. Upstream value (nilai hulu) dapat diperoleh melalui
hubungannya dengan pemasok, dan downstream value (nilai hilir) dapat diperoleh
melalui hubunganya dengan anggota channel dan pelanggan.
Berdasarkan survey selama tahun delapan puluhan mengungkapkan bahwa SPIR adalah
hal yang paling penting kaitannya dengan penggunaan computer dalam bisnis. Namun
demikian manajemen belum menyadari akan pentingnya SPIR ini. Kesadaran tersebut
berkembang secaara bertahap. William R.King professor pada University of Pittsburgh
menetapkan tiga tahapan ini yaitu pra-perencanaan IS strategis, era SPIR awal dan era
SPIR modern.
ERA PRA-PERENCANAAN IS STRATEGIS
Perencanaan sumber informasi yng pertama dilakukan oleh manajer dari unit pelayanan
informasi. Ini merupakan pendekatan atrau cara bottom up, karena ia tidak banyak
menyita perhatian dari misi organisasi. Ia digabungkan dengan sumber hardware yang
terakhir yang mempunyai kapasitas yang cukup untuk menyerap aplikasi baru.
Pada akhir periode ini perusahaan mulai menyadari bahwa cara bottom up ini
menghasilkan system yang terpisah yang tidak dapaat saling sesuai antara satu
denganyang lainnya. Sebagai contoh, bnk mengetahui jika pelnggannya mempunyai
account cek, account tabungan, dan pinjaman. Maka pelanggan tersebut ditampilkan pada
tiga database terpisah dan sulit untuk mengkombinasikan datanya. Pemecahannya adalah
dengan mengembangkan master plan untik memastikan bahwa proyek system yang akan
dating nanti akan menghasilkan system yang dapat bekerja sama secara koordinatif.
Gambaran yang penting dari perencanaan ini adalah daanya kenyataan bhwa ia dilakukan
dalam unit pelayanan informasi dengan partisipasi aktif eksekutif perusahaan yang kecil.
Selama akhir 1970-an perusahaan-perusahaan mulai melakukan pendekatan atau cara top
down terhadap perencanaan dengan menyadari bahwa langkah pertama adalah
menentukan tujuaan organisasi. Bila hal ini telah dilakukan, maka tujuan tersebut
kemudian digunakan sebagai dasar untuk merencanakan aktifitas dari setiap unit
organisasional perusahaan. Setiap unit diharapkan bisa menetapkan rencana yang
memungkinkan unit tersebut dapat mendukung perusahaan selagi ia berjalan mencapai
tujuannya. Unit pelayanan informasi bisa dimasukkan kedalam perencanaan ini.
Ada beberapa pendekatan dasar yang dikembangkan untuk melakukan perencanaan top-
down bagi sumber-sumber informasi ini. Pendekatan-pendekatan yang banyak
mendapatkan perhatian adalah BSP IBM, CSF, transformasi susunan strategis dan SLC
yang diperluas.
BSP IBM. IBM mengembangkan teknologi yang metodologi yang disebut Business
System Planning (BSP). Yang merupakan pendekatan studi total. Setiap manajer di
interview untuk menentukan kebutuhan informasinya dan system diimplementasikan
untuk memberikan informasi yang dibutuhkan tersebut. Asumsinya bahwa manajer
bekerja untuk mencapai tujuan perusahaan dan dengan memberikan informasi yang
dibutuhkan maka tujuan tersebut akan tercapai.
Faktor keberhasilan yang penting. Awal mula terjadinya pendekatan CSF untuk
perencanaan sumber informasi ini berasal dari Professor Harvard, William Zani pada
tahun 1970 ketika ia mengidentifikasi variable keberhasilan kunci yang menentukan
keberhasilan dan kegagalan. Pendekatan ini dikembangkan oleh John Rockart lebih dari
sepuluh tahun kemudian, dan ia yang diakui menerapkan konsep CSF ini pada system
informasi.
Transformasi Susunan Strategi. Wiliam King mencetuskan istilah strategi set information
(transformasi susunan strategi). Untuk menjelaskaan bagaiman misi, tujuan, strategi, dan
atribut organisasional strategis lain (yang disebut organizational strategy set atau susunan
strategy organisasional)digunakaan sebagaai dasar untuk mengembangkan tujuan MIS,
menangani kendala, dan mengembangkan strategi desain. Proses pentransformasian
susunan strategi organisasional menjadi susunan strategi MIS dinamakan MIS strategic
planning process (proses perencanaan strategis untuk MIS). Pendektn ini berpengaruh
sangat besar terhadap strategi MIS yang berkembang secara alamiah dalam strategi
perusahaan.
