Anda di halaman 1dari 4

PEMBAHASAN

Pada praktikum “Uji Stabilitas” ini dilakukan bertujuan untuk membuat larutan yang mengandung 4%
asetosal dan 10% natrium sitrat, menentukan kadar asetosal dalam berbagai variasi suhu dan waktu
tertentu dengan menggunakan titrasi asam basa, memperlihatkan penguraian sediaan farmasi yang
disebabkan oleh kenaikan suhu, dan meramalkan kecepatan sediaan yang terurai pada suhu
penyimpanan yang biasa (suhu kamar) dengan menggunakan persamaan Arrhenius dan ekstrapolasi
grafik.

Uji stabilitas dimaksudkan untuk menjamin kualitas produk yang telah diluluskan dan beredar di
pasaran. Dengan uji stabilitas dapat diketahui pengaruh faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban
terhadap parameter–parameter stabilitas produk seperti kadar zat aktif, pH, berat jenis dan net
volume sehingga dapat ditetapkan tanggal kedaluwarsa yang sebenarnya. Lima tipe kestabilan obat,
diantaranya : stabilitas kimia (mempertahankan stabilitas kimia/ketidak-campuran secara kimia),
stabilitas fisika (meliputi sifat fisik, organoleptik, kelarutan, polimorfisme, kristalisasi, dll), stabilitas
mikrobiologi (mempertahankan sterilitas atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme), stabilitas
farmakologi (tidak menyebabkan perubahan efek terapetik) dan stabilitas toksikologi (tidak
menyebabkan peningkatan toksisitas secara signifikan).

Pada percobaan ini, hal yang pertama dilakukan adalah membersihkan alat-alat yang akan digunakan.
Hai ini dilakukan agar alat-alat bersih dan tidak ada zat pengotor yang dapat mengganggu proses
pengamatan selanjutnya. Terutama buret karena Jika saja di dalam buret masih terdapat yang masih
menempel, pada saat titrasi, volume yang tercatat akan kurang akurat selain itu dapat juga bereaksi
dengan titran yang digunakan. Pembersihan buret dilakukan dengan mengalirkan air ke dalam buret
kemudian dibilas dengan menggunakan titran yang akan dipakai yaitu NaOH supaya buret benar-benar
bebeas dari zat-zat lain.

Percobaan ini diawali dengan pembuatan larutan NaOH. Larutan NaOH dibuat dengan cara
melarutkan NaOH padat pada pelarut aquades. Larutan NaOH yang dibuat adalah NaOH 0,1 N dalam
500 mL. maka berat NaOH yang diperlukan dapat dihitung sebagai berikut :
m 1000
N= x
BE V
m 1000
0,1 = x
40/1 500
m=2g
Sebanyak 2 gram padatan NaOH selanjutnya dimasukkan ke dalam 500 mL aquades di dalam labu
ukur. Labu ukur dikocok hingga NaOH larut sempurna. Selanjutnya dilakukan pembakuan larutan NaOH
menggunakan asam oksalat melalui titrasi asam basa. NaOH harus dibakukan terlebih dahulu,
dikarenakan NaOH termasuk dalam larutan baku sekunder. Pembakuan NaOH dilakukan karena NaOH
bersifat higroskopis sehingga jika dibiarkan terbuka dapat bereaksi dengan udara yaitu mengikat uap air.
Apabila NaOH ditimbang sebanyak 1 gram, belum tentu sesuai, dapat dipastikan berat NaOH yang ada
kurang dari 1 gram atau lebih dari 1 gram. Larutan NaOH dibakukan dengan H2C2O4 (asam oksalat) 0,1
N sebagai larutan baku primer. NaOH tidak dapat dipakai sebagai larutan baku primer karena syarat
larutan baku primer antara lain zat harus mudah mongering dan tidak bersifat higroskopis, memiliki
berat ekuivalen yang tinggi dan sangat terdisosiasi dalam air.
Pada pembakuan NaOH, H2C2O4 digunakan sebagai analit dan NaOH sebagai titran. Buret diisi
dengan larutan NaOH sampai batas tertentu, lalu mulut atas buret ditutup menggunakan plastic agar
NaOH tidak bereaksi dengan udara. Kemudian larutan H2C2O4 dibuat dengan cara, padatan H2C2O4
dilarutkan dalam 50 mL aquades dalam labu ukur 50 mL. Larutan H2C2O4 yang dibutuhkan adalah 0,1 N
sehingga berat padatan H2C2O4 yang harus ditimbang dapat dihitung sebagai berikut
m 1000
N= x
BE V
m 1000
0.1 = x
126,07/2 50
M = 0.32 gram
Larutan H2C2O4 0,1 N dipipet 5 mL kemudian ditempatkan dalam erlemeyer dan ditambahkan 2
tetes indicator fenolftalein. Indicator fenoltalein memiliki rentang pH 8,2-10. Indicator fenolftalein cocok
dipakai dalam titrasi ini karena pH pada saat titik ekuivalen berada pada rentang pH indicator
fenolftalein. Indikator fenolftalein berfungsi untuk menetapkan atau mengetahui titik akhir titrasi atau
titik ekuivalen. Titik ekuivalen titrasi adalah titik pada saat larutan titran dan larutan uji telah bereaksi
sempurna yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari tidak berwarna menjadi warna merah
muda atau pink rose.
Selanjutnya H2C2O4 dalam erlenmeyer dititrasi dengan NaOH sambil dikocok agar NaOH bereaksi
merata dengan seluruh H2C2O4. Titrasi dilakukan sampai larutan berubah warna menjadi berwarna
merah muda. Perubahan warna tersebut menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi.
Perubahan warna dapat dilihat karena adanya indicator fenolftalein. Indicator fenolftalein adalah
asam lemah yang tidak berwarna dan ionnya berwarna ungu atau merah muda terang. Ketika NaOH
ditambahkan, ion OH- menghilangkan ion H+ dari kesetimbangan yang mengarah ke kanan untuk
menggantikannya yang mengakibatkan perubahan warna indicator menjadi sedikit merah muda. Setelah
titrasi dihentikan, volume NaOH yang digunakan diamati dan dicatat. Berdasarkan perhitungan,
normalitas NaOH dapat ditentukan yaitu 0,109 N berdasarkan rumus berikut:
Mol analit = mol titran
(V x N)H2C2O4 = (V x N) NaOH
(5 x 0,1) = (4,6 x N)
N = 0,109 N