Siklus Hidup Sistem Yang Diperluas. Pada awal tahun 1980-an terlihat adanya perluasan
SLC dengan tujuan untuk memberikan tempat kepada perencanaan top-down dan juga
untuk pemastian kualitas post-implementasi.
Fase perencanaan strategis lebih dulu dilakukan daripada siklus hidup system. Pada fase
ini eksekutif menentukan susunan strategi organisasional.
Fase evaluasi menurut King adalah peninjuan kembali post-implementasi, yang hal ini
kita msukkaan daalam fase control operasi. Review dilakukan dengan tujuan untuk
memastikan validitas teknis dan organisasional. Validitas teknis mengacu pada arsitektur
system baru. Berkaitan dengan ini akan ditanyakan apakah system yang
diimplementasikan sesuai dengan spesifikasinya? Validitas organisasional , sebaliknya,
mengacu pada penggunaan system. Apakah system dapat digunakan sesuai dengan yang
diharapkan?
ERA MODERN
Sekarang ini kita berada di era SPIR modern. Perusaahaan tidak hanya merencanakan
bagaimana ia menggunakan sumber-sumber informasinya, namun status sumber-sumber
informasi tersebut juga mempengaruhi rencana strategis dari keseluruhan organisasi.
Gambar 19.7 Sumber-sumber informasi mempengaruhi strategi bisnis
Bila perusaahaan melakukan rencana dengan cara ini, ia akan mendapat stok kemampuan
informasi sebagaimana yang ia pertimbangkan untuk dilakukan di masa mendatang.
Penaksiran yang dilakukan diri sendiri ini memungkinkan eksekutif untuk mengkoreksi
penyimpangn di dalam system informasi yang mungkin akan menggerakkan kemampuan
perusahaan untuk mencapai tujuannya. Ia juga memungkinkan perusahaan untuk
mendapatkan kekuatan yang bisa digunakan untuk memperoleh keuntungan kompetitif.
Tak ada orang yang begitu peduli terhadap pokok bahasan perencanaan informasi
strategis selain William King. Namun ia yakin bahwa perencanaan seperti itu
mungkintelah berlangsung lama. Ia melakukan studi bersama professor T.S Raghunathan
dari University Of Toledo dimana ia mengemukakan bahwa perusahaan akan lebih
mendapatkan keuntungan dari perencanaaan system tingkat bawah daripada
mendapatkannya dari perencanaan strategis tingkat yang lebih tinggi. Nampaknya banyak
perusahaan mempunyai anggapan bahwa bila dengan SPIR yang sedikit penampilan
perusahaan akan baik , maka dengan SPI yang lebih besar mestinya penampilan tersebut
juga akan lebih baik. Perusahaan-perusahaan tersebut terlalu memperhatikan formalitas
proses perencanaan dan kurang dalam merealisasikan pengimplementasian rencana
tersebut. King merasa bahwa situasi pada saat itu seharusnya tidak melebih-lebihkan
kemampuan SPIR.
Sementara hal ini jelas-jelas menjadi usul yang baik. Konsep perencanan informasi
memberikan gmbaran mengenai point yang penting dlm pembahaasan kita. Perusahaan
tidak boleh hanya merencanakan bagimana menggunakan sunmber-sumber informasinya,
namun juga harus menyertakan sumber-sumber tersebut dalam perencanaan jangka
panjang untuk keseluruhan organisasi. Orang yang berperan dalam menjalankan hubungn
timbale balik ini adalah CIO.
Kita telah mengenaal chief information officer (CIO) dan telah menggunakan istilah
tersebut untuk menyebutkan manajer dri unit pelayanan informasi perusahaan. Kita telah
mendapatkan gambaran bhwa CIO bertugas memberi laporan langsung kepada presiden
atau CEO dan secara aktif ia turut ambil bagian pembuatan keputusan penting dalam
perusahaan, dan mungkin ia menjadi komite eksekutif.
Gambaran mengeni CIO ini merupakan pengturan yang ideal wlaupun hal ini telah
banyak dilakukan oleh berbagai perusahaan. CIO dari Kodak, Katherine Hudson, misalny
yang melaporkan secara langsung kepd presiden dan bekerja sama dengan wakil
pimpinan serta eksekutif. Dalam menjelaskan hubungan ini, ia mengemukakan bahwa
Manajemen bagian di Kodak bisa melakukan investasi jutaan dolar dalam teknologi ,
namun persetujuan investasi tersebut harus dibawa ke tingkat atas, seperti ke pemimpin
perusahaan, kemudian pimpinan tersebut akan memanggil saya dan bertanya apakah hal
ini merupakan rencana yang tepat? Saya melihat hal ini bukanlah kekuatan veto. Saya
melihatnya sebagai suatu peran yang mendukung. situasi di Kodak ini merupakan cirri
khas di perusahaan besar, bukaan cirri perusahaan kecil. Jug konsep CIO lebih lazim di
Amerika Serikat daripada di Negara-negara lain, wlaupun ia mulai diterapkan di eropa.
Walaupun perusahaan menetapkan CIO, orang yang diangkat sering kali tidak
mempunyai kekuatan pengaruh seperti yang dimiliki Hudson di Kodak. Pada tahun 1988,
perusahaan accounting Coopers & Lybrand bekerjasama dengan majalah Datamation
untuk melakukan survey terhadap 400 manajer pelayanan informasi. Tujuan survey ini
adalah untuk mendapatkan gambaran dari status posisi CIO. Survey tersebut
mengungkapkan bahwa 59 persen dari responden mengaku dirinya sebagai CIO namun
hanya 14 persen yang bisa dinamakan CIO tersebut. Pangkat yang paling popular adalah
Direktur MIS sebanyak 37 persen. Diikuti oleh Wakil Presiden Bidang Pelyanan
Informasi sebanyak 32 persen.
Yang lebih membingungkan daripada penggunaan pangkat yang tidak konsisten ini
adalah hubungan pelaporannya. Hanya 27 persen responden yang melaporkan langsung
kepada CEO atau presiden. Sebagian besar atau sebaanyak 35 persen memberikan
laporan kepada kepala bagian keuangan (CFO), dimana hal ini akan kembali kepada ciri-
ciri masa lalu yaitu jika peralatan pemrosesan data yang ditempatkan pada departemen
accounting. 15 persen responden tersebut melaporkan kepada bagian administrasi ,
misalny wakil presiden di bidang dministrasi.
Sebagian besar dari peralatan yang didistribusikan ini digunakan oleh pemakaian yang
tidak mempunyai pemahaman komputer secara khusus. Aplikasi-aplikasi dari pemakai ini
terdiri atas software tertulis yang telah dibuat oleh bagian unitpelayanan informasi atau
diperoleh dari sumber-sumber luar. Namun demikian, ada juga pemakai yang hanya
mengunakan komputer. Mereka ini juga mendisain dan mengimplementasikan
aplikasinya sendiri.
JENIS END-USER
Salah satu study pertama mengenai end-user dilakukan pada tahun 1993 oleh John
Rockart dari MIT dan Lauren S. Flannery, seorang mahasiswa jurusan MIT. Mereka
menginterview 200 end-user ditujuh perusahaan dan menidentifikasi enam jenis.
Progemmer End-User. Selain menggunakan sofware tertulis dan 4GL, pemakaian ini
juga dapat menulis programnya sendiri dan menggunakan bahasa programan. Karena ia
mempunyai pemahaman komputer yang lebih baik, ia biasanya menghasilkan informasi
untuk pemakian non-programan dan pemakai tingkat perintah. Contoh pemakai jenis ini
adalah aktuaris (penaksir), analis keuangan, dan insiyur.
Klasifikasi ini terlalu luas. Ia memasukkan pemakai yang tidak mempunyai pemahaman
komputer (end-user non-pemrograman) dan pemakai yang merupakan spesialis informasi
(personel pendukung profesional, personel pendukung komputerisasi end-user, dan
pemrograman DP). Dua jenis yang terakhir seharusnya bahkan tidak termasuk ke dalam
area pemakai.