Setelah itu, percobaan dilanjutkan dengan pembuatan larutan asetosal 4%dan natrium sitrat 10%
sebanyak 250 ml untuk 4 kelompok. Timbang Na-sitrat 25 gram dan asetosal sebanyak 10 gram.
Kemudian siapkan air 200 ml ke dalam beaker glass. Na-sitrat 25 gram dimasukan ke dalam beaker glass
tsb dan aduk hingga larut. Setelah semua zat larut masukkan asetosal 10 gram ke beaker glass tadi dan
larutkan. Karena asetosal kurang mudah larut dalam air sehingga perlu suhu yang cukup tinggi untuk
membantu melarutkannya. Oleh karena itu pada saat pengadukan beaker glass ditempatkan di panic
yang terdapat air panas, sehingga asetosal dapat larut secara total. Setelah larut, larutan campuran tadi
dmasukan ke dalam labu ukur 250 ml. Untuk mencapai batas volume labu ukur tersebut, di add air
hingga batas volume labu ukur tsb (250 ml).

Kemudian, untuk penetapan kadar pada sampel campuran tadi dilakukan titrasi asam basa
dengan larutan NaOH yang sebelumnya telah dibakukan. Sampel dipipet sebanyak 5 mL lalu
ditempatkan di dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 2 tetes indicator fenolftalein. Titrasi dilakukan
untuk mengetahui kadar yang terdapat dalam 5 mL larutan sampel. Titrasi ini dilakukan terhadap semua
larutan sampel dalam variasi suhu 300, 400, 500, 60 0C dan variasi waktu yaitu pada interval 15 menit
selama I jam, yaitu pada 0, 15, 30, 45, dan 60 menit. Setelah larutan berubah menjadi berwarna agak
merah muda, titrasi dihentikan dan artinya titik akhir titrasi telah tercapai. Volume NaOH yang
dibutuhkan untuk mentitrasi larutan sampel dalam berbagai variasi suhu dan waktu larutan sampel,
berbeda-beda. Setelah itu berdasarkan volume NaOH yang digunakan, kadar asetosal dalam sampel
dapat ditentukan sebagai beikut.
Mol asetosal = mol NaOH
mol asetosal = (V x N)NaOH
massa asetosal = mol asetosal x BEasetosal
= (V x N)NaOH x BEasetosal

massa asetosal ( V x N ) NaOH x BEasetosal


Kadar (gr/mL) = =
volume pelarut volume pelarut

Kemudian, perhitungan potensi …………………………….. (datanya gak ada)

Dilanjutin ya vani,hehe.. tp yg sebelumnya yg udah saya buat sambil dibaca lagi ya takut ada yg keliru

Makasih muach muach

Anda mungkin juga menyukai