Hal ini nampaknya merupakan kesepakatan yang masuk akal, dan kita menganggapnya
sebagai klasifikasi end-user. Ia tidak menyertakan pemakai yang tidak mempunyai
kemampuan untuk mengembangkan sistemnya sendiri, dan juga spesialis informasi yang
ditugaskan dalam unit pelayanan informasi, ia juga mengetahui, dengan memasukkan
atau menyertakan personel pendukung fungsional, bahwa departemen pemakai dapat
memperoleh spesialis komputernya sendiri.
Walaupun klasifikasi Rockart dan Flannery nampaknya terlalu luas untuk standar
sekarang ini, namun studi mereka memberikan kontribusi yang penting bagi end-user
computing, karena mereka mengungkapkan bahwa tak ada end-user khusus. Ada benyak
jenisnya, tergantung pada tingkat pemahaman komputer dari pemakai, dan setiap jenis
tersebut mempunyai kebutuhan sendiri-sendiri.
Nampaknya beralasan bila ada anggapan bahwa end-user lebih berusaha menerapkan
aplikasinya untuk memenuhi kebutuhan informasinya sendiri atau kebutuhan informasi
untuk unitnya, dari pada untuk kebutuhan informasi perusahaan. Oleh karena itu, end-
user sebenarnya tidak mengembangkan aplikasi pemrosesan data, MIS, dan otomatisasi
kantor, seperti voice mail dan video conferencing, sebab ia biasanya
mengimplementasikan secara umum. Juga, end-user sebenarnya tidak boleh
mengembangkan expert system karena sistem ini mempunyai sifat khusus.
Hal ini berarti bahwa end-user computing hanya terbatas pada aplikasi DSS dan
otomatisasi kantor, seperti word processing, pengiriman elektronik, dan pengkalenderan
elektronik, yang dapat disesuaikan dengan sekelompok kecil pemakai.
Dengan memahami aplikasi yang mana yang mungkin dikembangkan dan yang mungkin
tidak bisa dikembangkan oleh end-user , maka hal ini akan menjadi teka-teki bagi arah
perkembangan en-user computing. Ia membrikan indikasi mengenai bagaimana end-user
dan spesialis informasi akan berdampingan dimasa mendatang.
Selama jangka waktu yang pendek ketika end-user computing telah mendapatkan
popularitas, para pemakai dan aplikasi mereka menjadi lebih canggih. Kita telah melihat
bagaimana Richard Nolan menggunakan tahapan siklus hidup untuk mendefinisikan
evolusi jangka panjang penggunaan perusahaan dalam penggunaan komputer. Cara yang
sama dapat dilakukan untuk mendeskripsikan evolusi end-user computing dalam
perusahaan.
Sid Huff bersama dengan Malcolm Munro, profesor pada University of Calgary, dan
Barbara Marin, seorang konsultan free-lance, menjelaskan bagaiman aplikasi end-user
berevolusimelalui tahapan pertumbuhan dan menjadi lebih matang pada setiap tahapan
tersebut. Mereka mendefinisikan kematangan dengan istilah connectivity – yaitu
kemampuan aplikasi-aplikasi untuk saling berinterface melalui transfer data.
Isolasi, selama tahap isolasi, pemakai melihat tiap aplikasi sebagai entry yang terpisah.
Pemakai menerima dukungan nyata yang sedikit dari sistem dan pemakai ini
menggunakan sistem tersebut terutama untuk mendapatkan pengenalan dengan
pemrosesan komputer.
Sound-Alone, pemakai mulai melihat hubungan logis antara sistem-sistemnya. Dalam
usahanya untuk memadukan sistem tersebut, pemakai biasanya akan memasukkan
kembalioutput dari satu sistem untuk meberikan input kepada sistem lain.
Integrasi Manual, para pemakai mulai menukarkan data diantara mereka dan dengan
fasilitas komputerisasi sentral. Namun demikian, pertukaran ini dilakukan dengan
mentransfer file dari satu program ke program yang lain biasanya dalam bentuk disket.
Contohnya adalah penggunaan file dBASE sebagai input bagi spreadsheet 1-2-3. jika
pelayanan informasi tidak menentukan standar untuk aktivitas ini, maka pemakai mebuat
standarnya sendiri.
Integritas Otomatisasi, pemakai bisa menukar data dengan database sentral dengan
menggunakan jaringan komunikasi . pertukaran ini dilakukan oleh DBMS yang
mengelola database sentral. Agar dapat membuat dan mengunakan system ini, pemakai
harus menyesuaikan standar yang telah ditentukan oleh pelayanan informasi.
Integrasi Terdistribusi, pada tingkat kematangan yang paling tinggi ini, aplikasi end-user
berada pada tingkat organisasional, kelompok kerja, dan pemakai perorangan. Database
terpisah didistribusikan ke seluruh perusahaan pada setiap tingkat, dan integrasi
dilakukan oleh DBMS terdistribusi.
Professor Munro dan Huff, bersama dengan mahasiswa S2 dari University British
Columbia, Gary Moore, mempelajari status end-user computing di 47 organisasi, dan
mendapati bahwa tak ada perusahaan yang dijadikan obyek studi tersebut telah mencapai
tahap kematangan integrasi terdistribusinya. Mungkin hal tersebut disebabkan adanya
kebutuhan DBMS yang lebih canggih untuk mendukung database terdistribusinya.
Namun demikian, muff, Munro, dan Martin, mendapatkan suatu kesimpulan bahwa,
“walaupun dengan alat yang lebih baik, pasti akan ada hal (point) – yang belum diketahui
– yang berada diatas jangkauan pemakai, yang tidak akan bias dijelajahi oleh pemakai.
FAKTOR YANG MENDORONG END-USER COMPUTING
Pada sebagian besar perusahaan, bagian pelayanan informasi terlalu banyak muatan kerja
dan disitu terdapat antrean panjang pekerjaan yang menunggu pengimplemenstasiannya.
Adanya timbunan pelayanan informasi ini merupakan sebab utama mengapa end-user
computing menjadi popular, dimana pemakai menjadi tidak sabar dan memutuskan untuk
melakukan pekerjaannya sendiri.
Faktor lain adalah murahnya dan mudahnya penggunaan hardware dan software.
Pemakai dapat membeli PC dan beberapa software pengembangan aplikasi dengan hanya
seribu dolar atau sekitarnya, seringkali tidak usah melalui channel yang resmi.
Pemakai mungkin juga terdorong untuk mengurangi biaya pemrosesan. Situadi ini terjadi
dalam perusahaan yang memindahkan pembiayaan pengembangan dan penggunaan
sistemkepada departemen yang memakai sistem tersebut, dan biaya tersebut diangap
terlalu tinggi.
Pengaruh atau dorongan eksekutif juga merupaka faktor. Phillip Ein-Dor dan Eli Segev,
profesor pada Tel Aviv Univeristy, mangumpulkan data dari 21 perusahaan d wilayah
Los Angeles dan mendapatkan bahwa persentasi end-user manajemen dan non-
manajemen akan lebih tinggi jika CEO adalah pemakai.
Hasil akhir dari kedua keuntungan tersebut adalah bahwa akan tercapainya tingkat
keterampilan penggunaan komputer yang lebih tinggi. Sedangkan keuntungan yang
paling penting adalah dalam dukungan kebutuhan pemakai dalam memecahkan masalah
dan sistem memberikan apa yang dibutuhkan oleh pemakai.
Tabel 19.1risiko dan kontrol end-user computing
Life cycle phase Risiko Possible control
Analysis Incompatible end-user tools Hardware/software standards
Auditor reviews
Munro, Huff, dan Moore menemukan bahwa perusahaan yang menjadi obyek studinya
mengontrol pembelian mikrokomputer. 21 persen dari perusahaan-perusahaan tersebut
melakukan kontrol seketat mungkin dengan cara menetukan hanya satu peralatan dari
suatu pabrikan yang bisa diterima. 19 persen dari perusahaan-perusahaan tersebut
menetapkan kontrol minimum dengan memberi keleluasan kepada pemakai untuk
memilih peralatan (hardware dan software) dari daftar yag telah disediakan. Mayoritas
dari perusahaan-perusahaan tersebut (60 persen) melakukan kebijaksanaan yang tidak
berlebihan dengan juga menerima peralatan dari pabrik tertentu lainnya. Tak ada dari
perusahaan-perusahaan tersebut yang mengijinkan pemakainya untuk mendapatkan
peralatan secara bebas.
Risiko analisis yang kedua, yang terlihat pada tabel 19.1, berkenaan dengan pengontrolan
keamanan dengan cara membatasi akses pemakai ke database sentral. Munro, Huff dan
Moore juga menyangsikan perusahaan-perusahaan tersebut. Kaitannya dengan point ini,
dan penemuan mereka. Tak ada perusahaan yang memberi kebebasan kepada
pemakainya untuk mendapatkan akses yang tak terbatas dengan membaca dari dan
menulis ke semua file. Hanya 4 persen dari perusahaan-perusahaan tersebut yang tidak
mengijinkan sama sekali pemakai melakukan akses ke semua file. Sebagian besar
perusahaan mengikuti kebijaksanaan yang moderat (tidak berlebih-lebihan) dengan
memberika keleluasan pemakai untuk mengakses file tertentu, akses untuk mengkopy
file, dan memberikan kemampuan read-only.
Dengan cara ini perusahaan menetapkan kebijaksanaan untuk mencapai tingkat kontrol
bagi tiap risiko seperti yang dikehendakinya. Kolom sebelah kanan pada tabel 19.1
memberikan gambaran mengenai berbagai macam kontrol yang ada.
Suatu strategi yang telah terkenal adalah penetapan atau pembangunan pusat informasi,
ini merupakan pemecahan yang dapatdiimplemestasikan dengan cepat, namun hal ini
harus diikuti oleh perubahan-perubahan yang mendasar dari sifat-sifat yang telah
permanen. Sutu contoh perubahan yang mendasar ini adalahbahwa pelayanan informasi
melepaskan tugas sebagai pemrosesan dan ia diberi tugas khusus untuk mengontrol
jaringan. Pada bagian dibawah ini, kita akan membahas dua strategi tersebut.
PUSAT INFORMASI
Information center (pusat informasi) adalah area dalam perusahaan yang berisi sumber-
sumber komputerisasi yang perlu dikembangkan oleh pemakai dan dengan aplikasinya
sendiri. Sumber-sumber tersebut meliputi hardware, seperti terminal, mikros, printer,
letter-quality, plotter, dan juga meliputi software, seperti paket spreadsheet elektronik,
DBMS, 4GL, dan paket grafik. Disitu terdapat pula spesialis informasi, yang ditugaskan
untuk membantu pemakai dalam mengembangkan atau membuat sistemnya. Tujuan dari
hal ini adalah agar pemakai mendapatkan kepuasan dalam menggunakan komputer.
IBM Canada dianggap yang membangun pusat komputer yang pertama pada tahun1974,
dan ide tersebut secara cepat tersebarke berbagai perusahaan-perusahaan. Beberapa
pusatnya bersifat sangat sederhana, yaitu hanya dikelola oleh satu orang. Sedangkan yang
lain memiliki lebih dari 50 spesialis yang dapat membantu para pemakai. Rata-rata ada 8
spesialis yang menjadi staff di satu pusat informasi itu.
Pusat informasi yang baru dibuka setiap tahunnya, namun berbagai pusat yang sudah tua
ditutup. Perusahaan merasa bahwa pusat-pusat tersebut memberikan kegunaan; para
pemakai bisa mengembangkan apa yang menjadi kepuasannya dan mereka dapat
emperoleh sumber-sumber mereka sendiri. Itulah yang terjadi di Quaker Oats. Pusat
informasinya dibuka pada tahun 1984, dankurang dari tiga tahun, perusahaan tersebut
mencapai tujuannya. Lebih dari dua ribu pemakai diberi pelatihan, dan lebih dari 1200
mikros dan tiga ribu paket software telah diinstal.
Salah satu masalah yang berkaitan dengan pusat informasi ini adalah perelokasian para
spesialis. Mereka dapat diberi berbagai tugas dalam perusahaan, dengan dipekerjakan di
pelayanan informasi atau dipekerjakan di departemen pemakai. Strategi yagmungkin
dengan menugaskan mereka delam area perusahaan yang ketinggalzn dalam
menggunakan komputer.
Bila perusahaan menaikan aksis Y dari gambar tersebu, maka pemakai menjadi lebih
mampu merancang dan mengembangkan sistemnya sendiri, tidak tergantung kepada unit
pelayanan informasi sentralaksis Z juga menunjukkan bagaimana perusahaan
mendesentralisasikan pembuatan keputusan mengenai sumber-sumberinformasinya –
yaitu membuat keputusan, misalnyaperalatan yang bagaimana yang akan didapatkan dan
aplikasi apa yang akan dikembangkan.
Point awal dari ketiga aksis itu adalah gambaran tempat perusahaan pada waktu pertama
kali menggunakan komputer. Segala sesuatunya telah dilakukan dalam pelayanan
informasi sentral. Sebagian perusahaan telah bergerak ke point A, yang disebut sebagai
Big brother (keluarga besar). Disini, peralatan didistribusikan, namun pelayanan
informasi masih mebuat keputusan dan mengembangkan sistem. Masalah yang dihadapi
perusahaan ketika ia berada di point A adalah terjadinya momentum diman trend end-
user computing muncul. Jauh sebelumnya, permintaan akan dukungan informasi
meningkat begitu besar, dan pelayana informasi tidak bisa mengatasi permintaan ini.
Dalam situasi ini, perusahaan bisa melakukan salah satu dai tiga strategi dasar. Ia dapat
memberika keleluasaan kepada pemakai untuk menentukan aplikasi mana yang ia ingin
kembangkan, namun pelayanan informasi mengembangkannyajuga. Strategi ini
menggerakan perusahaan ke point B, yang diebut Helping Hand pelayana inforamsi juga
membiarkan pemakai untuk mengembangkan sistemnya sendiri, namun pelayanan
informasi yang memutuskan sistem yang akan dikembangkan tersebut. Ini berada di point
C, yang disebut Watchdog.
Menurut Donovan, point Helping Hand dan Watchdog ini tidak memiliki tujuan jangka
panjang yang berguna. Bila penggunaan komputer meluas ke area-area lain, seperti
sistem informasi eksekutif dan expert system, maka akan lebih sulit bagi pelayanan
informasi untuk memberikan semua bantuan yang dibutuhkan oleh point Helping Hand.
Juga, mustahil bagi unit pelayanan informasi sentral untuk mengawasi segala sesuatu
yang terjadi pada point Watchdog. Oleh karena itu, tujuan terakhir dari perusahaan adalah
mencapai point D. Pada point ini, sumber-sumber komputerisasi diberikan dan
pembuatan keputusan mengenai sumber-sumber tersebut didesentralisasi. Tanggung
jawab utama pelayanan informasi adalah menghubungkan network ke sumber-sumber
tersebut.
Agar pencapaian status network ini lancar, Donovan menyarankan bahwa CIO harus
memelopori meninggalkan atau melepaskan sumber-sumber komputerisasi perusahaan
dan membiarkannya agar dikontrol oleh departemen yang menggunakannya. Tujuan CIO
dan pelayanan informasi adalah terjadinya penyambungan atau hubungan dalam network.
Jika car diatas benar-benar dilakukan, nampaknya akan menarik. Satu pertanyan
mengenai aplikasi yang kita kemukakan sebelumnya maka tidak akan berlaku lagi bagi
end-user computing. Jika pelayanan informasi melepaskan diri dari sumber-sumber
pemrosesan, maka siapa yang akan mengembangkan dan memelihara sistem pemrosesan
data, MIS, aplikasi OA berskala perusahaan, dan expert system? Secara realistis, tujuan
seharusnya tidak berada di point D, namun pada tempat yang mendekati point D.
Pelayanan informasi mungkin dapat melepaskan diri dari porsi besar pengurusan
sumber-sumber pemrosesan.
Dalam membicarakan IRM, kita telah membahas beberapa topik – yaitu informasi
sebagai sumber strategis, bagaimana menggunakan informasi untuk mendapatkan
keuntungan kompetitif, pertimbangan sumber informasi dalam perecanaan jangka
panjang perusahaan, perencanaan strategis untuk sumber informasi, peranan CIO, dan
end-user computing. Gamabr 19.15 menunjukkan bagaimana topik-topik tersebut
bergabung bersama untuk membentuk IRM. Nomor-nomor yang ada pada gambar
tersebut sesuai dengan nomor-nomor yang ada dibawah ini:
Dalam proses ini, kita dapat melihat dengan mudah peranan penting yang dilakukan oleh
CIO. CIO (1) menampilkan sumber-sumber informasi perusahaan dalam perencaaan
strategis, (2) merupakan sumber ahli dalam pengembangan strategis untuk sumber-
sumber informasi, dan (3) berperan pokok dalam pengimplentasian strategis informasi
dalam perusahaan.
Kita dapat menyimpulkan pembahasan kita mengenai IRM ini, bahwa CO merupakan
elemen kunci, dimana ia dapat berfungsi dalam ketiga area.